• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Film Layak Makan Protein Whey Dengan Ekstrak Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.)Sebagai Antibakteri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Film Layak Makan Protein Whey Dengan Ekstrak Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.)Sebagai Antibakteri"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Smart Food Coating

Smart packaging didefinisikan oleh Wagner (1989) dalam Rooney (1995) sebagai lebih dari sekedar menawarkan perlindungan. Kemasan berinteraksi dengan produk,

dan dalam beberapa kasus terbukti memberi perubahan. Active packaging sering disebut sebagai interaktif atau smart packaging yang dimaksudkan untuk merasakan perubahan lingkungan internal maupun eksternal dan perubahan sifat bagian dalam

dari kemasan.

Ruang lingkup bidang pengemasan saat ini juga sudah semakin luas, dari

mulai bahan yang sangat bervariasi hingga model atau bentuk dan teknologi

pengemasan yang semakin canggih dan menarik. Bahan kemasan yang digunakan

bervariasi dari bahan kertas, plastik, gelas, logam, fiber hingga bahan-bahan yang

dilaminasi. Namun demikian pemakaian bahan-bahan seperti papan kayu, karung

goni, kain, kulit kayu, daun-daunan, dan pelepah dan bahkan sampai barang-barang

bekas seperti koran dan plastik bekas yang tidak etis dan hiegenis juga digunakan

sebagai bahan pengemas produk pangan. Bentuk dan teknologi kemasan juga

bervariasi dari kemasan botol, kaleng, tetrapak, corrugated box, kemasan vakum, kemasan aseptik, kaleng bertekanan, kemasan tabung hingga kemasan aktif dan pintar

(active and intelligent packaging) yang dapat menyesuaikan kondisi lingkungan di dalam kemasan dengan kebutuhan produk yang dikemas (Julianti, 2007).

Kemasan antimikroba dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis: (1) kemasan

yang mengandung agen antibakteri yang bermigrasi dari permukaan kemasan ke

makanan secara langsung; (2) kemasan yang efektif terhadap pertumbuhan

(2)

Wieddyanto, et al (2006) melaporkan pemanfaatan protein whey sebagai film layak makan untuk bahan kemasan dalam upaya menghambat pertumbuhan mikroba

pada produk daging. Hasil yang diperoleh film layak makan ini dapat diaplikasikan

sebagai bahan pelapis daging yang dapat mempertahankan penurunan berat dan

penurunan jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi permukaan daging.

Senyawa antimikroba alami berasal dari alam telah diisolasi dari sumber tanaman dan

hewan. Senyawa dari asal tanaman termasuk ekstrak rempah-rempah; kayu manis,

allspice, cengkeh, thyme, rosemary, dan oregano adalah beberapa bahan yang telah menunjukkan aktivitas antimikroba (Seydim dan Sarikus, 2006).

2.2. Film Layak Makan

Kemasan edible adalah kemasan yang layak untuk dimakan karena terbuat dari

bahan-bahan yang dapat dimakan seperti pati, protein atau lemak. Sifat-sifat kemasan

masa depan diharapkan mempunyai bentuk yang fleksibel namun kuat, transparan,

tidak berbau, tidak mengkontaminasi bahan yang dikemas dan tidak beracun, tahan

panas, biodegradable dan berasal dari bahan-bahan yang terbarukan. Bahan-bahan ini berupa bahan-bahan hasil pertanian seperti karbohidrat, protein dan lemak (Julianti,

2007). Bahan-bahan ini juga dapat bertindak sebagai pembawa bahan aktif, seperti

antioksidan, rasa, kaya nutrisi, pewarna, agen antimikroba, atau rempah-rempah

(Cha, 2004).

Film layak makan yang sudah banyak beredar umumnya berasal dari bahan

protein, misalnya film dari kolagen gelatin, protein jagung (corn zein), protein gandum (wheat gluten), protein kedelai (soy protein), kasein, dan film dari protein whey. Film dengan bahan dasar protein biasanya diperoleh dari pencetakan dan

pengeringan (Khotibul et al, 2010). Selain itu kondisi pH juga harus diperhatikan. Menurut Perez-Gago (1999) yang menyatakan bahwa pembentukan film layak makan

dari protein whey tidak bias secara sempurna pada pH 3, kemungkinan disebabkan

(3)

film layak makan ini dikondisikan pada pH 4 dan 5, viskositas larutan meningkat

dengan cepat sehingga menghasilkan gel yang lunak.

Salah satu bahan pembuatan film layak makan yang berasal dari protein yaitu protein whey. Protein whey berasal dari hasil samping industri keju, yang

mengandung laktoglobulin (57%) dan laktalbumin (19%). Film layak makan protein whey mempunyai sifat transparan, lunak, fleksibel dan penahan aroma dan

oksigenyang baik pada kelembaban rendah yang didapatkan dengan cara protein

didenaturasi pada suhu 90oC selama 30 menit, penambahan asam dan basa untuk

membentuk ikatan disulfida intermolekuler sehingga menghasilkan gel yang lunak

(Manab, 2008).

Protein whey merupakan protein globular dimana kebanyakan gugus

hidrofobik dan sulfidrilnya berada di dalam struktur protein sehingga diperlukan

denaturasi panas untuk memunculkannya dan memacu ikatan disulfida intermolekuler

yang merupakan struktur penyusun film protein whey (Perez-Gago et al, 1999). Adanya ikatan kovalen disulfide meningkatkan kestabilan film dan menyebabkan

film dari protein ini tidak larut dalam air (Galietta et al, 1998).

Pembentukan film dari protein whey juga dipengaruhi oleh adanya bahan

pemlastis. Komponen ini diperlukan untuk membantu meningkatkan pengikatan

antara molekul-molekul protein di dalam film, tetapi jumlahnya tidak boleh terlalu

sedikit ataupun terlalu banyak. Apabila terlalu sedikit film yang dihasilkan rapuh dan

apabila terlalu banyak akan meningkatkan nilai water vapour permeability (WVP)

film yang tidak diinginkan dalam pembentukan film ini. Bahan pemlastis yang

digunakan adalah gliserol karena mampu meningkatkan pengikatan molekul-molekul

protein dan tidak mengganggu ikatan hidrogen (Galietta et al, 1998). Penambahan komponen pemlastis kedalam formulasi film mempengaruhi keregangan, fleksibelitas

(4)

film layak makan dengan tujuan untuk meningkatkan ikatan silang ionik di dalam

film (Cagri, 2003). Ikatan ini penting untuk membantu meningkatkan gaya kohesi,

sifat barier, kekuatan, dan mencegah film agar tidak mudah larut (Galietta et al,

1998).

2.3. Protein Whey Isolat

Whey protein berasal dari susu sapi dan biasanya tersedia dalam bentuk suplemen

bubuk protein sehingga lebih cepat diserap tubuh.. Whey protein memiliki kandungan

Branch Chain Amino Acids (BCAA/asam amino rantai bercabang) terbesar yang sangat baik untuk pembentukan dan pemeliharaan massa otot tubuh, sudah lama

populer di industri keolahragaan sebagai suplemen pembangun otot. Namun,

penelitian menunjukkan hal ini memungkinkan memiliki aplikasi yang jauh lebih luas

sebagai makanan fungsional dalam mencegah penyakit seperti kanker, hepatitis B,

HIV, penyakit jantung, osteoporosis dan bahkan stres kronis.

Ada 2 (dua) jenis protein whey yaitu (1) Whey Protein Concentrate, yaitu whey protein berkualitas tinggi yang masih mengandung karbohidrat dan lemak.

Kadar konsentrasi protein mencapai 70%, (2) Whey Protein Isolate, adalah jenis whey protein yang berkualitas tinggi dan lebih murni karena diterapkan pemrosesan

tambahan. Kadar konsentrasi proteinnya mencapai 93% atau lebih tinggi.

Whey protein diekstrak dari whey, bahan cair dibuat dari produksi keju.

Protein susu terbagi dalam dua bentuk fraksi protein, ditemukan sebagai protein

kasein dan protein whey (Hidayat et al, 2006). Protein whey mewakili sekitar 20%

dari protein susu dan protein lainnya mewakili 80% dari total. Protein whey

berkualitas tinggi, karena memiliki semua asam amino esensial, dan nilai biologis

tinggi dari pada protein telur atau kasein.

Whey adalah cairan kuning-hijau yang terpisah dari kasein saat pembuatan

(5)

limbah whey atau dikembalikan kepeternakan untuk makanan ternak. Namun

penelitian tentang protein whey berkembang, biaya keuangan dalam penjualan whey

sangat menguntungkan. Selanjutnya, terutama protein dan laktosa digunakan untuk

bahan makanan. Protein whey telah digunakan dalam kembang gula, roti, dan eskrim

produk, susu formula dan makanan kesehatan. Penelitian baru-baru ini menemukan

penggunaan dari protein whey yaitu dengan memanfaatkan kemampuan protein whey

olahan (80- 90%) untuk membentuk film dan coating pada permukaan produk

(Regalado et al, 2006). Komposisi protein whey dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi Protein Whey Susu Sapi

Protein Whey Konsentrasi

Proteose peptones ≥ 1 <12 - Aktivitas Opioid

GMPe 0-1,5 8-32 - Regulasi pertumbuhan

sel

a

Td = Termal denaturasi, bTd = Ca berikatan α-LA, claktoferrin, dLPOD = laktoperoksidase, eGMP = glikomakropeptida. (Regalado et al, 2006)

Tabel 2.1 meninjukan bahwa Protein whey mengandung: β-lactoglobulin (β

-LG), α-lactalbumin (α-LA), bovine serum albumin (BSA) and immunoglobulins (Ig) (Regalado et al, 2006). Whey terdiri dari sejumlah protein termasuk beta

(6)

dan perbaikan jaringan dan leusin khususnya memainkan peran penting dalam inisiasi

terjemahan - sintesis protein. Protein whey juga mengandung agen bakteriostatik

yaitu laktoferrin, laktoperoksidase, dan lisozim. Jeremi, et al (2013) menyatakan bahwa laktoferrin, laktoperoksidase, dan lisozim memiliki sifat antimikroba.

Protein whey merupakan protein globular dimana kebanyakan gugus

hidrofobik dan sulfidrilnya berada di dalam struktur protein sehingga diperlukan

denaturasi panas untuk memunculkannya dan memacu ikatan disulfida intermolekuler

yang merupakan struktur penyusun film protein whey (Perez-Gago et al, 1999). Hasil

penelitian Khotibul, et al (2010) film protein whey pada pemanasan 90oC mudah mengalami keretakan pada saat penyimpanan, sehingga perlu ditambahkan pemlastis.

Tujuan penambahan bahan pemlastis dalam larutan film adalah untuk mengurangi

kerapuhan dan meningkatkan fleksibilitas film. Peningkatan fleksibilitas film

dikarenakan terjadi pengurangan kekuatan tarik intermolekuler diantara rantai

polimer.

2.4. Agen Antibakteri

2.4.1. Meniran (Phyllanthus niruri L.)

Herba meniran merupakan herba semusim, tumbuh tegak, tinggi 30-50 cm,

bercabang–cabang. batang berwarna hijau pucat. Tumbuhan ini berdaun tunggal

dengan letak berseling, helaian daun bundar memanjang, ujung tumpul, pangkal

membulat, permukaan bawah berbintik kelenjar, tepi rata, panjang sekitar 1,5 cm,

lebar sekitar 7 mm, dan berwarna hijau. Dalam satu tanaman ada bunga betina dan

bunga jantan. Bunga jantan keluar di bawah ketiak daun, sedangkan bunga betina

keluar di atas ketiak daun. Buahnya kotak, bulat pipih, licin, bergaris tengah 2-2,5

mm. Bijinya kecil, keras, berbentuk ginjal, berwarna coklat (Syamsyuhidayat dan

(7)

Tumbuhan meniran tumbuh liar di dataran dan daerah pegunungan dari

ketinggian 1 mm sampai 1000 m dari permukaan laut. Tumbuhan ini tumbuh liar di

tempat terbuka pada tanah gembur, berpasir di ladang, di tepi sungai dan di pantai,

bahkan tumbuh liar di sekitar pekarangan rumah (Dalimarta, 2000). Pemanenan

dilakukan setelah tanaman berumur 2-3 bulan. Ciri tumbuhan meniran yang siap

dipanen adalah daun tampak hijau tua hampir menguning dan buah agak keras jika

dipijit.

Herba meniran merupakan tanaman yang mempunyai banyak khasiat dan

telah digunakan sebagai obat tradisional. Khasiat tanaman tersebut diduga berasal

dari kandungan berbagai senyawa kimia. Khasiat tersebut diduga berasal dari

kandungan berbagai senyawa kimia, di antaranya alkaloid (sekurinin), flavonoid

(kuersetin, kuersitrin, isokuersitrin, astragalin, nirurin, niruside, rutin, leukodelfinidin,

dan galokatekin), dan lignan (filantin dan hipofilantin). Senyawa lainnya, steroid dan

triterpenoid, berasal dari biosintesis skualena, kebanyakan berupa alkohol, aldehid

atau asam karbohidrat (Wibowo, 2009). Tumbuhan meniran (Gambar 2.1) memiliki

sistematika sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

(8)

Gambar 2.1. Herba meniran (Phyllanthus niruri L)

Nama lain dari Phyllanthus niruri L. adalah Phyllanthus urinaria L., Phyllanthus alatas BI, Phyllanthus cantonensis Hornen, Phyllanthus echinatus Wall, Phyllanthus leptocarpus Wight. Nama daerah Jawa: meniran, meniran merah, meniran hijau. Sunda: memeniran. Maluku: gosau cau, hsieh hsia chu (Dalimarta, 2000).

Potensi herba meniran di Indonesia untuk dijadikan obat alternatif terhadap

berbagai penyakit berbahaya seperti demam panas, diabetes, hepaptitis, dan jenis

penyakit lainnya. Hal ini disebabkan karena herba meniran mudah ditemukan di

Indonesia. Herba meniran telah digunakan masyarakat untuk pengobatan diabetes.

Pada dosis 10 mg per 200 g BB ekstrak metanol herba meniran efektif menurunkan

kadar glukosa darah tikus putih (Rattus norvegitus L.) diabetik (Fahri et al, 2005).

Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa herba meniran memiliki

efek imunostimulator dan aktivitas antiviral terhadap virus Hepatitis B dan virus

Herpes Simpleks. Selain itu pada hewan uji mencit, ketika diberikan infusa herba

(9)

pengobatan infeksi kulit yang disebabkan oleh S. aureus. Masa penyembuhan hewan uji yang diinfeksi kulitnya dengan S. aureus adalah 22,10 hari dengan menggunakan ekstrak herba meniran dan 20,77 hari dengan kotrimoksazol (Praseno et al. 2001).

Penelitian lain menyebutkan herba meniran mengandung senyawa-senyawa yang

memiliki aktivitas sebagai antimalaria. Pada dosis 800.128 mg/kg BB hewan uji

optimal dalam menghambat pertumbuhan 6182 parasitemia tiap 10000 eritrosit dalam

tubuh hewan uji (Latra, 2004).

Gunawan (2008) yaitu mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa terpenoid

dari herba meniran dengan menggunakan pelarut n-heksana terhadap bakteri

Escerichia coli dan Staphylococcus aureus. Hasil penelitian membuktikan bahwa hasil ekstrak herba meniran mengandung dua senyawa terpenoid yaitu Phytadiene dan 1,2-seco-cladiellan yang aktif terhadap dua bakteri tersebut. Struktur Phytadienedan 1,2-seco-cladiellan dapat dilihat dalam Gambar 2.2.

(a)

OH OCH3

O

O

(b)

(10)

Senyawa tersebut terbentuk dari karvon, dimana karvon merupakan senyawa

golongan monoterpenoid yang mengandung gugus keton (Gunawan et al, 2008). Senyawa tersebut yang diduga aktif terhadap beberapa bakteri patogen.

2.4.2. Kandungan Kimia

Tumbuhan meniran mengandung lignin, alkaloid, dan bioflavonoid. Konstituens

utama tumbuhan ini berupa lignan filantin (0.5%) dan hipifilantin (hingga 0.2%)

(Daniel, 2006). Adapun struktur filantin dan hipofilantin dapat dilhat pada Gambar

2.3

Selain senyawa filantin dan hipofilantin ada pula beberapa senyawa lainnya

yang terkandung dalam herba meniran seperti farnesil farnesol, isolintetralin,

niranthin, 5-demethoxy-niranthin dan dimethylenodioxy-niranthin (Maciel et al, 2007). Masing-masing struktur senyawa tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.4.

(a)

H3C

H3C

O O

O

O O

CH3

CH3

O

CH3

(11)

(b)

Gambar 2.3 Struktur kimia (a) filantin dan (b) hipofilantin

OH

(a)

OCOMe OCOMe

OMe

OMe O

O

(b)

H3C

H3C O O

O O

CH3

CH3

(12)

(c) (d)

(e)

Gambar 2.4 Struktur kimia (a) farnesil farnesol; (b) isolintetralin; (c) niranthin; (d) 5-demethoxy-niranthin; (e) dimethylenodioxy-niranthin

Penapisan fitokimia merupakan pemeriksaan kandungan kimia secara

kualitatif untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam tumbuhan.

Pemeriksaan diarahkan pada senyawa metabolit sekunder yang memiliki kasiat

aktivitas antibakteri seperti alkaloid, flavonoid, terpen, tanin, saponin, glikosida dan

antrakuinon.

2.4.2.1. Alkaloid

Alkaloid adalah golongan senyawa yang bersifat basa, mengandung satu atau lebih

atom nitrogen biasanya dalam gabungan berbentuk siklik, serta dapat dideteksi

dengan cara pengendapatan menggunakan pereaksi Meyer, Dragendorff dan

Bouchardat. Alkaloid sebagian besar berbentuk kristal padat dan sebagian kecil

(13)

berupa cairan pada suhu kamar, memutar bidang polarisasi dan berasa pahit (Aprilya,

2012). Kebasaan pada alkaloid menyebabkan senyawa tersebut mudah mengalami

dekomposisi terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil

dekomposisi seringkali berupa N-oksida (Lenny, 2006)

Mekanisme kerja alkaloid sebagai antibakteri diprediksi melalui

penghambatan sintesis dinding sel yang akan menyebabkan lisis pada sel sehingga sel

akan mati (Lamothe et al, 2009). Adanya komponen asing dalam membran juga dapat menyebabkan pembentukan dinding sel akan terhalangi atau membentuk dinding sel

yang rapuh, yang selanjutnya akan menyebabkan lisis dan kematian sel.

2.4.2.2. Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa yang umumnya terdapat pada tumbuhan

berpembuluh. Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai glikosida dan aglikon

flavonoid. Biasanya dalam menganalisis flavonoid, yang diperiksa adalah aglikon

dalam ekstrak tumbuhan yang sudah dihidrolisis. Proses ekstraksi flavonoid

dilakukan dengan etanol mendidih untuk menghindari oksidasi enzim. Pendekatan

adanya senyawa ini dapat dilakukan dengan menambahkan besi (III) klorida 1%

dalam air atau etanol yang menimbulkan warna hijau atau hitam kuat (Aprilya, 2012).

2.4.2.3. Terpenoid

Terpen adalah salah satu senyawa yang tersusun dari isopren CH2=C(CH3)-CH=CH2

dan memiliki kerangka karbon yang dibangun oleh penyambungan dua atau lebih

satuan unit isoprene ini. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa seperti

monoterpen, dan seskuiterpen yang mudah menguap, triterpen dan sterol. Secara

umum terpen larut dalam lemak dan terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan.

Biasanya terpen diekstraksi dengan menggunakan eter dan kloroform. Senyawa ini

biasanya diidentifikasi dengan reaksi Lieberman-Bouchardat (anhidrat asetat –

(14)

2.4.2.4. Tanin

Tanin merupakan senyawa yang pada umumnya terdapat dalam tumbuhan

berpembuluh, memiliki gugus fenol, rasa sepat dan mampu menyamak kulit karena

kemampuannya menyambung silang protein. Tanin dapat bereaksi dengan protein

membentuk kopolimer yang tidak larut dalam air. Secara kimia tanin dikelompokan

menjadi dua golongan yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis.

Tanin terkondensasi secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara

kondensasi katekin tunggal yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer

yang lebih tinggi. Tanin terhidrolisis mengandung ikatan ester yang terhidrolisis jika

dididihkan dalam asam klorida encer (Harborne, 1987). Tanin diidentifikasi dengan

cara pengendapan menggunakan larutan gelatin 10%, campuran natrium

klorida-gelatin, Besi (III) klorida 3%, dan timbal (II) asetat 25%.

2.4.3.5. Saponin

Saponin adalah glikosida triterpen yang merupakan senyawa aktif permukaan dan

dapat menimbulkan busa jika dikocok dengan air. Pada konsentrasi yang rendah

dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah pada tikus (Harborne, 1987).

Identifikasi saponin dapat dilakukan dengan mengocok ekstrak bersama air hangat di

dalam tabung reaksi dan akan timbul busa yang dapat bertahan lama, setelah

penambahan HCl 2N busa tidak hilang.

2.5.Bakteri Patogen 2.5.1. Bakteri S. aureus

(15)

Beberapa strain dapat menghasilkan racun protein yang sangat tahan panas, yang

dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Hampir semua orang pernah mengalami

beberapa tipe infeksi S. aureus sepanjang hidupnya, bervariasi dalam beratnya mulai

dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan sampai infeksi berat yang mengancam jiwa. Bakteri ini bersifat Gram-positif dan hampir setiap orang pernah mengalami infeksi yang disebabkan oleh spesies ini (Jawetz et al, 1996). S. aureus merupakan bakteri yang dapat menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan

penyakit keracunan makanan (Ajizah et al, 2007).

S. aureus (Gambar 2.5) adalah bakteri yang bersifat anaerobik fakultatif,

termasuk dalam kelompok bakteri gram positif dan menghasilkan asam laktat. Sel S. aureus berbentuk bulat memiliki diameter sekitar 1 μm, berwarna kuning terang dan cenderung muncul bergerombol menyerupai seikat anggur atau tersusun dalam

kelompok-kelompok yang tidak teratur, tidak berspora, dan dapat menghemolisis sel

darah.

Gambar 2.5. Bakteri S. aureus (Nancy, 2013)

S. aureus mudah tumbuh dalam banyak pembenihan bakteriologik dalam keadaan aerobik atau mikroaerobik, tumbuh optimum pada suhu 30-37oC, pH

(16)

dalam struktur dinding sel. Peptodoglikan, suatu polimer polisakarida yang

mengandung subunit-subunit yang terangkai, merupakan eksoskeleton yang kaku

pada dinding sel. Peptodoglikan dihancurkan oleh asam kuat atau lisozim. Hal ini

penting dalam patogenesis infeksi.Bakteri ini diisolasi dari lukabernanah, terutama

dalam selaput hidung, folikel rambut, kulit dan perineum. Komponen utama dinding

sel terdiri dari peptidoglikan, asam terikoat, dan protein (Jawetz et al, 1996).

Kerusakan makanan oleh bakteri S. aureus saat ini dapat diamati pada berbagai produk makanan. Selain itu bakteri S. aureus adalah patogen manusia yang menyebabkan kerusakan makanan yang memnyebabkan penyakit di seluruh dunia

(Elizaquı'vel dan Aznar, 2008). S. aureus adalah salah satu dari mikroba pada kulit manusia (Fujimoto et al, 2006). Pada kadar 89% dari wabah yang disebabkan oleh kontaminasi makanan oleh pekerja dibidang makanan, patogen dipindahkan ke

makanan oleh tangan pekerja. Oleh karena itu, S. aureus adalah patogen penting yang harus dikontrol dalam industri makanan (Shen et al, 2010).

2.5.2. Bakteri Salmonella sp

Salmonella (Gambar 2.6) adalah bakteri pendek (1-2 μm), Gram negatif, berbentuk batang yang tidak membentuk spora, biasanya motil dengan flagella peritrisous.

Salmonella adalah anaerob fakultatif yang secara biokimia dikarakterisasi dengan kemampuannya memfermentasi glukosa yang memproduksi asam dan gas, dan

ketidakmampuannya menyerang laktosa dan sukrosa. Temperatur pertumbuhan

optimumnya 38oC (Forsythe and Hayes, 1998). Salmonella dapat tumbuh pada aktivitas air yang rendah (aw ≤ 0,93) yang responnya tergantung strain dan jenis

(17)

Gambar 2.6. Bakteri Salmonella sp (James G, 2012)

Salmonella sp terdapat pada bahan pangan mentah, seperti telur dan daging ayam mentah serta akan bereproduksi bila proses pamasakan tidak sempurna. Sakit

yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella sp dinamakan salmonellosis. Salmonella sp adalah penyebab utama dari penyakit yang disebarkan melalui makanan (foodborne diseases). Pada umumnya, serotipe Salmonella sp menyebabkan penyakit pada organ pencernaan. Orang yang mengalami salmonellosis dapat menunjukkan beberapa

gejala seperti diare, keram perut, dan demam dalam waktu 8-72 jam setelah memakan

makanan yang terkontaminasi oleh Salmonella sp. Gejala lainnya adalah demam, sakit kepala, mual dan muntah-muntah (Sorrels et al, 1970).

Tiga serotipe utama dari jenis S. enterica adalah S. typhi, S. typhimurium, dan S. enteritidis. S. typhi menyebabkan penyakit demam tifoid (Typhoid fever), karena invasi bakteri ke dalam pembuluh darah dan gastroenteritis, yang disebabkan oleh

keracunan makanan/intoksikasi. Gejala demam tifus meliputi demam, mual-mual,

muntah dan kematian. S. typhi memiliki keunikan hanya menyerang manusia, dan tidak ada inang lain. Infeksi Salmonella dapat berakibat fatal kepada bayi, balita, ibu hamil dan kandungannya serta orang lanjut usia. Hal ini disebabkan karena kekebalan

(18)

tangan dan menjaga kebersihan makanan yang dikonsumsi (Beuchat and Heaton,

1975).

Cara penularan yang utama adalah dengan menelan bakteri dalam pangan yang

berasal dari pangan hewani yang terinfeksi. Pangan juga dapat melalui kontaminasi

silang akibat higiene yang buruk. Penularan dari satu orang ke orang lain juga dapat

terjadi selama infeksi. Gejala keracunan: Pada kebanyakan orang yang terinfeksi

Salmonella sp, gejala yang terjadi adalah diare, kram perut, dan demam yang timbul 8-72

jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar. Gejala lainnya adalah menggigil, sakit

kepala, mual, dan muntah. Gejala dapat berlangsung selama lebih dari 7 hari. Banyak

orang dapat pulih tanpa pengobatan, tetapi infeksi Salmonella ini juga dapat

membahayakan jiwa terutama pada anak-anak, orang lanjut usia, serta orang yang

mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh. Penanganan: Untuk pertolongan dapat

diberikan cairan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang. Lalu segera bawa korban

ke puskesmas atau rumah sakit terdekat (POM RI, 2009).

2.5.3. Bakteri E.coli

Escherichia coli umumnya merupakan flora normal saluran pencernaan manusia dan hewan. Sejak 1940 di Amerika Serikat telah ditemukan strain-strain E. coli yang tidak merupakan flora normal saluran pencernaan. Strain tersebut dapat menyebabkan diare

pada bayi (Supardi dan Sukamto, 1999).

E. coli (Gambar 2.7) mempunyai ukuran panjang 2-6 µm dan lebar 1,1-1,5 µ m, tersusun tunggal,tidak membentuk spora, yang dapat meragikan laktosa dengan

pembentukan asam dan gas pada suhu 37oC dan 44oC dalam waktu kurang dari 48

(19)

Gambar 2.7 Bakteri E. coli (Drew F, 2010)

Bakteri yang dapat menjadi penyebab infeksi salah satunya adalah bakteri ini

mudah menyebar dengan cara mencemari air dan mengkontaminasi bahan-bahan

yang bersentuhan dengannya. Suatu proses pengolahan biasanya E. coli mengkontaminasi alat-alat yang digunakan dalam industri pengolahan. Kontaminasi

bakteri ini pada makanan atau alat-alat pengolahan merupakan suatu indikasi bahwa

praktek sanitasi dalam suatu industri kurang baik menjadi penyebab E. coli juga pernah ditemukan pada bahan makanan asal hewan seperti daging sapi dan daging

ayam segar (Faridz et al, 2007).

2.6. Mekanisme Kerja Antibakteri

Kemampuan herba dalam menghambat pertumbuhan bakteri merupakan salah satu

kriteria pemilihan senyawa antibakteri. Semakin kuat efek penghambatannya semakin

efektif digunakan.

Pengaruh komponen antibakteri terhadap sel bakteri dapat menyebabkan

kerusakan sel yang yang berlanjut pada kematian. Kerusakan sel yang ditimbulkan

komponen anti bakteri dapat bersifat mikrosidal (kerusakan bersifat tetap) atau mikro

statik (kerusakan yang dapat pulih kembali). Suatu komponen akan bersifat

mikrosidal atau mikrostaik tergantung pada konsentrasi komponen dan kultur yang

(20)

Menurut Suprianto dalam Thorpe (1995), cara kerja senyawa antibakteri

dipengaruhi oleh sifat-sifat zatnya antara lain polaritas dan keadaan molekul. Sifat

hidrofilik sangat penting untuk menjamin bahwa antibakteri larut dalam air ketika

pertumbuhan bakteri terjadi, sedangkan pada saat yang sama antibakteri bekerja pada

membran sel yang hidrofobik sehingga membutuhkan sifat hidrofobik (Gambar 2.7).

Gambar 2.8 Perbandingan struktur dinding sel bakteri gram negatif dan positif (Suprianto, 2008)

Bakteri gram positif dapat dihambat dengan menyerang polimer dinding sel

bakteri yang sangat tebal, sedangkan pada bakteri gram negatif antibakteri cenderung

melumpuhkan membran sel bakteri dan dan peptidoglikan yang tipis.

2.7. Penggabungan Matriks dengan Agen Antibakteri

Penelitian mengenai film layak makan protein whey telah dilakukan sebelumnya oleh

Seacheol et al, (2005) dengan menggabungkan sistem laktoperoksidase dengan film layak makan protein whey dengan mengikuti metode McHugh dan Krochta (1994).

(21)

tertentu, divakum untuk menghilangkan udara terlarut. Proses denaturasi dilakukan

dengan pemanasan campuran pada suhu 90oC selama 30 menit, dan dilanjutkan

dengan pendinginan di atas es. Proses terakhir dilakukan dengan penambahan

laktoperoksidase sebanyak 0,5% hingga 5,0% w/v. Selain itu penelitian juga

dilakukan oleh Khotibul (2010) dengan mengikuti metode Galietta et al (1998). Larutan film dipanaskan pada suhu 90oC dengan di atas hot plate pH diatur hingga 5,2. Selanjutnya pengeringan dilakukan pada oven vakum pada suhu 34oC selama 38

jam. Monir et al, (2011) mengikuti yang metode yang dilakukan oleh Kim dan Ustunol (2001) dengan sedikit modifikasi menjelaskan bahwa setelah pencampuran

larutan film, diatur pH 8 dengan menggunakan NaOH kemudian dilakukan

pemanasan 90oC selama 30 menit sambil diaduk terus menerus, pada 5 menit terakhir

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi Protein Whey Susu Sapi
Gambar 2.1. Herba meniran (Phyllanthus niruri L)
Gambar 2.2. Struktur senyawa herba meniran (a) Struktur senyawa Phytadiene;                 (b) Struktur senyawa 1,2-seco-cladiellan
Gambar 2.3 Struktur kimia (a) filantin dan (b) hipofilantin
+6

Referensi

Dokumen terkait

0,059 yang artinya &gt; 0,05 maka subjek berdistribusi normal.. 2) Hasil Output Uji Normalitas Data Posttest. Table 4.5 Analisis Normalitas Data

Hasil menunjukan bahwa pemberian nutrisi ekstrak limbah kulit pisang dengan konsetrasi berbeda memberikan pengaruh nyata pada peubah rerata berat segar, rerata berat kering

Tindakan tersebut dilakukan dengan maksud meningkatkan hasil belajar siswa. Temuan penting dalam penelitian ini bahwa pembelajaran dengan metode eksperimen menggunakan alat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: adanya pengaruh yang positif dan signifikan atas penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori terhadap

Cara menentukan takaran konsentrasi starter adalah dengan mengambil takaran persentase konsentrasi yang akan digunakan (1,0 %, 1,5 % atau 2,0 %) dari total

Tujuan diciptakannya teknologi transportasi tersebut tidak lain untuk memudahkan dari berbagai kegiatan, mempermudah bepergian dari satu tempat ketempat lain terlalu banyak

Pada Adapter NIC yang terhubung client klik kanan -&gt; Properties3. Double klik “Internet Protocol

Residu Pestisida Produk Sayuran Segar di Kota Ambon.. Kopi Budidaya dan Penanganan