BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Krisis keuangan global yang terjadi sejak tahun 2008 telah berimplikasi
terhadap kondisi keuangan global yang berpengaruh terhadap perkembangan
bisnis diseluruh dunia. Sektor ekonomi pasar dunia mengalami degresi dan
mempengaruhi sektor lainnya di seluruh dunia. Krisis keuangan global ini
menunjukkan bahwa krisis keuangan di salah satu negara dapat berimplikasi
terhadap negara-negara lain. Apa yang terjadi di Amerika Serikat bisa berdampak
di Eropa, Indonesia atau bahkan negara-negara terbelakang di Afrika sekalipun.
Indonesia sebagai negara yang turut terlibat dalam pasar global tersebut juga
terkena imbas dari krisis tersebut. Indonesia yang sudah terlebih dahulu
mengalami krisis ekonomi dan politik pada pertengahan tahun 1997 membuat
perekonomian di Indonesia semakin mengalami keterpurukan. Hal tersebut
mempengaruhi keberadaan perusahaan-perusahaan dalam negeri yang tidak
mampu menjaga kelangsungan hidupnya, sehingga banyak perusahaan yang tidak
mampu bertahan yang pada akhirnya gulung tikar. Akibat krisis tersebut, isu
going concern pun menjadi penting di Indonesia.
Kondisi perusahaan dalam periode waktu tertentu dicerminkan melalui
laporan keuangan. Pihak eksternal, seperti investor, akan mempertimbangkan
menghubungkan antara manajemen perusahaan dan pihak eksternal. Menurut
(Purba, 2009) “asumsi going concern adalah suatu asumsi yang dipakai dalam menyusun laporan keuangan suatu entitas ekonomi”. Asumsi ini mengharuskan
entitas ekonomi secara operasional atau dan keuangan memiliki kemampuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya atau going concern. Laporan keuangan disusun menggunakan asumsi going concern apabila perusahaan tidak
dimaksudkan untuk dilikuidasi. Jadi, kemampuan suatu perusahaan dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya akan tercermin dalam laporan keuangan
yang disajikan oleh perusahaan tersebut. Namun pada kondisi tertentu perusahaan
yang telah menyusun laporan keuangannya dengan dasar going concern, suatu saat dapat mengalami kegagalan usaha akibat ekonomi global yang tidak stabil.
Hal ini menyebabkan munculnya ide-ide untuk memanipulasi laporan
keuangan dengan menyembunyikan kondisi sesungguhnya suatu perusahaan
untuk bisa tetap menarik minat investor menanamkan modalnya. Sesuai dengan
teori agensi yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang
menjelaskan tentang pola hubungan antara prinsipal dan agen, baik prinsipal
maupun agen diasumsikan orang ekonomi rasional dan semata-mata termotivasi
oleh kepentingan pribadi. Perbedaan kepentingan antara para investor dengan
manajemen perusahaan, dimana investor menginginkan informasi yang dapat
diandalkan dari laporan keuangan mengenai dana yang mereka investasikan,
sedangkan pihak manajemen perusahaan terkadang tidak mengungkapkan seluruh
menyebabkan perlunya pihak ketiga hadir sebagai pihak yang dapat diandalkan
oleh kedua belah pihak.
Di tahap ini pihak ketiga yang independen berperan sebagai mediator dalam
hubungan antara prinsipal dan agen. Auditor adalah pihak yang dianggap mampu
menjembatani kepentingan pihak pemegang saham dengan pihak manajemen
perusahaan. Auditor bertanggung jawab untuk memberikan opini atas kewajaran
laporan keuangan perusahaan sehingga pihak luar perusahaan percaya bahwa
laporan keuangan perusahaan tidak menyesatkan. Selain memberi opini atas
kewajaran laporan keuangan, auditor juga bertanggung jawab untuk
mengungkapkan dalam laporan audit apabila ada masalah perusahaan mengenai
kelangsungan usahanya.
Opini going concern pada laporan keuangan perusahaan menjadi masalah
yang penting. Beberapa berpendapat bahwa auditor yang harus disalahkan karna
tidak mampu mengeluarkan laporan keuangan auditan yang sesuai (Hasnah
haron, 2009). Auditor dianggap ikut andil dalam memberikan informasi yang
tidak akurat sehingga banyak pihak yang berkepentingan merasa dirugikan. Atas
dasar itu, maka AICPA (1988) mensyaratkan bahwa auditor harus mengemukakan
secara eksplisit apakah perusahaan klien akan dapat mempertahankan
kelangsungan hidupnya sampai setahun kemudian setelah pelaporan. Meskipun
auditor tidak bertanggungjawab terhadap kelangsungan hidup sebuah perusahaan
tetapi dalam melakukan audit kelangsungan hidup perlu menjadi pertimbangan
auditor dalam memberikan opini. Sebagai seorang yang independen, auditor
catatan atas laporan keuangan. Sehingga opini audit dapat menjadi sebuah
warning bagi para pemakai laporan keuangan dalam memahami kondisi keuangan perusahaan. Namun pada kenyataannya, keengganan auditor dalam melakukan
modifikasi atas opini audit terkait dengan kemampuan perusahaan untuk going concern masih ditemukan hingga saat ini. Menurut (Purba, 2009), “keengganan tersebut dapat disebabkan oleh adanya kekuatiran akan beberapa hal, diantaranya
yaitu: self-fulfilling prophecy, kehilangan perusahaan klien, penurunan rating kredit perusahaan klien, serta sikap auditor eksternal yang tidak independen dan
selalu mengikuti kemauan perusahaan klien”. Self-fulfilling prophecy sendiri merupakan suatu hipotesis yang menyatakan bahwa apabila auditor memberikan
opini audit going concern, maka akan banyak investor yang membatalkan investasinya atau kreditor yang menarik dananya dari perusahaan tersebut
sehingga menyebabkan perusahaan akan cepat bangkrut.
Berdasarkan fenomena - fenomena tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern. Menurut (Purba, 2009) “Kelangsungan hidup entitas bisnis dapat dipengaruhi oleh
faktor eksternal maupun internal. Kendala eksternal dapat berupa kendala di luar
perusahaan seperti pasar, kondisi moneter, sosial, politik dan lain-lain. Sedangkan
kendala internal adalah kendala di dalam perusahaan itu sendiri seperti kondisi
keuangan, sumber daya manusia, budaya perusahaan, penguasaan teknologi,
pengawasan internal dan lain-lain”. Kendala eksternal dan internal ini dapat
dijadikan sebagai indikator untuk menentukan apakah terdapat keraguan terhadap
Sejumlah penelitian terdahulu telah mengungkapkan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan,
yaitu : Juniarti (2008), Hasnah haron (2009), Widyawati (2009), Fijriantoro
(2010), Sembiring (2011), dan Pandiangan (2013). Faktor eksternal yang akan
dianalisis oleh peneliti yaitu kualitas audit dan opini audit tahun sebelumnya.
Sedangkan faktor internal yang akan dianalisis, yaitu ukuran perusahaan dan
likuiditas dan leverage.
(Mutchler, 1985 dalam Fijriantoro, 2010) menyatakan bahwa “auditor lebih
sering mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan kecil”. Hal ini dikarenakan auditor mempercayai bahwa perusahaan besar dapat menyelesaikan
kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapinya daripada perusahaan kecil.
Perusahaan besar memiliki akses yg lebih mudah dalam mendapatkan dana baik
itu berupa pinjaman dari kreditur atau dana investasi dari investor, maupun dari
sumber dana eksternal lainnya. Kemudahan ini dikarenakan kepercayaan yang
didapat oleh perusahaan besar dari calon sumber dana. Kreditur misalnya, akan
lebih merasa aman memberikan pinjaman pada perusahaan besar yang biasanya
memiliki tatanan perusahaan yang lebih baik dari perusahaan dengan skala yang
lebih kecil, baik itu tatanan birokrasi perusahaan, sistem pengendalian internal,
manajerial perusahaan, teknologi informasi yang dipakai, dan aspek-aspek lain
yang nantinya akan berpengaruh pada kemampuan perusahaan dalam mencapai
target. Dalam hasil penelitian Fijriantoro (2010) menyatakan bahwa ukuran
goingconcern. Hasil tersebut tidak didukung oleh hasil penelitian Januarti (2008) yaitu berpengaruh signifikan.
Likuiditas adalah ukuran seberapa cepat suatu aktiva dikonversikan menjadi
kas atau kewajiban dapat dilunasi. Perusahaan yang tidak menguntungkan dalam
jangka panjang adalah tidak likuid dan kemungkinan harus direstrukturisasi, dan
yang sering terjadi setelah direstrukturisasi, maka perusahaan akan bangkrut
(sembiring, 2011). Perusahaan yang tidak likuid berarti perusahaan tidak dapat
membayar para krediturnya maka auditor kemungkinan memberikan opini audit
dengan going concern. Pada penelitian januarti (2008), dihasilkan bahwa likuiditas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penerimaan opini audit
going concern. Hal ini tidak didukung pada penelitian Widyawati (2008) dan
Sembiring (2011) yang menyatakan likuiditas tidak berpengaruh signifikan
terhadap penerimaan opini audit going concern.
(Basri, 1998 dalam Sembiring, 2011) mengatakan secara de facto sebetulnya sekitar 80% dari lebih 280 perusahaan go public praktis bisa dikategorikan bankrut. Hal ini disebabkan oleh utang perusahaan yang sudah jatuh tempo yang
sudah jauh melebihi asetnya. Semakin tinggi rasio leverage yang ditandai dengan meningkatnya total utang terhadap total asset (debt to total assets), semakin menunjukkan kinerja perusahaan yang buruk yang dapat menimbulkan
ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup perusahaan. Namun hal ini tidak
didukung dalam penelitian Sembiring (2011) yang menyatakan bahwa leverage
(Craswell et al., 1995) menyatakan bahwa “klien biasanya mempersepsikan
bahwa auditor yang berasal dari Kantor Akuntan Publik besar dan yang memiliki
afiliasi dengan Kantor Akuntan Publik internasionallah yang memiliki kualitas
yang lebih tinggi karena auditor tersebut memiliki karakteristik yang dapat
dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan, pengakuan internasional, serta adanya
peer review”. (DeAngelo, 1981 dalam juniarti 2008) menyatakan bahwa “auditor berskala besar memiliki insentif yang lebih untuk menghindari kritikan kerusakan
reputasi dibandingkan auditor skala kecil”. KAP besar umumnya akan menjaga
reputasi mereka dengan selalu berusaha meningkatkan kualitas kinerja mereka
dengan memilih auditor dengan kualitas tinggi dalam mengaudit suatu laporan
keuangan perusahaan. Penelitian tentang kualitas audit dilakukan oleh Januarti
(2008) yang diproksikan dengan auditor industry specialization dan hasil penelitiannya berpengaruh signifikan terhadap opini going concern. Berbeda dengan Widyawati (2009), sembiring (2011) dan Pandiangan (2013), hasilnya
kualitas Audit tidak berpengaruh signifikan dengan KAP BigFour dan Non-BigFour sebagai proksi kualitas audit.
Selain yang telah disebutkan diatas, pemberian opini going concern tidak terlepas dari opini audit tahun sebelumnya karena kegiatan usaha pada suatu
perusahaan untuk tahun tertentu tidak terlepas dari keadaan yang terjadi pada
tahun sebelumnya. Opini audit tahun sebelumnya adalah opini audit yang
audit going concern tahun sebelumnya dengan opini audit tahun berjalan. Hasil ini didukung oleh penelitian Pandiangan (2013).
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2011).
Namun ada beberapa perbedaan penelitian ini dengan penelitian Sembiring yaitu :
1. Penelitian Sembiring meneliti pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di BEI, sedangkan dalam penelitian ini dilakukan pada perusahaan
pertambangan yang terdaftar di BEI.
2. Periode penelitian Sembiring selama 3 tahun, yaitu tahun 2006-2008,
sedangkan penelitian ini menggunakan periode pengamatan selama 4
tahun, yaitu tahun 2010-2013.
3. Penelitian Sembiring menggunakan 4 variabel, yaitu Likuiditas, Leverage, Kualitas Audit, dan Opini Audit Tahun Sebelumnya, sedangkan dalam
penelitian ini menggunakan 5 variabel dengan menambahkan variabel
Ukuran perusahaan karena pada penelitian Januarti (2008) menyatakan
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
penerimaan opini audit going concern.
4. Pada varibel likuiditas Sembiring menggunakan Quick Ratio sebagai proksi pengukuran sedangkan pada penelitian ini menggunakan proksi
yang berbeda, yaitu Current Ratio.
Peneliti menjadikan perusahaan pertambangan sebagai objek penelitian
karena sektor tambang merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang
cukup besar namun masih sangat jarang menjadi objek penelitian. Banyak
karena akan menghasilkan keuntungan yang besar dalam jangka waktu yang
cukup panjang.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Likuiditas, Kualitas Audit, dan
Opini Audit Tahun Sebelumnya terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern
pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.”
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai
berikut:
1) Apakah faktor ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan
opini audit going concern pada perusahaan pertambangan?
2) Apakah faktor likuiditas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit
going concern pada perusahaan pertambangan?
3) Apakah faktor leverage berpengaruh terhadap penerimaan opini audit
going concern pada perusahaan pertambangan?
4) Apakah faktor kualitas audit berpengaruh terhadap penerimaan opini
audit going concern pada perusahaan pertambangan?
5) Apakah faktor opini audit tahun sebelumnya berpengaruh terhadap
1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui pengaruh dari ukuran perusahaan terhadap
penerimaan opini audit going concern pada perusahaan pertambangan.
2) Untuk mengetahui pengaruh dari likuiditas terhadap penerimaan
opini audit going concern pada perusahaan pertambangan.
3) Untuk mengetahui pengaruh dari leverage terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan pertambangan.
4) Untuk mengetahui pengaruh dari kualitas audit terhadap penerimaan
opini audit going concern pada perusahaan pertambangan.
5) Untuk mengetahui pengaruh dari opini audit tahun sebelumnya
terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan pertambangan.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman serta
likuiditas, kualitas audit, opini tahun sebelumnya, dan penerimaan
opini audit going concern.
2) Bagi Manajemen Perusahaan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam
penentuan kebijakan-kebijakan perusahaan serta dapat menjadi
bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan bagi pihak
manajemen perusahaan.
3) Bagi Auditor Independen
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan
referensi bagi auditor dalam melaksanakan tugasnya terutama dalam
pemberian opini audit yang menyangkut tentang pemberian opini
audit going concern.
4) Bagi Investor
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan juga
informasi bagi para investor mengenai kelangsungan usaha suatu
entitas, sehingga diharapkan dapat mengambil keputusan yang tepat
dalam berinvestasi.
5) Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai bahan referensi dan dasar pengembangan dalam melakukan