• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori - Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Moderating di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Asahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori - Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Moderating di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Asahan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Bab ini akan menjelaskan tinjauan teori baik itu defenisi, konsep atau hasil

penelitian ilmiah yang berkaitan dengan Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah

(SKPD) dalam rangka pengelolaan keuangan daerah, serta menentukan teori yang

digunakan dalam menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Kinerja

SKPD dalam rangka Pengelolaan Keuangan Daerah.

2.1.1. Kinerja SKPD

Menurut Marsdiasmo (2007) pengukuran kinerja sektor publik dilakukan

untuk memenuhi tiga maksud. Pertama, pengukuran kinerja sektor publik

dimaksudkan untuk membantu perbaikan kinerja pemerintah yang berfokus kepada

tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan

efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam memberikan pelayanan

publik. Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian

sumberdaya dan pembuatan keputusan. Ketiga, ukuran kinerja sektor publik

dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki

komunikasi kelembagaan.

Disamping itu pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai

akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang

lebih baik. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana

uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi kemampuan menunjukkan bahwa

(2)

Peningkatan kinerja sektor publik merupakan hal yang bersifat

komprehensif, dimana setiap SKPD sebagai pengguna anggaran

(badan/dinas/biro/kantor) akan menghasilkan tingkat kinerja yang berbeda-beda

sesuai dengan kemampuan dan rasa tanggung jawab yang mereka miliki. Semakin

bagus tingkat pengelolaan keuangan oleh pengguna anggaran maka akan semakin

tinggi tingkat kinerja SKPD.

Kinerja merupakan suatu prestasi atau tingkat keberhasilan yang dicapai

oleh individu atau suatu organisasi dalam melaksanakan pekerjaan pada suatu

periode tertentu. Menurut Tika (2006) Kinerja sebagai hasil-hasil fungsi

pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang

dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode

waktu tertentu. Dalam sektor publik, khususnya sektor pemerintahan, kinerja

dapat diartikan sebagai suatu prestasi yang dicapai oleh pegawai pemerintah

dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat dalam suatu periode. Menurut

Rivai dan Basri (2005) pengertian kinerja adalah kesediaan seseorang atau

kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya

sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan.

Menurut Mahoney, et.al (1965) kinerja manajerial (Managerial Performance) merupakan kinerja para individu dalam kegiatan-kegiatan manajerial seperti : perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, pengawasan,

pengaturan staf, negosiasi dan perwakilan. Sedangkan menurut Maryanti (2002)

”Kinerja mengacu pada sesuatu yang terkait dengan kegiatan melakukan

pekerjaan, dalam hal ini meliputi hasil yang dicapai kerja tersebut”. Dengan

(3)

dilaksanakan. Berdasarkan pengertian tersebut jelas kinerja dapat dilihat dan

diukur dari berbagai sudut jika dihubungkan dengan pengertian prestasi yang

diperlihatkan. Prestasi kantor dinas pemerintah dapat dilihat dari tingkat

penyelesaian tugas-tugas pengayoman masyarakat.

Kimsean, et.al, (2004) mengungkapkan tiga konsep yang bisa

dipergunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik/organisasi non bisnis,

yakni responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas. Dalam menilai kinerja

organisasi pelayanan publik, banyak indikator yang dapat dipergunakan, yaitu:

(1) Produktivitas

Yaitu dari aspek kuantitas dapat dikatakan sudah memadai. Dari aspek

efesiensi, masih kurang karena memakan waktu yang relatif cukup lama.

Akan tetapi kalau dilihat dari aspek efektivitas sudah mencapai tujuan

dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa.

(2) Kualitas layanan

Dapat diketahui bahwa dalam pemberian pelayanan kepastian waktu dan

biaya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(3) Responsivitas

Dapat diketahui baik karena kehendak masyarakat pengguna jasa didengar

oleh aparatur birokrasi untuk menjadi satu feedback dalam program

penyelenggaraan pelayanan publik kepada masyarakat pengguna jasa.

(4) Responsibilitas

Dapat dikatakan bahwa aparatur melaksanakan tugasnya sesuai dengan

(4)

birokrasi dalam memberikan pelayanan mengacu ke aturan main secara

benar.

(5) Akuntabilitas

Dapat diketahui jika tingkat akuntabilitas terhadap pelayanan yang

diselenggarakan oleh aparatur birokrasi cukup baik. Hal tersebut dapat

dilihat dari tanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan dan

penilaian dari masyarakat dan tokoh masyarakat, tetapi belum mencapai

tingkat yang optimal.

Dalam konteks organisasi pemerintah daerah, pengukuran kinerja SKPD

dilakukan untuk menilai seberapa baik SKPD tersebut melakukan tugas pokok

dan fungsi yang dilimpahkan kepadanya selama periode tertentu. Pengukuran

kinerja SKPD merupakan wujud dari vertical accountability yaitu pengevaluasian

kinerja bawahan oleh atasannya dan sebagai bahan horizontal accounntability

pemerintah daerah yaitu pertanggungjawaban kepada masyarakat atas amanah

yang diberikan kepadanya. Dalam melakukan proses pengelolaan keuangan

daerah masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai dengan

ketetapan Permendagri No.13 tahun 2006 diubah menjadi Permendagri No 21

tahun 2011 tentang perubahan kedua Permendagri No 13 tahun 2006 dikatakan

sebagai pengguna anggaran melakukan tugas antara lain dari proses penyusunan

APBD, pelaksanaan dan penatausahaan belanja, pelaksanaan dan penataan

pendapatan, akuntansi dan pelaporan sampai kepada perubahan APBD. Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam siklus pengelolaan keuangan daerah

berada pada tingkatan ketiga dalam sistem manajemen dan pertanggungjawaban

(5)

(Gubernur) melalui Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Kepala SKPD

juga membawahi Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK), Pejabat Pelaksana

Teknis Kegiatan (PPTK), Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran

SKPD. Berdasarkan struktur dan tanggungjawab dapat dilihat bahwa satuan kerja

perangkat daerah mempunyai partisipasi dan peran yang sangat penting dalam

pengelolaan keuangan daerah.

Peran dan fungsi SKPD menjadi sangat penting karena sebagai pengguna

anggaran tiap SKPD yang ada pada Badan/Dinas/Kantor/Biro pada pemerintah

daerah melakukan hampir seluruh siklus pengelolaan keuangan daerah minus

pemeriksaan. Keluarnya Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 yang menetapkan

bahwa APBD harus disusun berdasarkan pendekatan prestasi kerja membuat

SKPD sebagai unit yang menggunakan anggaran dituntut untuk dapat mengajukan

Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) yang benar-benar baik, artinya

sesuai dengan kebutuhan, efektif, ekonomis dan efisien.

2.1.2. Pengelolaan Keuangan Daerah

Berdasarkan Pasal 1 PP 58 Tahun 2005 Pengelolaan Keuangan Daerah

adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan anggaran, penyusunan

anggaran, pelaksanaan dan penatausahaan anggaran, pelaporan anggaran,

pertanggungjawaban dan pengawasan. Dalam Permendagri Nomor 21 tahun 2011

pasal (4) dan Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 pasal (4) dan (5)

bahwa Pengelolaan keuangan berarti mengurus dan mengatur keuangan daerah itu

sendiri dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan

(6)

a. Tertib

Keuangan daerah dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung

dengan bukti-bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

b. Taat pada peraturan perundang-undangan

Pengelolaan keuangan daerah harus berpedoman pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

c. Efektif

Pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan

cara membandingkan keluaran dengan hasil.

d. Efesien

Pencapaian keluaran yang maksimal dengan masukan tertentu atau

penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu.

e. Ekonomis

Pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat

harga yang terendah.

f. Transparan

Prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan

mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah.

g. Bertanggung jawab

Perwujudan kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan

pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang

dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah

(7)

h. Keadilan

Keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya dan / atau

keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan yang

obyektif.

i. Kepatutan

Tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proposional.

j. Manfaat untuk masyarakat

Keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan dasar

pengelolaan Keuangan Daerah dalam tahun anggaran tertentu. Selain itu

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah merupakan salah satu alat untuk

meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan

tujuan otonomi daerah yang luas nyata dan bertanggung jawab.

Asnawi (1997) menyatakan manajemen keuangan daerah dapat dilakukan

dengan baik jika pemerintah daerah dapat mendefinisikan secara jelas tujuan dari

manajemen keuangan. Hal ini menandakan bahwa bila pemerintah daerah secara

jelas dapat mendefinisikan atau merumuskan tujuan pengelolaan keuangan daerah,

maka kebijakan tentang alokasi sumber daya daerah untuk kepentingan publik

dapat tercapai.

Konsekuensi dari hal di atas menunjukkan adanya kehati-hatian

pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah dan menghendaki adanya

bentuk pertanggungjawaban dalam penggunaan setiap rupiah selama satu periode

(8)

Anthony dan Govindarajan (2005), menegaskan bahwa anggaran perlu

disiapkan secara detail dan melibatkan manajer pada setiap level organisasi.

Keterlibatan manajer dalam penyusunan anggaran khususnya dalam anggaran

sektor publik diharapkan berpengaruh positif terhadap kinerja pelayanan yang

diberikan. Pernyataan ini menunjukkan bahwa keterlibatan setiap pegawai yang

kompeten pada setiap level instansi dapat mendorong peningkatan kerja instansi.

Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, implementasi program pemerintah

daerah yang mengkonsumsi sejumlah sumber daya tertentu dapat dievaluasi

melalui kinerja yang dihasilkan oleh setiap satuan kerja.

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja SKPD dalam rangka Pengelolaan Keuangan Daerah

Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja SKPD dalam pengelolaan

keuangan daerah antara lain faktor Kualitas SDM, Komunikasi, Sarana

pendukung dan Komitmen Organisasi , serta Motivasi Kerja;

2.1.3.1. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)

Sumber daya manusia merupakan elemen organisasi yang sangat penting

karenanya harus dipastikan sumber daya manusia ini harus dikelola sebaik

mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya

pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya manusia harus dipandang sebagai

suatu sistem di mana tiap-tiap karyawan merupakan bagian yang saling berkaitan

satu dengan lainnya dan bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan

organisasi.

Menurut Azhar (2007) bahwa ”Sumber daya manusia merupakan pilar

peyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan

(9)

merupakan elemen organisasi yang sangat penting, karenanya harus dipastikan

sumber daya manusia ini harus dikelola sebaik mungkin agar mampu memberikan

kontribusi secara optimal dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Menurut

Matindas ( 2003) Sumber Daya Manusia adalah kesatuan tenaga manusia yang

ada dalam suatu organisasi dan bukan sekedar penjumlahan karyawan-karyawan

yang ada. Sebagai kesatuan, sumber daya manusia harus dipandang sebagai suatu

sistem dimana tiap-tiap karyawan merupakan bagian yang saling berkaitan satu

dengan lainnya dan bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan organisasi.

Dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia adalah kekuatan daya

pikir dan berkarya manusia yang masih tersimpan dalam dirinya yang perlu dibina

dan digali serta dikembangkan untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi

kesejahteraan kehidupan manusia. Jika pengeluaran untuk meningkatkan kualitas

sumber daya manusia ditingkatkan, nilai produktifitas dari sumber daya manusia

tersebut akan menghasilkan nilai balik (rate of return) yang positif.

Tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia antara lain dengan adanya

unsur kreatifitas dan produktifitas yang direalisasikan dengan hasil kerja atau

kinerja yang baik secara perorangan atau kelompok. Permasalahan ini akan dapat

diatasi apabila sumber daya manusia mampu menampilkan hasil kerja produktif

secara rasional dan memiliki kompetensi-kompetensi dalam kinerja.

Menurut Dharma (2005) berikut ini terdapat beberapa daftar kompetensi

dalam kinerja yaitu :

1. Pengetahuan kerja dan profesional.

Knowledge, informasi seseorang dalam lingkup tertentu. Komponen

(10)

untuk memprediksi kinerja karena terjadi kegagalan dalam mengukur

pengetahuan dan kemampuan sesungguhnya yang diperlukan dalam

pekerjaan. Sedangkan profesional merupakan suatu julukan bagi seseorang

yang memiliki profesi dimana dalam menjalankan profesinya, orang tersebut

memiliki keahlian khusus dan bekerja sesuai kode etik yang berlaku dan

profesi tersebut mengharuskan adanya pembayaran atas keahlian orang

tersebut. Jadi seorang profesional harus memadukan dalam diri pribadinya,

kecakapan teknik yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya dan juga

kematangan etik.

2. Kesadaran organisasi/konsumen.

Seluruh aktivitas organisasi harus diukur agar dapat diketahui tingkat

keberhasilan pelaksanaan tugas organisasi, pengukuran dapat dilakukan

terhadap masukan (input) dari program organisasi yang lebih ditekankan pada

keluaran (output), proses, hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak

(impact) dari program organisasi tersebut bagi kesejahteraan masyarakat

(konsumen).

3. Komunikasi.

Defenisi komunikasi secara umum adalah suatu proses pembentukan,

penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri

seseorang dan atau diantara 2 atau lebih dengan tujuan tertentu. Defenisi

tersebut memberikan beberapa pengertian pokok yaitu komunikasi adalah

suatu proses mengenai pembentukan, penyampaian, penerimaan dan

pengolahan pesan. Dalam suatu organisasi biasanya selalu menekankan

(11)

organisasi untuk menekan segala kemungkinan kesalahpahaman yang bisa

saja terjadi.

4. Keahlian interpersonal.

Diartikan sebagai kemampuan seseorang secara efektif untuk berinteraksi

dengan orang lain maupun dengan rekan kerja, seperti pendengar yang baik,

menyampaikan pendapat secara jelas, dan bekerja dalam 1 tim.

Juga dapat diartikan sebagai kecakapan atau keterampilan yang dimiliki oleh

seseorang dalam hubungannya dengan orang lain untuk berkomunikasi baik

verbal maupun non verbal.

5. Kerjasama tim.

Team adalah sekelompok orang yang enerjik dan memiliki komitmen untuk

mencapai tujuan umum dengan membangun dan membentuk kerjasama guna

memperoleh hasil dengan kualitas tertinggi.

Untuk mencapai keharmonisan dan penyatuan yang solid, setiap individu

harus memiliki keterampilan dasar yang diperlukan untuk bekerja secara tim.

Tujuan dibentuknya team adalah untuk mengumpulkan sumber daya kolektif

guna mencapai keputusan yang lebih baik, dengan asumsi bahwa kemampuan

dan pengalaman anggota dapat dimanfaatkan secara optimal.

6. Inisiatif.

Inisiatif berarti usaha sendiri, langkah awal, ide baru, berinisiatif berarti

mengembangkan dan memberdayakan sector kreatifitas daya pikir manusia,

untuk merencanakan ide atau buah pikiran menjadi konsep yang baru yang

(12)

Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang baik, SKPD harus

memiliki kualitas sumber daya manusia yang didukung dengan latar belakang

pendidikan akuntansi, sering mengikuti pendidikan dan pelatihan, dan mempunyai

pengalaman di bidang keuangan karena permasalahannya adalah untuk

menerapkan akuntansi double entry berbasis akrual diperlukan sumber daya

manusia (SDM) yang memahami logika akuntansi secara baik. Aparatur Pemda

yang menangani masalah keuangan tidak cukup hanya menguasai penatausahaan

anggaran melainkan juga harus memahami karakteristik transaksi yang terjadi dan

pengaruhnya terhadap rekening-rekening dalam laporan keuangan pemda.

Kegagalan SDM pemda dalam memahami dan menerapkan logika akuntansi akan

berdampak pada kekeliruan laporan keuangan yang dibuat dan ketidaksesuaian

laporan dengan standar yang ditetapkan pemerintah.

2.1.3.2. Komunikasi

Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communis, yang berarti berbagi atau bersama. Menurut Suranto (2005) mendefenisikan komunikasi

sebagai proses yang didalamnya menunjukkan arti pengetahuan dipindahkan dari

seorang kepada orang lain, biasanya dengan maksud mencapai beberapa tujuan

khusus. Suranto (2005) menyatakan bahwa komunikasi ialah proses yang

didalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada penerima

dengan tujuan mengubah perilakunya.

Menurut Arep dan Tanjung (2004) Komunikasi adalah informasi mengalir

secara bebas dari atas ke bawah atau sebaliknya. Dalam pengelolaan keuangan

daerah di suatu SKPD, komunikasi yang baik dan lancar antara Pengguna

(13)

menyamakan persepsi untuk menyusun dan merumuskan serta melaksanakan

dengan baik rencana kerja yang ingin dicapai oleh SKPD. Meskipun begitu

cemerlangnya hasil berpikir seseorang baik pimpinan maupun bawahan tidak akan

ada artinya jika tidak dinyatakan dan dikomunikasikan dengan baik Pimpinan

tidak hanya memiliki kemampuan membuat komitmen atau keputusan, tetapi

harus diterjemahkan menjadi gagasan, prakarsa, inisiatif, kreatifitas, pendapat,

saran, perintah, dan lainnya yang sejenis itu melalui komunikasi yang baik. Oleh

karena itu kemampuan mengambil keputusan akan kehilangan artinya tanpa

kemampuan mengkomunikasikannya (Nawawi dan Martini, 2004). Dengan

komunikasi yang baik maka seluruh komponen dalam SKPD dapat secara

sistimatis bekerja dalam satu arah yang sama yaitu untuk meningkatkan

produktifitas instansi (Suranto, 2005). Jika terjadi kesalahpahaman dalam SKPD,

khususnya dalam pengelolaan keuangan daerah akan menimbulkan dampak

negatif yang berakibat buruk bagi kinerja SKPD.

Pengelolaan keuangan daerah tidak akan berjalan dengan baik tanpa

adanya komunikasi yang baik antara pimpinan dan bawahan. Kemampuan

berkomunikasi secara efektif bagi seorang pimpinan erat kaitannya dengan

kepemimpinan yang berwibawa. Kalau seorang pimpinan ingin memiliki

kepemimpinan yang berwibawa, maka ia perlu mempunyai kemampuan

berkomunikasi secara efektif. Kemahiran berkomunikasi bagi seseorang pimpinan

dapat memperkecil, bahkan menghilangkan konflik antara kepentingan pribadi

dengan kepentingan organisasi (Effendi, 1989:134, 141). Untuk itulah komunikasi

yang baik dan lancar tersebut selalu ditumbuhkembangkan dalam instansi

(14)

dalam merumuskan dan memutuskan sesuatu keputusan atau hal-hal penting dalan

instansi, terlebih khusus tentang pengelolaaan keuangan daerah di Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD).

2.1.3.3. Sarana Pendukung

Sarana Pendukung yang dimaksud dalam penelitian ini ialah ketersediaan

perangkat pendukung yang akan membantu kinerja SKPD dalam rangka

pengelolaan keuangan daerah guna menunjang pelaksanakan tugas seperti

tersedianya komputer dan software yang berkaitan dengan kebutuhan SKPD. Berdasarkan Permendagri Nomor 13 tahun 2006 pasal 225 untuk memudahkan

pelaksanaan pembukuan bendahara pengeluaran diperkenankan menggunakan

software aplikasi, tetapi konsekuensinya pada bendahara pengeluaran harus mampu dan mahir dalam mengoperasikan komputer serta memahami aplikasi

prosedur penatausahaan keuangan daerah dan pembukuan bendahara pengeluaran.

Sistem akuntansi pemerintahan adalah serangkaian prosedur manual

maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan,

pengikhtisaran dan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan

pemerintahan. Berdasarkan defenisi tersebut, agar sistem akuntansi keuangan

pemerintahan daerah berjalan secara efektif maka diperlukan sarana pendukung

baik perangkat keras maupun perangkat lunak. Menurut Kenneth dan Jane (2005)

perangkat keras adalah perlengkapan fisik yang digunakan untuk aktifitas input,

proses dan output dalam sebuah sistem akuntansi. Perangkat keras ini terdiri dari

komputer yang memproses, perangkat penyimpanan dan perangkat untuk

menghasilkan output serta media fisik untuk menghubungkan semua unit tersebut.

(15)

rincian instruksi praprogram yang mengendalikan dan mengkoordinasikan

perangkat keras komponen di dalam sebuah sistem informasi.

Jadi dapat dikatakan bahwa sarana pendukung ini sangat mempengaruhi

kinerja, dimana sarana pendukung ini diperlukan untuk mengolah data yang

diperoleh melalui sistem pengumpulan data yang akan menghasilkan data laporan

mingguan, bulanan, triwulan serta laporan tahunan dan perangkat pendukung ini

juga mempengaruhi kinerja yang dilihat dari ketersediaan perangkat pendukung

dan kemutakhirannya.

2.1.3.4. Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi merupakan salah satu konsep sikap kerja karena

sikap terhadap pekerjaan berkaitan dengan ada tidaknya keterikatan dan

keterlibatan seseorang terhadap organisasi (organizational commitment).

Darma (2005) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai tingkat

kekuatan identifikasi individu, dan keterikatan individu kepada organisasi yang

memiliki ketiga karakteristik. Pertama, memiliki kepercayaan yang kuat dan

menerima nilai-nilai dan tujuan perusahaan. Kedua, kemauan yang kuat untuk

berusaha atau bekerja keras untuk organisasi. Ketiga, keinginan untuk tetap

menjadi anggota organisasi. Identifikasi dimaksud adalah pemahaman atau

penghayatan terhadap tujuan organisasi. Keterikatan dimaksudkan adalah

perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau perasaan bahwa pekerjaan adalah

menyenangkan.

Menurut Darma (2005) Komitmen organisasi merupakan keyakinan dan

dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin dicapai

(16)

bertanggungjawab terhadap hal-hal yang dipercayakan kepada seseorang,

komitmen tidak ada hubungannya sama sekali dengan bakat, kepintaran atau

talenta. Dengan komitmen yang kuat akan memungkinkan seseorang bisa

mengeluarkan sumber daya fisik, mental dan spiritual tambahan yang bisa

diperoleh, sebaliknya tanpa komitmen maka pekerjaan-pekerjaan besar akan sulit

terlaksana.

Menurut Yuwono (2005) merumuskan tiga komponen yang

mempengaruhi komitmen organisasi sehingga karyawan memilih tetap atau

meninggalkan organisasi berdasarkan norma yang dimilikinya.

Komponen-komponen tersebut adalah:

1. Komitmen afektif (affective commitment), berkaitan dengan keinginan untuk terikat pada organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginannya

sendiri. Kunci dari komitmen ini adalah want to. Individu merasakan adanya kesesuaian antara nilai pribadinya dan nilai-nilai organisasi.

2. Komitmen kontinuan (continuance commitment), suatu komitmen yang didasarkan akan kebutuhan rasional. Komitmen ini terbentuk atas dasar untung

rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan bila menetap pada

organisasi. Kunci dari komitmen ini adalah kebutuhan untuk bertahan (need to). Komitmen ini lebih mendasarkan keterikatannya pada cost benefit analysis.

3. Komitmen Normative (normative commitment), komitmen yang didasarkan pada norma yang ada dalam diri karyawan, berisi keyakinan individu akan

tanggung jawab terhadap organisasi. Dia merasa harus bertahan karena loyalitas.

(17)

to). Tipe komitmen ini lebih dikarenakan nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan secara pribadi.

Setiap karyawan memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda

berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Perwujudan tingkah laku

pada karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif akan

berbeda dengan karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar

continuance. Karyawan yang ingin menetap dalam organisasi karena

keinginannya sendiri (afektif), memiliki keinginan menggunakan usaha agar

sesuai dengan tujuan organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi

dengan dasar continuance cenderung menghindari kerugian financial sehingga

usaha yang dilakukan untuk organisasi kurang maksimal. Sementara itu,

komponen normative yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi,

tergantung dari sejauh mana perasaan kewajiban yang dimiliki karyawan.

Komponen normative menimbulkan perasaan kewajiban pada karyawan untuk

memberikan balasan atas apa yang diterimanya dari organisasi.

2.1.3.5. Motivasi Kerja

Menurut Hasibuan (2007) motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang

berarti dorongan atau menggerakkan, motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada SDM umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi

mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar

mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan

(18)

Jadi motivasi merupakan subjek yang penting bagi pimpinan karena harus

bekerja dengan melalui orang lain. Pimpinan perlu memahami orang berprilaku

tertentu agar dapat mempengaruhi mereka untuk bekerja sesuai dengan yang

diinginkan perusahaan.

Menurut Soejitno (2005), motivasi kerja berasal dari dua arah, yaitu

motivasi dari luar dan motivasi dari dalam. Motivasi dari luar berarti bahwa

munculnya motivasi karena sangat dipengaruhi hal-hal yang datangnya dari luar

diri seseorang, seperti karena lingkungan, karena atasan, karena orang lain, karena

perubahan situasi atau karena tekanan. Sedangkan motivasi dalam diri yaitu

dorongan melakukan sesuatu karena kesadaran diri, seperti melakukan kerja

dengan ikhlas, menikmati kepuasaan dari hasil kerja, merasa senang menjadi

contoh orang lain.

Menurut Suwatno (2001), adapun alat-alat motivasi yang dapat diberikan

kepada pegawai sesuai dengan kinerjanya, adalah sebagai berikut :

1. Material Incentive

Adalah alat motivasi yang diberikan kepada pegawai yang bersifat material,

sebagai imbalan prestasi yang diberikannya, seperti upah, barang-barang dan

hal sejenisnya.

2. Non-Material Incentive

Adalah alat motivasi yang berbentuk non materi, seperti penempatan kerja

yang tepat, latihan yang sistematis, promosi yang objektif, pekerjaan yang

(19)

Dari hal di atas, dapat disimpulkan bahwa salah satu cara menggerakkan

pegawai adalah dengan pemberian motivasi dimaksudkan sebagai pemberian daya

perangsang bagi pegawai untuk bekerja lebih baik lagi. Untuk dapat melakukan

motivasi secara efektif, maka harus diperhatikan atau dilaksanakan sesuai dengan

prinsip-prinsip motivasi, sebab dengan demikian seluruh kegiatan dari satuan unit

organisasi dapat disatukan, diselenggarakan secara selaras dan dipadukan

sehingga organisasi dapat bergerak sebagai kesatuan yang bulat dan terpadu, tidak

berjalan sendiri-sendiri. Oleh karena itu pimpinan dalam menggerakkan atau

memotivasi pegawainya harus mengetahui kebutuhan-kebutuhan dasar para

pegawainya.

2.1. Review Peneliti Terdahulu

Yusriati (2008) meneliti tentang pengaruh penerapan anggaran berbasis

kinerja terhadap Kinerja SKPD di Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal,

dengan variabel independen adalah anggaran berbasis kinerja, sedangkan variabel

dependen adalah kinerja SKPD. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh

penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD. Hal ini menunjukan

jika masing-masing SKPD yang ada di Mandailing Natal telah menerapkan

anggaran berbasis kinerja dengan baik dan menerapkannya, maka akan

meningkatkan kinerja SKPD tersebut.

Warisno (2007) telah meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah

Propinsi Jambi, dengan variabel independen adalah kualitas sumber daya manusia,

komunikasi, sarana pendukung dan komitmen organisasi sedangkan variabel

(20)

kualitas sumber daya manusia, komunikasi, sarana pendukung, dan komitmen

organisasi secara simultan berpengaruh positif secara signifikan terhadap kinerja

SKPD.

Tuasikal (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman

sistem akuntansi pengelolaan keuangan daerah terhadap kinerja satuan kerja

Pemerintah Daerah (di Kab. Maluku Tengah di Provinsi Maluku), dengan variabel

independennya adalah pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah dan

pengelolaan keuangan daerah, sedangkan variabel dependen adalah kinerja unit

satuan kerja pemerintah daerah. Penelitian ini menyimpulkan baik secara simultan

maupun parsial pemahaman mengenai sistem akuntansi dan pengelolaan

keuangan berpengaruh terhadap kinerja satuan kerja pemerintah daerah, artinya

bila pengelolaan keuangan daerah dikelola sesuai mekanisme yang berlaku dan

didukung oleh peningkatan pemahaman tentang akuntansi keuangan daerah maka

dapat mendorong kinerja masing-masing satuan kerja pemerintah daerah.

Haykal (2007) telah menganalisis ”Peran dan fungsi SKPD dalam

Pengelolaan keuangan daerah serta pengaruhnya terhadap kinerja (Studi kasus

pada Pemkab Aceh Timur). Pengaruh Pemahaman Sistem Akuntansi Pengelolaan

Keuangan Daerah terhadap Kinerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah, dengan

variabel independen adalah perencanaan anggaran, penyusunan anggaran,

pelaksanaan anggaran dan pelaporan anggaran, sedangkan variabel dependen

adalah kinerja SKPD. Penelitian ini menyimpulkan Dalam pengujian secara

simultan perencanaan anggaran, penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran dan

pelaporan anggaran berpengaruh signifikan terhadap kinerja SKPD pada Pemkab

(21)

penyusunan anggaran yang secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja SKPD.

Variabel perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran dan pelaporan anggaran

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja SKPD.

Secara singkat tinjauan atas penelitian terdahulu berupa nama peneliti,

tahun penelitian, variabel yang dipergunakan serta hasil penelitiannya dapat

dilihat seperti pada tabel 2.1 berikut ini :

Tabel. 2.1 Tinjauan atas Penelitian Terdahulu No Nama

Peneliti/ Tahun

(22)

3. Tuasikal pada Kab. Maluku Tengah di Provinsi Maluku), kinerja unit satuan kerja pemerintah pemerintah daerah. 4. Haykal

(2007)

(23)

anggaran tidak berpengaruh

Gambar

Tabel. 2.1 Tinjauan atas Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Metode puisi dalam menafsirkan Alquran telah menjadi metode yang baku dalam menafsirkan Alquran sesudah periode pertama (masa Nabi SAW dan sahabat) yang direpresentasikan pada

Jika suatu barisan yang terdiri dari n elemen yang ditempatkan dalam suatu array dan urutan yang diinginkan adalah urutan yang tidak turun (non decreasing) maka

Penelitian ini berjudul “Uji Potensi Beberapa Isolat Bakteri Pereduksi Sulfat Terhadap Perubahan Kemasaman Tanah Sulfat Masam dan Pertumbuhan Tanaman Jagung” yang merupakan

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan melalui penerapan model mind mapping berbantu media visual dapat meningkatkan pemahaman konsep IPS, keterampilan

Beban belajar yang diatur pada ketentuan ini adalah beban belajar sistem paket yaitu sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya diwajibkan

[r]

Kelapa sawit juga dapat tumbuh baik pada daerah dengan curah hujan diatas 3.000 mm/tahun, asal distribusinya tidak merata sepanjang tahun karena curah hujan yang

Politik hukum, suatu undang-undang pertama kali bisa dilihat dalam konsideran menimbang, yakni bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang- UndangDasar Negara