PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI: MILIK SIAPA ?
wasembada daging sapi di negara Indonesia sudah digagas sejak tahun 2006 oleh Pemerintah bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 dengan harapan (1) mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak, (2) penyerapan tenaga kerja baru, (3) penghematan devisa negara, (4) optimalisasi pemanfaatan potensi ternak lokal dan (5) semakin meningkatnya penyediaan daging sapi yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) bagi masyarakat.
Jika kita melihat dari harapan Swasembada Daging Sapi yang telah ditetapkan Pemerintah yang kini sudah berusia hampir 10 tahun, timbul pertanyaan besar apakah semua harapan tersebut dapat terwujud atau hanya sebagai mimpi para pakar ahli di Kementerian Pertanian terkait dengan ketahanan pangan dengan jumlah populasi penduduk yang semakin tinggi setiap tahunnya dan sistem peternakan yang terjadi saat ini. Berdasarkan BPS Kependudukan Indonesia tahun 2014 bahwa total populasi Indonesia adalah : 253.609.643 jiwa, dengan tingkat konsumsi daging berdasarkan Survei Ekonomi Nasional adalah 0.365 Kg (365 gram) per hari per orang dan tingkat permintaan daging sapi ± 546 ton per tahun.
Berdasarkan angka statistik Direktorat Jenderal Peternakan dari tahun 2009 – 2014 bahwa jumlah total populasi sapi potong adalah 1.470.341 ekor dimana setiap tahunnya bertambah < 0,06%. dengan produksi daging ternak 539.965 ton dengan pertambahan produksi tahun setiap tahunnya adalah < 0.01%, dan ternak yang dipotong yang dipotong di RPH pada tahun 2013 adalah 1.326.395 ekor, dan sisanya di tahun 2014 adalah 143.946 ekor untuk proses budidaya selanjutnya.
Dan berdasarkan Laporan Data Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2013, Kegiatan neraca ekspor - impor komodi di sektor ternak masih tinggi setiap tahunnya dan data terakhir tahun 2012 yaitu 556.527. 344 USD (kegiatan ekspor) sedangkan kegiatan impor 2.698.100.160 USD, sehingga defisit negara untuk pemenuhan kebutuhan di produk sektor ternak adalah (2.141.572.816 USD). Komoditi di sektor ternak ini sudah termasuk ternak (besar – kecil), hasil ternak (daging, susu, telur, madu, lemak, dan makanan olahan), produk hewan non pangan (bulu, tulang, kulit dan wol), Obat hewan (vaksin, reagen, dsb) dan lain-lainnya (kodok, primata, burung, ula sutera, lebah hidup, binatang melata)
Dengan demikian kita menganalisa apakah dengan data diatas Pemerintah Indonesia mampu mewujudkan harapan Swasembada Daging Sapi Tahun 2017 ? sebagaimana ungkapan Bapak Wakil Presiden Jusuf Kalla bahwa tahun 2017 Indonesia akan mampu mencapai Swasembada Daging Sapi pada tanggal 6 Desember 2014 di BIB Singgosari Malang – Jawa Timur.
Hal tersebut sangatlah mustahil, mari sama-sama kita menganalisanya apakah realitas atau tidak berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Peternakan Indonesia. Jika tingkat konsumsi daging sapi 546 ton dengan tingkat produksi daging sapi 539.965 ton maka kita masih akan kekurangan daging sapi sebesar 6.035 ton, dengan jumlah sapi 143.946 ekor kita ambil 50% untuk sapi jantan, dan 50% betina produktif dilarang untuk dipotong dan kita akan melakukan sinkronisasi birahi untuk Inseminasi Buatan terhadap 50% sapi betina yang membutuhkan waktu reproduksi 9 bulan dengan asumsi 95% berhasil, maka untuk tahun 2015 Idonesia masih mustahil Indonesia mencapai swasembada pangan daging sapi, dan lagi-lagi negara akan mengalami defisit keuangan yang besar karena harus melakukan daging sapi impor dari negara luar.
Mengapa demikian karena dari 71.982 ekor jumlah sapi bakalan membutuhkan waktu pemeliharaan 1- 2 tahun baru siap untuk dipotong, dan 68.829 ekor keberhasilan IB setelah 9 bulan selanjutnya proses pemeliharaan 1–2 tahun. Jika berat hidup ternak rata-rata 300 Kg maka daging yang didapatkan hanya sebesar 65% yaitu: 195 Kg. Maka tahun 2015 ketersediaan daging sapi di Indonesia adalah 14, 036 Kg (± 1.5 ton), sehingga kebutuhan daging yang masih kurang adalah 4.535 ton lagi, jika pertumbuhan ketersediaan daging hanya < ± 1.5 ton per tahun, disisi lain peningkatan kebutuhan daging meningkat setiap tahunnya seiring dengan penambahan penduduk. Tentu saja ini sangat tidak mungkin Indonesia mampu melakukan swasembada pangan daging sapi dalam panjang 20 atau bahkan 50 tahun jika hanya mengandalkan swasembada daging sapi saja. Tentu saja program swasembada daging sapi ini hanya berpeluang besar bagi negara pengimpor daging sapi melalui pasar Masyarakat Ekonomi Asean, AFTA dan Pasar Global lainnya.
Oleh karena itu, untuk pemenuhan kebutuhan permintaan akan daging sapi atau ternak lainnya di Indonesia, Pemerintah harus melakukan inovasi program peternakan yaitu berbasis pada potensi lokal untuk menghindari defisit negara dan meningkatkan pendapatan anggaran daerah setiap tahunnya sesuai peluang pasar (kebutuhan dan keinginan pembeli) di setiap wilayah Propinsi melalui kerjasama yang terintegrasi antara Pemerintah Daerah, Dinas Peternakan dan Kesehatan, Badan Legilatif, Lembaga Perguruan Tinggi dan Masyarakat Peternak di tingkat Desa, Kabupaten dan atau Propinsi serta dilakukan kegiatan pendampingan, pencatatan dan pengawasan yang baik. Dengan demikian harapan untuk pemenuhan ketersediaan daging ternak atau protein hewani dalam produk lainnya akan tercukupi di masing-masing wilayah Indonesia dengan harapan dalam jangka waktu 5-10 tahun mampu untuk mensejahterakan masyarakat indonesia sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.