• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUJIAN PROTEIN BABI PADA PANGAN JAJAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGUJIAN PROTEIN BABI PADA PANGAN JAJAN"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGUJIAN PROTEIN BABI PADA PANGAN JAJANAN

ANAK SEKOLAH (PJAS) BERBASIS OLAHAN DAGING

DENGAN MENGGUNAKAN PORCINE DETECTION KIT

SKRIPSI

RICO FERNANDO THEO

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI

FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL

(2)

ii

PENGUJIAN PROTEIN BABI PADA PANGAN JAJANAN

ANAK SEKOLAH (PJAS) BERBASIS OLAHAN DAGING

DENGAN MENGGUNAKAN PORCINE DETECTION KIT

Oleh :

RICO FERNANDO THEO B.1411097

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Ilmu Pangan Halal

Universitas Djuanda Bogor

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI

FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL

UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR

BOGOR

(3)

iii

ABSTRACT

Rico Fernando Theo. B.1411097. Porcine Protein Content Analysis through Porcine Detection Kit on Meat based Snack that is Consumed by School Students.

Supervised by Noli Novidahlia and Rosy Hutami.

The use of pork as a mixture of materials is contrary to the belief of Indonesian people, especially muslims. Product counterfeiting cases against the community can happen anywhere, including on snack that is consumed by school students. The purposes of this research were to know the contamination of porcine protein content and distribution channel of snack that is consumed by school students in Bogor city. This research was done in three stages: (1) determining the location of sampling and snack type products, (2) testing the sample produts with porcine detection kit, and (3) searching product distribution channels. The determination of sampling location was done purposively, regarding the location of Public Elementary School in Bogor city and its closeness to the traditional market. The determination of SMPBS type of sample product was done by choosing the most widely sold in Public Elementary Schools. We used twelve Public Elementary Schools as sampling spot and three types of SMPBS products which were meatballs, sausage, and fried filled tapioca flour (cireng). There were eight sample for each product type with two times repeatations. Canned porcine corned was used as as positive control and bovine meatball was used as negative control as the basis in determining the results of sample testing. Positive result was characterized by the formation of a red line in the test zone and control zone, while negative result was marked with only the formation of a red line in the control zone. Test results showed that all of samples were negative from porcine protein content. Tracing the product distribution channels were by survey method. Tracing of distribution channels resulted that the distribution channels used in meatballs was a zero-level channel, in sausage product was three-level channels, and in fried filled tapioca flour (cireng)

was four-level channels.

(4)

iv

ABSTRAK

Rico Fernando Theo. B.1411097. Pengujian Protein Babi Pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Berbasis Olahan Daging dengan Menggunakan Porcine Detection Kit.Dibimbing oleh Noli Novidahlia dan Rosy Hutami.

Penggunaan daging babi sebagai campuran bahan bertentangan dengan keyakinan masyarakat Indonesia khususnya umat muslim. Kasus pemalsuan produk terhadap masyarakat dapat terjadi dimana saja termasuk pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui cemaran protein babi dan saluran distribusi pada produk bakso, sosis, dan cireng isi sebagai PJAS di wilayah kota Bogor. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu (1) penentuan lokasi sampling dan jenis sampel PJAS, (2) pengujian sampel dengan

porcine detection kit, dan (3) penelusuran saluran distribusi produk PJAS. Penentuan lokasi sampling dan jenis sampel PJAS dilakukan secara purposive, yaitu SDN berada di wilayah kota Bogor dan dekat dengan pasar, jenis produk PJAS adalah yang paling banyak dijual di SDN. Jumlah SDN yang terpilih sebagai lokasi

sampling adalah 12 sedangkan produk yang digunakan sebagai sampel PJAS ada 3 (bakso, sosis, dan cireng isi) dengan jumlah masing-masing produk sebanyak 8. Sampel produk PJAS terpilih diuji protein babi menggunakan metode porcine detection kit sebanyak 2 kali ulangan. Kemudian, produk PJAS ditelusuri saluran distribusi produknya dengan metode survei. Kornet babi digunakan sebagai kontrol positif dan bakso daging sapi digunakan sebagai kontrol negatif untuk dijadikan dasar dalam menentukan hasil pengujian sampel produk PJAS. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya garis merah pada test zone dan control zone

sedangkan hasil negatif ditandai dengan hanya terbentuknya garis merah pada

control zone. Hasil uji protein babi pada sampel produk PJAS menunjukkan bahwa dari 24 sampel produk semuanya negatif. Hal ini menandakan bahwa sampel produk PJAS tidak mengandung protein babi. Berdasarkan hasil penelusuran, saluran distribusi yang digunakan pada produk bakso adalah zero-level channel, pada produk sosis adalah three-level channel, dan pada produk cireng isi adalah

four-level channel.

(5)

v Judul Skripsi : Pengujian Protein Babi pada Pangan Jajanan Anak sekolah

(PJAS) Berbasis Olahan Daging dengan Menggunakan Porcine Detection Kit.

Nama : Rico Fernando Theo NIM : B. 1411097

Program Studi : Teknologi Pangan

Jurusan : Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas : Ilmu Pangan Halal

Disetujui,

Noli Novidahlia, Ir., M.Si Rosy Hutami, S.TP., M.Si Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Pangan Halal Universitas Djuanda Bogor

Siti Irma Rahmawati S.Pi., M.Agr., Ph.D NPP. 213 870 406

(6)

vi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul “Pengujian Protein Babi pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Berbasis Olahan Daging dengan Menggunakan Porcine Detection Kit” benar-benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber referensi dari hasil kutipan karya penulis lain dilakukan dengan benar dan disebutkan dalam teks dan daftar pustaka.

Bogor, 26 Agustus 2016

(7)

vii

PRAKARTA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Tidak lupa shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Junjungan Besar Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Penelitian pada skripsi yang berjudul “Deteksi Kehalalan Pangan Jajanan Anak Sekolah Berbasis Olahan Daging dengan Menggunakan Porcine Detection Kit”, dilaksanakan pada bulan Mei 2016 sampai Agustus 2016, bertempat di Laboratorium Sains dan Halal Science Center (HSC), Fakultas Ilmu Pangan Halal, Universitas Djuanda. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Ilmu Pangan Halal, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Program Studi Teknologi Pangan, Universitas Djuanda Bogor. Penelitian ini terselenggara atas bantuan dana dari KEMENRISTEK-DIKTI melalui program Hibah Penelitian Dosen Pemula tahun anggaran 2016.

Penyusunan skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Siti Irma Rahmawati, S.Pi., M.Agr., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Pangan Halal Universitas Djuanda Bogor.

2. Ibu Dr. Mardiah, Ir., M.Si selaku Kepala Program Studi Teknologi Pangan dan Gizi.

3. Ibu Noli Novidahlia, Ir., M.Si selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pangan Halal Universitas Djuanda Bogor sekaligus Dosen Pembimbing I pada penelitian ini.

4. Ibu Rosy Hutami, S.TP., M.Si selaku Sekretaris Prodi dan Dosen Pembimbing II Fakultas Ilmu Pangan Halal Universitas Djuanda Bogor pada penelitian ini. 5. Ibu Hj. Mira Suprayatmi, Ir., M.Si selaku dosen seminar dan penguji pada

(8)

viii 6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Pangan Halal Universitas Djuanda Bogor Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi yang telah memberikan ilmu dan panutan kepada penulis.

7. Bu Ela, Pak Dede, Pak Agus, Pak Roni, dan Pak Busroh sebagai staff Laboratorium Sains dan Halal Science Center, Universitas Djuanda Bogor.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat kepada pembaca. Penulis juga menyadari bahwa penulisan laporan tugas akhir ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis meminta maaf jika ditemukan kesalahan dalam penulisan laporan tugas akhir ini. Atas perhatiaannya penulis sampaikan terima kasih.

Bogor, 26 Agustus 2016

(9)

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam pelaksanaan dan penyusunan Skripsi tidak dapat terealisasi dengan baik tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Orang tua tercinta, papa (Karhi Theodore) dan mama (Ariyasuri) yang selalu memberikan support, doa, dan motivasi yang membangun semangat penulis dalam menyelesaikan skrispi ini.

2. Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas kesempatan dan bantuan dana yang diberikan untuk melaksanakan Hibah Penelitian Dosen Pemula a.n Ketua Tim Peneliti Rosy Hutami, S.TP., M.Si. 3. Nurul Ulfah D, terima kasih untuk kasih sayang, do’a yang selalu terucap,

perhatian, bantuannya, dan dorongan semangatnya yang senantiasa mendampingi penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Teman-teman TPG 2014 konversi (Irsyad, Kak Edo, Kak Imam, Dita, Dian Putri, Elita, Kak Susi, Kak Afril, Kak Armita, Ka Mumu, Ka Ira, Ka Putria, dan Ka Tohom) yang telah memberikan kecerian, dukungan, dan kebersamaan selama masa perkuliahan serta semangat hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Mas Ulwan dan Rina atas masukan, saran, dan bantuannya di Global Halal Center, LPPOM MUI.

6. Semua teman-teman TPG 2014 atas dukungan dan doanya serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Skripsi masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak untuk penyempurnaannya yang lebih lanjut. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua khususnya di bidang Ilmu dan Teknologi Pangan.

Bogor, Agustus 2016

(10)

x

A. Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) ... 4

B. Porcine Detection Kit ... 5

C. Penelitian Identifikasi Cemaran Babi pada Produk Pangan ... 11

D. Saluran Distribusi ... 11

III. METODE PENELITIAN ... 13

A. Bahan dan Alat ... 13

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

C. Tahapan Penelitian... 13

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 18

E. Analisis Data ... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

A. Hasil Uji Protein Babi Pada PJAS ... 19

B. Saluran Distribusi Produk PJAS ... 24

V. KESIMPULAN ... 32 1. Hasil pengujian protein babi pada sampel kontrol ... 20

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pembacaan hasil pengujian porcine detection kit ... 6

2. Stuktur antibodi (Ig) ... 7

3. Hubungan antibodi dan antigen ... 8

4. Ragam warna koloid partikel nano emas ... 9

5. Bagian-bagian dari strip uji dengan teknologi immunkromatografi ... 10

6. Jenis saluran distribusi ... 12

7. Penentuan lokasi sampling dan jenis sampel PJAS ... 14

8. Tahapan pengujian sampel PJAS dengan porcine detection kit ... 16

9. Tahapan penelusuran saluran distribusi produk ... 17

10. Sampel produk PJAS (A) bakso, (B) sosis, (C) cireng isi ... 19

11. Hasil pengujian kontrol (A) kontrol negatif dan (B) kontrol positif ... 20

12. Hasil pengujian sampel PJAS (Sosis, Cireng Isi, dan Bakso) seluruhnya menunjukkan hasil negatif terhadap kandungan protein babi ... 22

13. Mekanisme pengujian pada porcine detection kit ... 24

14. Struktur saluran distribusi zero-level channel produk bakso ... 27

15. Contoh bentuk produk sosis kemasan ... 28

16. Struktur saluran distribusi three-level channel produk sosis... 29

17. Contoh bentuk kornet kalengan ... 30

18. Struktur saluran distribusi four-level channel produk cireng isi ... 31

19. Pedagang PJAS di SDN kota Bogor ... 38

20. Penampalan proses elusi pada strip uji porcine detection kit ... 38

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil survei pendahuluan PJAS ... 37

2. Dokumentasi penelitian ... 38

(12)
(13)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas (UU No. 7 Tahun 1996). Pemenuhan pangan tidak hanya aman, bermutu, bergizi, tetapi harus jelas status kehalalannnya sebagai mana amanat di dalam UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. Untuk menjamin setiap pemeluk agama beribadah dan menjalankan ajaran agamanya, negara berkewajiban memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat.

Pada era perdagangan global, dimungkinkan terjadinya impor barang atau bahan makanan dalam bentuk olahan atau mentah dari negara lain masuk ke Indonesia dengan mudah tanpa melalui pengujian. Status kehalalan barang atau produk impor sangat penting terutama bagi umat muslim. Sejumlah produk telah disertifikasi halal oleh LPPOM MUI termasuk produk pangan daging. Namun, masih ditemukan beberapa kasus pencampuran daging babi pada produk daging sapi olahan, seperti kasus bakso celeng di Bandung (Margono, 2014).

(14)

2 bahwa produk-produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.

Tindak pemalsuan pangan atau food adulteration yang menyangkut status kehalalan produk masih banyak terjadi di masyarakat, seperti pencampuran daging sapi dengan daging babi. Tujuan pencampuran tersebut untuk menghasilkan produk akhir dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan bahan aslinya, mengingat harga daging sapi terus meningkat (Margawati dan Ridwan, 2010). Salah satu contoh kasus pemalsuan yang terjadi, yaitu kasus penemuan bakso daging celeng di Jakarta Barat (Zahra, 2014). Kasus pemalsuan produk terhadap masyarakat dapat terjadi dimana saja termasuk pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS).

Produk PJAS umumnya dijual dengan harga yang murah, enak, dan tampilan yang menarik. Hal tersebut menimbulkan kecurigaan dan kekhawatiran terutama produk PJAS berbasis olahan daging karena peluang penggunaan bahan non halal sebagai bahan baku atau bahan campuran produk cukup tinggi. Konsumen PJAS umumnya didominasi oleh anak-anak yang belum memiliki pemikiran dalam memilih makanan dan minuman halal yang dikonsumsi olehnya. Terbatasnya pengawasan oleh orang tua di sekolah menyebabkan pangan yang dikonsusmsi oleh anak-anak menjadi tidak terjaga. Selain itu, pengawasan yang minimal dan peraturan yang tidak ketat dari pihak sekolah dan pemerintah menjadi peluang yang digunakan oleh pedagang PJAS untuk melakukan tindak pemalsuan produk. Oleh karena itu, dibutuhkan metode-metode analisis yang dapat mendeteksi cemaran daging babi yang digunakan pada PJAS olahan daging.

Selama ini, pengujian protein babi pada produk pangan umumnya menggunakan metode PCR (polymerase chain reaction)dan ELISA (enzyme linked immunosrobant assay) (Tanaka, 2010). Metode PCR dan ELISA memiliki ketelitian yang tinggi, tetapi biaya analisis cukup mahal. Selain itu, metode tersebut membutuhkan banyak instrumen sehingga tidak dapat dilakukan secara praktis di lapangan. Metode baru yang dapat digunakan saat ini adalah metode perangkat deteksi protein babi atau porcine detection kit

(15)

3 keberadaan protein babi dalam waktu yang singkat sehingga cocok digunakan di lapangan, dan memiliki limit of detection (LoD) yang rendah, yaitu 0.05% (untuk raw meat detection kit) dan 0.5% (untuk processed meat detection kit) (PerkinElmer, 2011). Setiawan (2013) telah melakukan validasi metode

porcine detection kit dan menyebutkan bahwa batas deteksi untuk raw meat detection kit adalah 0. 0295%.sedangkan untuk processed meat detection kit

adalah 0.5%. Penelitian uji protein babi dengan porcine detection telah banyak dilakukan. Namun, belum ada penelitian mengenai pengujian protein babi pada produk pangan jajanan anak sekolah (PJAS) dengan menggunakan porcine detection kit sehingga penelitian ini perlu dilakukan.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

a. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kehalalan pangan jajanan anak sekolah (PJAS)

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui cemaran protein babi pada produk bakso, sosis, dan cireng isi sebagai PJAS di wilayah kota Bogor.

(16)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)

Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel (Kepmenkes RI No 942/Menkes/SK/VII/2003). Pangan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun pedesaan. Konsumsi makanan jajanan di masyarakat diperkirakan terus meningkat dengan semakin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Keunggulan pangan jajanan adalah murah dan mudah didapat serta cita rasanya enak dan cocok dengan selera kebanyakan masyarakat (Hapsari, 2013). Pangan jajanan yang dijual di lingkungan sekolah adalah pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Pangan jajanan anak sekolah (PJAS) merupakan pangan siap saji yang dapat ditemui di lingkungan sekolah dan secara rutin dikonsumsi oleh sebagian besar anak sekolah.

(17)

5

B. Porcine Detection Kit

Porcine detection kit adalah teknik deteksi protein babi menggunakan teknologi immunokromatografi assay yang dilengkapi dengan perlengkapan yang sangat sederhana (Pahlevi, 2013). PerkinElmer’s porcine detection kit

menyediakan hasil deteksi untuk daging babi dalam waktu yang sangat cepat dan langsung di tempat pada beberapa tipe daging. Adas dua jenis porcine detection kit yang tersedia, yaitu raw meat detection kit dan processed meat detection kit. Raw meat detection kit adalah jenis porcine detection kit yang digunakan untuk mendeteksi protein babi pada daging yang belum melalui proses pemanasan, yaitu daging mentah yang tidak terpapar suhu di atas 40OC. Pada raw meat detection kit, batas minimum konsentrasi daging babi yang dapat dideteksi, yaitu 0.05% (b/b). Processed meat detection kit adalah jenis

porcine detection kit yang digunakan untuk mendeteksi protein babi pada daging yang telah melalui proses pemanasan, yaitu daging yang terpapar panas pada suhu 100OC selama 30 menit. Pada processed meat detection kit, batas minimum konsentrasi daging babi yang dapat dideteksi, yaitu 0.5% (b/b) (PerkinElmer, 2011).

(18)

6 Gambar 1. Pembacaan hasil pengujian porcine detection kit

(PerkinElmer, 2011)

1. Antibodi

Antibodi merupakan protein globulin (Immunoglobulin) yang bereaksi spesifik terhadap antigen yang dihasilkan oleh sel plasma akibat dari limfosit B yang peka antigen. Antibodi terbentuk sebagai hasil reaksi sistem kekebalan untuk pertahanan tubuh terhadap infeksi zat yang dianggap asing oleh tubuh itu sendiri. Antibodi terdapat dalam berbagai cairan tubuh, tetapi konsentrasi tertinggi dan termudah dalam jumlah yang banyak untuk analisis diperoleh dari serum darah. Adanya antibodi merupakan respon keberadaan molekul asing dalam tubuh dan disebarkan melalui darah dan limfe dimana antibodi tersebut akan mengikat molekul atau antigen asing (Agustaf, 2006). Antibodi hanya dapat mengikat antigen yang spesifik terhadap antibodi tersebut (Murtini, 2001). Semua molekul immunoglobulin mempunyai empat rantai polipeptida dasar yang terdiri atas dua rantai berat (heavy chain) dan rantai ringan (light chain) identik (Gambar 2). Setiap rantai ringan dihubungkan dengan rantai berat melalui ikatan disulfida (S-S) (Fusvita, 2015). Immunoglobulin (Ig) dibagi menjadi 5 kelas, yaitu IgG, IgM, IgA, dan IgE (Adyawati, 2003).

positive negative Invalid Invalid Control

(19)

7 Gambar 2. Stuktur antibodi (Ig)

(www. geomarz.wordpress.com)

Antibodi adalah bahan biologik yang digunakan untuk immunoassai. Ada tiga kelompok antibodi berdasarkan cara menghasilkannya, yaitu antibodi poliklonal, antibodi monoklonal, dan antibodi rekombinan. Antibodi poliklonal dapat digunakan untuk mengidentifikasi protein yang homolog terhadap protein imunogen serta dapat menapis protein target dalam samoel jaringan dari spesies selain imunogen. Beberapa kelebihan dari antibodi poliklonal diantaranya mampu mengenali beberapa epitop yang menyebabkan antibodi poliklonal lebih toleran terhadap perubahan kecil yang terjadi pada antigen sehingga antibodi poliklonal dipilih untuk mendeteksi denaturasi protein (Adyawati, 2003). Selain itu, antibodi poliklonal dapat dihasilkan dari beragam spesies, yaitu kelinci, kambing, domba, keledai, dan ayam sehingga memberikan beragam pilihan bagi penggunanya (Adyawati, 2003). Antibodi monoklonal merupakan reagensia yang murni dimana setiap molekulnya sama dan identik, diproduksi dari kultur sel yang merupakan keturunan dari satu klon tunggal (Murtini, 2001). Menurut Burgess (1995) dalam Murtini (2001), antibodi monoklonal memiliki kelebihan dibandingkan dengan antibodi poliklonal, seperti mempunyai spesifisitas, isotipe, dan afinitas tunggal sehingga akan mengikat antigen lebih spesifik dibandingkan dengan antibodi poliklonal. Antibodi rekombinan adalah antibodi yang dihasilkan tanpa hewan coba karena dihasilkan dari gen fungsional yang dapat dikloning dan disisipkan ke dalam sel prokariotik atau eukariotik (Li et al.,

(20)

8

2. Antigen

Antigen adalah benda asing yang masuk ke tubuh dan dapat merangsang tubuh menghasilkan antibodi. Antigen ini berupa zat yang mampu merangsang respon imun atau kekebalan tubuh pada area yang spesifik. Antigen dapat berupa protein, karbohidrat, asam nukleat atau lipid. Antigen yang baik harus murni dan mempunyai sifat immunogenisitas, yaitu sifat dari zat yang dapat membangkitkan respon imun spesifik (Nurhayati, 2000). Menurut Jackson (1993) dalam Nurhayati (2000), salah satu syarat antigen agar bersifat immunogenik, yaitu bersifat asing. Sifat ini merupakan kebutuhan utama dan pertama suatu molekul untuk memenuhi syarat sebagai antigen. Secara alami respon imun akan terjadi pada komponen yang biasanya tidak ada dalam tubuh atau biasanya tidak terpapar pada sistem imforetikular hopes.

Antigen tersusun atas epitop. Epitop atau determinan adalah bagian dari antigen yang dapat mengenal atau menginduksi pembentukan antibodi (Biologipedia, 2011). Hubungan antara antibodi dan antigen dapat diibaratkan, seperti kunci dan gembok. Setiap antibodi spesifik berikatan dengan antigen tertentu seperti yang terlihat pada Gambar 3. Setiap ujung dari “Y” antibodi mengandung paratop (strukturnya seperti gembok) yang bersifat spesifik untuk suatu epitop atau antigen determinan (bentuknya seperti kunci), yaitu suatu bagian dari antigen yang secara langsung berikatan dengan antibodi sehingga kedua bagian ini berikatan bersama secara tepat.

(21)

9

3. Partikel Nano Emas

Partikel nano emas (AuNP) merupakan partikel yang memiliki ukuran dalam skala nanometer (10-9 m), yaitu antara 1-100 nm. Partikel nano emas (AuNP) dapat disintesis melalui dua cara, yaitu fisika (top down) dan kimiawi (bottom up) (Abdullah, 2009 dalam Fusvita, 2015). Partikel nano emas (AuNP) dibuat secara fisika melalui peleburan batangan emas sampai berukuran nanometer. AuNP yang dibuat secara kimiawi melalui reduksi partikel nano dari prekursor molekular atau ionik logamnya. Hasil reduksi ion logam menghasilkan partikel-partikel logam yang terurai dalam fasa cair. Oleh karena itu, partikel nano dikenal juga sebagai koloid (Wardah, 2012 dalam Fusvita, 2015).

Rohiman et al. (2014) dalam Fusvita (2015) memaparkan bahwa AuNP memiliki sifat unik yang ditandai dengan warna koloid yang beragam dari merah sampai ungu sesuai dengan ukuran partikelnya (Gambar 4). Partikel nano emas (AuNP) sangat menarik perhatian bidang analisis dan biomedikal karena sifat sintesisnya, area permukaan spesifik yang luas, stabilitas kimia yang tinggi, biokompatibilitas baik, kemampuan menghantarkan panas dengan baik, bersifat optik, penerapan katalitik dan afinitas tinggi untuk mengikat molekul amina atau molekul yang mengandung tiol (Cao et al., 2011 dalam Fusvita, 2015). Teknologi nano partikel emas dapat digunakan salah satunya di dalam diagnostik molekuler dan klinik, yaitu immunokromatorgafi lateral flow test atau test strip (Krissanti, 2016). Pembuatan label atau konjugat untuk antibodi juga menggunakan AuNP sehingga meningkatkan peluang kepastian ikatan antara antibodi dan antigen.

(22)

10

4. Strip Uji

Strip uji atau immunostrip merupakan perangkat melacak berupa teknik immunokromatografi yang berbasis pada prinsip immunoassai yang membutuhkan antigen, antibodi, dan pelacak (Fusvita, 2015). Immunostrip sebagai sebuah perangkat untuk mendeteksi antigen babi memiliki tempat yang penting dalam industri pangan karena penggunaannya lebih cepat dan mudah serta dapat digunakan di lapangan. Bagian-bagian strip uji pada porcine detection kit terdiri dari:

- Bantalan contoh (sample pad), yaitu bantalan penyerap untuk contoh uji yang akan diperiksa

- Bantalan konjugat (conjugated pad), yaitu bantalan yang mengandung antibodi khusus untuk menangkap analit sasaran, biasanya berkonjugasi dengan partikel nano emas.

- Membran reaksi, yaitu membran untuk reaksi immunologik yang terbuat dari nitroselulosa. Bagian ini terdiri dari zona uji yang mengandung antibodi yang disintesis dari BSA dan zona kendali yang mengandung antibodi spesifik.

- Bantalan penyerap (absorbent pad), yaitu bantalan yang berfungsi untuk menyerap contoh uji di seluruh membran rekasi dengan daya kapiler.

- kapiler.

(23)

11

C. Penelitian Identifikasi Cemaran Babi pada Produk Pangan

Identifikasi cemaran protein babi pada produk daging dapat diuji menggunakan beberapa metode, yaitu metode polymerase chain reaction

(PCR), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dan porcine detection kit). Ardi (2012) di dalam penelitiannya telah melakukan analisis adanya cemaran babi pada produk bakso yang dijual dipasaran dengan metode PCR. Ardi (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tingkat cemaran protein babi minimum yang dapat diidentifikasi dengan teknik PCR sebesar 0.5%. Selain itu, telah dilakukan analisis kandungan daging babi pada meat bone meal dengan menggunakan metode ELISA (Asyhari, 2011 dalam Sriati, 2011). Analisis dengan metode ELISA dapat mendeteksi 0.28% cemaran protein babi dalam daging sapi (Sumartini et al., 2002 dalamPahlevi, 2013). Pahlevi (2013) di dalam penelitiannya telah melakukan analisis cemaran protein babi pada penggilingan bakso dengan menggunakan metode porcine detection kit. Teknik ini mudah dilakukan, praktis untuk mendeteksi keberadaan cemaran babi dalam waktu yang cukup singkat, dan memiliki sensitvitas minimum, yaitu 0.5% (PerkinElmer, 2011).

D. Saluran Distribusi

Saluran distribusi adalah lembaga-lembaga distributor yang mempunyai kegiatan untuk menyalurkan atau menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen (Baeti, 2007). Setiap perusahaan atau pelaku usaha memiliki pola distribusi yang berbeda. Perusahaan atau pelaku usaha dapat mendistribusikan produknya langsung kepada konsumen atau dapat juga mendistribusikannya melalui perantara dalam saluran distribusinya. Menurut Kotler (2005) dalam Baeti (2007), ada empat jenis saluran distribusi berdasarkan jumlah perantara yang terdapat di dalamnya, yaitu zero-level channel, one-level channel, two

(24)

12 Gambar 6. Jenis saluran distribusi

Keterangan: (0) zero-level channel (1) one-level channel (2) two-level channel (3) three-level channel (4) three-level channel

Zero-level channel adalah jenis saluran distribusi yang menunjukkan bahwa produsen tidak menggunakan perantara dalam menyalurkan produknya sehingga penyaluran langsung dilakukan produsen pada konsumen. One-level channel adalah jenis saluran distribusi yang menunjukkan produsen menggunakan satu tipe perantara dalam menyalurkan produknya kepada konsumen, yaitu pengecer. Two-level channel adalah jenis saluran distribusi yang menunjukkan produsen menggunakan dua tipe perantara dalam menyalurkan produknya kepada konsumen, yaitu pedagang besar dan pengecer. Three-level channel adalah jenis saluran distribusi yang menunjukkan produsen menggunakan dua tipe perantara dalam menyalurkan produknya kepada konsumen, yaitu agen dan pengecer sedangkan four-level channel menggunakan tiga tipe perantara, yaitu agen, pedagang besar, dan pengecer (Kotler, 2005 dalam Baeti, 2007).

Produsen

Agen

Pedagang Besar

Pengecer

Konsumen

Pedagang Besar

(25)

13

III. METODE PENELITIAN

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakso, sosis, cireng isi , kornet babi, es batu, alkohol 70%, aquades, sabun cuci, klorin 2%, reagen ekstraksi PerkinElmer porcine detection kit. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cooler box, lemari es, kantung plastik, plastik clip, label, nampan, topless, pisau, gunting, talenan, mortar, blender, gelar ukur, gelas piala, batang pengaduk, corong pisah, sudip, sendok plastik, alufo, neraca analitik, sarung tangan, sponge, stopwatch, tisue, kuesioner, botol semprot, dan PerkinElmer porcine detection kit.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sekolah dasar negeri (SDN) di wilayah kota Bogor dan analisisnya dilakukan di Laboratorium Sains dan Halal Science Center, Fakultas Ilmu Pangan Halal, Universitas Djuanda Bogor. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (tahun 2016), terdapat 214 SDN di Kota Bogor. Selanjutnya dipilih dua belas SDN, yaitu SDN PG, SDN SW, SDN EM, SDN PO, SDN PR, SDN JU, SDN MR, SDN KD, SDN SA, SDN KB, SDN BA, dan SDN TS. Kriteria pemilihan SDN dilakukan secara purposive sampling, yaitu berada di wilayah kota Bogor, lokasi dekat dengan pasar, dan kelengkapan jenis PJAS yang dijual. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan dari bulan Mei sampai Juni 2016.

C. Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama adalah penentuan lokasi sampling dan jenis sampel PJAS. Tahap kedua adalah pengujian sampel PJAS dengan porcine detection kit. Tahap ketiga adalah penelurusan saluran distribusi produk sampel PJAS.

1. Penentuan Lokasi Sampling dan Jenis Sampel PJAS

(26)

14 pengambilan sampel berdasarkan atas suatu pertimbangan atau kriteria tertentu sebagai persyaratan pemilihan sampel. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan SDN, yaitu SDN berada wilayah kota Bogor, lokasi dekat dengan pasar, dan kelengkapan jenis PJAS yang dijual. Alasan pemilihan SDN yang berada di wilayah kota Bogor adalah sebagai batasan peneliti dalam menentukan lokasi sampling yang digunakan untuk mengambil sampel. SDN yang berada dekat dengan pasar diasumsikan memiliki arus distribusi bahan atau produk PJAS yang lebih mudah dan lancar daripada SDN yang jauh dengan pasar. Diasumsikan para pedagang PJAS yang berjualan di SDN tersebut memperoleh produk dengan cara membeli produk curah yang biasanya dibeli dari pasar di sekitar SDN. SDN dengan jumlah produk PJAS yang beragam (lengkap) menunjukkan jumlah pedagang PJAS yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah produk PJAS yang kurang beragam sehingga dapat mempermudah peneliti dalam mengambil sampel. Tahapan penentuan lokasi sampling dan jenis PJAS dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Penentuan lokasi sampling dan jenis sampel PJAS

Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia tahun 2016, terdapat 214 SDN di kota Bogor. Setelah dilakukan survei, hasil survei di lapangan menunjukkan bahwa terdapat 24 SDN yang berlokasi dekat dengan pasar Bogor dan Anyar (Lampiran 1). Kemudian, dipilih 12 SDN dari 24 SDN sebagai lokasi sampling, yaitu SDN PG, SDN SW, SDN EM, SDN PO, SDN PR, SDN JU, SDN MR, SDN KD, SDN SA, SDN KB, SDN BA, dan SDN TS. SDN yang dipilih didasarkan

Penentuan Kriteria Lokasi SDN

Survei Lokasi SDN

Identifikasi Jenis PJAS di SDN

(27)

15 beberapa alasan, diantanya SDN memiliki ragam produk PJAS yang lengkap dan lokasinya mudah dijangkau oleh peneliti.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah produk PJAS, yaitu bakso, sosis, dan cireng isi. Pemilihan produk tersebut sebagai sampel dilakukan secara purposive dengan asumsi merupakan jenis produk PJAS yang paling banyak dijual di SDN. Hal ini didasarkan atas hasil survei pendahuluan yang menunjukkan bahwa produk PJAS yang mendominasi, yaitu bakso, sosis, dan cireng isi dengan presentase masing-masing produk, yaitu 88%, 50%, dan 42% (Lampiran 1).Kemudian, setiap produk terpilih diambil masing-masing sebanyak delapan kali sehingga total sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 24 sampel. Keterbatasan jumlah sampel yang diambil dikarenakan terbatasnya jumlah biaya penelitian.

2. Pengujian Sampel PJAS dengan Porcine Detection Kit

Sampel produk PJAS terpilih, yaitu bakso, sosis, dan cireng isi diuji kandungan protein babi dalam sampel tersebut dengan menggunakan

(28)

16 Gambar 8. Tahapan pengujian sampel PJAS dengan porcine detection kit

(PerkinElmer, 2011) Hasil Uji Valid

Hasil uji dibaca setelah 15 menit dan 10 menit berikutnya untuk konfirmasi hasil uji Strip uji dikeluarkan dan diletakkan di permukaan datar dengan posisi horizontal Penutup tabung dibuka dan strip uji dicelupkan ke dalam larutan esktraksi sampai eluen warna merah muda terlihat menutupi bagian awal hingga tengah strip uji (Gambar 20)

Tabung ditutup rapat dan dikocok selama 30-60 detik

Sampel PJAS diambil sebanyak 0.5-1.0 g dan dimasukkan ke dalam larutan ekstraksi (reagen)

Mulai

Selesai 2 garis merah

(test line dan

control line)

Hasil positif

1 garis merah (control line)

Hasil negatif

1 garis merah (test line)

Tidak muncul garis

merah

Hasil invalid

(29)

17

3. Penelurusan Saluran Distribusi Produk

Penelusuran saluran distribusi produk merupakan tindak lanjut dari hasil pengujian protein babi. Produk PJAS yang menunjukkan hasil positif maupun negatif selanjutnya ditelusuri saluran distribusi produknya. Penelusuran saluran distribusi produk dilakukan dengan metode survei dengan teknik wawancara dengan bantuan kuesioner. Tahapan penelusuran saluran distribusi produk dapat dilihat pada Gambar 9.

(30)

18

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari uji protein babi pada produk bakso, sosis, dan cireng isi serta wawancara langsung dengan pedagang PJAS. Data sekunder diperoleh dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia meliputi profil wilayah sekolah di kota Bogor. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi langsung, pengujian laboratorium, studi pustaka, dan wawancara dengan menggunakan alat bantu kuesioner.

E. Analisis Data

(31)

19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Uji Protein Babi pada PJAS

Salah satu bentuk pemalsuan produk teruatama produk berbasis olahan daging sapi adalah penggunaan daging babi sebagai bahan campuran atau bahan pengganti yang dapat mempengaruhi status kehalalan produk. Kasus pemalsuan produk terhadap masyarakat dapat terjadi dimana saja termasuk pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Berdasarkan hasil survei, produk yang paling banyak ditemui di sekitar lingkungan sekolah, yaitu produk bakso, sosis, dan cireng isi (Gambar 10). Sampel-sampel tersebut akan diuji keberadaan protein babinya dengan menggunakan rapid test kit, yaitu PerkinElmer porcine detection kit.

Gambar 10. Sampel produk PJAS (A) bakso, (B) sosis, (C) cireng isi Bakso adalah produk olahan daging yang dibuat dari daging hewan ternak yang dicampur pati dan bumbu-bumbu, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lainnya, dengan atau tanpa bahan tambahan pangan yang diizinkan, dibentuk bulat atau bentuk lainnya, dan dimatangkan (SNI 3818:2014). Prinsip pembuatan bakso daging sapi terdiri atas empat tahap, yaitu penghancuran daging, pembuatan adonan, pencetakan bakso, dan pemasakan (Aulawi dan Ninsix, 2009). Produk ini sangat popular di Indonesia karena harga dan macam bakso yang sangat bervariasi mampu memenuhi selera dan daya beli berbagai lapisan masyarakat, baik anak-anak maupun dewasa (Hermanianto dan Andayani, 2002)

Sosis adalah salah satu produk olahan daging yang telah lama dikonsumsi oleh masyarakat. Menurut Badan Standardisasi Nasional, sosis daging adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa

(32)

20 penambahan bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukkan ke dalam selubung sosis. Proses pengolahan sosis terdiri dari pemilihan bahan, penggilingan, pencampuran, pemasukan ke dalam casing, pemasakan, pendinginan, dan pengemasan. Daging yang umum digunakan sebagai bahan baku sosis adalah daging sapi, tetapi saat ini banyak sosis yang dibuat dari bahan dasar daging lain, seperti daging ayam, daging kelinci, daging domba, dan daging kambing (Liana, 2010).

Sebagai dasar dalam menentukan hasil pengujian sampel PJAS (negatif atau positif), dilakukan pengujian terhadap produk berupa kornet babi sebagai kontrol positif dan bakso yang diproduksi oleh peneliti sebagai kontrol negatif. Hasil pengujian pada Tabel 1 menunjukkan kontrol positif yang mengandung protein babi ditandai dengan terbentuknya garis merah pada test zone dan

control zone sedangkan kontrol negatif yang tidak mengandung protein babi ditandai dengan hanya terbentuknya garis merah pada control zone, tetapi tidak pada test zone setelah didiamkan selama 15 menit dan 25 menit (Gambar 11). Garis warna merah yang terbentuk pada test zone menunjukkan bahwa terdapat ikatan antara goat anti-swine polyclonal antibody–BSA pada test zone dengan antigen babi yang terdapat dalam kontrol positif (kornet babi). Garis merah yang muncul menunjukkan bahwa kontrol positif (kornet babi) mengandung protein babi (Rosyidi et al., 2013).

Tabel 1. Hasil pengujian protein babi pada sampel kontrol No. Sampel Kontrol Hasil Uji Kit (menit)

15’ 25’

1 Negatif (Bakso) - -

2 Positif (Kornet Babi) + +

Gambar 11. Hasil pengujian kontrol (A) kontrol negatif dan (B) kontrol positif A

(33)

21 Pengujian dilanjutkan terhadap sampel produk PJAS yang diperoleh dari pedagang. Sampel PJAS yang dianalisis, yaitu bakso, sosis, dan cireng isi. Jumlah dari masing-masing jenis sampel yang diuji adalah delapan sehingga total sampel yang diuji dalam penelitian ini adalah 24 sampel. Untuk sampel cireng isi, bagian yang digunakan dalam pengujian adalah bagian isi cireng berupa kornet sapi. Hasil pengujian pada sampel PJAS bakso, sosis, dan cireng isi) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengujian protein babi pada sampel produk PJAS

No Kode Sampel

(34)

22 Gambar 12. Hasil pengujian sampel PJAS (Sosis, Cireng Isi, dan Bakso)

seluruhnya menunjukkan hasil negatif terhadap kandungan protein babi Hasil pengujian pada Tabel 2 menunjukkan semua sampel produk PJAS menunjukkan hasil negatif pada strip uji. Hasil uji negatif ditandai dengan hanya terbentuknya garis merah pada control zone, tetapi tidak pada test zone

(Gambar 12). Garis linear berwarna merah muda di bawah atau di atas test zone merupakan area kontrol sebagai indikasi bahwa uji telah dilakukan dengan baik (Rosyidi et al., 2013). Pada sampel negatif, tidak terbentuk garis merah pada

test zone membran nitroselulose karena pada sampel negatif tidak terdapat antigen babi. Tidak timbulnya warna merah pada test zone maka hasil pengujian dinyatakan negatif atau tidak terdeteksi keberadaan protein babi (Rosyidi et al., 2013).

(35)

23 Sisa antibodi berlabel nano partikel emas yang tidak terikat pada daerah uji akan mengalir dan terbawa ke daerah kontrol untuk kemudian berikatan dengan

goat anti-mouse antibody membentuk garis merah pada control zone

(Krissanti, 2016). Dengan demikian hasil positif ditunjukkan dengan dua garis merah yang terbentuk pada test zone dan control zone (Gambar 13).

Sementara jika tidak terdapat antigen babi pada sampel maka larutan sampel akan membawa antibodi berlabel nano partikel emas ke test zone, tetapi tidak berikatan dengan goat anti-swine polyclonal antibody–BSA yang terdapat pada test zone. Pada test zone, goat anti-swine polyclonal antibody

BSA tidak dberikatan dengan kompleks antibodi-antigen karena tidak terdapat antigen babi pada kompleks tersebut. Selanjutnya, kompleks antibodi-antigen tersebut kelebihan antibodi berlabel nano partikel emas yang tidak terikat akan terus mengalir ke control zone sehingga bereaksi dengan goat anti-mouse antibody pada control zone menghasilkan garis merah pada control zone

(Krissanti, 2016). Berdasarkan proses tersebut maka hasil uji yang negatif ditunjukkan dengan terbentuknya satu garis merah yang terbentuk pada control zone (Gambar 13). Warna merah yang terbentuk pada test zone dan control zone disebabkan oleh antibodi berlabel nano partikel emas yang tertahan pada

(36)

24 Gambar 13. Mekanisme pengujian pada porcine detection kit

(BL Inc, 2007)

Immunostrip biasanya menggunakan matriks membran nitroselulosa (Ijeh, 2011 dalam Fusvita, 2015). Membran nitroselulose merupakan membran reaksi yang terdiri dari bagian zona uji (test zone) yang mengandung antibodi target dan zona kendali (control zone) yang mengandung antibodi spesifik (Fusvita, 2015). Pada porcine detection kit, kemungkinan goat anti-swine polyclonal antibody–BSA yang digunakan pada zona uji (test zone), goat anti-mouse antibody yang digunakan pada zona kendali (control zone), dan goat anti-Swine IgG sebagai antibodi konjugat. Hal ini didasarkan pada penelitian sebelumnya mengenai uji protein babi pada daging sapi dan ayam yang telah dilakukan oleh Depamede (2011).

B. Saluran Distribusi Produk PJAS

(37)

25 saluran distribusi merupakan salah satu keputusan penting yang harus dilakukan oleh setiap manajemen.

Saluran-saluran yang dipilih perusahaan atau pelaku usaha mempengaruhi langsung setiap keputusan pemasarannya. Saluran distribusi ini menyangkut cara penyampaian produk ke tangan konsumen. Pimpinan atau pelaku usaha harus mampu menganalisis keadaan pasar sehingga dapat menjangkau konsumen yang ada dengan harga yang menarik dan memilih saluran distribusi yang digunakan untuk menyalurkan produk (Hahury, 2010). Kegiatan saluran distribusi produk PJAS dilakukan untuk mengetahui aliran penyaluran produk dari produsen hingga sampai ke tangan konsumen. Produk yang digunakan sebagai sampel PJAS dalam penelitian ini adalah bakso, sosis, dan cireng isi.

1. Saluran Distribusi Produk Bakso

Bahan baku produk bakso adalah daging sapi. Daging sapi diperoleh dari pasar di wilayah kota Bogor. Pasar yang dikunjungi oleh pedagang bakso untuk membeli daging sapi adalah Pasar Bogor dan Pasar Anyar. Alasan kedua pasar tersebut dipilih sebagai tempat membeli daging sapi, yaitu dekat dengan rumah produsen yang sekaligus sebagai lokasi pengolahan produk, harga yang bersaing, dan adanya jasa penggilingan daging. Daging sapi yang telah dibeli selanjutnya diolah oleh pedagang bakso. Sebelum diolah, daging sapi digiling terlebih dahulu. Pedagang bakso biasanya menggilling daging di pasar yang digunakan sebagai temapt membeli daging. Umumnya, pedagang bakso menggunakan jasa penggilingan daging dibandingkan menggilingnya sendiri. Delapan dari delapan pedagang bakso yang digunakan sebagai responden, semuanya menggunakan jasa penggilingan daging yang ada di pasar tempat membeli daging. Alasan pedagang lebih memilih jasa penggilingan daging dibandingkan dengan menggiling sendiri, yaitu tidak memiliki mesin penggilingan, lebih prkatis, hemat waktu, dan tenaga (jika menggiling sendiri membutuhkan waktu dan tenaga lebih untuk mengolah bakso).

(38)

26 apabila tidak dipisahkan dan digunakan bersama untuk menggiling daging babi dapat menjadi kontaminasi kehalalan sehingga produk menjadi tidak halal. Hal ini yang tidak dapat diawasi dan dikendalikan oleh pedagang bakso dalam menjamin kehalalan produknya. Daging halal yang bersentuhan dengan alat yang telah terkontaminasi babi dapat tercemar kandungan babi. Alat yang telah terkontaminasi babi tentunya disebabkan oleh cemaran babi yang ada pada produk yang dipalsukan. Alat penggilingan yang telah tercemar kandungan babi akan menimbulkan cemaran babi pula pada setiap produk penggilingan yang ada setelahnya (Setiawan, 2013). Penelitian mengenai identifikasi mesin penggiling sebagai kontaminasi kehalalan telah dilakukan oleh Setiawan (2013). Penggilingan bakso yang terdapat di Pasar Bogor dan Pasar Anyar terbukti tidak mengandung cemaran babi berdasarkan pengujian dengan menggunakan porcine detection kit (Setiawan, 2013). Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang menunjukkan hasil negatif terhadap protein babi pada semua produk bakso dengan menggunakan porcine detection kit.

(39)

27 Saluran distribusi yang digunakan oleh pedagang bakso (produsen) dalam menyalurkan produknya ke konsumen adalah saluran distribusi

zero-level channel. Saluran ditribusi zero-level channel atau saluran distribusi langsung adalah saluran yang ditempuh oleh produsen dimana pedagang bakso sebagai produsen bakso menyalurkan secara langsung produknya kepada konsumen tanpa melalui perantara (Kotler, 2005 dalam Baeti, 2007). Pemilihan saluran distribusi tersebut dikarenakan beberapa pertimbangan, diantaranya skala produksinya masih rendah sehingga produsen lebih memilih untuk menjual secara langsung kepada konsumen untuk memaksimalkan laba yang didapat dan produk bakso termasuk kategori produk perishable, yaitu produk yang mudah rusak bila disimpan tanpa perlakuan penanganan (pengawetan) sehingga apabila tidak langsung disalurkan maka produk akan rusak sebelum sampai di tangan konsumen (Muchtadi dan Sugiyono, 2013). Skema saluran yang digunakan oleh pedagang bakso dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Struktur saluran distribusi zero-level channel produk bakso

2. Saluran Distribusi Produk Sosis

Asumsi awal dalam penelitian ini adalah sosis yang dijual oleh pedagang sosis adalah sosis yang diolah sendiri yang bahan baku dagingnya dibeli di pasar atau sosi curah (sosis tanpa kemasan) yang dibeli di pasar. Namun, sosis yang digunakan oleh pedagang sosis berasal dari industri olahan daging bukan menggunakan sosis curah yang bisa diperoleh di pasar atau sosis yang diolah sendiri oleh pedagang. Delapan dari delapan pedagang yang dijadikan responden menyatakan bahwa seluruh pedagang menggunakan sosis dari industri olahan daging. Alasan pedagang lebih memilih menggunakan sosis dari industri olahan daging daripada menggunakan sosis curah dan sosis yang diolah sendiri, yaitu terbatasnya alat, lebih praktis, hemat waktu, tenaga, dan biaya.

Pedagang Bakso

(Produsen) Konsumen

(40)

28 Titik kritis kehalalan produk sosis terletak pada industri olahan daging sebagai produsen sosis yang digunakan oleh pedagang sosis. Hasil penelusuran saluran distribusi menunjukkan bahwa produk sosis yang digunakan adalah sosis kemasan yang telah memiliki logo halal MUI. Namun, peneliti memeriksa merk produk sosis tersebut dengan cara memeriksa no. daftar halalnya di daftar belanja LPPOM MUI dengan menggunakan aplikasi Halal MUI untuk memastikan status kehalalan produk sosis tersebut. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa merk sosis yang digunakan oleh pedagang sosis terdaftar dalam daftar produk halal LPPOM MUI dengan status halal yang masih berlaku dan belum kadaluarsa. Contoh bentuk produk sosis kemasan yang digunakan oleh pedagang bakso dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Contoh bentuk produk sosis kemasan (www.tokopedia.com)

(41)

29 menjual produk sosis secara satuan ke konsumen dengan cara mendatangi tempat dimana konsumen berada. Pada saat penyaluran dari pedagang sosis ke konsumen, hal ini dapat menjadi titik kritis kehalalan. Produk sosis yang digunakan oleh pedagang sosis sudah memiliki sertifikat halal, tetapi dalam penyajiannya ke konsumen bisa terjadi kontaminasi terhadap kehalalan produk. Apabila pedagang sosis menggunakan bahan-bahan non halal dalam menyajikan produknya ke konsumen maka produk yang halal menjadi tidak halal. Namun, hal tersebut tidak terjadi. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji pada produk sosis yang menunjukkan hasil negatif.

Saluran distribusi yang digunakan oleh produsen sosis dalam menyalurkan produknya ke tangan konsumen adalah saluran distribusi

three-level channel. Pada saluran distribusi three-level channel, produsen sosis menyalurkan produknya ke konsumen melalui dua perantara, yaitu agen dan pengecer (Kotler, 2005 dalam Baeti, 2007). Skema saluran yang digunakan oleh produsen sosis dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Struktur saluran distribusi three-level channel produk sosis

3. Saluran Distribusi Produk Cireng Isi

Cireng isi adalah produk berbahan dasar sagu dengan penambahan isi sebagai bagian variatif dari produk cireng. Cireng isi dalam penelitin ini adalah cireng dengan kornet sebagai bahan pengisi cireng. Kornet yang digunakan oleh produsen cireng isi dapat berasal dari berbagai sumber diantaranya kornet kalengan, daging halus curah dalam kemasan, atau daging giling curah. Asumsi awal dalam penelitian ini adalah kornet yang digunakan sebagai bahan pengisi diolah sendiri dengan menggunakan daging halus curah atau daging giling curah yang dapat dibeli di pasar. Namun, Delapan dari delapan produsen cireng isi yang dijadikan responden menyatakan lebih memilih menggunakan kornet kalengan daripada menggunakan daging halus curah atau daging giling curah. Alasan produsen lebih memilih menggunakan koret kalengan sebagai

Produsen Sosis Agen Pengecer

(42)

30 bahan pengisi cireng, yaitu rasanya lebih enak, lebih mudah disimpan, hemat waktu dan tenaga.

Titik kritis kehalalan produk cireng isi terletak pada produsen kornet yang digunakan oleh pedagang kornet. Hasil penelusuran saluran distribusi menunjukkan bahwa produk kornet yang digunakan adalah kornet kalengan yang telah memiliki logo halal MUI. Namun, peneliti memeriksa merk kornet kalengan tersebut dengan cara memeriksa no. daftar halalnya di daftar belanja LPPOM MUI dengan menggunakan aplikasi Halal MUI untuk memastikan status kehalalan produk sosis tersebut. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa merk kornet kalengan yang digunakan oleh pedagang sosis terdaftar dalam daftar produk halal LPPOM MUI dengan status halal yang masih berlaku dan belum kadaluarsa. Contoh bentuk produk kornet kalengan yang digunakan oleh pedagang cireng isi dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Contoh bentuk kornet kalengan (www.tokopedia.com)

(43)

31 tangan konsumen melalui pengecer. Pengecer adalah seorang pedagang yang melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen akhir. Pengecer menjual produk ke konsumen dengan cara menetap di lokasi dimana konsumen berada, yaitu sekolah dasar negeri (SDN).

Pengolahan produk cireng isi oleh produsen dan penyajian produk cireng isi oleh pengecer ke konsumen dapat menjadi titik kritis kehalalan produk cireng isi selain pada kornet yang digunakan sebagai bahan pengisi. Pada saat pengolahan produk cireng isi, ada kemungkinan produsen menggunakan bahan non halal sebagai campuran bahan sehingga produk menjadi tidak halal. Pada saat penyajian produk cireng isi, ada kemungkinan pengecer menambahkan bahan non halal dalam menyajikan produk ke konsumen. Namun, hal tersebut tidak terjadi. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji pada produk cireng isi yang menunjukkan hasil negatif. Berdasarkan uraian diatas, saluran distribusi yang digunakan pada produk cireng isi adalah saluran distribusi four-level channel. Pada saluran distribusi ini, produk cireng isi disalurkan ke tangan konsumen melalui tiga perantara, yaitu agen, pedagang besar (grosir), dan pengecer (Kotler, 2005 dalam Baeti, 2007). Skema saluran distribusi untuk produk cireng isi dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Struktur saluran distribusi four-level channel produk cireng isi Produsen

kornet Agen

Produsen

(44)

32

V. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Hasil pengujian kandungan protein babi pada bakso, sosis, dan cireng isi sebagai produk PJAS yang diuji dalam penelitian ini seluruhnya menunjukkan hasil negatif secara kualitatif terhadap protein babi dengan menggunakan metode porcine detection kit. Produk PJAS dalam penelitian ini tidak mengandung protein babi dalam produknya pada saat waktu penelitian berlangsung. Saluran distribusi pada produk bakso adalah saluran distribusi

zero-level channel yang terdiri dari produsen dan konsumen. Saluran distribusi pada produk sosis adalah saluran distribusi three-level channel yang terdiri dari produsen, agen, pengecer, dan konsumen. Saluran distribusi pada produk cireng isi adalah saluran distribusi four-level channel yang terdiri dari produsen, agen, pedagang besar, pengecer, dan konsumen.

B. Saran

(45)

33

DAFTAR PUSTAKA

Adyawati M. 2003. Produksi Antibodi Poliklonal Kambing Terhadap Canine Parvovirus Tipe 2 (CPV-2) Untuk Pengembangan Bahan Perangkat Diagnostik. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Agustaf JY. 2006. Produksi Antibodi Anti Excretor/Secretor (E/S) Raillietina spp dari Serum dan Kuning Telur Ayam. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor..

Ardi A. 2012. Validasi Metode Ekstraksi DNA pada Analisis DNA Babi dalam Produk Bakso [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Aulawi T dan Ninsix R. 2009. Sifat Fisik Bakso Daging Sapi dengan Bahan Pengenyal dan Lama Penyimpanan yang Berbeda. Jurnal Peternakan. Vol. 6 (2): 44-52.

Baeti EN. 2007. Analisis Efektivitas Saluran Distribusi Fruit Tea di Wilayah Bogor (Studi Kasus Pada Kantor Penjualan Bogor PT. Sinar Sosro). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Biologipedia. 2011. Antigen dan Antibodi.

http://biologipedia.blogspot.co.id/2011/03/antigen-dan-antibodi.html [Diakses pada tanggal 29 Agustus 2016].

[BL Inc] Biological Laboratory Incorporated. 2007. Principal of Immunochromatography Kit http://bl-inc.jp/imno_e.html [Diakses pada 11 Oktober 2016].

[BSN]. 1995. Sosis Daging (SNI 01-3820-1995). Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

[BSN]. 2014. Sosis Daging (SNI 3818:2014). Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

Depamede SN. 2011. Development of a Rapid Immunodiagnostic Test for Pork Components in Raw Beef and Chicken Meats: a Preliminary Study. Jurnal Media Peternakan. Vol. 34 (2): 83-87.

Fusvita A. 2015. Pengembangan Immunostrip dengan Menggunakan Partikel Nano Emas untuk Melacak Aflatoksin M1 dalam Contoh Susu. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hahury HD. 2010. Penentuan Salura Distribusi Oven Pada UD. Swan Jaya di Kota Ambon. Jurnal Ekonomi. Vol. 4 (2): 10-21.

Hapsari RN. 2013. Kontribusi Makanan Jajanan Terhadap Tingkat Kecukupan Asupan energi dan Protein pada Anak Sekolah yang Mendapat MPT-AS di SDN Plalan 1 Kota Surakarta. Jurnal Publikasi. Vol. 1(1): 1-12.

(46)

34 [KEMDIKBUD]. 2016. Daftar Satuan Pendidikan Sekolah. http://referensi.data.kemdikbud.go.id/index11.php?level=3&kode=026103& id=5 [Diakses 18 Maret 2016].

Krissanti I. 2016. Sintesis Antigen BSA dan Konjugasi Antibodi Anti AFB1-BSA dengan Nanopartikel Emas sebagai Pereaksi Imunostrip Untuk Mendeteksi Aflatoksin B1.[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Liana DN. 2010. Kualitas Fisik, Kimia dan Organoleptik Sosis Frankfurters dengan

Penggunaan Bubuk Rosella dan Angkak sebagai Bahan Tambahan Alami Pengganti Nitrit [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Margawati ET dan Ridwan M. 2010. Pengujian Pencemaran Daging Babi pada Beberapa Produk Bakso dengan Teknologi PCR (Pengujian Sistem Pengujian Efektif). Jurnal Biologi Ilmu-Ilmu Hayati. Vol. 10 (1): 93-98.

Margono W. 2014. Polisi Gerebek Produsen Bakso Celeng di Bandung. Gandapurnama B. http://news.detik.com/berita/2831650/polisi-gerebek-produsen-bakso-celeng-di-bandung [Diakses pada 19 Maret 2016].

Muchtadi TR dan Sugiyono. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan. Bandung (ID): Alfabeta.

Murtini S. 2001. Produksi Antibodi Monoklona Antiprotease Escherichia coli

Enteropatogenik (EPEC). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nuraini H. 2007. Memilih dan Membuat Jajanan anak yang Sehat dan Halal. Jakarta

(ID): Qultum Media.

Nurhayati T. 2000. Pemurnian dan Katakterisasi Protease Enteropathogenic Escherichia coli K1.1 Sebagai Bahan Antigen. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pahlevi MR. 2013. Deteksi Cemaran Babi dengan Porcine Detection Kit pada Penggilingan Bakso Di Kota Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Perez M. 2015. Humoral Response. http://222.197.192.76/jpkc/swjcjs/biosite/files /immunology/humoral.html [1 September 2016].

[PerkinElmer]. 2011. Porcine Detection Kit Product Note. Madison (US): PerkinElmer, Inc.

[Presiden RI]. 1966. Undang-Undang No.7 Tahun 1996 Tentang Pangan. http://ews.kemendag.go.id [Diakses pada 18 Maret 2016].

[Presiden RI]. 2014. Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/1615.pdf [Diakses pada 18 Maret]

Rosyidi A, Budiharta S, Asmara W, dan Yudhabuntara D. 2013. Pengembangan Metode Immuokromatografi untuk Deteksi secara Serologi Campylobacter jejuni pada Ayam. Jurnal Veteriner. Vol. 14 (3): 303-309.

(47)

35 Singh J, Sharma S, dan Nara S. 2015. Evaluation of Gold Nanoparticle Based Lateral Flow Assays For Diagnosis ofEnterobacteriaceae Members in Food and Water. Journal of Food Chemistry. Vol. 170: 470-483.

Sriati N. 2011. Analisis Cemaran Dna Mitokondria Babi pada Produk Sosis Sapi yang Beredar Di Wilayah Ciputat Menggunakan Metode Real-Time PCR [Skripsi]. Tangerang Selatan (ID): UIN Syarif Hidayatullah.

Tanaka. 2010. Easy to Use Pork Detection Kits for the Detection of Pork in Food.

Tokyo (JP): Tanaka Kikinzoku Kogyo K.K.

Zahra N. 2014. Efek Ramai Berita Daging Celeng, Warga Trauma Makan Bakso.

Auliani PA.

(48)

36

(49)

37 Lampiran 1. Hasil survei pendahuluan PJAS

Bakso Bakso

19 SDN Tanah Sereal 2 1

(50)

38 Lampiran 2. Dokumentasi penelitian

Gambar 19. Pedagang PJAS di SDN kota Bogor

Lampiran 3. Penampakan proses elusi pada strip uji porcine detection kit

Gambar 20. Penampalan proses elusi pada strip uji porcine detection kit

(51)

39

1. Sudah berapa lama bapak/ibu berjualan disini ? a. 2 tahun

b. 3 tahun c. 4 tahun

d. ……….

2. Apakah dalam menjajakan produk bapak/Ibu menetap disini atau berpindah-pindah tempat ?

a. Ya, menetap disini saja b. Tidak, Saya berpindah-pindah

3. Jika tidak, dimana saja bapak/ibu menjajakan jajanan ?

……… ……… ……… 4. Apakah bapak/ibu membuat produk ini sendiri atau tidak ?

a. Ya, saya membuatnya sendiri

b. Tidak, saya mengambil dari supplier

(52)

40 Lampiran 5. Form analisa

Tanggal Uji : Kode Uji :

Kode Sampel

Waktu Reaksi

Dimulai

Ulangan 1 2 1 2 1 2

Hasil

Menit ke-

15

25

Dibuat Oleh: Disahkan Oleh:

Rico Fernando Theo Rosy Hutami, S.TP., M.Si.

FORM No. Dok :

HASIL ANALISA SAMPEL

Gambar

Gambar 1. Pembacaan hasil pengujian porcine detection kit (PerkinElmer, 2011)
Gambar 2. Stuktur antibodi (Ig) (www. geomarz.wordpress.com)
Gambar 3. Hubungan antibodi dan antigen (Perez, 2015)
Gambar 4. Ragam warna koloid partikel nano emas (Fusvita, 2015)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ekstrak etanol yang diperoleh dilakukan pengukuran kapsitas antioksidan dengan metode DPPH, CUPRAC dan FRAP yang diukur menggunakan spektrofotometri UV-Vis

Ketujuh, pada episode „Cintai Ibu dan Ayah‟ terdapat pesan akhlak terhadap orang tua. Sesuai dengan judulnya, dalam episode ini merupakan episode cerita dengan lagu yang

Dengan alasan diatas maka penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam bentuk tulisan dengan judul ”Teknik Pemeriksaan Shoulder Joint pada Kasus Dislokasi

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa besarnya motivasi belajar yang ada pada diri seseorang akan tercermin pada tingkah lakunya yaitu: (a) Tekun mengerjakan

Ironisnya otonomi daerah sudah berjalan dua dasa warsa, tetapi harapan masyarakat untuk mendapatkan layanan yang lebih baik dan memuaskan belum sepenuhnya dapat

Krim 0,05% tube 5gr Rasa terbakar,gatal, iritasi lokal,kering Kortikosteroid topikal super-high potent, terapi untuk inflamasi dan gejala pruritus pd kulit yg responsif pada

Mengarahkan tenaga kerja tidak hanya cukup sekedar mendapatkan pekerjaan, namun dibalik semua itu adalah bagaimana tenaga kerja dapat bekerja sesuai dengan keahliannya,

Yayasan penyelenggaraan penterjemah Al-Qur‟an, 2002), h.. Keterangan di atas, penulis tertarik untuk mengangkat judul “Analisis Fiqh Siyasah tentang Etika Kampanye Politik pada