1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Laporan keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan
kondisi keuangan suatu perusahaan, dan lebih jauh informasi tersebut dapat
dijadikan sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan tersebut. Semakin baik
kualitas laporan keuangan yang disajikan maka akan semakin meyakinkan pihak
eksternal dalam melihat kinerja keuangan perusahaan tersebut (Irham, 2014:31).
Unsur-unsur pokok dalam laporan keuangan adalah aset, liabilitas, ekuitas,
pendapatan, dan beban.
Setiap perusahaan pada dasarnya pasti memiliki sejumlah aset yang
berguna untuk menghasilkan suatu produk. Tanpa adanya suatu aset dalam suatu
perusahaan, membuat perusahaan tidak dapat menghasilkan suatu produk untuk
dijual. Hal ini akan berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan untuk
mencapai tujuannya. Oleh karena itu, peran suatu aset dalam perusahaan sangatlah
penting. Pada umumnya aset dalam suatu perusahaan dapat berupa kendaraan,
mesin, bangunan, dan lain-lain (Rusdianto,2012:256)
Aset dapat dikelompokkan menjadi aset lancar, aset tidak berwujud,
dan aset berwujud. Menurut PSAK 16 (IAI 2015), Definisi aset tetap adalah aset
berwujud yang: a) dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan
barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan
Pengukuran aset tetap setelah pengakuan awal dalam PSAK Nomor 16 tahun
2015 dijelaskan bahwa “Entitas memilih model biaya atau model revaluasi
sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap
seluruh aset tetap dalam kelas yang sama”.
Terdapat beberapa perbedaan perlakuan revaluasi secara pajak dan
akuntansi. Menurut sisi perpajakan, revaluasi hanya dilakukan pada suatu titik
tertentu dan diperbolehkan melakukan revaluasi lagi untuk jangka 5 tahun
kedepan (Waluyo, 2011:197). Sedangkan PSAK 16 mengatur bahwa apabila
perusahaan memilih model revaluasi aset tetap maka perubahan kebijakan aktiva
tersebut harus dilakukan secara konsisten untuk meyakinkan jumlah tercatat tidak
berbeda secara material dari nilai wajar. Revaluasi harus dilakukan secara reguler
dan harus dilakukan untuk seluruh aset dalam kelompok yang sama. Ada dua
syarat untuk melakukan revaluasi dalam sisi akuntansi yang terdapat dalam PSAK
16. Pertama dilakukan untuk seluruh class of asset. Artinya jika satu aset
direvaluasi, hal itu juga harus dilakukan terhadap aset di kelas yang sama. Syarat
kedua, ketika entitas telah memilih untuk melakukan revaluasi, entitas tersebut
tidak bisa kembali ke model historical cost atau yang disebut model biaya.
Asumsinya informasi fair value ini lebih relevan dibanding informasi historical
cost.Pengertian model biaya menurut PSAK Nomor 16 tahun 2015adalah setelah
pengakuan sebagai aset, aset tetap dicatat pada biaya perolehan dikurangi
akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai. Menurut PSAK
Nomor 16 tahun 2015 revaluasi adalah setelah pengakuan sebagai aset, aset tetap
yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan
akumulasi rugi penurunan nilai setelah tanggal revaluasi. Revaluasi dilakukan
dengan keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat
tidak berbeda secara material dengan jumlah yang ditentukan dengan
menggunakan nilai wajar pada akhir periode pelaporan. Jika jumlah tercatat suatu
aset meningkat akibat revaluasi, maka kenaikan tersebut diakui dalam
penghasilan komprehensif lain dan terakumulasi dalam ekuitas pada bagian
surplus revaluasi. Akan tetapi, kenaikan tersebut diakui dalam laba rugi hingga
sebesar jumlah penurunan nilai aset yang sama akibat revaluasi yang pernah
diakui sebelumnya dalam laba rugi. Jika jumlah tercatat aset turun akibat
revaluasi, maka penurunan tersebut diakui dalam laba rugi. Akan tetapi,
penurunan nilai tersebut diakui dalam penghasilan komprehensif lain
sepanjangtidak melebihi saldo surplus revaluasi untuk aset tersebut. Penurunan
nilai yang diakui dalam penghasilan komprehensif lain tersebut mengurangi
jumlah akumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi.
Aset tetap yang dimiliki perusahaan biasanya memiliki nilai yang
cukup material dibandingkan dengan total aset yang dimiliki perusahaan tersebut.
Karena itu, metode penilaian dan penyajian aset tetap perusahaan akan
berpengaruh terhadap laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan (Rudianto,
2012:257).
Tujuan utama penilaian kembali aset tetap perusahaan dimaksudkan
agar perusahaan dapat melakukan penghitungan penghasilan dan biaya lebih wajar
(Waluyo, 2011:191). Tujuan lain dari revaluasi aset tetap adalah untuk
memperbaiki posisi keuangan suatu perusahaan karena selisih dari penilaian
kembali suatu aset tetap dapat meningkatkan struktur modal sendiri (Cut Annisa
dan Musfiari, 2016).
Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) telah mengeluarkan PSAK 16: terkait Aset Tetap. Sejak proses
konvergensi IFRS (International Financial Reporting Standars) tahap I pada 2012
lalu, sudah terdapat panduan bagi entitas yang ingin melakukan revaluasi aset di
Indonesia. Namun masih terdapat keengganan dari entitas untuk merevaluasi aset
tetap secara akuntansi karena entitas khawatir harus membayar mahal biaya
penilai publik atau takut implikasi pajaknya. PSAK sebenarnya sudah mendukung
kebijakan pemerintah mengenai revaluasi aset tetap. Revaluasi ini dilakukan
untuk memperbaiki neraca entitas dan tidak akan ada penambahkan cash flow
perusahaan yang telah melakukan revaluasi karena perhitungannya hanya
dibuku.Terkait dengan terbitnya PMK 191 Tahun 2015, Dewan Pengurus
Nasional (DPN) IAI memberikan klarifikasi bahwa revaluasi aset berdasarkan
perpajakan harus dibedakan dengan revaluasi berdasarkan akuntansi. Anggota
DPN IAI, Rosita Uli Sinaga berpendapat, apabila suatu perusahaan ingin
melakukan revaluasi berdasarkan perpajakan saja diperbolehkan atau melakukan
revaluasi baik secara perpajakan dan secara akuntansi. Jika suatu perusahaan akan
melakukan revaluasi untuk tujuan perpajakan harus mengikuti ketentuan
Akuntansi Keuangan yang berlaku, yaitu PSAK 16: Aset
Tetap.(www.iaiglobal.or.id| Selasa 17/11/2015).
Sri Mulyani menyampaikan DJKN (Dirktorat Jendral Kekayaan
Negara) tahun ini akan meneruskan revaluasi aset negara. Beliau mengatakan
bahwa saat ini revaluasi nilai aset negara terus dilakukan dan kenaikannya sangat
signifikan. Tujuannya agar neraca keuangan negara semakin sesuai, dalam neraca
utang hanya sebagian kecil. Menkeu Sri Mulyani berpesan agar penjaga keuangan
negara harus tetap fokus bekerja, fokus untuk memperbaiki Indonesia, menjaga
Indonesia menjadi lebih baik lagi, memiliki ambisi memperbaiki, dengan
semangat yang makin tinggi. Beliau juga mengatakan bahwa apa yang kita
lakukan saat ini, akan sangat besar pengaruhnya bagi rakyat dan Republik
Indonesia. Pada sesi dialog dengan pegawai Kemenkeu, Dirjen Kekayaan Negara
Isa Rachmatarwata menyampaikan dari proses revaluasi 2017-2018, aset idle terus
dilakukan identifikasi, meskipun masih banyak Kementerian/Lembaga (K/L) yang
tidak mengakui asetnya idle krena K/L khawatir asetnya diambil alih oleh
pengelola barang. “Setelah revaluasi, akan dilakukan pemanfaatan, dan aset
negara diharapkan akan menjadi lebih baik,” ujarnya. Aset yang belum
dikatagorikan BMN, eks. perusahaan minyak, lanjutnya, DJKN (Direktorat
Jendral Kekayaan Negara) sudah mulai menarik sewa dari pemanfaatan kilang
dan pemanfaatan dari tanah-tanah yang dipakai perusahaan minyak dari
menyewakan tanah yang dipakai oleh beberapa perusahaan minyak, sehingga
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) semakin besar
Ambisi pemerintah terkait revaluasi aset mulai terlihat jelas pada tahun
2016 ketika Presiden Jokowi mengajak semua perusahaan di Indonesia melakukan
revaluasi aset pada tahun tersebut. Menurut Kepala Negara, Tujuan dari
dilakukannya revaluasi aset adalah untuk mendongkrak perekonomian nasional
agar lebih baik pada tahun 2016, karena hal tersebut akan menjadi kekuatan untuk
menaikkan pertumbuhan ekonomi. Pada saat memberikan sambutan di acara
Pembukaan Perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jokowi mengajak semua
perusahaan baik perusahaan kecil ataupun menengah untuk melakukan revaluasi
aset.Revaluasi aset juga dapat dijadikan sebagai amunisi tambahan dalam
mendorong perekonomian di tahun 2016.Hal ini terbukti dengan keberhasilan
PLN dalam memperkuat permodalannya melalui revaluasi aset yang didapat dari
selisih nilai aset setelah direvaluasi, yang dimasukkan dalam permodalan.Selain
PLN, sejumlah BUMN seperti Pertamina, Bank Mandiri, BRI, BNI, Garuda
Indonesia juga sedang melakukan revaluasi asetnya. Dalam satu tahun terakhir ini,
banyak perusahaan yang mengalami penurunan penjualan sampai 30%. Banyak
dari perusahaan itu juga yang terdampak dari anjloknya nilai tukar rupiah atas
dolar AS. Dengan melakukan revaluasi aset, kondisi keuangan perusahaan dapat
tertolong dari musibah kebangkrutan. Manfaat revaluasi aset lainnya, adalah
naiknya biaya penyusutan pasca revaluasi yang dibebankan dalam laporan
keuangan perusahaan dapat meringankan kewajiban perpajakan perusahaan
tersebut selama tahun-tahun berjalan. Kemudian, dengan kinerja keuangan
modal yang kuat, perusahaan bisa menjaring dana dari penawaran saham perdana,
penerbitan obligasi, juga pinjaman bank. (www.neraca.co.id| Selasa 05/01/2016).
Fenomena ini menjadi fenomena yang sangat menarik untuk diteliti,
karena pemerintah saat ini telah antusias dalammenghimbau seluruh perusahaan
untuk menerapkan kebijakan revaluasi aset tetap khususnya untuk
perusahaan-perusahaan kecil, menengah, hingga perusahaan-perusahaan-perusahaan-perusahaan besar di Indonesia.
Berdasarkan data yang ada di Bursa Efek Indonesiapada tahun 2014 sampai tahun
2017, setiap tahunnya telah terjadi kenaikan jumlah beberapa perusahaan sector
manufaktur yang telah melakukan revaluasi asetseperti tabel berikut.
TABEL 1.1
JUMLAH PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA
(BEI) YANG MELAKUKAN REVALUASI ASET TAHUN 2014-2017
Sumber : Bursa Efek Indonesia (BEI)
Hasil tabel 1.1 dapat disimpulkan bahwa setiap tahun terdapat
kenaikan jumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) yang melakukan revaluasi aset. Peneliti ingin memperkuat motivasi para
manajer suatu perusahaan khususnya untuk perusahaan-perusahaan manufaktur
No Tahun Jumlah Perusahaan
1. 2014 5 perusahaan
2. 2015 16 perusahaan
3. 2016 24 perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk memilih kebijakan revaluasi
aset tetap guna memperbaiki kondisi keuangan perusahaan sehingga mampu
menarik minat para investor.
Penelitian ini menggunakan beberapa variabel yang mendukung
motivasi manajer untuk melakukan revaluasi aset tetap. Beberapa peneliti
sebelumya juga berhasil menunjukkan beberapa faktor yang terbukti berpengaruh
terhadap pilihan manajer untuk melakukan revaluasi aset tetap. Penelitian saat ini
di motivasi oleh penelitian sebelumnya karena adanya Research Gap antara
peneliti satu dengan peneliti lainnya.Hasil penelitian Tunggul dan Aria (2015)
pada penelitiannya di perusahaan yang terdaftar di bursa saham beberapa Negara
Asean menunjukkan adanya pengaruh rasio leverage, likuiditas, intensitas aset
tetap dan ukuran perusahaan. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil
penelitian Tabari dan Adi (2014) yang menunjukkan adanya pengaruh rasio
leverage terhadap keputusan manajer untuk melakukan revaluasi aset tetap di
Perusahaan Tercatat Bursa Efek Teheran (TSE). Hasil penelitian ini juga sejalan
dengan hasil penelitian Missonier-Piera (2007)di perusahaan Swis yang berhasil
membuktikan bahwa leverage berpengaruh signifikan terhadap keputusan
revaluasi aset tetap. Hal ini menunjukan bahwa perusahaan yang melakukan
revaluasi kebanyakan merupakan perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi
dan peluang investasi yang lebih kecil. Selain itu, Upward revaluation aset tetap
akan meningkatkan nilai buku total asset yang dapat digunakan untuk meyakinkan
kepercayaan kreditur sehingga pihak kreditur yakin untuk memberikan pinjaman
akan meyakinkan pemberi pinjaman bahwa perusahaan dapat membayar
utang.Akibatnya pihak yang meminjamkan (lender) akan melonggarkan
batasannya dan menurunkan tingkat bunga utang (Seng dan Su, 2010).Namun
berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mario dan Erly(2015), Resti
Yulistia, dkk (2015) dan Tay (2014) yang berhasil membuktikan bahwa tingkat
leverage perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan
perusahaan untuk melakukan revaluasi aset tetap.
Kapasitas pinjaman perusahaan tidak hanya tergantung pada leverage
tetapi juga pada kemampuan perusahaan untuk membayar utang . Likuiditasdapat
menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka
pendeknya (Sofyan,2015:301). Hasil penelitian Tunggul dan Aria (2015)
menunjukkan bahwa likuiditas berpengaruh signifikan terhadap keputusan
perusahaan melakukan revaluasi aset tetap pada perusahaan yang terdaftar di
Indonesia, Malaysia, Singapura dan Filipina. Asumsinya adalah perusahaan
dengan likuiditas tinggi akan lebih leluasa untuk mengambil kebijakan lain
dikarenakan mereka tidak terbelenggu oleh masalah likuiditas. Hal ini yang
membuat kemungkinan perusahaan yang memiliki likuiditas rendah semakin
besar kemungkinan untuk memilih menggunakan metode revaluasi aset tetap.
Berbeda dengan hasil penelitian Cut Annisa dan Musfiari (2015) dan Tay (2014)
yang belum dapat membuktikan adanya pengaruh likuiditas terhadap keputusan
perusahaan melakukan revaluasi aset tetap.
Intensitas aset tetap dihitung sebagai aset jangka panjang dibagi
bahwa intensitas aset tetap berpengaruh signifikan terhadap keputusan perusahaan
melakukan revaluasi aset tetap pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014. Dari hasil penelitian Tunggul dan Aria
(2015) juga dapat membuktikan bahwa intensitas aset tetap mempunyai hubungan
yang signifikan terhadap pilihan metode revaluasi aset tetap perusahaan.
Argumennya adalah bahwa perusahaan dengan intensitas aset tetap yang tinggi
cenderung akan lebih memprioritaskan metode pencatatan dan pengakuan aset
tetap yang lebih mencerminkan nilai aset yang sesungguhnya. Berbeda dengan
hasil penelitian Tabari dan Adi (2014) yang tidak menemukan adanya pengaruh
intensitas asset tetap terhadap pilihan perusahaan di kroasia dalam melakukan
revaluasi asset. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Resti Yulistia, dkk (2015)
dan Seng dan Su (2010) yang juga tidak berhasil menemukan adanya pengaruh
intensitas aset tetap terhadap pilihan perusahaan melakukan revaluasi asset.
Ukuran perusahaan adalah skala perusahaan yang dilihat dari total
aktiva perusahaan pada akhir tahun (Seftianne, 2011). Hasil penelitian dari
Tunggul dan Aria (2015) berhasil membuktikan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara ukuran perusahaan dan revaluasi aset. Hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian Tabari dan Adi (2014), Tay (2014) dan Seng dan Su
(2007) bahwa ukuran perusahaan berhubungan signifikan terhadap keputusan
manajemen untuk merevaluasi aset tetap.Upward asset revaluation merupakan
cara efektif untuk menurunkan pelaporan laba melalui peningkatan biaya
depresiasi sebagai akibat peningkatan revaluasi aset (Seng dan Su, 2010).
laba perusahaan karena dengan dilakukannya revaluasi aset tetap akan
meningkatkan nilai aset perusahaan, semakin tinggi nilai aset perusahaan maka
akan semakin besar biaya depresiasinya, dengan semakin besar biaya depresiasi
maka akan menurunkan laba perusahaan. Selain biaya depresiasi yang bertambah
dibutuhkan biaya penilaian aset jika perusahaan melakukan revaluasi aset yang
dapat menyebabkan semakin berkurangnya laba perusahaan.Mengurangnya
labaperusahaan diharapkan dapat mengurangi biaya politik perusahaan, hal ini
dikarenakan semakin besar perusahaan akan semakin di awasi dan semakin
menarik perhatian publik dan pemerintah. Dengan laba yang tinggi juga dapat
memikat perhatian dari pihak regulator untuk membuat kebijakan – kebijakan
yang baru. Jika perusahaan besar memiliki laba yang kecil diharapkan akan
mengurangi pengawasan serta perhatian publik dan pemerintah. Diharapkan juga
dengan laba yang kecil tidak akan menarik perhatian para pihak regulator untuk
membuat kebijakan-kebijakan baru. Berbeda dengan hasil penelitian Cut Annisa
dan Musfiari (2016), Mario dan Erly (2015), RestiYulistia, dkk (2014),Serta
Missonier-Piera (2007)yang tidak dapat membuktikan adanya pengaruh ukuran
perusahaan terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan revaluasi aset tetap.
Penelitian ini penting untuk dilakukan karena selain terdapat Research
Gap, Penelitian ini juga memberikan masukan kepada manajer perusahaan
mengenai beberapa faktor apa saja yang perlu diperhatikanketika mereka akan
memilih untuk melakukan revaluasi aset tetap. Diharapkan dengan dipilihnya
metode revaluasi aset tetap dapat membantu dalam mendongkrak perekonomian
sebelumnya, penelitian ini difokuskan pada revaluasi asset yang menimbulkan
kenaikan pada asset tetap perusahaan (upward revaluation) karena akan
menambah nilai asset tetap di laporan posisi keuangan perusahaan. Perusahaan
melakukan upward revaluation untuk menyajikan situasi keuangan yang
menguntungkan dapat menarik minat para investor dan dapat memperkuat
peluang investasi mereka (Iatridis, 2011).
Berdasarkan ketidakkonsistenan hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh peneliti terdahulu, dan terdapatnya Research Gap. maka penelitian ini
bertujuan untuk menguji kembali “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Revaluasi Aset Tetap Pada Perusahaan Sektor Manufaktur Di BEI Tahun 2014-2017”
sebagai judul dalam penelitian ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perumusan masalah
dalampenelitian ini adalah :
1. ApakahLeverage berpengaruh terhadap keputusan perusahaan untuk
melakukan revaluasi aset tetap ?
2. Apakah Likuiditas berpengaruh terhadap keputusan perusahaan untuk
melakukan revaluasi aset tetap ?
3. Apakah Intensitas Aset Tetapberpengaruh terhadap keputusan perusahaan
untuk melakukan revaluasi aset tetap?
4. Apakah Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap keputusan perusahaan
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menguji pengaruh leverage terhadap keputusan perusahaan untuk
melakukan revaluasi aset tetap.
2. Untuk menguji pengaruh likuiditasterhadap keputusan perusahaan untuk
melakukan revaluasi aset tetap.
3. Untuk menguji pengaruh intensitas aset tetap terhadap keputusan
perusahaan untuk melakukan revaluasi aset tetap.
4. Untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan terhadap keputusan
perusahaan untuk melakukan revaluasi aset tetap.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
berbagai pihak, maka manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk mengambil keputusan
investasi pada industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Bagi Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan perihal
variabel-variabel yang perlu diperhatikan dalam upaya untuk memotivasi para
manajer perusahaan agar memilih suatu kebijakan akuntansi yaitu
3. Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai literatur
mengenai revaluasi aset.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan
untukmengembangkan topik penelitian yang sama serta sebagai
pembandingdengan hasil penelitian-penelitian selanjutnya.
5. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu penulis yang
diterima selama di perkuliahan mengenai leverage, likuiditas, intensitas
aset tetap, ukuran perusahaan dan revaluasi aset tetap.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini terbagi menjadi lima bab yang disusun secara
sistematika sebagai berikut.
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dikemukakan mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian yang ingin dicapai, manfaat
penelitian yang akan diperoleh dan sistematika penulisan proposal.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini mencakup penelitian terdahulu, landasan teori, kerangka
pemikiran,dan sebagai akhir dari bab ini disampaikan hipotesis
BAB 3 METODE PENELITIAN
Bab ini mencakup rancangan penelitian, batasan penelitian,
identifikasi variabel, definisi operasional dan pengukuran variabel,
instrumen penelitian, populasi, sampel dan teknik pengambilan
sampel, data dan metode pengumpulan data, dan teknik analisis