• Tidak ada hasil yang ditemukan

Maksud dan Tujuan disusunnya Profil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Maksud dan Tujuan disusunnya Profil"

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

kesehatan, sangat ditentukan oleh kualitas sistem kesehatan dari masing-masing

Kabupaten/Kota, maka guna pencapaian Visi ” MASYARAKAT METRO SEHAT YANG

MANDIRI DAN BERKEADILANdengan misi Dinas Kesehatan:

1. Membangun sistem dan manajemen kesehatan yang terintegrasi, efektif dan efisien. 2. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan peran serta dan

pemberdayaan masyarakat serta kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.

3. Meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang merata, berkualitas, mandiri dan berkeadilan.

4. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat dan lingkungan.

Perlu adanya penataan dan pengembangan sistem informasi kesehatan Kabupaten/Kota sehingga dapat memberikan indikator - indikator derajat kesehatan dengan benar.

Sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang terdiri dari enam subsistem,

salah satunya adalah Sub sistem Manajemen Kesehatan dan informasi kesehatan, dan pada Rencana Strategis Departemen Kesehatan RI 2010- 2014 pada Bab III tentang Arah Kebijakan dan Strategi, pada strategi ke 6 yaitu “Meningkatkan Manajemen Kesehatan yang Akuntabel, transparan, Berdayaguna dan Berhasil guna untuk memantapkan Desentralisai Kesehatan yang Bertanggungjawab”. Untuk itu perlu adanya system informasi kesehatan yang baik untuk menggambarkan kondisi kesehatan yang ada di Kota Metro, salah satunya adalah dengan adanya Profil Kesehatan Kota Metro yang dibuat setiap tahun.

Salah satu keluaran dari penyelenggaraan sistem informasi kesehatan adalah profil

kesehatan yang merupakan salah satu penyajian data informasi kesehatan yang relative lengkap, berisi data/informasi derajat kesehatan, upaya kesehatan, sumberdaya kesehatan,

(2)

Buku Profil Kesehatan Kota Metro tahun 2013 ini, disusun dengan harapan dapat

memberikan gambaran situasi kesehatan Kota Metro secara menyeluruh, baik tentang keadaan umum dan lingkungan, derajat kesehatan maupun sumber daya pembangunan

kesehatan. Buku Profil Kesehatan Kota Metro tahun 2013 ini merupakan penerbitan yang Kesebelas.

Data yang disajikan merupakan hasil kegiatan program kesehatan di Kota Metro

selama tahun 2013, sedangkan untuk jumlah penduduk dipakai dari hasil Proyeksi Sensus Penduduk tahun 2013 (BPS). Cara pengolahan data melalui perhitungan statistik

sederhana dalam bentuk tabel dan disertai dengan sebagian analisa dan pemaparan dari

data yang ada pada tahun 2013 dan tahun-tahun sebelumnya sebagai perbandingan.

1

1

.

.

2

2

Maksud dan Tujuan disusunnya

Profil

Maksud disusunnya Profil Kesehatan Kota Metro 2013 adalah untuk mengetahui kondisi

kesehatan di wilayah Kota Metro dalam mencapai derajat kesehatan Masyarakat yang optimal dan untuk mengetahui potensi, menganalisa permasalahan serta pemecahannya

dalam bentuk narasi, tabel dan gambar untuk program pembangunan kesehatan di Kota

Metro

Tujuan utama diterbitkannya Profil Kesehatan Kota Metro 2013 ini adalah tersedianya

data/informasi yang dapat digunakan untuk merencanakan kegiatan-kegiatan tahunan dan

dalam rangka menyediakan sarana untuk mengevaluasi pencapaian program kesehatan tahun 2013 dalam mencapai visi dan misi kesehatan.

1

1

.

.

3

3

Sistematika Penyajian

Sistematika penyusunan profil kesehatan Kota Metro tahun 2013 adalah sebagaii berikut:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini menyajikan tentang maksud dan tujuan penulisan Profil Kesehatan

(3)

BAB II : Gambaran Umum dan Perilaku Penduduk

Bab ini menyajikan tentang gambaran umum Kota Metro. Selain uraian tentang letak geografis, demografis, pendidikan, ekonomi dan informasi

umum lainnya.

BAB III : Situasi Derajat Kesehatan

Bab ini berisi uraian tentang indikator mengenai angka kematian, angka

kesakitan, dan keadaan status gizi masyarakat.

BAB IV : Situasi Upaya Kesehatan

Bab ini berisi uraian tentang upaya-upaya kesehatan yang telah dilaksanakan

oleh bidang kesehatan selama tahun 2013, yang menggambarkan tingkat

pencapaian program pembangunan kesehatan. Gambaran tentang upaya kesehatan yang disajikan meliputi; cakupan pelayanan kesehatan dasar,

cakupan pelayanan kesehatan rujukan, pemberantasan penyakit menular, pelayanan kefarmasian, jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat dan

pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin, pembinaan kesehatan

lingkungan, dan pelayanan perbaikan gizi masyarakat.

BAB V : Situasi Sumber Daya Kesehatan

Bab ini menguraikan tentang sumber daya yang diperlukan dalam

penyelenggaraan upaya kesehatan, khususnya untuk tahun 2013. Gambaran tentang keadaan sumber daya mencakup tentang keadaan sarana

kesehatan, tenaga kesehatan dan pembiayaan kesehatan.

BAB VI : Kesimpulan

Bab ini beerisi tentang hal-hal penting yang perlu disimak dan ditelaah lebih

lanjut dari profil kesehatan, tentang keberhasilan dan hal-hal yang masih

dianggap kurang dalam rangka penyelenggaraan pembangunan kesehatan

(4)

BAB II

G

G

A

A

M

M

B

B

A

A

R

R

A

A

N

N

U

U

M

M

U

U

M

M

D

D

A

A

N

N

P

P

E

E

R

R

I

I

L

L

A

A

K

K

U

U

P

P

E

E

N

N

D

D

U

U

D

D

U

U

K

K

Kota Metro yang berjarak 45 km dari Kota Bandar Lampung (Ibukota Provinsi Lampung)

meliputi areal daratan seluas 68,74 Km2. Secara geografis Kota Metro terletak pada 5°6‟

-5°8‟ LS dan 105°17‟-105°19‟ BT dengan batas wilayah sebagai berikut :

A. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung

Tengah dan Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.

B. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Metro Kibang Kabupaten Lampung Timur dan Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

C. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pekalongan dan Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur.

D. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung

Tengah.

Gambar 1

Peta Wilayah Kota Metro

(5)

Berdasarkan karakteristik topografi, Kota Metro merupakan wilayah yang relatif datar

diperkirakan mencapai 149.697 jiwa. Dan menurut hasil proyeksi penduduk Kota Metro

tahun 2013 yaitu 154.045 jiwa. Kepadatan penduduk Kota Metro sebesar 2,241 Jiwa/Km2

dengan jumlah rumah tangga 39.436 KK. Tingkat kepadatan tertinggi berada di Kecamatan

Metro Pusat 4172,67 Jiwa/Km2, sedangkan kepadatan terendah adalah di Kecamatan Metro

(6)

Tabel 2

Berdasarkan hasil Proyeksi Sensus Penduduk tahun 2013 dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan penduduk Kota Metro sebesar 0,99%. Apabila melihat Rasio Jenis Kelamin,

jumlah penduduk laki-laki 76.307 jiwa (49,5 %) lebih banyak dari jumlah penduduk wanita

yang berjumlah 77.738 jiwa (50,5 %).

Rincian penduduk Kota Metro berdasarkan kelompok umur dapat digambarkan melalui

piramida penduduk sebagai berikut :

Gambar 2

Piramida Penduduk Kota Metro Tahun 2013

(7)

Komposisi penduduk Kota Metro menurut kelompok umur menunjukkan bahwa

penduduk yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar 26,9 % Penduduk berusia produktif (15-64 tahun), sekitar 69,41 % dan penduduk pada usia tua (lebih dari

64 tahun) sebanyak 4,5 % Dengan demikian maka angka Angka Beban Tanggungan (Dependency Ratio) penduduk Kota Metro pada tahun 2013 sebesar

46%, artinya setiap 100 jiwa penduduk produktif menanggung beban 46 jiwa

penduduk tidak produktif. Ratio beban tanggungan penduduk Kota Metro

termasuk klasifikasi rendah (<50%).

2

2

.

.

2

2

Keadaan Ekonomi

Untuk mengukur kualitas dan kesejahteraan penduduk dapat digunakan

ukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development

Index (HDI). Lembaga UNDP tahun 1997 menyebutkan bahwa IPM merupakan nilai rata-rata dari tiga komponen indeks yaitu Indeks kelangsungan hidup,

indeks pengetahuan, dan indeks daya beli. Berdasarkan hasil perhitungan BPS,

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Metro sejak tahun 2005 nilai IPM Kota Metro merupakan tertinggi di antara kabupaten/Kota lainnya di Provinsi

Lampung .Pencapaian nilai IPM Kota Metro, yang diperbandingkan antara

Kabupaten/Kota lain serta perbandingan antar waktu, menunjukan bahwa

proses pembangunan yang dilaksanakan di Kota Metro terus dilaksanakan

dengan berlandaskan pada titik pijak konsep pembangunan manusia seutuhnya,

yang merupakan konsep yang menghendaki peningkatan kualitas hidup

penduduk baik secara fisik, mental, maupun spritual seiring dengan pertumbuhan

(8)

Gambar 3

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Metro Tahun Tahun 2008-2013

(9)

BAB III

S

S

I

I

T

T

U

U

A

A

S

S

I

I

D

D

E

E

R

R

A

A

J

J

A

A

T

T

K

K

E

E

S

S

E

E

H

H

A

A

T

T

A

A

N

N

Gambaran mengenai derajat kesehatan mencakup indikator umur harapan hidup waktu lahir (UHH), mortalitas berisi indikator-indikator angka kematian ibu &

angka kematian bayi, morbiditas berisi indikator-indikator mengenai penyakit

infeksi, penyakit non infeksi dan penyakit potensial. Sedangkan status gizi dilihat dari indikator berat badan lahir rendah (BBLR) dan status gizi balita.

Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi

pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk dari suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan masyarakat melalui Puskesmas,

meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan

kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan

yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, yang

pada gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya.

Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah

dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu

daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program

sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori

termasuk program pemberantasan kemiskinan.

Estimasi umur harapan hidup waktu lahir untuk penduduk Indonesia berdasarkan

BPS tahun 2008 sebesar 67,7. Sedangkan untuk Umur Harapan Hidup (UHH) Kota Metro yaitu 72,89 tahun (BPS-2012)). Dengan demikian UHH penduduk

Kota Metro telah melampaui estimasi UHH provinsi Lampung (4,52) dan

(10)

3

3

.

.

1

1

Mortalitas

Kematian merupakan akumulasi akhir dari berbagai penyakit penyebab kematian. Angka

Kematian secara umum berkaitan erat dengan Angka Kesakitan dan Status Gizi. Indikator untuk menilai keberhasilan program pembangunan Kesehatan juga dapat dilihat dari

perkembangan Angka Kematian. Gambaran kejadian kematian di Kota Metro dalam

rentang waktu 3 sampai 5 tahun terakhir dijelaskan dalam uraian di bawah ini:

1.

Angka Kematian Bayi (AKB)

Angka kematian bayi (AKB) atau Infant Mortalitiy Rate (IMR) merupakan salah satu

indikator penting yang sangat sensitif untuk mengetahui permasalahan kesehatan yang berkaitan dengan penyebab kematian dan tingkat keberhasilan program

kesehatan. kelahiran hidup. Angka kematian Bayi (AKB) adalah proporsi yang

meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. AKB merupakan indicator yang biasanya digunakan

untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat> Oleh karena itu banyak upaya kesehatan yang dilakukan dalam rangka menurunkan AKB

Dalam hal kematian, Indonesia mempunyai komitmen untuk mencapai sasaran

Millenium Development Goals (MDG) untuk menurunkan Angka Kematian Anak

sebesar dua per tiga dari angka di tahun 1990 atau menjadi 20 per 1000 kelahiran

bayi pada tahun 2015, Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosiall ekonomi masyarakat dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian

Bayi untuk pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen

yang berhubungan dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi

angka kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus.

Berdasarkan laporan dari Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kota Metro, pada tahun 2013 terdapat kematian bayi 12 bayi dari 3.365 kelahiran hidup

(11)

(diperkirakan 8,3 per 1000 kelahiran hidup) sedangkan pada tahun 2011 terdapat

kematian bayi sebanyak 26 orang dari 3.239 kelahiran hidup, pada tahun 2010 terdapat kematian bayi sebanyak 31 orang dari 3039 kelahiran hidup ( diperkirakan

10,2 per 1000 kelahiran hidup),Adapun kasus kematian bayi pada tahun 2009 sebanyak 29 orang dari 2.999 kelahiran hidup (diperkirakan 9,7 per 1000 kelahiran

hidup). Kecenderungan angka kematian bayi di Kota Metro selama 5 tahun terakhir

tergambar seperti pada gambar berikut:

Gambar 4

Perkiraan Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup Kota Metro tahun 2009-2013

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kota Metro

Penyebab kematian yang terjadi pada tahun 2013 yaitu BBLR, asfeksia, Pneumonia,

dan penyebab lainnya pada neonatus sedangkan pada bayi disebabkan karena

jantung bawaan, aspirasi, atresiaani.

Target Mdgs 2015 Angka kematian Bayi 20 per 1000 kelahiran hidup. Dari grafik dii atas AKB di Kota Metro sudah mencapai target Mdgs, namun angka tersebut tidak

mutlak menjadi patokan evaluasi karena AKB seharusnya didapatkan melalui survey.

Adapun proporsi penyebab Kematian bayi selama tahun 2012 seperti tampak pada

(12)

Gambar 5

Prosentase Penyebab Kematian Bayi Kota Metro tahun 2013

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kota Metro

Asfeksia merupakan penyebab terbesar kasus kematian bayi di Kota Metro (51%)..

Asfiksia ( kesulitan bernafas sesaat setelah lahir. Menurut NICEF, Kejadian Asfiksia

bisa dicegah dengan meningkatkan kualitas proses persalinan dan perawatan terhadap bayi baru lahir. Petugas Kesehatan (terutama bidan) dituntut untuk bisa

mendeteksi asfiksia dan dapat melakukan resusitasi terhadap bayi baru lahir apabila terjadi asfiksia (UNICEF REPORT, 2009). Urutan kedua adalah BBLR (42%) .Menurut

WHO, kejadian BBLR terkait erat dengan kekurangan gizi ataupun kejadian sakit ada

saat kehamilan. Untuk mencegah terjadinya BBLR, identifikasi dini terhadap ibu hamil KEK (kurang energi kalori) kemudian diikuti dengan pemberian suplemen gizi kepada

bu pada masa kehamilan mutlak dilakukan (Bang, Abhay et al, 2009).Sedangkan (8

%) pada penyebab lain,jantung bawaa, aspirasi, atresiaani. Penyebab kematian bayi < 1 tahun adalah penyakit infeksi dan penyebab lain .Dari penyebab kematian bayi di

atas, dapat disimpulkan bahwa upaya menurunkan angka kematian bayi (AKB) perlu difokuskan pada kegiatan pemeriksaan neonatus pada saat bayi baru lahir, terutama

bayi Aspeksia dan BBLR.

(13)

Gambar 6

Proporsi Kematian Bayi Berdasarkan Umur Kota Metro tahun 2013

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kota Metro

Kematian bayi di Kota Metro umumnya terjadi pada masa neonatal (0-28 hari). Hampir

75 % dari seluruh angka kematian bayi di Kota Metro terjadi pada masa neonatal. sedangkan 25 % pada umur 1 bl – 1th.

Kemampuan tenaga kesehatan dan adanya fasilitas dalam hal perawatan neonatal

esensial adalah suatu keharusan dalam upaya penurunan angka kematian bayi

(AKB). Kemampuan dan fasilitas tersebut meliputi persalinan yang bersih dan aman, stabilitas suhu, inisiasi pernapasan spontan, inisiasi menyusui ASI dini, dan

pencegahan infeksi serta pemberian imunisasi.

2.

Angka Kematian Balita (AKABA)

Angka Kematian Balita (1-<5 tahun) menggambarkan peluang untuk meninggal pada fase antara umur 1 tahun dan sebelum umur 5 tahun. AKABA menggambarkan

tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak balita seperti gizi, sanitasi penyakit infeksi dan

kecelakaan.Hasil SDKI 2007 menunjukan bahwa angka kematian balita 55 per 1000

kelahiran hidup Berdasarkan laporan dari Puskesmas pada tahun 2013, di Kota Metro kematiananak balita 2 kasus dari 3.365 kelahiran hidup(diperkirakan 0,6 per 1000

kelahiran hidup). Hasil ini tidak bisa dibandingkan dengan target Nasional AKABA

sebesar 23 per 1000 KH karena data di atas belum menggambarkan AKABA sebenarnya. Kematian balita yang dimaksud yaitu kematian pada masa > 1 tahun

(14)

3.

Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI)

Kematian Ibu adalah kematian yang terjadi pada ibu karena peristiwa kehamilan,

persalinan, dan masa nifas. Angka kematian ibu merupakan cermin status kesehatan

masyarakat terutama kesehatan wanita. Angka kematian ibu dapat menggambarkan status gizi, keterjangkauan dan mutu pelayanan kesehatan, serta menunjukkan

rendahnya keadaan sosial ekonomi.

Jumlah kasus kematian ibu melahirkan di Kota Metro pada tahun kelahiran hidup,

tahun 2009 kasus kematian ibu meningkat menjadi 5 orang dari 2.999 kelahiran hidup.Dan pada tahun 2010 menurun menjadi 4 orang dari 3.039 kelahiran hidup,

pada tahun 2011 menjadi 5 dari 3.239 kelahiran hidup dan tahun 2012 ada 5 kematian

dari 3.251 kelahiran hidup, dan pada tahun 2013 terdapat 5 kematian ibu dari 3.365 kelahiran hidup. Adapun gambaran kasus kematian ibu dalam beberapa tahun

terakhir terlihat pada gambar berikut:

Gambar 7

Kasus Kematian Ibu Kota Metro tahun 2009-2013

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kota Metro

Sangat sulit menganalis kecenderungan kasus kematian ibu di Kota Metro karena

kejadian kematian ibu berfluktuatif. Namun dari grafik di atas dapat diketahui bahwa

(15)

secara riil di Kota Metro tidak bisa diperoleh karena Angka Kematian Ibu (AKI) didisain

untuk tingkat nasional melalui kegiatan survey, namun sebagai bahan evaluasi Angka Kematian Ibu (AKI) di Kota Metro diperkirakan sebesar 148 kematian per 100.000

kelahiran hidup. Adapun perkiraan Angka Kematian Ibu di Kota Metro tergambar di bawah ini:

Gambar 8

Perkiraan Angka Kematian Ibu Kota Metro tahun 2009-2013

Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kota Metro

Penyebab kematian ibu di Kota Metro disebabkan oleh pendarahan sebanyak 2 kasus, gangguan sistem peredaran darah(penyakit jantung) 2 kasus dan 1 kasus

karena lain-lain(carsinoma payudara).

Kasus kematian ibu akibat perdarahan karena kurangnya pengetahuan petugas

dalam penanganan kegawatdaruratan maternal, kurangnya kepedulian keluarga dan

masyarakat terhadap ibu hamil dengan merasa kehamilan merupakan hal yang biasa bagi wanita, status kesehatan ibu kurang baik, terlambat mendapatkan pelayanan di

tempat rujukan seta belum maksimalnya pelayanan untuk Puskesmas PONED dan RS mampu PONEK. Sedangkan penyebab kematian lainnya merupakan penyakit

(16)

Peningkatan keterampilan tenaga persalinan, peningkatan manajemen PONED

dan PONEK, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas kesehatan adalah cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu di Kota Metro. Dan

kasus lainnya di

Sekitar 80-90% kematian dapat dicegah dengan teknologi sederhana yang

tersedia tingkat Puskesmas dan jaringannya, untuk itu perlu

peningkatan pengetahuan SDM dalam menggunakan tehnologi yang ada serta pengetahuan masyarakat terutama bumil tentang pelayanan kesehatan

yang ada.

3

3

.

.

2

2

Morbiditas

Morbiditas/ Angka kesakitan dapat diartikan sebagai keadaan sakit yaitu adanya penyimpangan dari keadaan kesehatan yang normal (BKKBN, 2009). Angka kesakitan

mencerminkan situasi derajat kesehatan masyarakat di suatu wilayah dan berkaitan erat dengan kejadian kematian. Pada bagian ini akan disajikan gambaran kejadian penyakit

yang dapat menjelaskan keadaan derajat kesehatan masyarakat Kota Metro sepanjang

tahun 2012.

1. Sepuluh Besar Penyakit di Puskesmas

Meningkatnya umur harapan hidup dan perubahan struktur umur penduduk

ke arah usia tua menyebabkan terjadinya transisi epidemiologis, yang ditandai dengan masih tingginya penyakit infeksi dan meningkatnya penyakit non

infeksi. Penyakit infeksi akut lainnya pada saluran pernafasan bagian atas

tetap menduduki peringkat pertama pada pola penyakit rawat jalan di puskesmas.

Gambaran sepuluh besar penyakit pada pasien rawat jalan di puskesmas pada tahun

(17)

Tabel 3

jalan di puskesmas didominasi oleh penyakit Infeksi. Penyakit infeksi akut lainnya merupakan penyakit yang menempati urutan teratas pada 10 penyakit terbanyak yang

diderita oleh pasien rawat jalan puskesmas dengan prosentase sebanyak 26.25 %.

Meskipun penyakit infeksi masih mendominasi, namun penyakit non-infeksi juga perlu diperhatikan mengingat penyakit tekanan darah tinggi yang berhubungan dengan

faktor perilaku menempati urutan 4 terbesar pasien rawat jalan puskesmas. Karena besarnya kematian ISPA ini, ISPA Pneumonia disebut sebagai Pandemi

(18)

terhadap penyakit ini, sehingga Pneumonia disebut juga pembunuh Balita yang

terlupakan atau The Forgotten Killer of Children (Unicef/WHO,2006).Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia, dan merupakan 30

% dari seluruh kematian yang ada.Di Negara Berkembang 60 % kasus Pneumonia disebabkan oleh Bakteri, sementara di Negara maju umumnya

disebabkan Virus.

Pneumonia masih menjadi penyebab kematian bayi dan balita di Indonesia.

kematian balita akibat pneumonia pada akhir tahun 2000 di Indonesia

diperkirakan sekitar 4,9/1000 balita. (Depkes, 2004). Adapun angka kesakitan diperkirakan mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak balita setiap tahunnya.

Pneumonia juga sering berada dalam daftar 10 penyakit terbanyak baik di

puskesmas maupun rumah sakit.Sebanyak 40 – 60 % kunjungan berobat di

Puskesmas dan 15 – 30 % kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat

inap di Rumah Sakit disebabkan oleh ISPA.Episode penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali per tahun. Berdasarkan

laporan Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit, temuan kasus

Pneumonia pada balita selama periode waktu 2009 – 2013 terjadi penurunan

yang signifikan pada tahun 2010 dan meningkat sampai tahun 2013, seperti

tergambar dalam grafik sebagai berikut:

Gambar 9

Kasus Pneumonia pada Balita Kota Metro tahun 2009-2013

(19)

Pada tahun 2013 penderita pneumonia balita yang ditemukan sebanyak 138

penderita, namun penemuan kasus pneumonia pada balita di Kota Metro masih jauh dari target yang diharapkan sebanyak 1.811 penderita (10% dari jumlah

balita). Hal tersebut dapat disebabkan karena tenaga kesehatan yang telah dilatih MTBS tidak melakukan Desinfo kepada petugas lain di Puskesmas dalam rangka

penjaringan kasus ISPA pneumonia di Puskesmas.

Upaya pengendalian penyakit ISPA Pneumonia difokuskan pada upaya penemuan kasus secara dini dan tata laksana kasus yang cepat dan tepat melalui

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

Jumlah populasi balita untuk Program P2 ISPA Kota Metro tahun 2013 sebanyak

18.116 jiwa. Sasaran penemuan penderita Pneumonia balita Kota Metro tahun

2013 adalah 1.812 kasus (10% dari jumlah balita). Target penemuan penderita pneumonia balita sebesar 76% dari jumlah sasaran (13.768 kasus). Adapun

Realisasi temuan penderita pneumonia pada balita tahun 2013 adalah sebanyak 138 kasus, yang artinya realisasi penemuan dan penanganan penderita

pneumonia hanya sebesar 7,62 % dari jumlah sasaran. Cakupan penemuan

penderita pneumonia pada balita paling banyak terdapat di Puskesmas Metro sebesar 16,99 % dan terendah di Puskesmas Ganjar Agung sebesar 0%.

Realisasi penemuan penderita pneumonia pada balita per-puskesmas dapat dilihat dari grafik sebagai berikut:

Gambar 10

Cakupan Penemuan Penderita Pneumonia Balita Menurut Puskesmas Kota Metro Tahun 2013

(20)

Secara umum realisasi penemuan penderita pneumonia pada balita di Kota

Metro masih jauh dari target. Di Tingkat nasional cakupan penemuan

penderita juga rendah yaitu sekitar 25–35% (Ditjen PP&PL, 2007). Tidak semua

tenaga kesehatan yang telah dilatih MTBS melaksanakan pemeriksaan terhadap balita sakit yang datang berobat ke puskesmas sehingga ada kemungkinan

kasus Pneumonia.

b. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui

Nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus ini berpotensi

menimbulkan kepanikan karena penyebarannya yang cepat dan

beresiko kematian. Kota Metro merupakan daerah endemis DHF atau

Demam Berdarah (DBD). Setiap tahun jumlah kasus selalu tinggi dimana Incidence rate Pada tahun 2009 kasus DBD di Kota Metro

dengan jumlah penderita sebanyak 118 orang dan pada tahun 2010

sebanyak 117 orang dan terjadi penurunan yang sangat tajam pada tahun 2011 sebanyak 26 kasus, tetapi pada tahun 2012 terjadi peningkatan

yang sangat tinggi yaitu 390 kasus dan meningkat lagi pada tahun 2013 dengan 470 kasus. Adapun Incidence Rate ( IR ) DBD pada tahun

2009 adalah 86 per 100.000 penduduk dan tahun 2010 adalah 83,06

per 100.000 penduduk, tahun 2011 menurun menjadi 17,68 per

100.000 penduduk dan tahun 2012 meningkat menjadi 260,5 per

100.000 penduduk, dan meningkat lagi tahun 2013 menjadi 305 per

100.000 penduduk. Perkembangan jumlah kasus DBD di Kota Metro

(21)

Gambar 11

Incidence Rate DBD per 100.000 penduduk & Case Fatality Rate DBD Kota Metro tahun 2009-2013

Sumber: Seksi Pencegahan & Pemberantasan Penyakit

Incidence rate DBD dan case fatality rate (CFR) tahun 2013 meningkat. Case fatality Rate (CFR) menunjukkan keganasan suatu penyakit juga untuk menilai

kualitas penanganan yang dilakukan (Roestam, A UI 2009). Pada tahun-tahun

sebelumnya CFR akibat penyakit DBD di Kota Metro selalu di bawah target nasional yaitu <2,5%. Namun pada tahun 2009 angka CFR di atas target nasional

sebesar 3,4% dan terjadi peningkatan lagi pada tahun 2010 yaitu 9,1 % dan menurun 0% pada tahun 2011 dan meningkat 9,9 % pada tahun 2012 dan tahun

2013 menurun sebesar 2.2%. Hal ini perlu penanganan yang intensif dalam

penanggulangan penyakit DBD ini, perlu penggerakan masyarakat untuk rutin melakukan PSN DBD melakukan 3M plus yang bisa dilaksanakan dengan

mengoptimalkan pokjanal DBD

Jumlah kelurahan yang terkena DBD selama tahun 2009-2013 cenderung mengalami penurunan tahun 2009 sampai 2010. penyakit DBD tersebar di 22

kelurahan dari 5 kecamatan yang ada di Kota Metro. Pada tahun 2013, kecamatan yang mempunyai kasus DBD terbanyak adalah Kecamatan Metro

pusat dengan 143 kasus, dan kecamatan dengan jumlah kasus terkecil adalah

(22)

Gambar 12

Distribusi Kasus DBD Kota Metro per Kecamatan Tahun 2013

Sumber: Seksi Pencegahan & Pemberantasan Penyakit

Banyak faktor yang menyebabkan semakin tingginya jumlah penderita DBD

antara lain karena kepadatan rumah, mobilitas penduduk, kesadaran masyarakat

untuk melakukan PSN DBD, pokjanal DBD di tingkat Kota dan kecamatan tidak berjalan maksimal. Dengan demikian perlu kerjasama antara berbagai elemen

baik masyarakat, pemerintah maupun swasta untuk melakukan upaya agar

jumlah kasus DBD di Kota Metro dapat ditekan.

Trend terjadinya penyakit DBD naik turun, untuk itu perlu adanya kewaspadaan

dini pada saat terjadi perubahan musim dari musim panas ke musim hujan, baik

pada pemerintah daerah khususnya dinas kesehatan melalui jaringannya yaitu Puskesmas dan poskeskel serta masyarakat itu sendiri.

Jumlah kasus penyakit DBD cenderung meningkat tajam dalam 5 tahun

terakhir. Diperlukan penanganan yang efektif untuk mencegah dan

memberantas penyakit DBD. Upaya pemberantasan DBD di Kota Metro

antara lain dilakukan dengan pembentukan tim pokjanal DBD tingkat kota dan tingkat kecamatan, fogging fokus, dan pemberantasan sarang nyamuk

(PSN) DBD.

(23)

menabur larvasida, penyebaran ikan pada tempat penampungan air serta

kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat mencegah/memberantas nyamuk Aedes berkembang biak.

Angka Bebas Jentik (ABJ) merupakan tolok ukur tingkat partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD. Oleh karena itu pendekatan pemberantasan DBD yang

berwawasan kepedulian masyarakat merupakan salah satu alternatif pendekatan

baru. Surveilans vektor dilakukan melalui kegiatan pemantauan jentik oleh petugas kesehatan maupun juru/kader pemantau jentik (Jumantik/Kamantik).

Pengembangan sistem surveilans vektor secara berkala perlu terus dilakukan

terutama dalam kaitannya dengan perubahan iklim dan pola penyebaran kasus. Penemuan penderita secara dini dengan penegakan diagnosa yang tepat juga

harus dilakukan untuk memastikan penanganan penderita sehingga dapat

menekan angka kematian akibat penyakit DBD.

Untuk mengatasi masalah TB di Indonesia, pemerintah telah melaksanakan

program penanggulangan penyakit TB dengan strategi DOTS (directly observe

treatment shortcource) atau pengobatan TB Paru dengan pengawasan langsung

oleh PMO (Pengawas Minum Obat). Kegiatan ini meliputi upaya penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak di sarana pelayanan kesehatan yang

(24)

Strategi program P2 TB Paru di Kota Metro juga mengacu kepada strategi DOTS

yang mencakup ; upaya penemuan dan pengobatan penderita TB Paru BTA+ minimal 80% yang di ikuti angka konversi sebesar 80% serta angka kesembuhan

minimal 85% yang dilakukan melalui unit pelayanan puskesmas dan unit pelayanan kesehatan lainnya. Pelaksanaan program penanggulangan TB Paru di

Kota Metro dilakukan pada 1 puskesmas rujukan mikroskopis (PRM), dan 4

puskesmas pelaksana mandiri (PPM) dan 6 puskesmas satelit.

Cakupan penemuan penderita baru (CDR) TB BTA+ menunjukkan

kecenderungan naik turun yaitu dari 44,09 % pada tahun 2009 dan meningkat

pada tahun 2013 menjadi 41,09 %. Namun pencapaian ini masih di bawah target nasional sebesar 85% tahun 2013. Namun peningkatan cakupan penemuan

penderita baru TB BTA+ tidak diikuti dengan keberhasilan pengobatan. Angka

keberhasilan pengobatan adalah angka yang menunjukkan presentase pasien TB BTA+ yang menyelesaikan pengobatan. Angka kesembuhan penyakit TB Paru

dengan BTA+ (cure rate) tahun 2011 sebesar 76,19 %, meningkat menjadi 76,63

% pada tahun 2012 dan terjadi penurunan tahun 2013 menjadi 82,61 %. Angka

keberhasilan pengobatan TB BTA+ di Kota Metro hampir mencapai target

nasional sebesar 85%. Perkembangan cakupan penemuan penderita baru (CDR) dan angka kesembuhan (CR) TB BTA + selama tahun 2009-2013tergambar

dalam grafik berikut.

Gambar 13

Cakupan Case Detection Rate (CDR) dan Cure Rate (CR) TB BTA + Kota Metro Tahun 2009-2013

(25)

Dari data di atas harus diwaspadai karena angka angka tersebut masih

belum memenuhi target nasional artinya dari kasus TB yang ditemukan

dan diobati telah dilakukan manajemen kasus dengan baik tetapi

perlu diupayakan lebih maksimal dalam rangka peningkatan mutu

pelayanan pengobatan penderita TB. Dalam rangka

menyukseskan pelaksanaanaan penanggulangan TBC, prioritas

ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, penggunaan obat yang rasional dan paduan obat yang sesuai dengan strategi DOTS.

Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB

dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di negara

berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit

yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita

TB berada di negara-negara berkembang Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Kematian wanita

karena TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan serta

nifas (WHO).

Angka kasus baru TB paru selama tahun 2009 - 2013 cenderung

mengalami peningkatan. CNR sebesar 215,44 per 100.000 penduduk pada tahun 2009. Dan pada tahun 2010 menjadi 121,34 per 100.000

penduduk. Sedangkan pada tahun 2011 terjadi peningkatan dalam

temuan kasus mencapai 134,98 per 100.000 penduduk, dan pada tahun 2012 terjadi peningkatan kasus yaitu 151,64 per 100.000 penduduk dan

(26)

Gambar 14

CNR TB Paru (per 100.000 penduduk) Kota Metro Tahun 2009-2013

Sumber: Seksi Pencegahan & Pemberantasan Penyakit

Grafik diatas menggambarkan bahwa secara umum ada penurunan dan

peningkatan jumlah kasus selama periode tahun 2009-2013. Pada tahun 2013

terjadi peningkatan penemuan kasus baru TB Paru. Hal ini dapat dapat dikarenakan adanya kerjasama yang intensif baik pada program maupun lintas

sektor serta ada kerjasama antara kader AISIYAH dan Dinas Kesehatan dalam rangka pelaksanaan kegiatan program P2TB, melatih kader komunitas sebanyak

58 orang yang bertugas penyuluhan program TB dan penjaringan suspek,

dibentuknya Tim Gerdunas TB Kota Metro yang melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama dan dilaksanakan pertemuan rutin dalam rangka evaluasi peran Tim

Gerdunas TB dalam kegiatan program P2TB serta adanya kelompok masyarakat

yang mendukung program TB.

d. Penyakit Diare

Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami buang air besar yang sering dan masih memiliki kandungan air berlebihan. Di Dunia ke-3, diare

(27)

Hingga saat ini penyakit Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

di Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan meningkatkan angka kesakitan diare tahun ke tahun. Hasil survey Subdit Diare angka kesakitan diare semua umur

tahun 2009 adalah 411/1000 penduduk. Secara proporsional Diare pada golongan balita adalah 55%. Kematian Diare pada balita 75,3 per 100.000 balita

dan semua umur adalah 23,2 per 100.000 semua umur (Hasil SKRT 2001). Pada

tahun 2007 Angka Kesakitan Diare di Indonesia adalah 423 per 1000 penduduk (Ditjen PP&PL, 2007).

Diare banyak disebabkan oleh pemakaian air yang tidak bersih dan sehat, pengolahan dan penyiapan makanan yang tidak higienis dan ketiadaan jamban

sehat tahun 2010 yaitu 29,2 per 1000 penduduk dan tahun 2011 meningkat

menjadi 33.03 per 1000 penduduk, dan tahun 2012 menurun menjadi 22,9 per 1000 penduduk dan terjadi peningkatan yang signifikan pada tahun 2013 yaitu

20,60 per 1000 penduduk.. Grafik perkembangan Angka Kesakitan Diare Balita di Kota Metro terlihat pada gambar berikut:

Gambar 15

Angka Kesakitan Diare Balita per 1000 penduduk Kota Metro Tahun 2010-2013

(28)

Terjadi peningkatan incidence Diare tahun 2013, 20,60 % kasus yang tertangani

dari jumlah perkiraan kasus yang ada yaitu 3.297 kasus

Terjadi peningkatan kasus diare tahun 2013 tidak diiringi dengan penggunaan oralit sesuai dengan tatalaksana penderita diare yang standar, hal ini disebabkan

pengetahuan masyarakat yang masih kurang tentang tatalaksana penderita diare,

untuk itu perlu ada kewaspadaan dini dan surveilan yang ketat dan terkoordinasi baik melalui lintas program maupun lintas sektor, mengembangkan dan

menyebarluaskan pedoman program tatalaksana penderita diare, maupun

meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam pengelolaan program.

e. Acute Flaccid Paralysis (AFP)

Dalam upaya untuk membebaskan Indonesia dari penyakit polio, pemerintah

melaksanakan program Eradikasi polio (ERAPO) yang terdiri dari pemberian imunisasi polio secara rutin, pemberian imunisasi massal pada anak Balita

melalui PIN (Pekan Imunisasi Polio) dan surveilans AFP (Acute Flaccid

Paralysis). Surveilans AFP bertujuan untuk memantau adanya penyebaran virus polio liar disuatu wilayah, sehingga upaya-upaya pemberantasannya menjadi

terfokus dan efisien. Sasaran utama surveilans AFP adalah kelompok yang rentan terhadap penyakit poliomielitis, yaitu anak berusia <15 tahun. Pengamatan

difokuskan pada kasus poliomyelitis yang mudah diidentifikasikan, yaitu penyakit

poliomyelitis paralitik (menimbulkan kelumpuhan) yang terjadi secara akut dan sifatnya flaccid (layuh).

Penemuan kasus AFP merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk

mendapatkan indikator Non polio AFP rate sama atau lebih dari 1 pada anak berusia kurang dari 15 tahun yang dilaporkan baik puskesmas/ masyarakat

maupun rumah sakit. Untuk mencapai non polio AFP rate ≥ 1 di Kota Metro maka

harus ditemukan minimal 1 kasus lumpuh layuh.

Tahun 2013 ditemukan 1 kasus AFP (AFP rate 2,41 per 100.000 anak < 15

tahun) di wilayah Mulyojati ,2011 ditemukan 1 kasus AFP.dan tahun 2010 tidak

ditemukan kasus, sedangkan tahun 2009 ditemukan 1 kasus lumpuh layuh di

(29)

perkembangan Angka Kesakitan AFP di Kota Metro terlihat pada gambar

berikut:

Gambar 16

Acute Flaccid Paralysis (AFP) rate per 100.000 Penduduk <15 tahun Kota Metro Tahun 2009-2013

Sumber: Seksi Surveylans & Penanggulangan KLB Dinkes Kota Metro

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa penemuan kasus AFP di Kota Metro

dari tahun ke tahun selalu berada di atas target nasional yaitu ≥ 1 per 100.000

penduduk<15 tahun dan pada tahun 2010 tidak ditemukan kasus, dan tahun 2011 terdapat 1 kasus (> 1 per 100.000 penduduk < 15 Tahun)dan tahun 2012

terdapat 1 kasus dan tahun 2013 juga terdapat 1 kasus (>1 per 100.000

penduduk <15 tahun). Dari setiap kasus AFP yang ditemukan selalu dilakukan pemeriksaan spesimen tinja untuk mengetahui ada tidaknya virus polio liar. Dari

hasil pemeriksaan selama tahun 2009-2013 tidak ditemukan adanya infeksi virus

polio liar pada kasus AFP yang ditemukan.

f. Penyakit Campak

Penyakit campak merupakan penyakit menular yang berpotensi menjadi KLB. Penyakit ini menempati urutan ke-5 penyebab kematian pada bayi. Penyakit

Campak yang juga disebut measles adalah penyakit yang sangat menular dan akut serta menyerang hampir semua anak kecil. Program reduksi campak global

(30)

insidens campak 90 % dan penurunan mortalitas campak 95% dari sebelum

program imunisasi di mulai.

Kasus campak di Kota Metro mengalami penurunan selama periode tahun tahun 2009 kasus campak meningkat menjadi 156 kasus atau 9,6 per 1000 balita pada

tahun 2009, dan pada tahun 2010 ada 65 kasus atau 4,7 per 1000 balita, dan

tahun 2011 ada 53 kasus atau 3,06 per 1000 balita dan pada tahun 2012 meningkat tajam yaitu ada 163 kasus atau 9,4 per 1000 balita dan menurun

tahun 2013 terdapat 121 kasus atau 6,7 per 1000 balita seperti terlihat pada

gambar berikut:

Gambar 17

Angka kesakitan Campak per 1000 Balita Kota Metro Tahun 2009-2013

Sumber: Seksi Pencegahan & Pemberantasan Penyakit

Dari hasil laporan surveilans bahwa kasus campak melebihi Nilai ambang Batas (NAB) atau mengalami peningkatan kasus campak pada bulan Mei, Agustus 2013

dan menurun kembali pada bulan Desember. Prosentase kasus klinis

campak yang dilakukan pengambilan sampel/serum menurut wilayah Puskesmas dengan program CBMS (Case Based Measles Surveillance) secara keseluruhan

(31)

Strategi pengendalian penyakit campak dilakukan dengan imunisasi dengan

target nasional sebesar >95%, karena campak merupakan penyakit dengan potensi menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa). Ada korelasi positif antara

kenaikan kejadian campak di Kota Metro dengan penurunan cakupan imunisasi campak. Cakupan imunisasi campak di Kota Metro menunjukkan kecenderungan

menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 cakupannya 83,5% dan pada

tahun 2010 menurun menjadi 74,1 %, tahun 2011 meningkat menjadi 77,2 % dan menurun drastis di tahun 2012 menjadi 53,5 %,dan tahun 2013 meningkat

menjadi 97,8 % di atas target nasional sebesar > 80 %.

Gambar 18

Cakupan Imunisasi Campak Kota Metro Tahun 2009-2013

Sumber: Seksi Pencegahan & Pemberantasan Penyakit

Gambar 19

Cakupan Imunisasi Campak Berdasarkan Puskesmas Kota Metro Tahun 2013

(32)

g. Penyakit Kusta

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di Propinsi Lampung, baik dari aspek medis maupun aspek

sosial. Indikator program penanggulangan penyakit kusta, berdasar satandar pelayanan minimal (SPM) adalah angka kesembuhan (Release from

treatment/RFT) serta angka kesekitan (Angka Prevalensi) per 10.000 penduduk.

Penemuan penderita baru (case finding) penyakit Kusta di Kota Metro selama ini

dilaksanakan secara pasif yaitu hanya dari penderita yang berobat ke puskesmas. Tahun 2011 ditemukan 1 kasus penyakit kusta di wilayah kecamatan

Metro Pusat pada kelurahan Metro dan tahun 2012 tidak ada temuan kasus baru,

penderita kusta yang ada adalah kasus lama yaitu yang ditemukan tahun 2011. Tahun 2013 terdapat 1 kasus baru.

Hal ini juga disebabkan tenaga puskesmas banyak yang belum dilatih program P2 Kusta , untuk itu perlu adanya peningkatan pengetahuan tenaga kesehatan

melalui pelatihan-pelatihan yang ada dan mengoptimalkan kegiatan penemuan penderita melalui kegitan perkesmas yang ada.

Gambar 20 Angka kesakitan Kusta Kota Metro Tahun 2011-2013

(33)

h. Penyakit IMS dan HIV/AIDS

Penyakit infeksi menular seksual dan HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit yang sulit untuk teregristrasi di pelayanan kesehatan karena

penderita cenderung untuk tertutup dalam mencari pengobatan

penyakitnya.

Perlu diwaspadai dan diantisipasi bahwa penderita HIV/AIDS dari tahun

ke tahun di Kota Metro meningkat> Seperti diketahui penderita

HIV/AIDS merupakan fenomena gunung es, dimana kasus penderita

HIV/AIDS yang sebenarnya mungkin lebih banyak dari yang

terpantau.

Hal ini karena penderita HIV/AIDS pada umumnya tersembunyi dan

menutupi penyakitnya karena masih stigma di masyarakat bagi

penderita HIV/AIDS dikucilkan dan diasingkan dari pergaulan. Sebagai

gambaran bahwa bila terdapat 1 kasus/penderita HIV/AIDS maka

diperkirakan terdapat sekitar 100 orang disekitarnya berpotensi terkena

HIV/AIDS.

Berdasarkan laporan SST tahun 2013 tidak terdapat penyakit Sifilis,

gonorhoe di Kota Metro. Sedangka Penyakit AIDS di Kota Metro Tahun 2008 terdapat 4 orang penderita AIDS, dimana 1 orang hingga

kini masih hidup, tahun 2009 ditemukan 4 penderita AIDS dengan 1 orang meninggal. Tahun 2010 total kumulatif penderita AIDS 16 kasus .

Tahun 2011 ditemukan 3 kasus seluruhnya meninggal. Tahun 2012

(34)

Gambar 21

Angka kesakitan HIV/AIDS Kota Metro Tahun 2009-2013

Sumber: Seksi Pencegahan & Pemberantasan Penyakit

i. Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Penyakit Luar Biasa (KLB)

Upaya penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB merupakan

tindak lanjut dari penemuan dini kasus-kasus penyakit berpotensi

wabah yang terjadi di masyarakat. Upaya yang dilakukan dimaksudkan

untuk mencegah penyebaran lebih luas dan mengurangi dampak

yang ditimbulkan. Berdasarkan laporan seksi surveilans dan seksi gizi

(35)

Tabel 5

(36)

BAB IV

SITUASI UPAYA KESEHATAN

4

4

.

.

1

1

Pelayanan Kesehatan

1. Pelayanan Antenatal/Ante Natal Care (ANC)

Ante Natal Care adalah merupakan cara penting untuk memonitoring dan mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal, ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia

merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan dan asuhan antenatal (Prawirohardjo. S, 2006 :52).

Pelayanan Ante Natal Care adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga yang memiliki

kompetensi/profesional untuk ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan standard

pelayanan antenatal yang meliputi standar minimal ”7T” untuk pelayanan Ante Natal

Care (ANC) yang terdiri atas:

(Timbang) berat badan, (Ukur (tekanan) darah, Ukur (tinggi) fundus uteri, Pemberian

imunisasai (Tetanus Toksoid) TT lengkap,Pemberian (tablet besi) minimnal 90 tablet

selama kehamilan,(Tes) terhadap penyakit menular seksual, (Temu) wicara dalam

rangka pensiapan rujukan.

Cakupan pelayanan antenatal dapat dipantau melalui pelayanan kunjungan baru bumil (K1) untuk melihat akses dan pelayanan kesehatan ibu hamil sesuai standar paling

sedikit empat kali (K4) dengan distribusi sekali pada triwulan pertama, sekali pada triwulan kedua, 2 kali pada triwulan ketiga. Gambaran cakupan K1 dan K4 selama

(37)

Gambar 22

Cakupan K1 Kota Metro Tahun 2009 – 2013

Sumber: Seksi Kesga Dinas Kesehatan Kota Metro

Gambar 23

Cakupan K4 Kota Metro Tahun 2009 – 2013

(38)

Pada tahun 2013, dari 3.710 ibu hamil terdapat 3.642 yang memeriksakan kehamilan

(K1) atau sebesar 98,2 %. Adapun cakupan pelayanan K4 pada tahun 2013 sebesar 97%. Pencapaian cakupan pelayanan K1-K4 sudah memenuhi target yang ditetapkan

yaitu sebesar 95%, dan menunjukkan trend menurun dari tahun sebelumnyapada K1 dan K4. K1 dan K4 yang menurun pada tahun 2013 dapat disebabkan adanya bumil

yang melakukan pemeriksaan kehamilan luar wilayah Kota Metro, sedangkan

pertolongan persalinan dilakukan di Kota Metro sehingga riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu tidak dapat dideteksi.

2. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi kebidanan

Komplikasi dan kematian maternal seringkali terjadi pada masa persalinan. Kematian

maternal dapat disebabkan karena persalinan tidak ditolong oleh tenaga yang tidak

mempunyai kompetensi kebidanan (profesional). Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kota Metro pada tahun 2009-2013 mempunyai kecenderungan

meningkat, namun mengalami penurunan pada tahun 2012 dan tahun 2013. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

Gambar 24

Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Kota Metro Tahun 2009 - 2013

(39)

Pada tahun 2013 dari 3.710 persalinan 96 % diantaranya ditolong oleh petugas

kesehatan. Angka ini belum memenuhi target sebesar 100% dan pada tahun 2013 terjadi penurunan sebesar 2,8 %, Hal ini dapat disebabkan karena Bumil melahirkan di

wilayah lain atau tempat orang tuanya, karena pertolongan persalinan dii Kota Metro dilakukan oleh tenaga Kesehatan, untuk wilayah Kota Metro sudah tidak memiliki dukun

melahirkan.

3. Deteksi ibu hamil risiko tinggi (risti) dan penanganan komplikasi

Risti/komplikasi adalah keadaan penyimpangan dari normal yang secara langsung

dapat menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. Risti/komplikasi kebidanan meliputi Hb<8 g%, tekanan darah tinggi (sistole >140mmHg, diastole

>90mmHg), oedeme nyata, pre-eklampsia, perdarahan pervaginam, ketuban pecah

dini, letak lintang pada usia kehamilan>32 minggu, letak sungsang primigravida, infeksi berat/sepsis, dan persalinan prematur. Cakupan deteksi bumil risti di Kota Metro dari

periode tahun 2009-2013 menunjukkan kecenderungan naik turun dari 79,87% pada tahun 2009 menjadi 95,4 % pada tahun 2013, terjadi penurunan dari tahun 2012 yaitu

96%. Cakupan deteksi bumil risti perlu dipertahankan karena keterlambatan

mendeteksi resiko kehamilan akan memperbesar risiko terjadinya kematian ibu. Jumlah bumil resiko tinggi/komplikasi sebanyak 742 ibu hamil dan ibu hamil yang di tangani

708 (cakupan 95,4 %). Gambaran cakupan deteksi ibu hamil risti tergambar dalam grafik berikut:

Gambar 25

Cakupan Deteksi Dini Ibu Hamil Risiko Tinggi Kota Metro Tahun 2009 – 2013

(40)

4. Deteksi neonatus risiko tinggi (risti) dan penanganan komplikasi

Masalah rujukan bayi baru lahir risiko tinggi merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian, mengingat tingginya angka kematian umumnya terjadi pada

masa perinatal (0-7 hari) dan neonatal (8-28 hari).

Upaya menekan angka kesakitan dan kematian bayi dilakukan dengan cara deteksi bayi-bayi risiko tinggi untuk mendapatkan rujukan dan penatalaksanaan

selanjutnya. Petugas kesehatan dituntut untuk mampu mengenali bayi resiko tinggi. Disamping perlu juga diketahui bahwa neonatus resiko tinggi lahir dari

ibu dengan kehamilan resiko tinggi pula.

Adapun neonatus yang termasuk dalam kategori resiko tinggi adalah sebagai berikut :

1. Prematur / berat badan lahir rendah (BB< 1750 –2000gr)

2. Umur kehamilan 32-36 minggu

3. Bayi dari ibu DM

4. Bayi dengan riwayat apnae

5. Bayi dengan kejang berulang

6. Sepsis

7. Asfiksia Berat

8. Bayi dengan ganguan pendarahan

9. Bayi dengan Gangguan nafas (respiratory distress)

Dalam upaya menurunkan angka kematian bayi, Departemen Kesehatan

RI menetapkan cakupan deteksi dini neonatus risiko tinggi sebesar 70% di dalam standar pelayanan minimal (SPM) Tahun 2008. Adapun pencapaian

program tersebut di Kota Metro dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013

(41)

Gambar 26

Cakupan Deteksi Dini Neonatus Risiko Tinggi

Kota Metro Tahun 2009

2013

Sumber: Seksi Kesga Dinas Kesehatan Kota Metro

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa cakupan deteksi dini neonatus risti di Kota Metro selalu berada di bawah target nasional yaitu 100%. Dari tahun ke tahun dapat diketahui

bahwa cakupan program meningkat tajam pada tahun 2010 menjadi 60,6 % dan tahun

2011 menurun menjadi 58,7 % dan terjadi peningkatan pada tahun 2012 dan 2013.

5. PelayananKeluarga Berencana

Peserta KB aktif yaitu pasangan usia subur (15-49 tahun) yang berstatus kawin dan sedang menggunakan salah satu kontrasepsi. Jumlah pasangan usia subur (PUS)

yang ada di Kota Metro tahun 2013 sebanyak 27.715 PUS dan tersebar di lima (5)

Kecamatan dengan jumlah PUS terbesar ada di Kecamatan Metro Pusat yaitu sebanyak 8,364 PUS atau 30,17% sedangkan jumlah PUS terkecil ada di Kecamatan

Metro Selatan yaitu sebesar 2,726 PUS atau 9,8 %.

Jumlah peserta KB aktif menurut BKKB & PP Kota Metro pada tahun 2013 sebanyak

20,022 PUS (55,49 %) dan peserta KB baru ada 10.124 PUS (36,5 %). Berikut adalah

(42)

Tabel 6

Peserta KB aktif yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP)

(43)

6. Kunjungan Neonatus dan Kunjungan Bayi

Cakupan kunjungan neonatal (KN) adalah persentase neonatal yang memperoleh pelayanan kesehatan minimal 2 kali dari tenaga kesehatan; satu kali pada umur 0-7

hari dan satu kali pada umur 8-28 hari. Pelayanan tersebut meliputi pelayanan kesehatan neonatal dasar (tindakan resusitasi, pencegahan hipotermia, pemberian ASI

dini dan ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, kulit dan

pemberian imunisasi), pemberian vitamin K, manajemen terpadu balita muda (MTBM) dan penyuluhan perawatan neonatus di rumah menggunakan buku KIA. Dan ini

digunakan untuk melihat jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan neonatal.

Cakupan kunjungan bayi adalah cakupan kunjungan bayi umur 1-12 bulan di sarana pelayanan kesehatan maupun di rumah, ataupun di tempat lain melalui kunjungan

petugas. Setiap bayi memperoleh pelayanan kesehatan minimal 4 kali yaitu 1 kali pada

umur 1-3 bulan, 1 kali pada umur 3-6 bulan, 1 kali pada umur 6-9 bulan dan 1 kali pada umur 9-12 bulan.

Gambar 28

Cakupan Kunjungan Neonatus dan Kunjungan Bayi Kota Metro Tahun 2009 – 2013

Sumber: Seksi Kesga Dinas Kesehatan Kota Metro

Cakupan kunjungan neonatus di Kota Metro tahun 2013 yaitu sebanyak 3,352 dari

jumlah sasaran sebesar 3,374 (cakupan 99,3%). Sedangkan cakupan kunjungan bayi

(44)

7. PelayananImunisasi

Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi untuk bayi umur 0-1 tahun (BCG, DPT, Polio, Campak, HB), imunisasi untuk Wanita Usia Subur/Ibu Hamil (TT) dan

imunisasi untuk anak SD (Kelas 1: DT dan kelas 2-3: TT). Imunisasi tambahan dilakukan atas dasar ditemukannya masalah seperti Desa non UCI, potensial/risti KLB,

ditemukan/diduga adanya virus polio liar atau kegiatan lainnya berdasarkan kebijakan

teknis.

Beberapa pelayanan imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit difteri, pertusis, tetanus, tuberkulosis, poliomielitis, hepatistis B, dan campak antara lain :

c) Imunisasi polio diberikan untuk mencegah penyakit poliomielitis yang diberikan

pada umur 0-11 bulan sebanyak 4 kali, selang waktu 4 minggu dengan cara

meneteskan ke mulut bayi.

d) Imunisasi HB diberikan untuk mencegah penyakit hepatitis B yang diberikan hanya satu kali pada umur 0-7 bulan dengan cara menyuntikkan pada paha tengah luar

(intramuskular).

e) Imunisasi campak untuk mencegah penyakit campak yang diberikan hanya satu

kali pada umur 9-11 bulan dengan cara menyuntik pada lengan kiri atas (subkutan)

Pencapaian universal child immunization (UCI) pada dasarnya merupakan proksi

terhadap cakupan imunisasi secara lengkap pada sekelompok bayi jika cakupan

UCI dikaitkan dengan batasan suatu wilayah tertentu. Berarti dalam wilayah tersebut

tergambarkan besarnya tingkat kekebalan masyarakat (herd immunity) terhadap

penularan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

Suatu desa/kelurahan mencapai target UCI apabila ≥80% bayi di desa/kelurahan

tersebut mendapat imunisasi lengkap. Kelurahan UCI di Kota Metro tahun 2013 ada sebanyak 22 dari 22 kelurahan yang ada di Kota Metro atau sebesar 100 %. Bila

(45)

2013 sudah tercapai. Diperlukan kerja keras untuk bisa mempertahankan target

tersebut pada tahun mendatang. Grafik di bawah ini menunjukan cakupan imunisasi bayi per puskesmas di Kota Metro pada tahun 2013:

Gambar 29

Cakupan Imunisasi Bayi per Puskesmas Kota Metro Tahun 2013

Sumber: Seksi Pencegahan & Pemberantasan Penyakit

Dari grafik di atas dapat dilihat adanya disparitas yang sangat tinggi antar puskesmas

dalam pencapaian imunisasi di wilayah kerjanya. Terdapat puskesmas dengan capaian

imunisasi yang sangat tinggi yaitu Puskesmas Banjar Sari dan yang terendah Puskesmas Ganjar Agung, sedangan Puskesmas di bawah target yang ditetapkan yaitu

<80% yaitu semua Puskesmas target Imunisasi telah mencapai 80 %,untuk itu perlu

adanya peningkatan kerjasama baik lintas program maupun lintas sektor agar keberhasilan UCI 100 % diikuti dengan target imunisasi yang tinggi.

Maternal and Neonatal Tetanus Elimination (MNTE) merupakan salah satu kegiatan

imunisasi tambahan yang bertujuan untuk menurunkan jumlah kasus Tetanus Neonatal di setiap Kabupaten/Kota hingga < 1 kasus per 1000 kelahiran hidup pertahun. Pada

masa lalu sasaran kegiatam MNTE adalah calon pengantin dan ibu hamil namun

pencapaian target agak lambat, sehingga dilakukan kegiatan akselerasi berupa

pemberian TT4 dosis pada seluruh wanita usia subur termasuk ibu hamil (usia 15 – 39

(46)

Imunisasi TT ibu hamil adalah pemberian imunisasi TT pada ibu hamil sebanyak

5 dosis dengan interval tertentu (yang dimulai saat dan atau sebelum kehamilan) yang berguna bagi kekebalan seumur hidup, pemberian TT2 selang waktu

pemberian minimal 4 minggu setelah TT1 dengan masa perlindungan 3 tahun, TT3 selang waktu pemberian minimal 6 bulan setelah TT2 dengan masa perlindungan

5 tahun, TT4 selang waktu pemberian minimal 1 tahun setetelah TT3 dengan

masa perlindungan 10 tahun, pemberian TT5 selang waktu pemberian minimal 1 tahun setelah TT4 dengan masa perlindungan 25 tahun dan pemberian TT2

imunisasi yang diberikan minimal 2 kali saat kehamilan (yang dimulai saat dan atau

sebelum kehamilan).

4

4

.

.

2

2

Perbaikan Gizi Masyarakat

Upaya perbaikan gizi masyarakat bertujuan untuk mencegah dan menangani

permasalahan gizi di masyarakat dengan cara meningkatkan kemandirian

masyarakat di bidang gizi, pelembagaan keluarga sadar gizi, serta

peningkatan penganekaragaman konsumsi pangan keluarga. Beberapa masalah gizi

yang sering dijumpai pada kelompok masyarakat adalah kekurangan kalori

protein, kekurangan vitamin A, dan anemia gizi besi.

1. Pemantauan Pertumbuhan Balita

Upaya pemantauan terhadap pertumbuhan balita dilakukan melalui

kegiatan penimbangan di posyandu secara rutin setiap bulan. Dalam

memantau pertumbuhan balita digunakan indikator D/S dan N/D. Berdasarkan

hasil kegiatan seksi gizi untuk tahun 2013 jumlah balita yang datang dan ditimbang (D) dilaporkan sebanyak 8.593 dari 9.261 seluruh balita (S). Jadi

pencapaian indikator D/S di Kota Metro sebesar 92.8 % atau lebih tinggi

(47)

Gambar 30

Cakupan D/S Menurut Wilayah Puskesmas Kota Metro Tahun 2013

Sumber: Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kota Metro

Jika dilihat cakupan D/S per puskesmas, semua Puskesmas telah mencapai target

yang ditetapkan yaitu sebesar 80%.

Adapun kecenderungan cakupan D/S tahun 2009 - 2013 adalah sebagai berikut:

Gambar 31

Cakupan D/S Kota Metro Tahun 2009 – 2013

(48)

Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa cakupan D/S di Kota Metro

menunjukkan kecenderungan yang berfluktuatif, untuk tahun 2013 D/S sudah di atas target.

karena balita BGM yang tidak mendapatkan penanganan cenderung untuk beralih

status menjadi balita gizi buruk.

Gizi buruk adalah status gizi menurut berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) dengan

Z-score < 3, dan atau dengan tanda-tanda klinis (marasmus, kwasiorkor, dan

marasmus-kwasiorkor). Balita gizi buruk harus mendapatkan perawatan standar yang

meliputi:

a) Pemeriksaan klinis meliputi kesadaran, dehidrasi, hipoglikemi, dan hipotermi;

b) Pengukuran antropometri menggunakan parameter BB dan TB;

c) Pemberian larutan elektrolit dan multi-micronutrient serta memberikan makanan dalam bentuk, jenis, dan jumlah yang sesuai kebutuhan, mengikuti fase Stabilisasi,

Transisi, dan Rehabilitasi;

d) Diberikan pengobatan sesuai penyakit penyerta;

e) Ditimbang setiap minggu untuk memantau peningkatan BB sampai mencapai

Z-score -1;

f) Konseling gizi kepada orang tua/pengasuh tentang cara memberi makan anak.

Dari 7 kasus balita gizi buruk yang terdapat di Kota Metro 100% penderita

(49)

3. Pemberian Kapsul Vitamin A

Kurang vitamin A dapat menimbulkan peyakit rabun senja (Xerophthalmia). Selain itu

Vitamin A merupakan salah satu zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh untuk meningkatkan daya tahan tubuh (imunitas). Pemberian kapsul vitamin A pada balita

diberikan setiap 6 bulan sekali atau 2 kali dalam setahun yaitu bulan Februari dan bulan

Agustus. Cakupan pemberian kapsul vitamin A 2X (dua kali) pada balita yang ada di Kota Metro tahun 2013 sebesar 96,40 % atau meningkat jika dibandingkan dengan

capaian pada tahun 2012 yaitu sebesar 96,40 %. Secara rinci capaian pemberian kapsul vitamin A pada balita per puskesmas adalah sebagai berikut:

Gambar 32

Cakupan Pemberian Vitamin A pada Balita Menurut Wilayah Puskesmas Kota Metro Tahun 2013

Sumber: Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kota Metro

Cakupan pemberian vitamin A pada balita di tiap Puskesmas telahmencapai

target 85%. Cakupan terendah terdapat di Puskesmas Purwosari sebesar 85 % dan capaian terbesar terdapat di Puskesmas Bantul yaitu sebesar 100 %. Hal ini

(50)

4. Pemberian Tablet Fe

Kondisi anemia dan Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil mempunyai dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan, antara lain meningkatkan

risiko bayi dengan berat lahir rendah, keguguran, kelahiran prematur dan kematian

pada ibu dan bayi baru lahir. Penelitian Saraswati dan Sumarno (1998) menunjukkan bahwa ibu hamil dengan kadar Hb <10 g/dl mempunyai risiko 2,25 kali lebih tinggi

untuk melahirkan bayi BBLR, sedangkan ibu hamil dengan anemia berat mempunyai resiko melahirkan bayi BBLR 4,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak

anemia berat. Penelitian menyebutkan bahwa resiko kematian ibu meningkat 3,5 kali

pada ibu hamil yang menderita anemia.

Upaya peningkatan gizi ibu hamil khususnya dalam mencegah terjadinya anemia

dilakukan dengan pemberian tablet besi pada ibu hamil. Tablet tambah darah (Fe) diberikan kepada ibu hamil minimal 90 tablet selama periode kehamilannya. Pada

tahun 2013 cakupan pemberian tablet besi pada ibu hamil (Fe I) adalah 98,03 % atau

menurun dari tahun 2012 sebesar 99,18 %. Sedangkan cakupan pemberian tablet besi Fe3 pada ibu hamil pada tahun 2013 sebesar 94.10 % atau naik dari tahun sebelumnya

sebesar 82,78 % seperti tergambar dalam grafik berikut.

Gambar 33

Cakupan Pemberian Tablet Fe Kota Metro Tahun 2009 – 2013

(51)

Adapun cakupan Fe1 dan Fe3 di setiap puskesmas di Kota Metro pada tahun 2013

adalah sebagai berikut :

Gambar 34

Cakupan Pemberian Tablet Fe Berdasarkan Puskesmas Kota Metro Tahun 2013

Sumber: Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kota Metro

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa semua puskesmas telah mencapai target

yang diharapkan (90%)pada tablet Fe 1 sedangka tablet Fe 3 ada 2 puskesmas belum mencapai target yaitu Puskesmas Yosodadi dan Puskesmas ganjar Agung. Hal ini

dapat disebabkan karena ibu hamil hanya minum tablet Fe1 tidak sampai pada tablet Fe 3.

5. Kecamatan Bebas Rawan Gizi

Kecamatan dinyatakan bebas rawan gizi bila prevalensi gizi kurang dan gizi buruk <15%. Dari 5 kecamatan di Kota Metro seluruhnya bebas rawan gizi. Namun beberapa

kecamatan berpotensi rawan gizi terutama Kecamatan Metro utara, karena mempunyai

Gambar

Gambar 7 Kasus Kematian Ibu Kota Metro tahun 2009-2013
Gambar 8 Perkiraan Angka Kematian Ibu Kota Metro tahun 2009-2013
Tabel 3
Gambar 11 Incidence Rate DBD per 100.000 penduduk & Case Fatality Rate DBD
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di sisi lain, dalam definisi pornografi pada UUP, ada penekanan yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat, sedangkan

Apabila Equity nasabah tidak cukup untuk mempertahankan posisi overnight maka Valbury berhak melikuidasi sebagian atau seluruh posisi open nasabah dengan

Berdasarkan hasil analisis independen t test menunjukan bahwa nilai signifikan sebesar 0.027 (p&lt;0.05) maka terdapat perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok

dipaparkan dari bab sebelumnya, pada puisi tersebut data-data yang sesuai dengan kreteria penskoran sesuai dengan tabel pensekoran unsur fisik dan unsur batin, yang terdiri

Guru kemudian menyampaikan informasi kepada siswa bahwa hari ini mereka akan membaca teks tentang peristiwa penting menjelang Proklamasi Kemerdekaan..

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan oleh peneliti tentang “ Profil interaksi sosial siswa yang aktif dalam kegiatan OSIS di SMP Muhammadiyah 3

Perbedaan pengaruh metode latihan sirkuit dan metode latihan interval bagi perwira siswa yang memiliki kesegaran jasmani awal rendah terhadap peningkatan

Tujuan umum disusunnya Profil Kesehatan Provinsi adalah tersedianya data/informasi yang dapat digunakan untuk merencanakan kegiatan-kegiatan tahunan dan dalam rangka