• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH AHLI WARIS MENURUT ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH AHLI WARIS MENURUT ISLAM"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Warisan adalah harta peninggalan seseorang yang telah meninggal kepada seseorang yang masih hidup yang berhak menerima harta tersebut. Hukum waris adalah

sekumpulan peraturan yang mengatur hubungan hukum mengenai kekayaan setelah wafatnya seseorang. Seseorang yang berhak menerima harta peninggalan di sebut ahli waris. Dalam hal pembagian harta peninggalan, ahli waris telah memiliki bagian-bagian tertentu.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan waris ? 2. Apa saja syarat dan rukun waris ? 3. Sebutkan golongan ahli waris !

4. Sebutkan hak-hak yang bersangkutan dengan harta waris ! 5. Jelaskan mngenai bagian-bagian ahli waris !

6. Apa sajakah Sebab-sebab tidak mendapatkan harta waris ? 7. Apa yang di maksud dengan ‘Aulu ?

8. Hal-hal apa saja yang menghalangi waris ? 9. Apa yang di maksud dengan Wasiat ?

C. Tujuan Pembuatan Makalah

 Untuk mengetahui dan memaparkan hukum waris menurut pandangan agama

Islam.

(2)

BAB II

HUKUM WARIS MENURUT ISLAM

A. Pengertian waris

Pengertian waris menurut bahasa ini tidak terbatas hanya pada hal-hal yang berkaitan dengan harta, akan tetapi mencakup harta benda dan non harta benda. Sedangkan secara terminologi hukum, kewarisan dapat diartikan sebagai hukum yang mengatur tentang pembagian harta warisan yang ditinggalkan ahli waris, mengetahui bagian-bagian yang diterima dari peninggalan untuk setiap ahli waris yang berhak menerimanya.

Adapun dalam istilah umum, waris adalah perpindahan hak kebendaan dari orang yang meninggal dunia kepada ahli waris yang masih hidup. Seperti yang disampaikan oleh Wiryono Projodikoro, definisi waris adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.

Dengan demikian secara garis besar definisi warisan yaitu perpindahan berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada orang lain yang masih hidup dengan memenuhi syarat dan rukun dalam mewarisi.

Selain kata waris tersebut, kita juga menemukan istilah lain yang berhubungan dengan warisan, diantaranya adalah:

1. Waris, adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak menerima warisan. 2. Muwaris, adalah orang yang diwarisi harta bendanya (orang yang meninggal) baik secara haqiqy maupun hukmy karena adanya penetapan pengadilan.

3. Al-Irsi, adalah harta warisan yang siap dibagikan kepada ahli waris yang berhak setelah diambil untuk pemeliharaan jenazah, melunasi hutang dan menunaikan wasiat. 4. Warasah, yaitu harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris.

(3)

Adapun pengertian hukum kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya (Pasal 171 huruf a KHI).

B. Syarat dan rukun waris

Terdapat tiga syarat warisan yang telah disepakati oleh para ulama, tiga syarat tersebut adalah:

a) Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara haqiqy, hukmy (misalnya dianggap telah meninggal) maupun secara taqdiri.

b) Adanya ahli waris yang hidup secara haqiqy pada waktu pewaris meninggal dunia.

c) Seluruh ahli waris diketahui secara pasti baik bagian masing-masing.[8]

Adapun rukun waris dalam hukum kewarisan Islam, diketahui ada tiga macam, yaitu :

i. Muwaris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yang mewariskan hartanya. Syaratnya adalah muwaris benar-benar telah meninggal dunia. Kematian seorang muwaris itu, menurut ulama dibedakan menjadi 3 macam :

a) Mati Haqiqy (mati sejati).

Mati haqiqy (mati sejati) adalah matinya muwaris yang diyakini tanpa membutuhkan putusan hakim dikarenakan kematian tersebut disaksikan oleh orang banyak dengan panca indera dan dapat dibuktikan dengan alat bukti yang jelas dan nyata.

b) Mati Hukmy ( mati menurut putusan hakim atau yuridis)

(4)

Mati taqdiry (mati menurut dugaan) adalah sebuah kematian (muwaris) berdasarkan dugaan keras, misalnya dugaan seorang ibu hamil yang dipukul perutnya atau dipaksa minum racun. Ketika bayinya lahir dalam keadaan mati, maka dengan dugaan keras kematian itu diakibatkan oleh pemukulan terhadap ibunya.

ii Waris (ahli waris), yaitu orang yang dinyatakan mempunyai hubungan

kekerabatan baik hubungan darah (nasab), hubungan sebab semenda atau perkawinan, atau karena memerdekakan hamba sahaya. Syaratnya adalah pada saat meninggalnya muwaris, ahli waris diketahui benarbenar dalam keadaan hidup. Termasuk dalam hal ini adalah bayi yang masih dalam kandungan (al-haml). Terdapat juga syarat lain yang harus dipenuhi, yaitu: antara muwaris dan ahli waris tidak ada halangan saling mewarisi.

iii Maurus atau al-Miras, yaitu harta peninggalan si mati setelah dikurangi biaya perawatan jenazah, pelunasan hutang, dan pelaksanaan wasiat.

C. Golongan ahli waris

Orang-orang yang berhak menerima harta waris dari seseorang yang meninggal sebanyak 25 orang yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.

Golongaan ahli waris dari pihak laki-laki, yaitu : 1) Anak laki-laki.

2) Anak laki-laki dari anak laki-laki(cucu) dari pihak anak laki-laki, terus kebawah, asal pertaliannya masih terus laki-laki.

3) Bapak.

4) Kakek dari pihak bapak, dan terus ke atas pertalian yang belum putus dari pihak bapak.

5) Saudara laki-laki seibu sebapak. 6) Saudara laki-laki sebapak saja. 7) Saudara laki-laki seibu saja.

8) Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak. 9) Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja.

(5)

11) Saudara laki-laki bapak yang sebapak saja.

12) Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang seibu sebapak. 13) Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang sebapak saja. 14) Suami.

15) Laki-laki yang memerdekakannya (mayat).

Apabila 10 orang laki-laki tersebut di atas semua ada, maka yang mendapat harta warisan hanya 3 orang saja, yaitu :

1) Bapak.

2) Anak laki-laki.

3) Suami.

4) Golongan dari pihak perempuan, yaitu : 5) Anak perempuan.

6) Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, asal pertaliannnya dengan yang meninggal masih terus laki-laki.

7) Ibu.

8) Ibu dari bapak.

9) Ibu dari ibu terus ke atas pihak ibu sebelum berselang laki-laki. 10) Saudara perempuan seibu sebapak.

11) Saudara perempuan yang sebapak. 12) Saudara perempuan seibu.

13) Istri.

14) Perempuan yang memerdekakan si mayat.

Apabila 10 orang tersebut di atas ada semuanya, maka yang dapat mewarisi dari mereka itu hanya 5 orang saja, yaitu :

1) Isteri.

2) Anak perempuan.

3) Anak perempuan dari anak laki-laki. 4) Ibu.

5) Saudara perempuan yang seibu sebapak.

(6)

Anak yang berada dalam kandungan ibunya juag mendapatkan warisan dari keluarganya yang meninggal dunia sewaktu dia masih berada di dalam kandungan ibunya

D. Beberapa hak yang bersangkutan dengan harta waris

Sebelum di lakukan pembagian harta waris terdapat beberapa hak yang harus di dahulukan. Ha-hak tersebut adalah :

 Hak yang bersangkutang dengan harta itu, seperti zakat dan sewanya.

 Biaya untuk mengururs mayat, seperti harga kafan, upah menggali tanah kubur, dan sebagainya. Sesudah hak yang pertama tadi di selesaikan, sisanya barulah di pergunakan untuk biaya mengurus mayat.

 Hutang yang di tinggalkan oleh si mayat.

 Wasiat si mayat. Namun banyaknya tidak lebih dari sepertiga dari harta penginggalan si mayat.

E. Bagian-bagian ahli waris

Dalam fiqih mawaris ada ilmu yang digunakan untuk mengetahui tata cara

pembagian dan untuk mengetahui siapa-siapa saja yang berhak mendapat bagian, siapa yang tidak mendapat bagian dan berapa besar bagiannya adalahilmu faroidl.

Al-Faraaidh ( ضئارفلا ) adalah bentuk jamak dari kata Al-Fariidhoh(هضيرفلا ) yang oleh para ulama diartikan semakna dengan lafazh mafrudhah, yaitu bagian-bagian yang telah ditentukan kadarnya.

Ketentuan kadar bagian masing-masing ahli waris adalah sebagai berikut :

Yang dapat 1/2:

1. Suami yang dapat seperdua (dari harta peninggalan isteri), bila si mayyit tidak meninggalkan anak.

2. Seorang anak perempuan.

(7)

4. dan 5. Saudara perempuan seibu dan sebapak dan saudara perempuan sebapak.

Yang dapat 1/4 ; dua orang:

1. Suami dapat seperempat, jika isteri yang wafat meninggalkan anak. 2. Isteri, jika suami tidak meninggalkan anak

Yang dapat 1/8; hanya satu (yaitu):

Istri dapat seperdelapan, jika suami meninggalkan anak.

Yang dapat 2/3; empat orang

1 dan 2. Dua anak perempuan dan cucu perempuan (dari anak laki-laki).

3 dan 4. Dua saudara perempuan seibu sebapak dan dua saudara perempuan sebapak.

Yang dapat 1/3; dua orang:

1. Ibu, jika ia tidak mahjub (terhalang).

2. Dua saudara seibu (saudara tiri) dan seterusnya.

Yang dapat 1/6; ada tujuh orang:

1. Ibu dapat seperenam, jika si mayyit meninggalkan anak atau saudara lebih dari seorang.

2. Nenek, bila si mayyit tidak meningalkan ibu.

3. Seorang saudara seibu, baik laki-laki ataupun perempuan.

4. Cucu perempuan, jika si mayyit meninggalkan seorang anak perempuan:

5. Saudara perempuan sebapak, jika si mayat meninggalkan seorang saudara perempuan seibu sebapak sebagai pelengkap dua pertiga (2/3), karena dikiaskan kepada cucu perempuan, bila si mayyit meninggalkan anak perempuan.

6. Bapak dapat seperenam, jika si mayyit meninggalkan anak.

7. Datuk (kakek) dapat seperenam, bila si mayyit tidak meninggalkan bapak.

F. Sebab-sebab tidak mendapatkan harta waris

Ahli waris yang telah di sebutkan di atas semua tetap mendapatkan harta waris menurut ketentuan-ketentuan yang telah di sebutkan, kecuali apabila ada ahli waris yang lebih dekat pertaliannya kepada si mayit dari pada mereka. Berikut akan di

(8)

i. Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), tidak mendapat harta waris karena ada ibu, sebab ibu lebih dekat pertaliannya kepada yang meninggal dari pada nenek. Begitu juga kakek, tidak mendapat harta waris selama bapaknya masih ada, karena bapak lebih dekat pertaliannya kepada yang meninggal dari pada kakek.

Saudara seibu, tidak mendapatkan harta waris karena adanya orang yang di sebut di bawah ini :

ii. Anak, baik laki-laki maupun perempuan.

iii. Anak dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan.

iv. Bapak.

v. Kakek.

Saudara sebapak, saudara sebapak tidak mendapat harta waris dengan adanya salah seorang dari empat orang berikut :

vi. Bapak.

vii. Anak laki-laki.

viii. Anak laki-laki dari anak laki-laki(cucu laki-laki). ix. Sudara laki-laki yang seibu sebapak.

Saudara seibu sebapak. Saudara seibu sebapak tidak akan mendapatkan harta waris apabila terhalang oleh salah satu dari tiga orang yang tersebut di bawah ini :

x. Anak laki-laki.

xi. Anak laki-laki dari anak laki-laki(cucu laki-laki)

xii. Bapak.

Tiga laki-laki berikut ini mendapatkan harta waris namun saudara perempuan mereka tidak mendapat harta waris, yaitu:

xiii. Saudara laki-laki bapak(paman) mendapatkan harta waris. Namun, saudara perempuan bapak (bibi) tidak mendapatkan harta waris.

xiv. Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki(anak laki-laki paman dari bapak) mendapat harta waris. Namun, anak perempuannya tidak mendapatkan harta waris. xv. Anak laki-laki saudara laki-laki mendapatkan harta waris. Namun, anak

perempuannya tidak mendapatkan harta waris.

G. Pengertian ‘Aulu

(9)

Umpamanya ahli waris adalah suami dan dua saudara seibu sebapak, maka suami mendapat ketentuan 1/2 , dua saudara perempuan mendapat 2/3 sedangkan kelipatan persekutuan terkecil dari 2 dan 3 adalah 6. Kita jadikan 3/6 untuk suami dan 4/6 untuk kedua saudara perempuan. Jadi jumlah pembilang keduanya adalah 7,

sedangkan penyebut keduanya hany 6. Disini nyata bahwa pembilang lebih banyak dari penyebut. Apabila terdapat masalah seperti ini, harta hendaknya kita bagi tujuh bagian : tiga bagian untuk suami dan empat bagian untuk kedua saudara perempuan. Sebenarnya keduan macam ahli waris ini tidak mengambil seperti ketentuan masing-masing, tetapi keadilan memaksa menjalankan seperti tersebut.

Contoh yang kedua : Ahli waris adalah istri, ibu, dua saudara perempuan seibu sebapak atau sebapak, dan seorang saudara seibu(baik laki-laki maupun perempuan). Ketentuan masing-masing adalah intri mendapar 1/4 , ibu mendapat 1/6, dua saudara perempuan mendapat 2/3 dan seorang saudara seibu mendapat 1/6. Kelipatan persekutuan terkecil dari penyebut beberapa ketentuan tersebut adalah 12, kita atur sebagai berikut : 1/4+1/6+2/3+1/6 = 3/12+2/12+8/12+2/12 = 15/12. Jadi, harta perlu di bagi 15 bagian : 3 bagian dari 15 bagian untuk istri, 2 bagian untuk ibu, 8 bagian untuk dua orang saudara perempuan, 2 bagian untuk saudara seorang seibu. Berarti tiap-tiap bagian itu di hitung dari 15, bukan dari 12, sedangkan ketentuan masing-masing hendaknya di ambil dari 12, tetapi dalam masalah ‘aulu masing-masing hanya

mengambil dari 15 . inilah yang dimaksud dengan ‘aulu. Terjadinya karena banyaknya ahli waris sehingga jumlah ketentuan mereka lebih banyak dari pada satu bilangan, buktinya pembilang lebih banyak dari penyebut.

H. Hal-hal yang menghalangi waris

Pada umum hal-hal yang bisa menjadi penghalang mewarisi itu ada tiga macam, yaitu:

A. Pembunuhan.

(10)

Imam Syafi’i memberikan contoh pembunuhan yang dapat menjadi penghalang mewarisi sebagai berikut:

i. Hakim yang menjatuhkan hukuman mati, tidak dapat mewarisi harta orang yang telah dijatuhi hukuman mati.

ii. Algojo yang menjalankan tugas membunuh tidak dapat mewarisi harta orang peninggalan pesakitan yang dibunuhnya.

iii. Seseorang yang memberikan persaksian (sumpah) palsu, tidak dapat mewarisi harta peninggalan orang yang menjadi korban persaksian palsunya.[23]

B. Berbeda Agama.

Adapun yang dimaksudkan dengan berbeda agama adalah agama yang dianut antara waris dengan muwaris itu berbeda. Sedangkan yang dimaksud dengan berbeda agama dapat menghalangi kewarisan adalah tidak ada hak saling mewarisi antara seorang muslim dan kafir (non Islam), orang Islam tidak mewarisi harta orang non Islam demikian juga sebaliknya.

C. Perbudakan.

Secara umum, mayoritas ulama sepakat bahwa seorang budak terhalang menerima warisan, karena budak (hamba sahaya) secara yuridis tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum, sedangkan hak kebendaannya dikuasai oleh tuannya. Sehingga ketika tuannya meninggal, maka seorang budak tidak berhak untuk mewarisi, karena pada hakekatnya seorang budak juga merupakan “harta” dan sebagai harta maka dengan sendirinya benda itu bisa diwariskan.

D. Berlainan Negara

Perbedaan negara dilihat dari segi ilmu waris adalah perbedaan negara jika telah memenuhi 3 kriteria sebagai berikut:

E. Angkatan bersenjata yang berbeda, artinya masing-masing di bawah komando yang berbeda.

(11)

G. Tidak ada ikatan satu dengan yang lainnya, artinya tidak ada kerjasama diplomatik yang terjalin antar keduanya.

Sedangkan yang menjadi penghalang mewarisi dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), yaitu beda agama (pasal 171 huruf c dan pasal 172 KHI), membunuh, percobaan pembunuhan, penganiayaan berat terhadap pewaris dan memfitnah (pasal 173 KHI). Adapun persoalan agama menjadi sangat esensial sehingga harus ada penegasan bahwa perbedaan agama akan menghilangkan hak waris, namun hal ini juga tidak kita temukan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) buku kedua. Sedangkan pewaris dalam ketentuan hukum kewarisan Islam adalah bergama Islam, maka secara otomatis ahli waris juga beragama Islam. Sebagaimana Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam (KHI) berbunyi:

“Ahli waris ialah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.”

Dan sebagai indikasi bahwa ahli waris tersebut beragama Islam, telah dijelaskan dalam pasal 172 KHI yang berbunyi:

“Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari kartu identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa beragama menurut ayahnya atau lingkungannya.”

Sedangkan penghalang mewarisi yang berupa pembunuhan, percobaan pembunuhan, penganiayaan berat pewaris dan memfitnah telah dijelaskan dalam pasal 173 KHI yang berbunyi:

“Seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:

(12)

ii. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.”

I. Pengertian Wasiat

Wasiat adalah pesan tentang suatu kebaikan yang akan di jalankan sesudah seseorang meninggal dunia. Hukum wasiat adalah sunnah.

Rukun wasiat adalah sebagai berikut : i. Ada orang yang berwasiat. ii. Ada yang menerima wasiat. iii. Sesuatu yang di wasiatkan.

iv. Lafadz(kalimat) wasiat, yaitu kalimat yang dapat dipahami untuk wasiat. Sebanyak-banyak wasiat adalah sepertiga dari harta, tidak boleh lebih kecuali apaila di izinkan oleh semua ahli waris sesudah orang yang berwasiat meninggal.

Wasiat hanya di tujukan kepada orang yang bukan ahli waris. Adapun kepada ahli waris, wasiat tidak sah kecuali apabila di ridhoi oleh semua ahli waris yang lain sesudah meninggalnya yang berwasiat

Syarat orang yang di serahi menjalankan wasiat, yaitu : i. Beragama Islam.

ii. Baligh. iii. Berakal.

iv. Merdeka.

v. Amanah.

(13)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan penjelasan-penjelasan mengenai hukum waris di atas, maka dapat di simpukan bahwa :

 Waris adalah perpindahan hak kebendaan dari orang yang meninggal dunia

kepada ahli waris yang masih hidup.

 Adapun pengertian hukum kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya (Pasal 171 huruf a KHI).

 Ahli waris adalah orang-orang mendapatkan hak memperoleh harta peninggalan

orang yang telah meninggal yang masih mempunyai hubungan darah.

 Bagian-bagian yang di peroleh ahli waris telah di tetapkan dalam Al-Qur’an,

sehingga tidak ada kata tidak adil karena Al-Qur’an adalah Firman Allah SWT. Yang di jamin kebenarannya.

 Sebelum di lakukan pembagian harta waris terdapat beberapa hak yang harus di dahulukan. Ha-hak tersebut adalah :

a. Hak yang bersangkutang dengan harta itu, seperti zakat dan sewanya. b. Biaya untuk mengururs mayat, seperti harga kafan, upah menggali tanah

kubur, dan sebagainya. Sesudah hak yang pertama tadi di selesaikan, sisanya barulah di pergunakan untuk biaya mengurus mayat.

c. Hutang yang di tinggalkan oleh si mayat.

d. Wasiat si mayat. Namun banyaknya tidak lebih dari sepertiga dari harta penginggalan si mayat.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

http://1st-iqomah.blogspot.com/2012/02/ilmu-faroidh-ilmu-yang-pertama-kali.html

http://kobonksepuh.wordpress.com/2013/01/30/pentingnya-mempelajari-ilmu-faraidh/

Referensi

Dokumen terkait

(3) Dalam hal wakil ketua berhalangan hadir karena alasan kedinasan, sakit, atau alasan lainnya yang sah pada saat persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka

Kekuatan dari suatu bahan gigi tiruan juga tergantung pada kekuatan bahan aklirik  yaitu molekul dari polimer yang telah dicuring, jumlah kandungan sisa monomer, banyak

dapat timbul akibat adanya peradangan 'benda asing, ineksi (irus, atau reaksi alergi). *eaksi alergi tersebut mun%ul karena paparan terhadap bahan alergen. $ebagai sebuah

Pada kebanyakan tenaga kerja, tingkat akhir kelainan akibat getaran tangan – lengan masih memungkinkan yang bersangkutan bekerja dengan mesin atau alat

Skala perilaku agresi yang digunakan untuk melakukan identifikasi tingkat perilaku agresi berdasarkan jenis kelamin siswa dikembangkan menggunakan konsep bahwa

Fungsi wilayah adalah menyelenggarakan kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian bidang pemasaran dalam rangka merintis, menciptakan, membina, memelihara dan

dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan hara pada tanaman melon dan meningkatkan pertumbuhan tanaman melon, sehingga jika dimanfaatkan sebagai pupuk hayati di

Οι τιμές της παραμέτρου α* του χρώματος του φλοιού αυξήθηκαν μετά από 4 μήνες συντήρησης (κύρια στους καρπούς που δέχτηκαν 1-MCP)