• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP ALAM SEMESTA dan pendidikan (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONSEP ALAM SEMESTA dan pendidikan (1)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

KONSEP ALAM SEMESTA DALAM PERSPEKTIF FALSAFAH PENDIDIKAN ISLAM

D

I

S

U

S

U

N

OLEH :

ASYRIL MAHDI

KHOLIDATUL HASANAH HASIBUAN

MUHAMMAD DZAKY HILMY LUBIS

RIZKI UTAMI PRATIWI

PAI-6

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri

Sumatra Utara

(2)

KATA PENGANTAR

م مسب

Puji serta syukur atas kehadirat Allah SWT. karena dengan rahmat dan hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa kami hadiahkan kepada junjungan alam semesta, Rasulullah Saw yang telah membawa ajaran agama yang benar sehingga kita tidak menjadi manusia yang buta huruf saat ini.

Terima kasih kami ucapkan kepada Dosen pembimbing kami atas arahan yang telah diberikan dan ucapan terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah memberikan dukungannya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini kami selesaikan hanya semata-mata untuk membantu teman-teman dan para pembaca agar lebih mudah memahami tentang “Konsep Alam Semesta Dalam Perspektif Falsafah Pendidikan Islam.” Kemudian bermanfaat di kalangan ramai.

Akhirul kalam, semoga dengan adanya makalah ini dapat membantu dan memperbanyak ilmu para pembacanya.

Medan, 16 Oktober 2017

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi... ii

BAB I Pendahuluan ... 4

BAB II Pembahasan A.Terminologi Alam Semesta ... 5

B.Proses Penciptaan Alam Semesta ... 7

C.Tujuan Penciptaan Alam Semesta ... 10

D.Implikasi Terhadap Pendidikan Islami ... 12

BAB III Penutup A.Simpulan ... 14

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam al-Qur‟an, terma alam hanya di temukan dalam bentuk plural yaitu alamin. Kata ini terulang sebanyak 73 kali dan tersebar pada 30

surah. Penggunaan bentuk plural mengindikasikan bahwa alam semesta ini banyak atau beraneka ragam. Pemaknaan ini konsisten dengan konsepsi Islam bahwa hanya Allah swt, yang Ahad Maha Tunggal dan tidak bisa dibagi-bagi. Hal ini juga merupakan penegasan terhadap konsep Islam tentang alam semesta, yaitu segala sesuatu selain Allah swt. dari sisi ini, penalaran kita mengharuskan eksisnya pluralitas atau kejamakan pada alam semesta ini. Karenanya, dari satu sisi, alam semsta bisa di definisakan sebagai kumpulan jauhar yang tersusun dari

maddah (materi) dan shurah (bentuk) yang bisa di klasifikasikan ke dalam wujud kongkret (syahadah) dan wujud abstrak (ghaib). Kemudian, dari sisi lain, alam semsta bisa pula di bagi-bagi kedalam beberapa jenis, seperti benda-benda padat (jamadat), tumbuh-tumbuhan (nabatat), hewan (hayyawanat) dan manusia.

Dikalangan masyarakat muslim, terdapat pemahaman bahwa alam semesta adalah segala sesuatu selain Allah swt, tetapi dengan mengkecualikan manusia. Pengecualian itu disebabkan oleh pemikiran bahwa: (a) kepada manusia Allah swt, mengaamanahkan alam semsta ini untuk dikelola dan di manfaatkan bagi kemaslahatan seluruh makhluk, (b) bentuk berkemampuan mengelola dan memanfaatkan alam semesta, kepada manusia, Allah swt, menganugerahkan aql

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

KONSEP ALAM SEMESTA DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT

PENDIDIKAN ISLAM

A. TERMINOLOGI ALAM SEMESTA

Dalam perspektif Islam, alam semesta adalah segala sesuatu selain Allah swt.1 karenanya, alam semesta bukan hanya langit dan bumi, tetapi meliputi segala sesuatu yang ada dan berada di antara keduanya. Tidak hanya itu dalam perspektif Islam, alam semesta tidak hanya mencakup hal-hal yang kongkrit atau dapat di amati melalui pengindraan manusia, tetapi mencakup juga segala sesuatu yang tidak dapat diamati oleh penginderaan manusia. Dalam Islam, segala sesuatu selain Allah swt, yang dapat di dekati melalui penginderaan manusia disebut sebagai alam syahadah. Ia merupakan fenomena. Sementara itu, segala sesutu selain Allah swt, yang tidak dapat di amati atau di dekati melalui penginderaan manusia disebut sebagai alam ghaib. Karenanya ia adalah noumena.

Dalam al-Qur‟an, terma alam hanya di temukan dalam bentuk plural yaitu alamin. Kata ini terulang sebanyak 73 kali dan tersebar pada 30 surah.

Penggunaan bentuk plural mengindikasikan bahwa alam semesta ini banyak atau beraneka ragam. Pemaknaan ini konsisten dengan konsepsi Islam bahwa hanya Allah swt, yang Ahad Maha Tunggal dan tidak bisa dibagi-bagi. Hal ini juga merupakan penegasan terhadap konsep Islam tentang alam semesta, yaitu segala sesuatu selain Allah swt. dari sisi ini, penalaran kita mengharuskan eksisnya pluralitas atau kejamakan pada alam semesta ini. Karenanya, dari satu sisi, alam semsta bisa di definisakan sebagai kumpulan jauhar yang tersusun dari maddah

(materi) dan shurah (bentuk) yang bisa di klasifikasikan ke dalam wujud kongkret

1

(6)

(syahadah) dan wujud abstrak (ghaib). Kemudian, dari sisi lain, alam semsta bisa pula di bagi-bagi kedalam beberapa jenis, seperti benda-benda padat (jamadat), tumbuh-tumbuhan (nabatat), hewan (hayyawanat) dan manusia.

Dikalangan masyarakat muslim, terdapat pemahaman bahwa alam semesta adalah segala sesuatu selain Allah swt, tetapi dengan mengkecualikan manusia. Pengecualian itu disebabkan oleh pemikiran bahwa: (a) kepada manusia Allah swt, mengaamanahkan alam semsta ini untuk dikelola dan di manfaatkan bagi kemaslahatan seluruh makhluk, (b) bentuk berkemampuan mengelola dan memanfaatkan alam semesta, kepada manusia, Allah swt, menganugerahkan aql

dan aql ini tidak di berikan-Nya, kecuali hanya kepada manusia. Karena itu, manusia dikeluarkan dari definisi alam semesta. Dengan demikian, penggunaan terma alam semesta hanya merujuk kepada pengertian alam semesta dalam pengertian jagad raya.

Dalam al-Qur‟an, pengertian alam semesta dalam arti jagad raya bisa di pahami dari terma al-samawat wa al-ard wa ma baynahuma. Ungkapan ini berulang sebanyak 20 kali dan tersebar pada 15 surah. berkenaan dengan terma ini Sirajuddin Zar2 menyatakan makna al-samawat wa al-ard wa ma baynahuma

tidak hanya menunjuk pada pengertian kumpulan alam fisik ataupun empirik saja, tetapi juga mencakup seluruh alam fisik maupun non fisik. Namun, penggunaan terma tersebut lebih memadai untuk di paralelkan dengan pengertian alam semesta atau Universe.

Quraish Shihab3 menyatakan bahwa semua yang maujud selain Allah swt, baik yang telah diketahui maupun yang belum diketahui manusia, disebut alam. Kata alam terambil dari akar kata yang sama dengan ilm dan alamah, yaitu sesuatu yang menjelaskan sesuatu selainnya. Karenanya, dalam konteks ini, alam semesta adalah alamat, alat atau sarana yang sangat jelas untuk mengetahui wujud tuhan, pencipta yang Maha Esa, Maha Kuasa, lagi Maha Mengetahui. Dari sisi ini dapat di pahami bahwa keberadaan alam semesta merupakan tanda-tanda (Ayah)

2

Sirajuddin Zar, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains, dan Al-Qur’a

(Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 1999), h. 26-28.

3

(7)

yang menjadi alat atau sarana bagi manusia untuk mengetahui wujud dan membuktikan keberadaan serta ke-Maha Kuasaan Allah swt.

Al-Qur‟an secara jelas menyatakan bahwa tujuan penciptaan alam semesta ini adalah untuk memperlihatkan kepada manusia tanda-tanda (Ayah) keberadaan dan kekuasaan Allah swt, dalam al-Qur‟an, secara eksplisit dinyatakan:

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (keberadaan dan kekuasaan) Kami disegenap ufuk (alam makro) dan pada diri mereka sendiri

(alam mikro), sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Ia adalah Al-Haq.”4

Dalam kehidupannya, manusia berinteraksi dengan alam semesta. Untuk itu manusia harus mengenal alam semesta berikut karakter atau waktunya. Secara umum, alam itu bisa dibedakan kedalam dua jenis: (1) Alam Syahadah dan (2) Alam Ghaib. Alam Syahadah adalah wujud yang kongkret dan karenanya dapat di indera. Alam syahadah tunduk kepada hukum evolusi, dalam arti berkembang dan berubah-ubah. Karenanya, Ia adalah fenomena. Sedangkan Alam Ghaib adalah wujud yang tidak tampak pada indera dan karenanya ia adalah noumena. Dari sisi ini, karakternya hampir sama dengan manusia, yaitu materi dan non materi. Keduanya merupakan wilayah pengkajian atau penyelidikan manusia. Karenanya, pengetahuan itu tidak hanya menyangkut hal-hal yang empirik, tetapi juga supra empirik.

B. PROSES PENCIPTAAN ALAM SEMSTA

Terdapat perbedaan pandangan dikalangan muslim tentang asal mula penciptaan alam semesta. Ada yang menyatakan bahwa alam semesta ini di ciptakan dari ketiadaan menjadi ada. Sementara itu, ada pula yang berpendapat bahwa alam semesta ini di ciptakan dari materi atau sesuatu yang sudah ada. Pendapat pertama ini selalu didasarkan pada penggunaan kata khalaqa yang digunakan dalam penciptaan alam semesta. Mereka berpendapat bahwa penggunaan kata khalaqa memiliki arti menciptakan sesuatu dari bahan yang belum ada menjadi ada. Sementara itu, pendapat kedua di dasarkan informasi

4

(8)

Qur‟an yang mengindikasikan bahwa alam semesta ini diciptakan dari suatu memisahkan antara keduanya. Pandangan kedua ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan para pakar alam semesta ini pada awalnya adalah satu massa yang besar (kabut angkasa utama). Kemudian terjadi Big Bang (pemisahan skunder) kemudian terbagi-bagi dalam bentuk bintang-bintang, planet-planet, matahari, bulan, dan lain-lain.5

Terlepas dari perbedaan pandangan di atas, al-Qur‟an menginformasikan bahwa alam semesta ini diciptakan Tuhan tidak secara sekaligus atau „sekali jadi‟, tetapi melalui serangkaian tahapan, masa, atau proses. Dalam sejumlah surah al-Qur‟an selalu menggunakan istilah Fi Sittatti Ayyam

yang bisa di terjemahkan dalam arti enam hari, enam masa, atau mungkin enam periode. Selain itu, dalam al-Qur‟an, di temukan ayat yang menyatakan bahwa Allah Swt, menciptakan bumi dalam dua hari atau dua masa (Yaumain) dan menentukan kadar makanan penghuni nya dalam empat hari atau empat masa (Arba‟ Ayyam), dan menjadikan tujuh langit dalam dua hari (Yaumaini).

Ketika menjelaskan Iradah Allah Swt, dalam kaitannya dengan penciptaan sesuatu pun, Al-Qur‟an menggunakan ungkapan: Kun Fa Yakun

( ن ْوكيف ْنك) yang sering kali di terjemahkan dalam arti: “jadi maka jadilah”.

Dalam ungkapan ini, kata kerja yang digunakan adalah Fi‟il Mudhari. Dalam gramatika bahasa arab, bila suatu perbuatan di ungkapkan dalam bentuk Mudhari, maka itu berarti bahwa suatu perbuatan yang di lakukan itu adalah perbuatan yang sedang dan akan terus dilakukan di masa mendatang. Artinya, kata kerja Fi‟il Mudhari mengandung makna bahwa terjadi kontinuitas dalam melakukan pekerjaan itu. Karenanya dari sisi ini, dapat di pahami penciptaan sesuatu itu, termasuk alam semesta, terjadi melalui tahapan atau proses, dan proses itu

5

Zakir Naik dan Gary Miller, Keajaiban Al-Qur’a dala Tela’ah Sains Modre,

(9)

berlangsung secara kontinum atau sepanjang masa. Itu berarti bahwa, sebagai

Khaliq atau Maha Pencipta, dalam tiap masa, tiap deti, bahkan tiap detik nafas manusia, Allah Swt. senantiasa mencipta. Tidak ada kondisi dimana Allah Swt. sedang dalam keaadaan mencipta, istirahat, atau berhenti mencipta, atau memulia kembali perbuatan mencipta. Mustahil Allah Swt. seperti itu, sebab kondisi seperti itu hanya mungkin terjadi pada makhluk atau ciptaan. Hal ini lah yang di tegaskan Allah Swt. “Allah menambah dalam suatu ciptaan apa yang dia kehendaki. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Dalam konteks proses penciptaan alam semesta Al-farabi adalah filosof muslim pertama yang menyatakan bahwa proses penciptaan alam semesta terjadi melalui proses emanasi atau pelimpahan. Menurut Al-farabi tuhan adalah „Aql dan karenanya dia berfikir. Yang menjadi objek pemikirannya (ma‟qul) adalah dzat nya sendiri, sebab dia tidak memerlukan suatu benda untuk menjadi objek pemikirannya. Karena „Aql itu Esa adanya maka Dia hanya berisi suatu pemikiran, yakni senantiasa memikirkan dirinya sendiri. Dengan Ta‟Aqqul inilah bermula ciptaan Tuhan.

Dalam pemikiran Al-Farabi alam semesta ini terjadi karena limpahan dari „Aql atau yang Esa. Wujud Tuhanlah (Al- Wujud Al- Awwal) yang melimpahkan wujud alam semesta pelimpahan ini terjadi melalui Ta‟Aqqul Tuhan tentang dzat-Nya.6 Dalam prosesnya al-Wujud al-Awwal yang melimpah adalah satu yakni akal pertama. Kemudian, „Aql pertama yang disebut juga dengan al-Wujud al-Tsani, bertaaqqul memikirkan wujud pertama dan diri-Nya sendiri. Ta‟Aqqul dalam wujud pertama melimpahkan „Aql kedua dan Ta‟Aqul terhadap diri-Nya sendiri melipahkan langit pertama (Al-Falaq al-A‟la). Akal kedua (al- Wujud at-Tsalist) ber-ta‟aqul tentang wujud pertama melimpahkan akal ke-tiga, dan ta‟aqul terhadap diri-Nya melimpahkan bintang-bintang. Demikian seterusnya, ta‟aqul melimpahkan akal ke-empat hingga sampai akal ke sepuluh.

C. TUJUAN PENCIPTAAN ALAM SEMESTA

Secara eksplisit, Allah Swt, menegaskan bahwa Dia tidak menciptakan langit, bumi, dan apa yang ada di antara keduanya secara main-main,

6

(10)

kecuali dengan al-Haqq.7 Itu berati tidak ada ciptaan Allah Swt, sekecil apapun ciptaan itu yang tidak memiliki arti dan makna. Apalagi alam semesta yang terbentang luas ini.

Dala perspektif Islam, tujuan penciptaan alam semesta ini pada dasarnya adalah sarana untuk menghantarkan manusai pada pengetahuan dalam pembuktian tentang keberadaan dan ke Maha Kuasaan Allah Swt. secara Ontologis, adanya alam semesta ini mewajibkan adanya dzat yang mewujudkan-Nya keberadaan langit dan bumi mewajibkan adanya sang pencipta yang menciptakan keduanya. Yang menciptakan langit dan bumi ini bukanlah manusia, tetapi pastilah yang Maha Pencipta. Sebab, bila manusia yang menciptakan langit dan bumi akal kita mewajibkan pastilah sudah banyak langit dan bumi. Namun dari dahulu sampai sekarang penyelidikan kita menemukan kenyataannya tidak demikian. Karena itu akal mewajibkan penciptaan bahwa langit dan bumi ini pastilah sang Maha Pencipta yang ciptaannya tidak bisa di duplikasi apalagi di tandangi oleh manusia. Dalam konteks ini, keberadaan alam semesta berupa petunjuk yang sangat jelas tentang keberadaan Allah Swt. sebagai tuhan Maha Pencipta. Karenanya, dengan mempelajari alam semesta, manusia akan sampai pada pengetahuan bahwa Allah Swt. adalah dzat penciptaan alam semesta. Al-Qur‟an, dalam beberapa tempat memotifisir manusia untuk melakukan eksplorasi, pengamatan, dan perenungan terhadap fenomena yang terbentang di alam semesta ini, mengenal Allah Swt.8 dalam konteks ini, Ghulsyani menyatakan bahwa terdapat lebih dari 750 ayat yang menunujukkan pada fenomena alam dan meminta manusia untuk memikirkan serta merenungkannya agar mengenal tuhan melalui tanda-tanda kekuasaannya.

Al-Qur‟an secara tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan alam semesta ini adalah untuk memperlihatkan kepada manusia tanda-tanda (Ayah) keberadaan dan kekuasaan Allah Swt. perhatikan redaksi ayat Al-Qur‟an yang terjemahaannya sebagai berikut:

7

Dalam ungkapan lain, Asy-Syarqawi mengatakan bahwa alam adalah sarana untuk mengenal Allah Swt, dan semua bukti atas kemampuan dan kebijaksanaan-Nya sebagai Tuhan. Lihat Effat Asy-Syarqawi, Filsafat Kebudayaan Islam (Bandung: Pustaka, 1985), h. 222.

8

(11)

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (keberadaan dan kekuasaan) Kami di segenap ufuk alam makro dan pada diri mereka sendiri

alam mikro sehingga jelas bagi mereka bahwa Ia adalah al-Haqq.”

Disamping sebagai sarana untuk menghantarkan manusia akan keberadaan dan ke Maha kuasaan Allah Swt. dalam perspektif Islam, alam semesta beserta sesuatu yang ada di dalamnya di ciptakan untuk manusia. Alam semesta beserta segala sesuatu yang ada di dalamnya lebih dahulu ada sebelum keberadaan manusia. Setelah alam sementara ini sempurna penciptaannya, baru kemudian Allah Swt, menciptakan manusia untuk menjadi khalifah di dalamnya. Karenanya, selalu implikasi dari tugas kekhalifaan manusia di alam semesta ini adalah sebagai pemakmur alam dan kehidupan di dalamnya bukan membuat kerusakan dan melakukan pertumpahan darah di dalamnya.

Meskipun alam semesta ini diciptaan untuk manusia, namun bukan berarti manusia dapat berbuat sekehendak hati di dalamnya. Hal ini bermakna bahwa kekuasaan manusia pada alam semesta ini bersifat terbatas. Manusia hanya boleh mengolah dan memanfaatkan alam semesta ini sesuai dengan Iradah atau keinginan tuhan yang telah mengamanahkan alam semesta ini kepada manusia. Memang, sebagai „khalifah‟ Allah Swt, telah memberikan pendapat kepada manusia untuk mengatur bumi dan segala isinya. Demikianpun, kekuasaan seorang khalifah tidaklah bersifat mutlak, sebab kekuasaannya dibatasi oleh pemberi amanah kekhalifahan itu, yakni Allah Swt.9

D. IMPLIKASI TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM

Dalam Islam, esensi alam semesta adalah selain dari Allah Swt. Dia adalah al-Rabb, yaitu Tuhan Maha Pencipta (Khaliq), yang menciptakan seluruh

makhluq, makro dan mikro kosmos. Karenanya Ia disebut al-Rabb al-„alamin,

9

(12)

Tuhan Pencipta alam semesta. Sebagai pencipta, Dia juga yang memelihara dan „mendidik‟ seluruh alam.10

Proses pendidikan itu menurut al-Syaibany adalah menyampaikan sesuatu kepada titik kesempurnaanya secara berangsur-angsur. Karenanya, implikasi filosofi terhadap pendidikan islami adalah bahwa, pendidikan islami itu merupakan suatu proses atau tahapan dimana peserta didik diberi bntuan kemudahan untuk mengembangkan potensi jismiyah dan ruhiyahnya sehingga fungsional untuk melaksanakan fungsi dan tugas-tugasnya dalam kehidupan di alam semesta. Karena merupakan proses atau tahapan, maka pendidikan islami berlangsung kontinum sepanjang masa, sepanjang kehidupan manusia di muka bumi.

Meskipun telah di tunduhkan untuk manusia dan dirancang sesuai dengan hukum-hukum Allah (sunnah Allah) sehinggsa memungkinkan untuk diketahui manusia, namun Allah Swt, tetap memerintahkan manusia untuk mempelajari alam semesta dengan semua fenomena dan noumenanya. Alam semesta harus dipelajari sebagai objek studi atau ilmu pengetahuan. Untuk itu, pendidikan islami merupakan instrumen kunci guna menemukan, menangkap, dan memahami alam dengan seluruh fenomena dan noumenanya. Upaya itu pada akhirnya akan mengantarkan manusia pada kesakisan akan keberadaan dan Kemahakuasaan Allah Swt. karenannya, dalam konteks ini, melalui proses pendidikan islami, manusia dihantarkan pada pengakuan (syahadah) akan keberadaan Allah Swt, sebagai Pencipta, Pemelihara, dan Pendidik alam semesta.

Dalam perspektif Islam, manusia harus merelasiasikan tujuan kemanuisaannya di alam semesta, baik sebagai syahid Allah, „abd Allah, maupun

khalifah Allah. Dalam konteks ini, Allah Swt, menjadikan alam semesta sebagai wahana bagi manusia untuk ber- syahadah akan keberadaan dan Kemahakuasaan-Nya. Wujud nyata yang menandai syahadah itu adalah penuaian fungsi sebagai makhluk „ibadah dan pelaksanaan tugas-tugas sebagai khalifah. Dalam hal ini, alam semesta merupakan institusi pendidikan, yakni tempat dimana manusia dididik, dibina, dilatih, dan dibimbing agar berekemampuan merealisasikan atau

10

(13)

mewujudkan fungsi dan tugasnya sebagai „abd Allah dan khalifah („amal „ibadah dan „amal shalih). Melalui proses pendidikan di alam semesta inilah, kelak Allah Swt, akan menilai siapa diantara hamba-Nya yang mampu meraih „markah‟ atau prestasi terbaik (ahsan „amal).

Pendidikan Islami, dalam penyusunan dan pengembangan kurikulumnya, harus mengacu kepada konsepsi Islam tentang alam semesta. Dalam konteks ini, selain sebagai institusi pendidikan, alam semesta ini juga merupakan wilayah studi yang menjadi objek telaah atau kajian pendidikan islami. Karena alam semesta ini terdiri dari alam syahadah dan alam ghai, maka sebagai wilayah studi, objek telaah pendidikan islami tidak hanya berkaitan dengan gejala-gejala yang dapat diamati indera manusia (fenomena), tetapi juga mencakup segala sesuatu yang tidak dapat diamati oleh indera (noumena). Karena menyangkut hal-hal yang kongkrit, maka keberadaan alam syahadah sebagai objek kajian pendidikan islami mengkehendaki aktivitas pengamatan inderawi, penalaran rasional, dan eksperimentasi ilmiah. Sementara itu, untuk memahami dan meraih pengetahuan tentang alam ghaib, maka dibutuhkan aktivitas supra inderawi dan supra rasional. Karennya, dalam pendidikan islami, ilmu-ilmu pengetahuan yang akan ditransformasikan ke dalam diri peserta didik tidak hanya terbatas pada pengetahuan inderawi dan rasional, tetapi juga ilmu-ilmu laduny, isyraqi, iluminasi, dan kewahyuan.11

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

A. Terminologi Alam Semesta

11

(14)

Dalam perspektif islam, alam semesta adalah segala sesuatu selai Allah SWT, karenanya alam semesta bukan hanya langit dan bumi, tetapi meliputi segala sesuatu yang ada dan berada diantara keduanya. Dalam al qur‟an terna „alam hnya ditemukan dalam bentuk plural, yaitu „alamin. Kata ini tersebar sebanyak 73 kali dan tersebar pada 30 surah. Dari satu sisi alam semesta bisa didefenisikan sebagai kumpulan jauhar yang tersusun dari maddah (materi) dan shurah (bentuk), yang bisa diklasifikasikan dalam wujud konkrit (syahaddah) dan wujud abstrak (ghaib). Kemudian dari sisi lain alam semesta bisa pula dibagi-bagi kedalam beberapa jenis, seperti benda-benda padat (jamadat), tumbuh-tumbuhan (nabatat), hewan (hayyawanat), dan manusia.

Dalam al qur‟an pengertian alam semesta dalam arti jagat rayambisa dipahami dari terma al-samawat wa al ardl wa ma baynahuma. Ungakapan ini berulang sebanyak 30 kali dan tersebar pada 15 surah. Berkenaan dengan terma ini, Sirajuddin Zar menyatakan bahwa makna al-samawat wa al ardl wa ma baynahuma tidak hanya menunjuk pada kumpulan alam fisik ataupun empirik saja, tetapi juga mencakup seluruh alam fisik maupun non fisik.

Shihab menyatakan bahwa semua yang maujud selain allah baik yang telah diketahiu maupun yang belum diketahui manusia, disebut alam. Kata „alam terambil dari kata yang sama dengan „ilm, dan „alamah, yaitu sesuatu yang menjelaskan sesuatu selainnya. Karenanya, dalam konteks ini, alam semesta adalah alamat, alat atau sarana yang sangat jelas untuk mengetahui wujud tuhan, pencipta yang maha esa, maha kuasa, lagi maha mengetahui.

Dalam kehidupannya, manusia berinteraksi dengan alam semesta. Untuk itu manusia harus mengenal alam semesta berikut karakter atau wataknya. Secara umum, alam itu bisa dibedakan menjadi dua jenis : 1. Alam syahadah, dan 2. Alam ghaib.

(15)

lain karakternya hampir sama dengan manusia yaitu materi dan non materi. Keduanya merupakan wilayah pengkajian atau penyelidikan manusia. Pengetahuan itu tidak hanya menyangkut hal-hal yang empirik, tetapi juga supra empirik.

B. Proses Penciptaan Alam Semesta

Terdapat bnyak pebedaan pendapat tentang proses penciptaan alam semesta. Namun terlepas dari perbedaan pandangan tersebut, al qur‟an menginformasikan bahwa alam semesta ini diciptakan tuhan tidak secara sekaligus atau sekali jadi. Tetapi melalui serangkaian tahapan, masa, atau proses. Dalam sejumlah surah, al qur‟an selalu menggunakan istilah fisittah ayyam, yang bisa diterjemahkan dalam arti 6 hari, 6 masa, atau mungkin 6 priode. Selain itu, dalam al qur‟an, ditemukan pula ayat yang menyatakan bahwa allah swt menciptakan bumi dalam dua hari atau dua masa (yaumayn), dan menentukan kadar makanan dalam empat hari atau empat masa (arba‟a ayyam), dan menjadikan tujuh langit dalam dua hari (yaumayn).

Dalam konteks proses penciptaan alam semesta, Al-Farabi adalah filosof muslim pertama yang menyatakan bahwa proses penciptaan alam semesta terjadi melalui emanasi atau pelimpahan. Menurutnya, tuhan adalah „Aql, dan dia berpikir . yang menjadi objek pemikiran-Nya (ma‟qul) adalah Zat Nya sendiri, sebab Dia tidak memerlukan suatu benda untuk menjadi objek pemikiran-Nya. Karena „Aql itu Esa adanya, maka ia hanya berisi suatu pemikiran, yakni senantiasa memikirkan diri-Nya sendiri. Dengan ta‟aqqul inilah bermulanya ciptaan tuhan.

C. Tujuan Penciptaan Alam Semesta

(16)

Al qur‟an secara tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan alam semesta ini adalah untuk memperlihatkan kepada manusia tanda-tanda (Ayah) Keberadaan dan Kekuasaan Allah SWT. seperti firman Allah dalam Q.S. Fushshilat[41]:53 : kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (keberadaan dan kekuasaan) kami di segenap ufuk (alam makro) dan pada diri mereka sendiri (alam mikro), sehingga jelaslah bagi mereka bahwa ia adalah al-haq.

Dalam perspektif islam alam semesta beserta segala sesuatu yang ada didalamnya diciptakan untuk manusia. Agar manusia mudah memahami alam semesta maka allah menciptakan ukuran atau ketentuan yang pasti (sunnah allah) pada alam semesta, sehingga dia bersifat predictable. Kemudian, agar manusia mudah memahami dan berinteraksi dengan alam semesta ini, maka allah menciptakannya dengan drajat yang lebih rendah dibanding manusia. Untuk itu manusia tidak boleh tunduk kepada alam semesta, tetapi harus tunduk kepada allah, tuhan yang menciptakan dan menundukkan alam ini.

D. Implikasi terhadap Pendidikan Islami

Proses pendidikan itu menurut al-Syaibany adalah menyampaikan sesuatu kepada titik kesempurnaannya secara berangsur-angsur. Implikasi filosofi terhadap pendidika islami adalah bahwa, pendidikan islami itu merupakan suatu proses atau tahapan dimana peserta didik diberi bantuan untuk mengembangkan potensi jismiyah dan ruhiyahnya sehingga fungsional untuk melaksanakan fungsi dan tugas-tugasnya dalam kehidupan alam semesta.

Allah memerintahkan manusia untuk mempelajari alam semesta dengan semua fenomena dan noumenanya. Pendidikan islami merupakan instrumen kuci guna menemukan, menangkap, dan memahami alam dengan seluruh fenomena dan noumenanya. Melalui proses pendidikan islami, manusia dihantarkan pada pengakuan (syahaddah) akan keberadaan allah sebagai tuhan pencipta, pemelihara, dan pendidik alam semesta.

(17)

allah menjadikan alam semesta sebagai wahana bagi manusia untuk bersyahadah akan keberadaan dan kekuasaan-Nya. Wujud nyatanya adalah penunaian fungsi sebagai makhluk ibadah dan pelaksanaan tugas-tugas sebagai khalifah. Dalam hal ini alam semesta merupakan institusi pendidikan, yakni tempat dimana manusia dididik, dilatih, dibina, dan dibimbing agar berkemampuan mewujudkan fungsi dan tugasnya, dan allah akan menilai siapa diantara hamba-Nya yang mampu meraih “markah” atau prestasi terbaik.

DAFTAR PUSTAKA

Alim, Sahirul et. Al., Islam Untuk Disiplin Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi

Jakarta: Departemen Agama RI, 1995.

Al-Farabi, Al-Da‟awi al Qalbiyah (Haidrabat: Dar al- Ma‟arif Utsmaniyah, 1349 H.

(18)

Al-Syaibany Mohd. Al-Thoumy, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang,1979.

Asy-Syarqawi Effat, Filsafat Kebudayaan Islam, Bandung: Pustaka, 1985.

Azhar Basyir,Ahmad, Refleksi Atas Persoalan Keislaman, Bandung: Mizan, 1994.

Naik,Zakir,Miller Garry, Keajaiban Al-Qur‟an dalam Tela‟ah Sains Modren,

Yogyakarta: Media Ilmu, 2008.

Sihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an

Jakarta: Lentera hati, 2004.

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an,

Volume I, Jakarta : Lentera Hati, 2004.

Zar Sirajuddin, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains, dan

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu diperlukan penanganan yang tepat untuk limbah sampah, salah satunya adalah dengan membuat limbah plastik seperti plastik bekas minuman menjadi suatu kerajinan

Merupakan software yang khusus digunakan untuk membuat program.. komputer, apakah itu sistem operasi, program paket

Di sinilah Muhammad datang, dengan tetap menggunakan kata yang sama, yakni Allah, namun ia menggeser persepsi yang dikandung oleh kata itu.Maka oleh Islam dipersepsikan tidak

Pada ulangan harian Pendidikan Kewarganegaraan dengan nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila, di dapat rata-rata nilai sebesar 62,1 dari 21 siswa,

[r]

Kearifan lokal merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus- menerus dalam kesadaran masyarakat dari yang sifatnya

Among four input variables, capitas has the highest average input slack of 11.26 percent followed by deposit, fixed assets and total operating expenses with the average

Dalam kegiatan pembelajaran, guru memberikan contoh menghormati dan menghargai pendapat atau penjelasan siswa dengan memberikan pujian atau tepuk tangan terhadap siswa