• Tidak ada hasil yang ditemukan

e book majalah geografi warta geologi volume 4 nomor 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "e book majalah geografi warta geologi volume 4 nomor 1"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

P e n g a n t a r R e d a k s i

Pembaca yang budiman,

Selamat bertemu kembali dengan Warta Geologi (WG) dalam penerbitan pertama di Tahun 2009. Di tahun ini majalah populer – ilmiah bidang geologi kesayangan kita ini hampir tidak mengalami perubahan dalam penampilannya, kecuali sebuah tambahan rubrik bernama “Resensi Buku Geologi”. Mudah-mudahan rubrik baru ini bisa memberi tambahan informasi ilmu kebumian bagi anda.

“Editorial” kali ini mengupas ajakan mulia untuk menghentikan plagiarisme. Plagiarisme memiliki makna kurang lebih sebagai upaya menjiplak, mencontek, atau meniru. Meniru memang kita sadari sebagai bagian awal proses manusia mengenal lingkungan sekitar. Sering kita lihat anak-anak bermain dokter-dokteran atau masak-masakan. Kadang-kadang mereka juga mengenakan kostum-kostum tokoh fiktif idola mereka. Beberapa ungkapan positif ditujukan untuk kegiatan meniru ini, seperti “meniru adalah salah satu cara menghormati”, atau “meniru itu adalah proses belajar”. Namun dalam kaitan karya tulis ilmiah, pekerjaan meniru, mencontek, menjiplak, dan plagiat itu tentu perbuatan yang rendah nilainya karena mengakui karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya, sebagai karya sendiri. Tanpa bermaksud menyalahkan guru-guru SD kita yang dulu mengajari pelajaran menjiplak gambar, redaksi turut mengajak para pembaca untuk senantiasa menyumbangkan tulisan-tulisan original, aktual, dan bermutu di dalam media cetak apa pun termasuk Jurnal Geologi Indonesia dan Warta Geologi.

Dalam rubrik “Geologi Populer” kami menyajikan tulisan-tulisan “Danau Kawah yang Hilang, Dampaknya terhadap mitigasi bencana di masa datang”, “Amfibi Penghuni Awal di Muka Bumi”, dan “Pertambangan Umum, Upaya menghasilkan rona akhir yang lebih baik”. Selanjutnya dalam rubrik

“Lintasan Geologi” para pembaca dapat menyimak tulisan yang berjudul “Geologi dan Legenda Gunung Kelimutu”, Karya Dr. Hamdan Zainal Abidin,M.Appp. Sc. yang pada tanggal 15 Desember 2008 resmi dikukuhkan menjadi Profesor riset. Masih dirubrik Lintasan Geologi kami menyajikan juga tulisan “Potret Buram itu Gintung” oleh Donny Herman. “Geofakta” kali ini menyajikan dua buah tulisan hasil terjemahan dari berbagai sumber, yaitu “Al-Biruni, Ilmuwan dan Kontribusinya terhadap Ilmu Pengetahuan” serta “Geomedika: Pengaruh Debu pada Kesehatan, Bagian 2”. Profil WG edisi kali ini adalah Dr. Ir. Rukmana N. Adhi, DEA, seorang purnabakti Badan Geologi yang tak pernah berhenti berkiprah dalam bidang keilmuan kebumian dan pengabdian kepada masyarakat.

Pembaca yang budiman,

Artikel Geologi populer “Danau Kawah yang Hilang, Dampaknya terhadap mitigasi bencana di masa datang” karya Syamsul R Wittiri mengupas tiga danau kawah yang berubah menjadi sumbat lava dan potensi bahayanya di masa mendatang. Ketiga danau kawah itu masing-masing berada di Gunung Kie Besi di Maluku Utara, Gunung Awu di Pulau Sangihe, dan Gunung Kelut di Jawa Timur. Penulis merujuk peristiwa letusan Gunung Galunggung 1982 dan Gunung Colo 1983 yang amat dahsyat terutama diakibatkan karena keduanya memiliki sumbat lava berukuran besar.

Artikel “Amfibi Penghuni Awal di Muka Bumi” merupakan tulisan sumbangan A. Hendarsyah Lambri. Tulisan yang mengacu beberapa sumber Internet ini membahas keberadaan organisme pada masa awal di bumi berdasarkan temuan fosilnya.

(4)

W a r t a G e o l o g i . M a r e t 0 0 9 batuan, pengolahan bijih, serta operasional pabrik pengolahan. Apabila kegiatan berdasarkan estimasi cadangan atau keekonomian tidak memungkinkan terciptanya good mining practice untuk menghasilkan operasi tambang yang ramah lingkungan maka akan lebih baik kalau kegiatan penambangan dibatalkan.

Artikel “Geologi dan Legenda Gunung Kelimutu” merupakan tulisan bersama peneliti H. Z. Abidin, E. Partoyo, dan H. Utoyo. Para penulis mengupas keistimewaan Gunung Kelimutu di Pulau Flores yang memiliki tiga danau dengan tiga warna dari aspek geologi dan tradisi setempat.

Artikel “Al-Biruni Ilmuwan dan Kontribusinya terhadap Ilmu Kebumian” dan “Geomedika” merupakan artikel Geo Fakta sumbangan Joko Parwata. Dalam artikel “Al-Biruni” penulis yang tengah menyelesaikan pendidikan magisternya ini menceritakan perjalanan hidup seorang tokoh Ilmuwan muslim yang memiliki pengaruh besar atas kemajuan ilmu pengetahuan di berbagai bidang termasuk ilmu kebumian. Sementara dalam “Geomedika bagian 2” penulis melanjutkan tulisannya terdahulu mengenai pengaruh debu pada kesehatan.

Profil Warta Geologi kali ini adalah seorang purna bhakti Badan Geologi bernama Dr. Ir. Rukmana Nugraha Adhi, DEA yang pada masa kerjanya memiliki banyak aktivitas di berbagai kegiatan struktural mau pun pendidikan. Berasal dari keluarga petani, profil kita ini mengaku sempat bingung memilih kuliah

Survei Geologi” sumbangan Sofyan Suwardi (Ivan). Terakhir dalam rubrik “Seputar Geologi” kita bisa menyimak beberapa kegiatan Badan Geologi antara bulan Desember 2008 akhir hingga Maret 2009, di antaranya adalah acara pengukuhan Profesor Riset untuk tiga pejabat fungsional peneliti Badan Geologi, yaitu Bhakti Hamonangan Harahap, H. Fahroel Aziz, dan Hamdan Z. Abidin.

Pembaca yang budiman,

Kami senantiasa mengundang para pembaca, khususnya para peneliti dan pengamat bidang geologi dari dalam maupun luar lingkungan Badan Geologi untuk menulis di WG. Media cetak majalah populer – ilmiah bidang geologi ini tidak akan berkibar tanpa kiprah para penulis.

Kepada para penulis yang telah menyumbangkan tulisannya di WG kali ini, tak lupa redaksi mengucapkan terima kasih.

Akhir kata, selamat menikmati Warta Geologi.n

(5)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka kata plagiat disamakan dengan jiplak yang artinya “mengambil/mencuri karangan (pendapat dsb.) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dsb.) sendiri. Misalnya menerbitkan karya tulis atau karya cipta orang lain atas nama dirinya sendiri”.

Belum lama ini masyarakat luas mendengar atau membaca dari berbagai media massa betapa karya putra-putri Bangsa Indonesia, misalnya Batik, tarian Kuda Lumping atau nyanyian Rasa Sayang dengan tanpa rasa malu diakui oleh pihak asing sebagai karya mereka. Hal tersebut menyadarkan kita semua bahwa betapa perilaku menjiplak atau plagiat sudah merambah sangat luas, bahkan karya bangsa lain.

Di dalam negeri, perilaku plagiat, khususnya karya tulis ilmiah semakin berkembang. Disinyalir bukan hanya mengakui karya orang lain, tetapi juga karya diri sendiri yang sudah diterbitkan sebelumnya pada salah satu majalah/jurnal diterbitkan kembali pada majalah/jurnal lainnya. Dengan demikian plagiat diartikan juga sebagai kecurangan.

Kebiasaan buruk tersebut berkembang bukan alang-kepalang oleh mereka yang bermental instan (tidak mau berusaha), tetapi ingin eksis. Pelaku, biasanya para pejabat fungsional, terdorong melakukan hal memalukan tersebut oleh karena berada di ambang batas waktu (deadline) pengumpulan angka kredit. Tentu kita tidak ingin kebiasaan tercela itu terus berlangsung, karena selain merugikan orang lain juga merugikan diri sendiri.

Editor Jurnal Geologi Indonesia, Badan Geologi belum lama ini memprakarsai terbentuknya Forum Komunikasi Editorial Jurnal Kebumian yang disingkat FORKOM EJB. Pada saat “launching“ hadir seluruh editor jurnal, majalah, bulletin ilmu kebumian se Bandung Raya dan perwakilani LIPI. Ini adalah forum komunikasi sejenis yang pertama di Indonesia dan mendapat sambutan baik dari semua pihak.

Hentikan Kebiasaan Plagiarisme

Penggagas, Jurnal Geologi Indonesia, juga sudah melakukan sosialisasi pada Perguruan Tinggi dan Dinas Pertambangan di Yogyakarta dan Medan. Sosialisasi akan dilanjutkan ke daerah lainnya, sehingga diharapkan forum komunikasi ini menjangkau secara nasional. Dalam Pertemua Ilmiah Tahunan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (PIT IAGI) ke 36 di Bandung keberadaan Forkom EJB “numpang tampil” dengan membagi-bagikan brosur tentang keberadaan forum ini kepada semua peserta pertemuan.

Forkom EJB bertujuan antara lain menggalang kerja sama dengan para editor jurnal, majalah, bulletin atau semacamnya yang memuat karya ilmiah tentang ilmu kebumian untuk saling tukar informasi mengenai karya tulis yang sedang diedit, sudah dimuat dan sebagainya. Dengan demikian diharapkan seorang plagiator atau pelaku curang dapat dilacak sebelum tulisan jiplakannya lolos diterbitkan.

Forkom EJB tentu tidak bermaksud menutup pintu bagi plagiator atau pelaku curang, akan tetapi ini adalah jalan terbuka untuk penyadaran diri. Meskipun demikian, kita juga sepakat bahwa harus ada upaya yang sifatnya memberikan efek jera agar perilaku buruk tersebut dapat ditinggalkan untuk selamanya. Di akhir tahun 2008 yang lalu seorang Pejabat Fungsional pada salah satu instansi dibatalkan kenaikan jabatannya oleh LIPI karena salah satu tulisannya diketahui merupakan hasil jiplakan karya orang lain. Ulahnya itu bukan saja membuat malu yang bersangkutan, tetapi mempunyai efek domino. Nama instansinya, atasannya, dan para koleganya ikut tercoreng terbawa malu.

Negeri yang besar dimulai dengan hasil karya anak bangsa, terpakai secara luas di dalam kehidupan masyarakat, kemudian mendapat pengakuan dunia.

Mari berkarya dengan hasil jerih payah sendiri, bermutu, berkualitas dan pasti buahnya manis.n

Salam Redaksi

(6)

W a r t a G e o l o g i . M a r e t 0 0 9

D

anau kawah (crater lake) dapat didefinisikan sebagai kawah aktif

suatu gunung api yang berisi air

secara permanen, baik di musim hujan maupun

musim kemarau. Selain danau kawah ini terdapat

pula danau jenis lain. Ada danau yang terbentuk

karena air mengisi suatu kaldera, misalkan Danau

Batur di Bali, dan Danau Segara Anak di Gunung

Rinjani Lombok. Ada pula danau yang terbentuk

karena air mengisi lubang bekas letusan masa

lampau (ranu/maar), seperti misalnya Ranu

Pane dan Ranu Kumbolo di lereng Semeru, serta

beberapa ranu di sekitar Gunung Lamongan.

Dampaknya terhadap mitigasi bencana

di masa datang

Oleh: Syamsul Rizal Wittiri

W a r t a G e o l o g i . M a r e t 0 0 9

(7)

Indonesia memiliki tujuh gunung api yang mempunyai danau kawah, yaitu Gunung Dempo di Sumatera Barat, Gunung Galunggung di Jawa Barat, Gunung Kelut di Jawa Timur, Gunung Ijen di Jawa Timur, Gunung Kelimutu di Nusa Tenggara Timur, Gunung Awu di Sulawesi Utara, dan Gunung Kie Besi di Maluku Utara. Dalam dua dasa warsa terakhir ada tiga danau kawah yang hilang dan berubah menjadi sumbat lava setelah melalui letusan. Ketiga danau tersebut adalah Danau Kawah Gunung Kie Besi, Danau Kawah Gunung Awu, dan Danau Kawah Gunung Kelut.

Gunung Kie Besi

Gunung api yang membentuk Pulau Makian ini tumbuh di perairan Halmahera, Maluku Utara dan berada pada posisi geografi 00 19’ Lintang Utara serta 1270 24’ Bujur Timur. Sebelum letusan 1988 Kie Besi merupakan gunung api yang memiliki danau kawah dengan luas 450 x 150 m2. Setelah gunung ini istirahat selama 90 tahun pada 10 Juli 1988 terjadi letusan dahsyat.

Pada letusan tersebut air danau terlontar keluar kawah kemudian terbentuk sumbat lava dengan volume sebesar 282.600 m³ (Sobana dkk. 1995). Seismograf merekam gejala munculnya lava di permukaan pada 3 Agustus 1988, secara visual sinar api mulai terlihat pada 6 Agustus 1988 yang menandakan bahwa lava sudah mencapai permukaan.

Gunung Awu

Gunung Awu merupakan puncak tertinggi di Pulau Sangihe dengan ketinggian 1220 m dpl. (pengukuran tahun 1984). Kawahnya berbentuk oval (1550 x 1200 m2) dengan arah memanjang dari utara ke selatan di bagian puncaknya, dan berisi air yang berasal dari hujan dan mata air yang tertampung di dalam kawah membentuk sebuah danau dengan volume lk. 3,5 juta m3 (Karnaen, 1981). Penulis melakukan penelitian pada tahun 1992 dan menemukan adanya mata air di lantai kawah bagian timur.

Kegiatan pembentukan sumbat lava di dasar kawah sering terjadi. Letusan Februari 1931 berakhir dengan terbentuknya kubah lava setinggi 80 m. Kubah tersebut dihancurkan pada letusan Agustus 1966 dan kawahnya kembali terisi air serta membentuk danau kawah.

Pada 6 Juni 2004 di gunung ini terjadi letusan dan berakhir dengan terbentuknya sumbat kubah lava di dasar kawah. Sumbat yang berbentuk kubah tersebut mempunyai diameter 250 x 300

Danau Kawah Gunung Kie Besi sebelum terjadi letusan Foto:Sr. Wittiri, 1987.

(8)

W a r t a G e o l o g i . M a r e t 0 0 9 juga memiliki danau kawah dengan volume air sebanyak 4,5 juta m3. Seperti Gunung Awu, letusan Kelut pada 1376 dan 1920 juga berakhir dengan terbentuknya sumbat lava. Beberapa puncak yang ada di sekitarnya juga merupakan kubah lava sisa masa lalu.

Letusan 1991 meskipun tidak signifikan menonjol, tetapi ditengarai meninggalkan sumbat lava di dasar kawah. Tiga bulan kemudian kawah kembali berisi air sebanyak 3,25 juta m3.

Pada September 2007 Gunung Kelut giat kembali setelah mengalami masa masa istirahat (dormand) selama 16 tahun. Seolah mengulang sejarah, letusan 2007 berakhir dengan terbentuknya sumbat lava berbentuk kubah di dasar kawah dengan volume sebesar 4.000.000 m3. Pada 10 September 2007 indikasi munculnya sumbat lava di dasar kawah Gunung Kelut yang terendam dengan air danau mulai terekam oleh seismograf.

Bencana di Masa Datang

Kita bisa belajar dari peristiwa letusan Gunung Galunggung, Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 1982 dan Gunung Colo, Pulau Una-Una, Sulawesi Tengah, pada 1983. Kedua gunung api tersebut mempunyai sumbat lava dan letusannya merupakan letusan besar yang berlangsung masing-masing sembilan bulan dan enam bulan lamanya.

Tidak terperikan bencana yang diakibatkan oleh keduanya. Meskipun tidak ada korban jiwa, tetapi lebih dari 50.000 penduduk Tasikmalaya diungsikan dan dua kali masa panen yang tidak menghasilkan merupakan penderitaan yang sangat mendera. Sebanyak 7.000 penduduk Pulau Una-Una diungsikan ke daratan Sulawesi menyongsong meletusnya Gunung Colo. Mulai rerumputan hingga pohon kelapa hangus terbakar disapu awan panas. Penduduk harus menunggu hingga lebih lima tahun hingga tetumbuhan mulai berpucuk kembali.

Peristiwa tersebut menggambarkan betapa dahsyat bencana yang ditimbulkan oleh suatu letusan gunung api yang memiliki sumbat lava. Betapa tidak, untuk menghancurkan sumbat lavanya saja diperlukan energi pendobrak yang

Danau Kawah Gunung Awu, 1988 Foto: Sr. Wittiri dan A. Solihin.

(9)

amat besar. Itulah sebabnya, gunung api yang mempunyai sumbat lava lazim menjalani dormand selama puluhan tahun agar tercapai akumulasi energi yang memadai untuk menghasilkan suatu letusan. Kecuali magma mendesak melalui bidang lemah yang lain, sehingga letusan membentuk titik letusan yang baru. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi Peta Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung api, khususnya terhadap gunung api yang mengalami perubahan dari berdanau kawah menjadi berkubah lava.

Gunung api yang berdanau kawah lebih dominan menghasilkan lahar primer, sedangkan gunung api dengan kubah banyak menghasilkan piroklastik (hujan bebatuan). Kedua produk letusan tersebut berbeda bentuk fisiknya, sehingga berbeda juga daya rusaknya.

Lahar primer atau dikenal juga dengan lahar letusan biasanya mengalir dan melanda daerah aliran sungai dan atau lembah yang berhulu di puncak gunung api. Dengan demikian dugaan daerah yang akan terlanda bencana relatif lebih mudah. Sedangkan jatuhan piroklastik, misalnya awan panas terlebih dahulu terlontar secara vertikal kemudian jatuh ke segala arah lereng gunung api sehingga daerah yang akan terlanda bencana tersebar luas dan tidak dapat diduga.n

(10)

10 W a r t a G e o l o g i . M a r e t 0 0 9

Terbentuknya Bumi dan Awal kehidupan

B

erdasarkan satu teori yang dinamakan “Teori Kabut Pilin” (Nebular Hypothesis),

bumi bersama dengan

‘saudara-saudaranya’ planet yang lain, terbentuk pada

sekitar 4,6 milyar tahun yang lalu, dan tergabung

dalam satu susunan (keluarga) tata surya yang

dinamakan “Keluarga Matahari” (The Solar System).

Saat pertama kali terbentuk bumi masih dalam

kondisi cair pijar bagaikan lautan api, atmosfer

belum terbentuk sehingga hujan meteorit

mudah jatuh ke permukaan bumi tanpa ada

satu apapun yang menghalangi. Dalam kondisi

seperti itu sangat mustahil ada satu kehidupan

di dalamnya. Hal tersebut berlangsung hingga

3,5 milyar tahun yang lalu, kemudian mulai

berkembang suatu kehidupan yang dicirikan

dengan munculnya ganggang dan bakteri.

Oleh: A. Hendarsyah Lambri

Penghuni Awal di Muka Bumi

AMFIBI

(11)

Indikasi Kehidupan

Keberadaan kehidupan di muka bumi dapat diketahui melalui keberadaan sisa organisme yang pernah hidup saat itu yang dinamakan fosil (bukti kehidupan organisme yang terawetkan pada lapisan batuan dalam kurun waktu yang sangat lama, puluhan ribu, jutaan hingga ratusan juta tahun). Informasi kehidupan yang pernah berlangsung tersebut dapat dideteksi dari keberadaan fosil yang ditemukan pada masa sekarang. Suatu kaidah yang dikemukakan oleh James Hutton, yaitu “Present is The Key to The

Past”, penemuan saat ini adalah kunci masa lalu.

Dengan melakukan penelitian terhadap temuan suatu fosil, dapat diketahui sejarah kehidupan dan keberadaan penghuninya, serta lingkungan kehidupan di muka bumi pada masa lalu.

Amfibi Primitif

Salah satu kehidupan yang muncul di muka bumi pada masa awal adalah binatang amfibi. Binatang ini dapat hidup di dua jenis alam, di air dan di darat, misalnya katak dan salamander.

Amfibi primitif muncul pada akhir Zaman Devon, yaitu pada Masa Paleozoikum (540-245 juta tahun yang lalu), setelah kemunculan ikan pada Zaman Devon. Amfibi yang pertama muncul ialah

Ichthyostega yang diduga merupakan peralihan

dari ikan crossopterygian(Eusthenopteron), yang mempunyai kebiasaan dalam pergerakannya pindah ke daratan.

Ichthyostega berasal dari bahasa Yunani yang

berarti “fish roof”, diyakini oleh para ahli paleontologi sebagai amfibi pertama dan juga tetrapoda (vertebrata yang berjalan dengan empat kaki, contoh mamalia, reptil) pertama yang muncul di akhir Zaman Devon (Famennian, 360 juta tahun yang lalu, (KCM, Kompas Cyber Media, 05/09/2005). Itulah sebabnya Ichthyostega disebut juga sebagai ‘ikan berkaki empat’. Fosilnya ditemukan di Pulau Greenland sebelah timur, dideskripsi dan diberi nama oleh Säve-Soderbergh (1932). Fosil tersebut diidentifikasi berumur Devon Akhir.

Satu spesies lainnya, yaitu Ichthyostega wimani masuk dalam genus Ichthyostegospis (http:// en.wikipedia.org/wiki/Ichthyostega). Genus ini berhubungan erat dengan Acanthostega gunnari, juga ditemukan di Greenland Timur; Jarvik (1952, 1980, 1996).

Kenampakan tengkorak Ichthyostega lebih mirip ikan, memiliki tulang belakang/punggung

Acanthostega gunnari yang ditemukan di Greendland

Ichthyostega dan sketsa kerangkanya

(12)

1 W a r t a G e o l o g i . M a r e t 0 0 9 Penyesuaian dengan Kehidupan Daratan Amfibi primitif seperti Ichthyostega dan

Acanthostega berbeda dengan Crossopterygians

(Eusthenopteron atau Panderichthys).

Crossopterygians memiliki paru-paru dan bernafas

dengan insang, selain itu mereka menggunakan tubuh dan ekornya untuk bergerak, sedangkan siripnya untuk keseimbangan. Lain halnya dengan Ichthyostega yang bernafas dengan paru-paru dan memiliki kulit khusus untuk menahan dan menghambat kekeringan cairan dalam tubuh mereka. Untuk bergerak, Ichthyostega menggunakan tungkainya dan ekornya untuk keseimbangan.

Jennifer A. Clack mengatakan, Ichthyostega banyak menghabiskan waktu untuk berjemur di bawah matahari, seperti iguana laut dan anjing laut. Sedangkan aktivitasnya untuk makan, minum dan berkembang biak dilakukan di dalam air.

Di bawah ini diperlihatkan satu ilustrasi kehidupan

ikan (Coelacanth) dan amfibi pada Zaman Devon

Akhir.

Keberadaan Ichthyostegoids (Elginerpeton, Acanthostega, Ichthyostega,...) pada 20-30 juta tahun kemudian diganti oleh temnospondyls dan anthracosaurs seperti Eryops, amfibi yang memiliki kemampuan berjalan di daratan.

Amfibi lainnya yang hidup di Masa Paleozoikum diantaranya:

• Seymouria, tetrapoda bertubuh kecil, fosilnya ditemukan di utara Seymour, Texas, pada batuan sedimen berumur Perem (275 juta tahun yang lalu).

Eryops (berarti “simuka letih”), ditemukan pada lapisan sedimen berumur Perem Awal di Texas, berbadan lebar dan berat, memiliki tengkorak yang datar, panjang tubuhnya antara 1,5-1,8 m.

Eogyrinus, (Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Eogyrinus)

Seymouria, (Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Seymouria)

Metoposaurus, ditemukan pada lapisan batuan

sedimen berumur Trias Akhir, di Amerika Serikat, Eropa, Afrika Utara, dan di India, panjang tubuhnya sekitar 2 meter.

Seymouria, (Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Seymouria)

(13)

Microbrachis, berumur Karbon Akhir, panjang tubuhnya hanya 15 cm-an.

Diplocaulus, amfibi dengan kepala mirip mata panah, fosilnya ditemukan dalam lapisan berumur Perem di Texas, hidup di dasar sungai atau danau, panjang tubuh 90 cm-1 meteran.

Ophiderpeton, bentuknya mirip ular, panjang tubuh 75 cm, berumur Karbon Akhir.

Diplocaulus, (Evolution of The Vertebrates, 1991, Edwin H. Colbert & Michael Morales)

Ophiderpeton, (Evolution of The Vertebrates, 1991, Edwin H. Colbert & Michael Morales)

Microbrachis, (Evolution of The Vertebrates, 1991, Edwin H. Colbert & Michael Morales)

Gerrothorax, berumur Trias Akhir, panjang

tubuhnya sekitar 1 meter.

Gerrothorax, (Evolution of The Vertebrates, 1991, Edwin H. Colbert & Michael Morales)

Triadobatrachus, nenek moyang kodok,

ditemukan dalam lapisan berumur Trias Awal di Madagaskar, ukuran tubuhnya sekitar 12 cm.

Trimerorhachis, ditemukan pada lapisan batuan

berumur Perem di Texas.

Cacops, ditemukan di Texas, dalam lapisan

batuan berumur Perem.

Fosil kodok lain, Vieraella, ditemukan dalam lapisan berumur Jura Awal di Amerika Selatan, ukuran tubuh sekitar 4 cm, mempunyai bentuk mirip dengan kodok sekarang.n

Penulis adalah Penyelidik Bumi Pusat Survei Geologi – Badan Geologi

(14)

1 W a r t a G e o l o g i . M a r e t 0 0 9

Pertambangan Umum

Oleh:

Sabtanto Joko Suprapto

G

reen Mining dideklarasikan di Nusa

Dua, Bali, pada 9 Desember 2007 atas

prakarsa Menteri Energi dan Sumber

Daya Mineral (ESDM) bersama dengan Menteri

Kehutanan serta Ketua Forum Reklamasi Hutan

Akibat Kegiatan Penambangan (RHAKP). Deklarasi

tersebut berisi kesepakatan untuk secara

bersama-sama menghijaukan kembali hutan di lokasi bekas

tambang. Pada tahun 2008 sektor pertambangan

memberikan kontribusi perolehan devisa sebesar

36% kepada negara. Dengan potensi tersebut,

pengalokasian biaya untuk menciptakan

ling-kungan bekas tambang yang lebih baik bukan

merupakan masalah yang sulit. Potensi ekonomi

pertambangan yang sangat besar sepadan

den-gan risiko yang harus dihadapi. Operasi produksi

tambang mempunyai daya ubah lingkungan yang

tinggi.

Upaya untuk Menghasilkan Rona

Akhir yang Lebih Baik

(15)

Oleh karena itu, agar mendapatkan hasil yang optimal dan seimbang harus memperhitungkan risiko yang ditimbulkan. Rona akhir dari wilayah tambang harus diupayakan menjadi lebih baik dibandingkan rona awalnya.

Terkait dengan pasca tambang, telah dikeluarkan Permen ESDM Nomor 18 tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Semangat untuk menghasilkan lingkungan lahan bekas tambang menjadi ekosistem yang lebih baik telah didukung oleh keluarnya Permen tersebut.

Rona Awal

Rona awal suatu daerah yang mempunyai deposit bahan tambang memiliki karakteristik sesuai dengan jenis bahan galiannya. Misalnya daerah dengan batuan penyusun batugamping (lime

stone) menghasilkan bentuk bentang alam kars

dan cenderung gersang. Demikian juga pada zona dijumpainya deposit bijih logam, membentuk rona khas yang dapat menjadi indikator penting dalam eksplorasi.

Keberadaan deposit bahan tambang khususnya logam primer menyajikan rona yang khas, yaitu berupa lahan tandus, terjal dan sering dijumpai longsoran tanah, serta umumnya tidak porous dan tidak lulus air sehingga kecil potensinya untuk menjadi zona resapan air. Selain itu deposit logam primer yang umumnya berada di puncak-puncak bukit tersebut merupakan “bukit racun” yang seluruh tubuhnya tersimpan logam-logam berat bersifat racun yang apabila tidak ditambang, secara alami akan terus menerus tererosi dan mencemari lingkungan sekitarnya.

Tubuh deposit bijih logam seperti bijih emas, tembaga, timbal, dan besi umumnya mengandung bahan penyusun bersifat racun yang secara alami akan terus menyebar ke lingkungan sekitarnya. Kandungan rata-rata unsur logam, Kandungan rata-rata unsur logam pada deposit bijih emas di Ratatotok, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara.

Rona awal deposit bijih emas Gunung Pani, Gorontalo. Ciri khas daerah yang mengandung bijih emas primer adalah tandus, terjal, dan mudah longsor.

Rona awal pada wilayah cebakan, bijih tembaga Grasberg tahun 1988 merupakan daerah yang berbukit dan tandus. sumber PT. FI

Rona awal (status data tahun 1993) sebaran unsur Arsen di Pulau Sumatera

Sehingga peninggian atau anomali kandungan logam berat akan dijumpai pada sekitar dijumpainya deposit bijih logam primer tersebut.

Kandungan logam berat kadar tinggi dijumpai pada bijih itu sendiri, tanah lapukannya, dan menyebar pada endapan sedimen sungai yang berhulukan dari dari zona ditemukannya bijih logam.

(16)

1 W a r t a G e o l o g i . M a r e t 0 0 9 Deposit bijih logam apabila tidak dimanfaatkan atau ditambang, maka secara alami unsur-unsur logam berat bersifat racun atau radioaktif akan terus-menerus tersebar ke dalam lingkungan di sekitarnya akibat tererosi atau terbawa bersama aliran air tanah maupun air permukaan sehingga rona awal kandungan unsur logam di daerah sekitarnya terutama pada aliran sungai akan tinggi. Bijih sulfida yang tersingkap di permukaan akan teroksidasi, potensial menghasilkan air asam yang pada lingkungan tambang disebut sebagai air asam tambang. Air asam tersebut berpotensi melarutkan logam, sehingga mencemari lingkungan sekitarnya.

Deposit bijih logam dengan komponen penyusun resisten terhadap pelapukan dan erosi, membentuk morfologi tinggi dan cenderung berlereng curam. Tanah yang terbentuk umumnya sangat tipis, sehingga cenderung gersang, tidak tertutup oleh vegetasi lebat. Deposit bijih logam yang terbentuk dari hasil aktivitas hidrotermal, akan terbentuk zona alterasi, di antaranya menghasilkan zona argilik. Pada zona argilik dengan penyusun dominan lempung mudah terjadi longsoran. Pada tahap eksplorasi dilakukan, longsoran argilik yang umumnya berwarna putih sampai abu-abu cerah tersebut merupakan indikator yang baik untuk menemukan lokasi cebakan bijih.

Pertambangan dan Lingkungan

Pertambangan umum identik dengan penggalian tanah secara besar-besaran di wilayah tambang. Kegiatan tersebut akan merubah rona awal bentang alam, hidrologi, hutan, dan biota yang ada. Kegiatan pertambangan merupakan usaha yang kompleks dan sangat rumit, sarat risiko, serta usaha jangka panjang. Selain itu, kegiatan tersebut melibatkan teknologi tinggi, padat modal, dan terikat aturan regulasi yang dikeluarkan dari beberapa sektor. Itulah sebabnya kegiatan pertambangan mempunyai daya ubah lingkungan yang besar, sehingga memerlukan perencanaan total yang matang sejak tahap awal sampai pasca tambang.

dan tenaga kerja, perhitungan biaya modal dan biaya operasi, evaluasi finansial, analisis dampak lingkungan, tanggung jawab sosial perusahaan termasuk pengembangan masyarakat serta perancangan rona akhir pasca tambang.

Kegiatan pertambangan pada umumnya memiliki tahap-tahap kegiatan meliputi eksplorasi, pembangunan infrastruktur dan sumber energi serta pembangunan kamp kerja dan kawasan permukiman, penambangan dan pengolahan. Pengaruh pertambangan pada aspek lingkungan terutama berasal dari tahapan penambangan, pembuangan limbah batuan, pengolahan bijih, serta operasional pabrik pengolahan.

Upaya Penambangan

Penambangan bahan mineral dan batubara di seluruh dunia, lebih dari dua per tiganya dilakukan dengan tambang terbuka. Teknik tambang terbuka biasanya dilakukan dengan open-pit mining, strip mining, dan quarrying, tergantung pada bentuk geometris tambang dan bahan yang digali.

Tambang bawah tanah digunakan jika zona mineralisasi terletak jauh di bawah permukaan tanah sehingga jika digunakan cara tambang terbuka jumlah batuan penutup yang harus dipindahkan terlalu besar. Produktifitas tambang bawah tanah 5 sampai 50 kali lebih rendah dibanding tambang terbuka, karena ukuran alat yang digunakan lebih kecil dan akses ke dalam lubang tambang lebih terbatas.

(17)

permukaan tanah. Teknik penambangan quarrying untuk mengambil bahan seperti pasir, kerikil, bahan industri semen, batuan ornamen, dan batuan urugan.

Kegiatan penambangan menghasilkan limbah dalam jumlah yang sangat banyak. Total limbah yang diproduksi dapat bervariasi antara 10% sampai sekitar 99,99% dari total bahan yang ditambang. Limbah utama yang dihasilkan adalah batuan penutup dan limbah batuan. Batuan penutup dan limbah batuan adalah lapisan batuan yang tidak/miskin mengandung mineral ekonomi, yang menutupi atau berada di antara zona mineralisasi atau batuan yang mengandung mineral dengan kadar rendah sehingga tidak ekonomis untuk diolah.

Pengolahan Bijih Tambang

Pengolahan bijih akan menghasilkan limbah yang mempunyai karakteristik tergantung pada jenis bijih dan metoda pengolahannya. Penanganan dan penempatan limbah tersebut dalam rangka merehabilitasi/reklamasi lingkungan pasca tambang dengan mempertimbangkan karakteristik kimia dan fisika limbah.

Pengolahan bijih terdiri dari proses benefication dengan cara bijih yang ditambang diproses menjadi konsentrat bijih untuk diolah lebih lanjut atau dijual langsung, diikuti dengan pengolahan metalurgi

dan refining. Proses benefication umumnya

terdiri dari kegiatan persiapan, penghancuran dan atau penggilingan, peningkatan konsentrasi dengan gravitasi atau pemisahan secara magnetis atau dengan menggunakan metode flotasi (pengapungan), yang diikuti dengan dewatering dan penyaringan. Hasil dari proses ini adalah konsentrat bijih dan limbah dalam bentuk tailing serta emisi debu. Tailing biasanya mengandung bahan kimia sisa proses dan logam berat. Oleh karena itu, sebelum dimasukkan ke lahan penampungan terlebih dahulu dilakukan proses detoksifikasi.

Pengolahan metalurgi bertujuan untuk mengisolasi logam dari konsentrat bijih dengan metode pyrometalurgi, hidrometalurgi atau elektrometalurgi baik dilakukan sebagai proses tunggal maupun kombinasi. Proses pyrometalurgi seperti pembakaran dan peleburan menyebabkan terjadinya gas buang ke atmosfir (sebagai contoh: sulfur dioksida, partikulat dan logam berat) dan slag.

Pemisahan magnetik digunakan untuk memisahkan

bijih besi dari bahan yang memiliki daya magnetik lebih rendah. Sedangkan flotasi menggunakan bahan kimia untuk mengikat kelompok senyawa mineral tertentu seperti sulfida tembaga dengan gelembung udara untuk pengumpulan. Bahan kimia yang digunakan termasuk collectors, frothers, antifoams, activators, and depressants; tergantung karakteristik bijih yang diolah. Bahan kimia ini dapat mengandung sulfur dioksida, asam sulfat, senyawa sianida, cressol, disesuaikan dengan karakteristik bijih yang diolah.

Proses pemisahan gravitasi menggunakan perbedaan berat jenis mineral untuk meningkatkan konsentrasi bijih. Ukuran partikel merupakan faktor penting dalam proses pengolahan, sehingga ukuran tetap dijaga agar seragam dengan menggunakan saringan atau hydrocyclon. Tailing padat ditimbun di kolam penampungan tailing, airnya didaur ulang untuk proses pengolahan. Flokulan kimia seperti aluminium sulfat, kapur, besi, garam kalsium, dan kanji biasanya ditambahkan untuk meningkatkan efisiensi pemadatan.

Pelindian merupakan proses untuk mengambil senyawa logam terlarut dari bijih dengan melarutkan secara selektif senyawa tersebut ke dalam suatu pelarut seperti air, asam sulfat dan asam klorida atau larutan sianida. Logam yang diinginkan kemudian diambil dari larutan tersebut dengan pengendapan secara kimiawi atau proses elektrokimia. Metode pelindian dapat berbentuk timbunan, heap atau tangki. Metode pelindian heap leaching banyak digunakan untuk pertambangan emas sedangkan pelindian dengan timbunan banyak digunakan untuk pertambangan tembaga.

Proses pengolahan batubara pada umumnya diawali oleh pemisahan limbah dan batuan secara mekanis diikuti dengan pencucian batubara untuk menghasilkan batubara berkualitas lebih tinggi. Dampak potensial akibat proses ini adalah pembuangan batuan limbah dan batubara tak terpakai, timbulnya debu dan pembuangan. Air pencuci mengandung lumpur dan batubara halus, dialirkan ke kolam pengendapan.

Reklamasi Pasca Tambang

(18)

1 W a r t a G e o l o g i . M a r e t 0 0 9 dan penanaman kembali permukaan tanah yang tergradasi, penampungan dan pengelolaan racun dan air asam tambang, menggunakan penghalang fisik maupun tumbuhan untuk mencegah erosi atau terbentuknya air asam tambang. Permasalahan yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan rencana reklamasi meliputi :

a.Pengisian kembali bekas tambang, penebaran tanah pucuk dan penataan kembali lahan bekas tambang serta penataan lahan bagi pertambangan yang kegiatannya tidak dilakukan pengisian kembali.

b.Stabilitas jangka panjang, penampungan tailing, kestabilan lereng dan permukaan timbunan, pengendalian erosi, dan pengelolaan air.

c.Keamanan tambang terbuka, longsoran, pengelolaan B3, dan bahaya radiasi.

d.Karakteristik fisik kandungan bahan nutrient dan sifat beracun tailing atau limbah batuan yang dapat berpengaruh terhadap kegiatan revegetasi.

e.Pencegahan dan penanggulangan terjadinya air asam tambang dari bukaan tambang, pengelolaan

tailing dan timbunan limbah batuan (sebagai

akibat oksidasi sulfida yang terdapat dalam bijih atau limbah batuan).

f. Penanganan potensi timbulnya gas metan dan emisinya dari tambang batubara

g.Sulfida logam yang masih terkandung pada tailing atau waste merupakan pengotor yang potensial akan menjadi bahan toksik dan penghasil air asam tambang yang akan mencemari lingkungan, pemanfaatan sulfida logam tersebut merupakan salah satu alternatif penanganan. Demikian juga kandungan mineral ekonomi yang lain, diperlukan upaya pemanfaatan.

h. Penanganan/penyimpanan bahan galian yang masih potensial untuk menjadi bernilai ekonomi baik dalam kondisi in-situ, berupa tailing atau

waste.

Rona Akhir Pasca Tambang

Kondisi pasca tambang menghasilkan lingkungan bekas tambang yang berbeda dengan kondisi awal. Puncak bukit terdapatnya deposit bijih dapat berubah menjadi cekungan atau danau. Lereng yang semula curam dapat berubah menjadi landai. Zona terdapatnya bijih yang merupakan lahan tandus dapat direklamasi menjadi lahan dengan tutupan vegetasi lebih lebat. Demikian juga zona yang tadinya sulit untuk meresapkan air, dapat Bekas tambang emas di Minahasa Selatan sumber DJMBP.

Bekas tambang timah di Singkep untuk lahan perikanan, obyek wisata dan waduk penampung air.

(19)

direkayasa sehingga menjadi zona dengan tingkat resapan air yang tinggi.

Deposit bijih logam mengandung mineral sulfida dan logam berat yang mempunyai sifat racun. Dengan ditambangnya bahan galian tersebut pencemaran secara alami yang diakibatkan tersebarnya logam berat dan terbentuknya air asam akan menjadi jauh lebih berkurang. Penambangan dengan mengangkat cebakan bijih logam adakalanya menyisakan sulfida atau bijih yang tidak tertambang. Untuk menghindari sisa-sisa bijih sulfida logam berat tersebut teroksidasi, dapat diupayakan agar tidak terpapar pada udara bebas, yaitu dengan menimbun atau melapisi dengan bahan penutup.

Cekungan bekas tambang (pit) dapat digunakan untuk waduk penampung air. Air yang ditampung diupayakan tidak menghasilkan air asam tambang. Waduk penyimpan air dapat digunakan untuk lahan perikanan, wisata dan sumber air bersih atau air untuk keperluan irigasi pertanian. Waduk atau danau bekas tambang dapat menjadi lingkungan ekosistem baru, yang sama sekali berbeda dengan kondisi sebelum ada tambang. Tersedianya waduk atau danau selain menyediakan sumber daya air juga meningkatan fungsi resapan air yang akan meningkatkan imbuhan pada air tanah.

Rona akhir dari wilayah bekas tambang disesuaikan dengan peruntukannya yang dapat dikembalikan ke peruntukan semula misal kawasan hutan lindung, atau menjadi kawasan budi daya. Dengan perencanaan yang disusun sejak awal penambangan maka rona akhir seperti topografi, jenis vegetasi dan tata air, dapat direkayasa menyesuaikan dengan peruntukan pasca tambang agar menghasilkan rona yang lebih baik, lebih berdaya guna, dan lebih indah dibandingkan rona awalnya.

Masyarakat sekitar tambang yang semula menggantungkan hidupnya pada kegiatan usaha pertambangan, dengan tutupnya tambang memerlukan keberlanjutan pendapatan untuk kelangsungan hidupnya. Penutupan tambang memperhitungkan hal tersebut, demikian juga peluang usaha lain yang dapat dikembangkan untuk masyarakat yang secara langsung dan tidak langsung ketika tambang beroperasi mendapatkan manfaat dari tambang. Infrastruktur pertambangan yang dibangun dapat menunjang pengembangan wilayah sekitar tambang, meskipun tambang telah ditutup. Ketika tambang ditutup diharapkan ada manfaat ditinggalkan yang bersifat berkelanjutan. Kegiatan ekonomi, industri dan sektor lain

sebagai efek ganda dari adanya tambang ketika masih aktif dapat terus berlangsung dan tumbuh berkembang. Demikian juga pelaku usaha pertambangan dapat menciptakan kegiatan usaha lain untuk penciptaan lapangan kerja dengan bermodalkan hasil kegiatan tambang.

Penutup

Kegiatan usaha pertambangan sarat risiko, berdampak langsung pada lingkungan, serta mempunyai efek dalam jangka panjang. Risiko terhadap degradasi lingkungan menjadi isu yang sering mengemuka, terutama ketika kegiatan operasi produksi tambang sedang berlangsung. Bahkan kegiatan tambang seringkali dapat menimbulkan sikap pro dan kontra di masyarakat. Risiko yang besar tersebut menyebabkan beberapa Pemerintah Daerah tidak mengizinkan adanya kegiatan penambangan dalam wilayahnya.

Tambang yang identik dengan penggalian harta karun berukuran sangat besar, mempunyai risiko yang sepadan. Operasi tambang mengundang berbagai permasalahan, baik yang bersifat teknis penambangan, lingkungan maupun sosial. Untuk mendapatkan hasil optimal harus mempertimbangkan semua risiko. Kemungkinan dampak degradasi lingkungan saat operasi produksi sampai dengan pasca tambang perlu diantisipasi dengan perencanaan sejak awal. Dengan demikian hasil yang diperoleh dari operasi produksi tambang, telah memperhitungkan juga komponen biaya untuk perlindungan lingkungan.

Operasi tambang apabila ternyata dari estimasi cadangan atau keekonomian tidak memungkinkan terlaksananya good mining practice untuk menghasilkan operasi tambang yang ramah lingkungan, akan lebih baik apabila deposit bahan galian tersebut tidak ditambang. Akan tetapi apabila operasi produksi tambang bisa memberikan manfaat besar pada pembangunan dalam jangka pendek maupun jangka panjang secara berkelanjutan, memakmurkan dan mensejahterakan rakyat bahkan dapat menghasilkan rona akhir yang lebih baik dan lebih indah dibandingkan rona awalnya operasi produksi tambang merupakan keharusan.n

Penulis adalah Penyelidik Bumi

(20)

0 W a r t a G e o l o g i . M a r e t 0 0 9

G

unung Kelimutu adalah satu-satunya gunung api di Indonesia

yang memiliki tiga danau kawah

yang saling berdekatan. Istimewanya, air ketiga

danau tersebut warnanya berbeda. Danau

Kawah yang pertama bernama Tiwu Ata Polo,

airnya berwarna merah. Danau kedua yang

berjarak 10 m dari danau yang pertama adalah

Tiwu Nua Muri Kooh Fai, airnya berwarna hijau.

Sedangkan danau yang ketiga airnya berwarna

biru dan dikenal dengan Tiwu Ata mBupu.

Kelimutu terletak di Kecamatan Kelimutu,

Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur pada

posisi geografi 8o 45,5’ Lintang Selatan dan 121o

50’ Bujur Timur.

Oleh: Hamdan Z. Abidin, E. Partoyo dan H. Utoyo

Geologi dan Legenda

Gunung Kelimutu

(21)

Untuk mencapai daerah ini, kita bisa melalui Maumere, Ibukota Kabupaten Sikka, atau dari Ende, Ibukota Kabupaten Ende. Perjalanan ke gunung ini dari Maumere, membutuhkan waktu antara 2-3 jam, sedangkan dari Ende yang berjarak hanya 60 km, membutuhkan waktu sekitar 1 jam perjalanan.

Mengingat daerah Kelimutu adalah salah satu daerah tujuan wisata yang terletak di dataran tinggi dan terpencil, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Ende membangun tempat penginapan untuk menarik sekaligus menampung para wisatawan di Desa Moni. Jarak lokasi tersebut dengan puncak/ kompleks danau Kelimutu sekitar 12 km. Dengan demikian, para pengunjung yang menginap di tempat tersebut dapat memulai perjalanannya ke puncak Kelimutu dengan mudah.

Kondisi Danau Kelimutu

Ketiga danau yang memiliki luas 100 ha itu terletak di puncak Gunung Kelimutu pada ketinggian 1640 m dpl. dan merupakan bagian daerah cagar alam yang luasnya ± 500 ha.

Danau pertama yang dijumpai adalah Tiwu Ata Polo. Danau ini berbentuk silinder dengan garis tengah antara 75-100 m dan kedalaman 64 m. Jarak antara bibir danau dengan muka air sekitar 50 m dan luasnya berkisar 4 ha. Rekaman perubahan warna air kawah pada 1997 dan antara 2002 - 2006 memperlihatkan warna yang hampir konstan, yaitu merah kecoklatan kecuali di tahun 1997 pernah berubah menjadi merah hati/ hijau botol dan tahun 2002 warna air berubah 3 kali, masing-masing menjadi warna hijau pupus dan merah marun. Tahun 2003 terjadi satu kali perubahan warna menjadi hijau pupus, dan tahun 2004 satu kali perubahan menjadi warna hijau pupus. Di sekitar danau tercium bau belerang lemah (Sumber Geoteknologi, LIPI).

Danau kedua adalah Tiwu Nua Muri Kooh Fai, berjarak 10 m dengan danau pertama, berbentuk sangat silindris (seperti sumur) dengan diameter

antara 100 - 150 m, kedalaman 127 m, dan luas 5,5 ha. Air danau kedua ini berwarna hijau sampai hijau muda. Ketika penulis berkunjung pada bulan Juli 2008, air danau ini tampak berwarna hijau muda agak keruh. Di sekitar danau tercium bau belerang lemah.

Danau ketiga yang bernama Tiwu Ata mBupu terletak di sisi kiri dua danau sebelumnya. Kenampakan permukaan danau ini betul-betul berbentuk sangat silindris dengan garis tengah berkisar 75 -100 m sedalam 67 m seluas 4,5 ha.

Geologi Danau Kelimutu

Danau Kelimutu merupakan hasil eksplosif yang dahsyat dari gunung api bertipe stratovolcano. Oleh karena itu, daerah puncak ditutupi oleh hasil letusan gunung api berupa endapan piroklastik yang tebal. Umumnya endapan piroklastik ini berupa perselingan tuf dan breksi gunung api, sedikit lava (flow) dan bom gunung api yang tersebar cukup luas.

Wilayah kawah pertama, Tiwu mBupu, ditutupi oleh perselingan breksi gunung api dengan tuf. Breksi gunung api yang membentuk dinding kawah purba memiliki aneka fragmen dengan ukuran yang bervariasi, antara 1-2 m, tertanam dalam Foto danau kawah Gunung Kelimutu, secara berturut-turut dari kiri adalah Danau Tiwu mBupu, Danau Tiwu Ata Polo, dan Danau Tiwu Nua Muri Kooh Fai.

(22)

W a r t a G e o l o g i . M a r e t 0 0 9 masa dasar tuf berbutir kasar. Komponen breksi berupa andesit, lava, bom, dan basalt. Tuf yang membentuk dinding kawah berwarna putih. Baik breksi gunung api maupun tuf memperlihatkan

kemiringan lapisan (<10˚). Daerah bekas kaldera

tua ini umumnya telah ditumbuhi oleh aneka tumbuhan baik perdu maupun pohon cemara yang sudah cukup besar (5 -10 m).

Geologi danau yang kedua, Tiwu Ata Polo, tidak jauh berbeda dengan kondisi kaah yang pertama. Sekitar danau ditumbuhi oleh tumbuhan perdu ditutupi oleh perselingan antara tuf, breksi dan aliran lava. Dari kenampakan lapangan, runtunan tuf dan breksi gunung api, sedikit aliran lava dan bom gunung api, memperlihatkan perlapisan dengan ketebalan berkisar dari 10-15 cm. Tuf berwarna abu-abu hingga keputihan, sebagian telah mengalami pelapukan yang memberikan warna abu kecoklatan dan berlapis tipis. Breksi gunung api berwarna abu kehitaman, monomik dengan diameter antara 2-5 cm yang tertanam dalam masadasar tuf kasar. Lava berwarna hitam, berlapis tipis dan menutupi lapisan tuf dan breksi gunung api. Kemiringan lapisan runtunan batuan ini mencapai 30o. Di beberapa tempat, runtunan ini telah mengalami pelapukan atau tererosi sehingga membentuk lapisan bertingkat seolah-olah layaknya bentukan taman. Di atas bebatuan ini tumbuh “pohon abadi” yang kerdil

(Rhododendron renschianum). Perselingan antara

tuf dan breksi terlihat pada dinding kawah dengan ketebalan mencapai puluhan meter.

Kawah terakhir adalah Tiwu Nua Muri merupakan danau kawah yang termuda dalam kompleks

kawah Kelimutu dan paling aktif saat ini. Secara geologi, danau ini ditutupi oleh batuan yang sama seperti yang terdapat di daerah danau lainnya, perbedaannya hanyalah bebatuannya belum mengalami pelapukan kuat seperti yang terdapat di Tiwu Ata Polo. Litologinya umumnya belum terkonsolidasi kuat dan masih banyak berupa batuan lepas. Bekas-bekas bom gunung api dengan ukuran mencapai 50 cm sering dijumpai. Hal ini membuktikan bahwa hasil letusan gunung api muda ini cukup kuat. Bukti lain yang menunjukkan bahwa tenaga yang dahsyat melemparkan bom dan rempah gunung api dicirikan oleh kawah yang juga berbentuk corong/silinder dengan dinding kawah hampir

tegak (90˚). Secara lengkap runtunan litologi yang

terdapat di kawah muda ini dapat terlihat jelas pada dinding-dinding kawah. Runtunan litologi yang terdiri dari perselingan antara tuf dan breksi, mempunyai ketebalan mencapai lebih dari 50 meter. Runtunan ini berwarna kuning kecoklatan sampai kemerahan. Warna ini merefleksikan tinggi kadar mineral besi dan belerang.

Danau Tiga Warna

Keunikan Gunung Kelimutu yang mempunyai tiga danau kawah adalah masing-masing danau memiliki air yang berbeda antara satu dengan lainnya. Air danau Tiwu Ata Polo berwarna coklat dan sesekali berubah menjadi coklat hitam. Danau

Tiwu Nua Muri Kooh Fai yang berdampingan

dengan Danau Ata Polo memiliki warna hijau muda dan sesekali berubah warna menjadi hijau coklat. Danau mBupu memiliki warna hijau lumut. Letak ketiga danau ini saling berdekatan kecuali danau mBupu jaraknya 300 m dari Ata Polo. Suatu Aliran lava menutupi lapisan tuf dan breksi di sekitar Danau Tiwu Ata Polo. Dinding Danau Tiwu Nua Muri Kooh Fai memperlihatkan perselingan tuf dan breksi

(23)

pertanyaan, kenapa air ketiga danau tersebut berbeda dan apa penyebabnya? Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Geoteknologi LIPI, perbedaan warna air dari ketiga danau tersebut disebabkan perbedaan komposisi kimia.

Danau Ata Polo yang berbeda coklat kehitaman disebabkan oleh karena hadirnya unsur Fe yang tinggi. Perubahan warna akan terjadi perlahan-lahan ketika terjadi pelapukan dinding-dinding kawah akibat air hujan/air tanah yang bercampur dengan karatan besi (Fe). Danau Tiwu Nua Muri

Kooh Fai yang berwarna hijau diduga mengandung

unsur tembaga (Co) dari mineral malakit atau unsur klor. Warna ini sangat mirip dengan warna batuan yang terdapat di sekitarnya, yaitu tuf yang berwarna hijau. Sebaliknya, danau mBupu yang berwarna hijau lumut, kemungkinan disebabkan oleh tumbuhan lumut dalam danau di samping kemungkinan dipengaruhi oleh daun-daun kering yang jatuh ke dalam danau sehingga terjadi pembusukan.

Berdasarkan catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi yang mengamati kegiatan Gunung Kelimutu, setiap terjadi perubahan kegiatan vulkanik, misalnya kenaikan suhu atau kenakan jumlah gempa local akan

terjadi perubahan warna air danau kawah. Oleh sebeb itu, perubahan warna air kawah merupakan suatu indikasi gejala perubahan kegiatan Gunung Kelimutu.

Aktivitas vulkanik dapat berupa pengeluaran gas yang mendorong material halus (lumpur) bergolak dan naik ke atas. Bersamaan dengan itu, boleh jadi ada mineral tertentu, misalnya unsur tembaga, besi, klor yang terbawa, dan memberikan efek warna tertentu dan merubah warna air danau.

(24)

W a r t a G e o l o g i . M a r e t 0 0 9 Legenda Danau Kelimutu

Penduduk yang mendiami lereng Gunung Kelimutu pada umumnya berasal dari Suku Lio. Kelimutu dalam bahasa lokal terdiri dari kata “Keli” yang berarti Gunung dan “Mutu” artinya Roh, jadi Kelimutu artinya Gunung Para Roh.

Seperti Gunung Tangkubanparahu di Bandung yang terkenal dengan legenda Sangkuriang, Gunung Kelimutu juga memiliki legenda yang melekat pada masyarakat, khususnya bagi Suku Lio.

Sebelum memasuki kawasan danau terlebih dahulu harus meminta izin kepada “penguasa kawasan” yang dikenal dengan Perkonde Ratu atau biasa disebut Konde Ratu. Pemandu yang membawa para wisatawan akan meletakkan sebatang rokok dan beberapa uang logam di atas batu yang telah tersedia sambil berdoa mohon keselamatan dan agar diiizinkan masuk wilayah Kelimutu.

Ada tiga danau kawah di puncak Gunung Kelimutu, masing-masing Kawah Tiwu Ata Polo yang berarti Danau Arwah Yang Ditenun. Danau

yang konon dihuni oleh roh jahat ini memiliki berwarna merah kecoklatan. Danau kawah yang kedua berdampingan dengan Tiwu Ata Polo disebut Kawah Nua Muri Kooh Fai yang berarti Danau Arwah Muda-Mudi dan memiliki berwarna hijau. Sementara danau kawah yang ketiga adalah

Kawah Tiwu Ata mBupu yang berarti Danau Orang

Tua dan memiliki air berwarna biru.

Penduduk sekitar Kelimutu, khususnya Suku Lio meyakini bahwa jiwa atau roh orang sudah meninggal akan bersemayam di Kawah Kelimutu. Ketika seseorang meninggal dunia, jiwanya yang disebut mae akan meninggalkan kampung halamannya dan bersemayam di kawah untuk selama-lamanya. Sebelum bersemayam, arwah terebut akan melapor kepada Konde Ratu, penjaga pintu masuk Kelimutu (Gunung Para Roh).

Pembagian “kapling” bagi arwah yang baru datang akan diseleksi oleh sang ratu, tergantung perilaku masa hidupnya. Bila arwah yang meninggal itu adalah orang tua dan mempunyai perilaku baik selama hidupnya akan ditempatkan di Tiwu Ata mBupu.

(25)

Bagi arwah anak muda yang semasa hidupnya berperilaku baik akan mendapat tempat di Tiwu Nua Muri Kooh Fai. Sedangkan bagi arwah yang semasa hidupnya berperilaku buruk, baik anak muda maupun orang tua akan dijebloskan di Tiwu Ata Polo.

Aspek keilmuan (geologi)

Perjalanan sepanjang lintasan dari Wolowaru hingga ke Danau Kelimutu, sangatlah menarik ditinjau dari segi geologi. Di daerah Wolowaru dijumpai batuan beku dalam (plutonik) berupa granit dan granodiorit. Batuan-batuan ini merupakan batuan terobosan dari perut bumi yang membentuk perbukitan terjal dengan puncak-puncak pegunungan yang tinggi (<1000 m). Selanjutnya, dipertengahan jalan menuju Moni (Kecamatan Kelimutu), dijumpai breksi tuf terkersikan berwarna hijau.

Di beberapa tempat, batuan ini diambil oleh penduduk untuk bahan bangunan. Dari kenampakannya di lapangan, batuan ini diterobos oleh granit Wolowaru.

Perubahan yang mencolok, terdapatnya batuan gunung api yang telah terubah dan teroksidasi kuat sehingga memberikan warna merah kecoklatan dan merah kekuningan. Warna ini diyakini sebagai salah satu penyebab perubahan warna air di Danau Kelimutu. Dari keberadaan batuan ini, ternyata dulunya merupakan dinding kawah purba yang di bawahnya menganga lembah/jurang terjal dengan kedalaman mencapai ratusan meter.

Kira-kira seratus meter masuk persimpangan Kelimutu, dijumpai batuan gunung api yang disebut breksi gunung api. Breksi gunung api ini

adalah hasil kegiatan gunung api (Kuarter) yang mempunyai fragmen antara 10-40 cm dengan bentuk menyudut dan menyudut tanggung tersemen dalam matriks batuan yang sama. Diyakini batuan ini, merupakan hasil letusan awal ketika terjadi aktivitas gunung api. Fragmen-fragmen, yang tersemen dalam matrik halus merupakan pecahan dinding kepundan gunung api. Breksi gunung api ini menyebar cukup jauh mengikuti jalan ke arah Kelimutu.

Di jalan menuju Kelimutu dijumpai air panas

dengan temperatur berkisar dari 20- 35˚ yang

tidak mengandung belerang. Dari keberadaan air panas yang tidak berbelerang ini, diduga munculnya akibat adanya sesar/patahan. Sampai tiba di puncak Kelimutu, susunan litologi/bebatuan yang terdapat hanyalah perselingan antara breksi dan tuf pasiran, jarang ditemukan lava, kecuali hanya tersingkap sedikit. Ini menunjukkan bahwa tipe gunung api yang memuntahkan materialnya termasuk tipe gunung api dengan letusan yang sangat dahsyat (violent eruption).

Beberapa hal yang masih perlu dikaji mengenai Kelimutu adalah melakukan pentarikhan umur pembentukan kawah Kelimutu (awal) yang meninggalkan danau Tiwu Mbupu. Begitu pula pentarikhan danau Ata Polo dan Tiwu Nua Muri Kooh Fai. Analisis umur ini dapat dilakukan pada tuf dengan mempergunakan metoda Jejak Belah (Fission Track Method). Melakukan analisis kimia batuan terhadap ragmen breksi, bom, dan batuan lelehan serta analisis kandungan mineral logam (Au, Cu, Pb, Zn, Ag, As) dan mineral non metal lainnya guna mengetahui lebih jauh penyebab warna danau tiga warna di Kelimutu ini dan hubungannya dengan subduksi lempeng Indo Australia terhadap Lempeng Pasifik.

Penutup

Terakhir sebagai penutup tulisan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Falentinus Lape S dan Alexander Sengga dari Balai Taman Nasional Kelimutu Kabupaten Ende, NTT yang telah membantu memberikan data lapangan dan informasi yang berharga tentang Danau Kelimutu. Mudah-mudahan tulisan ini dapat menambah perbendaharaan buat Pemerintah Daerah Kabupaten Ende, NTT, umumnya, dan khususnya Balai Taman Nasional Kelimutu.n

Penulis adalah Peneliti

Pusat Survei Geologi - Badan Geologi

(26)

W a r t a G e o l o g i . M a r e t 0 0 9

Potret Buram Situ Gintung

W a r t a G e o l o g i . M a r e t 0 0 9

J

ebolnya tanggul penyangga penampungan air Situ Gintung di wilayah RT 02, RT 03,

dan RT 04 RW 08 Desa Cirendeu, Kecamatan

Ciputat Timur Tangerang Selatan, Provinsi Banten

Jumat pagi (27/3/09) menjadi berita yang sangat

mengejutkan. Ratusan anak bangsa meregang

nyawa dan meratapi rumah tinggalnya yang

hilang diterjang luapan air dalam tragedi tersebut.

Kita merasa prihatin, sedih, dan turut berduka atas

musibah ini. Kejadian tersebut menelan korban

jiwa sebanyak 99 orang. Jumlah tersebut masih

diperkirakan bertambah karena beberapa orang

dinyatakan hilang. Sejumlah 172 orang mengalami

luka berat maupun ringan sebagai akibat terseret

dan tertimbun reruntuhan bangunan rumah.

Sedangkan jumlah rumah yang hancur terseret

banjir lebih dari 300 rumah.

(27)

Profil Situ Gintung

Situ Gintung merupakan danau alami yang memiliki konstruksi alamiah. Danau ini berada pada sebuah punggungan di dekat sungai Pesanggrahan yang memiliki lebar tanggul 300 m. Danau ini memang bukan merupakan bendungan yang dibuat oleh para ahli sipil seperti lazimnya, melainkan terbuat dari tanah urugan.

Situ Gintung merupakan sebuah areal yang terperangkap dalam sebuah cekungan pada punggungan besar di antara lembah-lembah aliran sungai Pasanggrahan. Danau ini awalnya memiliki fungsi sebagai sebuah situ, yaitu tempat penampungan air hujan dan dimanfaatkan oleh warga pendahulu sebagai sumber perairan ladang pertanian serta pesawahan. Danau ini memiliki luas 31 Ha dan pada saat kejadian menyusut menjadi 21,4 Ha karena terjadi pendangkalan. Danau yang memiliki kapasitas penyimpanan air berkisar 2,1 juta meter kubik, ketinggian 44 m di atas permukaan laut, dan kedalaman 10 meter ini dibangun tahun 1930-an pada masa pemerintahan Belanda.

Di tengah-tengah situ terdapat sebuah pulau kecil yang menyambung sampai ke tepi daratan dan memiliki luas 1,5 Ha. Pulau yang diberi nama Pulau Situ Gintung ini menjadi daya tarik para warga kota untuk tujuan wisata keluarga.

(28)

W a r t a G e o l o g i . M a r e t 0 0 9 Kronologis Kejadian

Pada 26 Maret 2009, tengah malam (sekitar pukul 23.45) hingga 27 Maret 2009 dini hari, wilayah Situ Gintung diguyur hujan deras disertai dengan turunnya butiran es selama lebih dari dua jam. Hujan ini menyebabkan air yang tertampung di areal situ menjadi luber dan mengikis tanggul secara perlahan-lahan.

Gemuruh angin kencang dan suara batu yang berjatuhan saling berdetak memberi firasat buruk bagi mereka yang masih terbangun pada malam itu. Suasana yang begitu mencekam ini membuat

mereka yang terjaga bersiaga. Namun sayang hampir kebanyakan masyarakat tertidur pulas. Kondisi demikian telah memicu inisiatif beberapa orang terutama petugas keamanan untuk memberi peringatan “bahaya banjir”. Sebagian penduduk yang mendengar peringatan petugas keamanan langsung bersiaga, namun sisanya tetap terlelap tidur dalam dinginnya malam.

Pada pukul 02.00 dini hari beberapa penduduk melihat adanya aliran air yang tidak biasa datang ke pemukiman mereka. Beberapa menganggap aliran air tersebut adalah banjir

(29)

kecil yang umumnya terjadi saat turun hujan deras. Sementara itu peringatan dini yang dikumandangkan sektor keamanan hampir tidak mendapat respon masyarakat secara keseluruhan, serta tidak ada tindak lanjut pengamanan. Pukul 03.48 WIB terdengar suara gemuruh yang sangat dahsyat dari arah danau. Ketinggian air yang melanda wilayah tersebut naik dari sebatas mata kaki menjadi lutut.

Pukul 04.08 WIB, dentuman dahsyat terdengar mengiringi ambruknya tanggul bendungan setinggi 6 meter dan lebar 30 m. Sekitar 2,1 juta meter kubik air tumpah melanda pemukiman yang terletak di bawah tanggul. Peristiwanya terjadi laksana tsunami. Air dengan ketinggian 2 hingga 3 meter dipenuhi lumpur, reruntuhan bangunan rumah, dan pepohonan cukup deras menghantam satu demi satu rumah. Akibatnya lebih dari 300 rumah rata dengan tanah. Barang-barang material berikut isi rumah hanyut terseret entah kemana. Pagi buta yang gelap gulita itu saat itu dipenuhi jerit tangis memekakkan telinga.

Tidak lebih dari 90 menit Situ Gintung yang tadinya dipenuhi air berubah menjadi lumpur. Pemukiman dengan kerendahan 6 meter dari batas tanggul telah hancur porak poranda. Tubuh-tubuh tak bernyawa bergeletakan di antara harta benda, lumpur, batang-batang pepohonan, dan puing-puing bangunan. Mayat-mayat yang tertimbun reruntuhan bangunan membuat proses evakuasi menjadi sulit. Keesokan harinya pada jum’at pagi, setelah peralatan yang cukup memadai tiba dilokasi, evakuasi baru dapat dilakukan dengan baik.

Satu demi satu mayat-mayat yang penuh dengan lumpur diangkat oleh regu penyelamat dan dibaringkan di komplek UIN2 Syarif Hidayatullah. Setelah itu dikirim ke rumah-rumah sakit Kota Jakarta. Menyaksikan para korban itu tidak terasa air mata penulis mengalir. Semua hanya bisa berucap Inna lillahi wa Ina Illaihi Rojiun, kita berasal dari Allah dan pasti kembali kepadaNya. Bencana memang selalu datang tanpa diduga. Logika spiritual mengingatkan bahwa Tuhan selalu punya cara untuk menegur kita. Sebagai umatNya kita harus merenungkan kembali perjalanan hidup kita. Semoga para korban bencana Situ Gintung diberi ketabahan dan tawakal menghadapi cobaan ini. Semoga arwah mereka yang meninggal diterima di pangkuan Allah, Amin.n

(30)

0 W a r t a G e o l o g i . M a r e t 0 0 9

Al-Biruni

4 September 973 M - 13 Desember 1048 M

Pengantar

Al-Biruni adalah salah seorang ilmuwan terbesar yang dicatat dalam sejarah, sehingga Al-Sabra, ilmuwan dari Irak menjulukinya sebagai ilmuwan serba bisa pada abad 10 M. Sejarahwan dan saintis dari dunia barat, George Sarton, mengakuinya dengan ucapannya ”kita semua sepakat bahwa Al-Biruni adalah salah seorang ilmuwan yang sangat hebat sepanjang zaman.”

Bukan tanpa alasan bila Sabra dan Sarton mengakui Al-Biruni sebagai seorang ilmuwan yang agung. Sejatinya, Al-Biruni memang seorang ilmuwan yang sangat fenomenal. Sejarah mencatat Al-Biruni sebagai sarjana muslim pertama yang mengkaji dan mempelajari tentang seluk beluk anak benua India dan tradisi Brahminical.

Karena kerja keras dan keseriusannya dalam mengkaji dan mengeksplorasi beragam aspek tentang India, maka Al-Biruni pun dinobatkan sebagai ‘Bapak Indologi’ - studi tentang India. Tak cuma itu, ilmuwan dari Khawarizm, Persia itu juga dinobatkan sebagai Bapak Geodesi sekaligus antropolog yang pertama. Di era keemasan Islam, Al-Biruni ternyata telah meletakkan dasar-dasar satu cabang keilmuan tertua yang berhubungan dengan lingkungan fisik bumi.

Siapa Al-Biruni

(31)

perangko bergambar Al_Biruni terbit di Afganistan pada tahun 1973

(32)

W a r t a G e o l o g i . M a r e t 0 0 9

Salah satu sketsa, yang menggambarkan berbagai fase bulan, diambil dari Biruni’s Persian Book

tahun, Al-Biruni telah menulis beberapa karya ilmiah antara lain yang berjudul The Chronology of Ancient Nation. Dia juga kerap bertukar pikiran dan pengalaman dengan Ibnu Sina, ilmuwan besar Muslim lainnya yang begitu berpengaruh di Eropa.

Pada tahun 1017 Al-Biruni pindah ke Ghazma, Afganistan atas permintaan Emir Ma’mun. Di sana dia diberi kebebasan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Salah satu tulisannya yang terkenal yang berjudul The Elements of Astrology.

Pada tahun 1017 M hingga 1030 M, Al-Biruni mendapat kesempatan berkunjung ke India. Selama 13 tahun bermukim di sana, sang ilmuwan muslim itu mengkaji tentang seluk beluk India hingga melahirkan apa yang disebut Indologi atau studi tentang India. Di negeri Hindustan itu, Al-Biruni mengumpulkan beragam bahan bagi penelitian monumental yang dilakukannya.

Ketika berusia 17 tahun, dia meneliti garis lintang Kath, Khawarizm menggunakan altitude maksima matahari. Dalam usia 22 dia menulis kajian tentang kartografi, yaitu proyeksi peta. Sebuah

metode untuk membuat proyeksi belahan bumi pada bidang datar. Pada usia 27, dia telah menulis buku berjudul “Kronologi” tentang astrolab, sistem desimal, kajian bintang, dan sejarah. Selain itu dia juga berhasil menentukan radius bumi. Beliau berhasil menghitung radius bumi 6.339,6 kilometer (hasil ini diulang di Barat pada abad ke 16 M).

Al-Biruni wafat pada usia 75 tahun, tepatnya pada 13 Desember 1048 M di kota Ghazna. Untuk tetap mengenang jasanya, para astronom mengabadikan nama Al-Biruni di kawah bulan.

Karya Fenomenal Astronomi

(33)

Al Biruni sedang menulis. karya seorang pelukis Iran.

astronomi yang sangat panjang berjudul Kitab Al-Qanun Al Mas’udi.

Astrologi

Ilmuwan yang pertama kali membedakan istilah astronomi dengan astrologi. Hal itu dilakukannya pada abad ke-11 M.

Ilmu Kebumian

Orang pertama yang mengembangkan sebuah studi tentang proyeksi pembuatan peta dan mengembangkan kartografi. Dia berhasil menghitung garis lintang Kath Khawarzmi dengan menggunakan ketinggian matahari. Selain itu, Al-Biruni adalah orang pertama yang memperkenalkan teknik mengukur bumi dan jaraknya menggunakan triangulasi, sehingga diberi gelar sebagai “Bapak Geodesi”.

Jika melihat dan merenunginya akan diketahui bahwa bebatuan yang ada di sekitar Anda adalah sesuatu yang besar kemudian tertransportasi dan pecah menjadi kecil. Bebatuan itu berasal dari gunung dan turun ke arah laut. Dari pola fikir itu, Al-Biruni menganggap bahwa India mempunyai asal usul dari laut kemudian tertimbun oleh aluvial. Hal ini sesuai dengan teori geologi modern tentang kontinental drift yang menerangkan bahwa Subbenua India bergerak ke utara kemudian bersatu dengan Asia, menghasilkan Himalaya dan masih bergerak utara-timur. Berdasarkan penemuan tersebut, dia menyadari bahwa bumi akan terus berkembang dalam jangka waktu panjang tetapi tidak kekal, suatu ketika akan punah.

Al-Biruni adalah orang pertama yang menyusun katalog mineral berdasarkan warna, bau, kekerasan, kerapatan, dan berat. Dan itu adalah katalog pertama mengenai mineral.

Salah satu karyanya yang sangat berharga tentang ilmu perbintangan, matematika, dan geografi: Buku itu berjudul “Al-Qanun fi’Ulumi Al-Haiati

Wal-Nujumi”, (Hukum Tentang Organologi dan Nujum)

yang berisi tentang prinsip-prinsip ilmu falak dan ilmu penanggalan matematika yang membahas sejarah penanggalan dari berbagai bangsa, dan cara pemindahannya dari yang satu ke yang lain. Dalam buku ini Al-Biruni membuktikan bahwa bumi bulat, planet dan bintang bulat, baik yang tidak bergerak maupun yang bergerak. Semua benda planet tersebut berputar mengelilingi matahari dan bulan berdasarkan garis edarnya masing-masing. Pembuktian-pembuktiannya ini hampir enam abad mendahului pembuktian yang dilakukan oleh ilmuwan barat. Ia mendahului para astronom di dunia, dan menemukan gerakan poros bumi yang berputar condong, dan gerakan peredaran bumi mengelilingi matahari dalam satu tahun. Ia mengemukakan konsep kekuatan gravitasi bumi, yang merupakan satu bukti bahwa bumi berputar pada porosnya.

Dalam “Al-Qanun’, Al-Biruni membuktikan bahwa bintang bergerak mengelilingi poros rasi bintang. Ia menentukan letak 1024 bintang secara cermat pada galaksinya masing-masing. Ia menjelaskan secara matematis tentang gerakan planet-planet.

Ia menghubungkan gerakan planet-planet itu dengan gerakan bumi di sekitar matahari, dan batas akhir lingkaran bumi. Ia mengukur jumlah hari dalam setahun, memperkenalkan musim-musim yang dilalui dalam setahun, pergantian musim dan ia menentukan waktu-waktu terjadinya musim ini.n

Disusun dari berbagai Sumber oleh: Joko Parwata

(34)

W a r t a G e o l o g i . M a r e t 0 0 9

M

ineral berukuran debu yang dihasilkan secara alami

mempunyai penyebaran yang

amat luas. Baik yang berasal dari gunung api,

badai gurun, tanah longsor dan gempa bumi.

Perhatian masyarakat terhadap hal ini umumnya

sangat kurang, padahal kenyataannya debu

semacam ini dapat menimbulkan penyakit di

berbagai tempat penyebarannya. Kawasan

belahan bumi yang kering adalah pokok sumber

alam debu dunia dengan emisi per tahun sekitar

5 miliar ton. Bekas cekungan danau juga adalah

sumber utama partikel halus, yang mudah

terbawa angin, termasuk juga larutan dapur, yang

dapat mengandung tingkat lebih tinggi arsenic,

uranium, dan logam berat.

GEOMEDIKA

Pengaruh Debu Mineral pada Kesehatan

(Bagian 2)

Debu Mineral dan kesehatan

ma-nusia: Sebuah tinjauan

Gambar

gambar dan aneka pemandangan di sekitar
gambar yang bagus sehingga para pembaca

Referensi

Dokumen terkait

BEBERAPA GENOTIPE Saccharum spp.SUMATERA UTARA DENGAN VARIETAS TEBU TOLERAN KEKERINGAN (PS 864 DAN PSJT 941) MENGGUNAKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHISM DNA.. Nama :

Menguasai pengetahuan operasional yang lengkap, prinsip-prinsip serta konsep umum untuk menerjemahkan informasi tentang rencana kerja, memilih bahan, menggunakan

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (P&gt;0.05) pada lama penyimpanan yang berbeda terhadap mutu organoleptik dan kadar air. Kata kunci :

Usaha pendidikan anak prasekolah di Indonesia telah berlangsung sejak taun 1914 pada saat Pemerintah Hindia Belanda membuka kelas persiapan (Voorklas)

Kerinci yang diusahakan pada tanah Andisol, petani umurnnya melakukan penanaman pads bedengarlguludan searah lereng dengan maksud untuk menciptakan kondisi

Ikhwan al-Safa views seems in line with the view of education that develop in Indonesia. Regarding the concept of human according to education applied in Indonesia can be

Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka,

Data hasil penelitian uji organoleptik hedonik menunjukkan bahwa rasa ongol-ongol rumput laut berada pada interval 7,6 – 8,83 dengan skala penerimaan yang suka sampai