• Tidak ada hasil yang ditemukan

Angka Kasus Koksidiosis pada Pedet di Ka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Angka Kasus Koksidiosis pada Pedet di Ka"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

Angka Kasus Koksidiosis pada Pedet di Kabupaten Gunungkidul

Tahun 2013-2016

Asih Susanti, Romli Ainul Kusumo, Lina Findayani

Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Kesehatan Hewan, Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul

*Corresponding author : romli126@yahoo.com

ABSTRAK

Studi ini bertujuan untuk melihatangka kasus koksidiosis pada pedet di Kabupaten Gunungkidul sejaktahun2013hingga2016. Koksidiosis merupakan penyakit parasit yang merugikan peternak secara ekonomi karena koksidiosis memiliki tingkat mortalitas yang relatif rendah namun memiliki tingkat morbiditas yang cukup tinggi. Pedet yang terinfeksi koksidia akan mengalami gangguan terutama pada sistem pencernaannya, sehingga gejala utama dari koksidiosis adalah diare. Gangguan pada sistem pencernaan akan menyebabkan penyerapan nutrisi yang kurang optimal sehingga pedet akan terlihat kurus dan dalam waktu lama akan terganggu pertumbuhannya. Metode yang digunakan adalah uji apung untuk identifikasi ookista. Sampel feses pedet dikirim oleh Puskeswan di wilayah Kabupaten GunungkidulsejakbulanMei hingga Desembersetiaptahunnya.Jumah sampel yang diperiksa untuk tahun 2013, 2014, 2015 dan 2016 secaraberurutanadalah 805, 241, 1.199 dan 1.400. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa koksidiosis terjadi di hampir semua wilayah di Gunungkidul dengan jumlah maupun persentase kejadian yang bervariasi di tiap wilayah. Angka kasus koksidiosis memiliki pola grafik yang berbedasetiaptahun. Untuk menurunkan tingkat koksidiosis pada pedet dapat dilakukan dengan meningkatkan sanitasi dan higiene pemeliharaan pedet, pengendalian vektor dan hewan pembawa ookista serta manajemen pakan.

Kata kunci : Koksidiosis, Pedet, Ookista, Uji Apung

Pendahuluan

Berdasarkan data dari Sub Bagian Perencanaan Dinas Pertanian dan Pangan

Kabupaten Gunungkidul, disebutkan bahwa populasi sapi di Kabupaten Gunungkidul di

tahun 2016 adalah150.331 ekor. Sehingga Gunungkidul menjadi wilayah yang sangat

potensial untuk mengembangkan budidaya ternak sapi. Namun banyak hal yang perlu

diperhatikan dalam menjalankan budidaya tersebut, salah satu yang penting adalah

penyakit. Pada sapi, banyak penyakit yang disebabkan oleh parasit. Diantara banyak

parasit penyebab penyakit pada ternak, salah satunya adalah koksidia. Koksidia

merupakan salah satu golongan protozoa yang utamanya menyerang hewan vertebrata,

dan dibagi menjadi dua kelompok famili, yaitu Eimeriidae dan Sarcocystidae (Urquhart

(2)

2

Koksidiosis pada sapi terjadi hampir di seluruh dunia dan biasanya menyerang

pedet di bawah satu tahun, meskipun juga kadang menyerang sapi dewasa yang

memiliki kondisi kesehatan dan dipelihara dalam lingkungan yang kurang

baik(Urquhart et.al., 1996). Selain itu, kokdisiosis umumnya menyerang hewan yang

dipelihara di dalam populasi yang banyak atau di dalam lingkungan yang bebas namun

diberi pakan dan minum dalam tempat yang sama (Kirkpatrick dan Selk, 1990). Salah

satu spesies Eimeria yang sering menyerang sapi yaitu E.bovis. Spesiesinimenyerang

caecum dankolon yang menyebabkan enteritis akut dan diare pada infeksi berat

(Urquhart et.al., 1996).

Pedet yang terinfeksi koksidia biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih

parah jika dibandingkan hewanyang sudah dewasa. Pada infeksi ringan ditandaioleh

adanya diare ringan, berlangsung sekitar5–7 hari. Sapi akan depresi, nafsu makan turundan bahkan sampai sama sekali tidak mau makan, berat badan turun, dan

dehidrasi.Pada infeksi berat, feses sering terlihat bercampurlendir dan darah

(Kertawirawan, 2013).

Masalah penyakit parasit ini sangat merugikan peternak secara ekonomi karena

biasanya penyakit parasiter akan menimbulkan tingkat kesakitan yang tinggi namun

tingkat kematian cukup rendah. Oleh karenanya akan menimbulkan gangguan

perkembangan dan produksi ternak.

Materi dan Metode

Alat dan Bahan

Tabung reaksi, pipet, vortex mixer, sentrifus, mikroskop, object glass, deck

glass,gelas ukur, mortir, penyaring, larutan gula jenuh, sampel feses dari pedet umur di

bawah 1 tahun dengan jenis kelamin jantan maupun betina.

Metode

Menurut Urquhart et.al. (1996), identifikasi koksidia dilakukan di tingkat

mikroskopik, baik dengan pemeriksaan feses untuk melihat adanya ookista atau dengan

pemeriksaan scrapping (kerokan) atau irisan histologis dari jaringan yang terinfeksi.

Dalam studi ini, kami melakukanpemeriksaan feses menggunakan metode kualitatif

(3)

3

Feses digerus dan ditambahkan air secukupnya, diaduk dalam mortir hingga halus.

Kemudian larutan feses disaring dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi untuk

kemudian di sentrifus. Cairan supernatan yang terjadi dibuang hingga tersisa endapan.

Endapan divortex dan ditambahkan larutan gula jenuh lalu disentrifus kembali. Larutan

ini kemudian didiamkan beberapa saat untuk memastikan agar telur cacing dan ookista

naik ke permukaan. Setelah itu, ditambahkan larutan gula jenuh hingga permukaan

larutan menjadi cembung. Dengan deck glass, permukaan larutan disentuh kemudian

ditempelkan pada object glass. Pemeriksaan dilakukan di bawah mikroskop dengan

perbesaran 40x.

Hasil dan Pembahasan

Menurut Ahmad (2008), penyakit koksidiosis jarang terjadi di Indonesia. Namun,

sesuai dengan apa yang telah kami lakukan, justru koksidiosis termasuk penyakit parasit

yang cukup banyak terjadi dan tersebar luas di hampir seluruh wilayah Kabupaten

Gunungkidul.Jumlah kejadian koksidiosis di tahun 2013 hingga 2016 ditampilkan

dalam tabel di bawah ini :

Tabel situasi dan jumlah koksidiosis di Kabupaten Gunungkidul dari tahun 2013 s.d. 2016

No. Tahun Jumlah Sampel Feses Jumlah Positif Koksidiosis* Persentase

1. 2013 805 206 25,6 %

2. 2014 241 76 31,5 %

3. 2015 1199 137 11,4 %

4. 2016 1400 240 17,1 %

*berdasarkan temuan ookista dalam feses

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kejadian koksidiosis relatif bervariasi setiap

tahunnya dengan jumlah kasus paling rendah di tahun 2014, namun dengan persentase

paling tinggi. Hal ini dikarenakan jumlah sampel feses yang diambil hanya sebanyak

241 namun menunjukkan hasil positif koksidiosis sebanyak 76 kasus (31,5%).

Sampelfeses yang diperiksaberasaldaripedet denganumurkurangdarisatutahun,

umur yang rentan terhadap infeksi koksidia.Koksidiosis pada sapi biasanya menyerang

pedet di bawah satu tahun, meskipun juga kadang menyerang sapi dewasa yang

memiliki kondisi kesehatan dan dipelihara dalam lingkungan yang kurang baik

(Urquhart et al.,1996).Asallokasisampel feses dariseluruh wilayah

PuskeswanKabupaten Gunungkidul, yaitu Puskeswan Patuk, Playen, Wonosari,

(4)

4

dan sapi di wilayah Gunungkidul diperlihara secara tradisional, dimana pola

pemeliharaan masih belum begitu memperhatikan higiene dan sanitasi. Hal ini menjadi

salah satu faktor predisposisi kejadian koksidiosis.

Pengambilan dan pemeriksaan sampel dilakukan pada bulan Mei hingga

Desember dengan grafik kejadian koksidiosis tiap tahunnya memiliki pola yang

berbeda-beda. Di tahun 2013 dan 2014 memiliki pola grafik yang hampir sama yakni

kejadian paling tinggi di bulan Mei dan mengalami penurunan pada bulan-bulan

berikutnya. Pada tahun 2013, jumlah sampel feses yang diambil sebanyak 805 dengan

jumlah positif koksidiosis 206 (25,6%). Sedangkan di tahun 2015, jumlah kasus

tertinggi di bulan Oktober dimanajumlah sampel 1.199 dengan positif koksidiosis

sebanyak 45 (11,4%) dan di tahun 2016 jumlah kasus tertinggi terjadi di bulan Juni

dengan 74 kasus dari total sampel feses 1.400 (17,1%).

Grafik Kejadian Koksidiosis dari 2013 s.d. 2016

*Keterangan : A : 2013; B : 2014; C : 2015; D : 2016

Dari grambaran grafik di atas terlihat bahwa koksidiosis dapat terjadi kapanpun.

Kejadian koksidiosis lebih disebabkan oleh pemeliharaan sapi (terutama pedet) yang

kurang baik, sanitasi kandang (limbah kotoran) yang buruk, selain itu peternakan yang

mencampur ternak dalam satu kandang akan menimbulkan stress pada sapi akibat

(5)

5

suasana kandang yang terlalu padat, yang pada gilirannya akan mengganggu kesehatan

sapi (Fitriastuti et. al., 2011).

Di Gunungkidul, pemeliharaan sapi masih banyak yang menerapkan sistem

tradisional dan sering dicampur dengan ternak lain, seperti ayam dan kambing. Selain

itu, kondisikandangdenganfeses yang menggunung di

bagiandalamnyamasihdijumpai.Koksidiosis pada pedet dapat dicegah dengan

menerapkan good-farming practices, meliputi manajemen pakan, sanitasi dan higiene,

pengendalian vektor, pengolahan limbah, kesehatan hewan dan lain-lain.

Kesimpulan dan Saran

Dari hasil studi ini dapat disimpulkan bahwa koksidiosis dapat terjadi pada sapi

(terutama pedet) di seluruh daerah dengan pola pemeliharaan yang kurang baik. Angka

kasus koksidiosis menunjukkan jumlah yang bervariatif setiap tahunnya. Kejadian

koksidiosis terjadi karena buruknya sanitasi dan higiene kandang dan pemeliharaan.

Untuk studi selanjutnya, akan lebih baik jika sampel feses diambil dengan lokasi

yang lebih luas dan setiap bulan, sehingga hasil studi akan lebih tajam dan

komprehensif. Perlu dibuat desain monitoring dengan menentukan faktor dependent

yang mempengaruhi kejadian koksidiosis.

Daftar Pustaka

Ahmad, R.Z (2008)Beberapa Penyakit Parasitik dan Mikotik pada Sapi Perah yang Harus Diwaspadai. Prosiding Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas. Balitbangnak : Bogor

Fitriastuti E.R., Atikah N. dan Isriyanthi N.M.R. (2011)Studi Penyakit Koksidiosis pada Sapi Betina di 9 Propinsi di Indonesia tahun 2011. BBPMSOH : Bogor

Kertawirawan, I Putu Agus (2013)Pengaruh Tingkat Sanitasi dan Sistem Manajemen Perkandangan dalam Menekan Angka Kasus Koksidiosis pada Pedet Sapi Bali (Studi Kasus di Desa Musi Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng). Widyariset. Vol. 16 (2) : Bali

Kirkpatrick J.G., and Selk G (1990)Coccidiosis inCattle. Oklahoma

CooperativeExtension FactSheets : Oklahoma

Gambar

Tabel situasi dan jumlah koksidiosis di Kabupaten Gunungkidul  dari tahun 2013 s.d. 2016No
Grafik Kejadian Koksidiosis dari 2013 s.d. 2016

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa (1) Kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linear

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala

Contoh dengan menggunakan operasional LinkList java kita bisa memasukkan data pada indeks yang terkecil dengan menggunakan operasi addFirst ataupun pula pada

Hasil penelitian yang diperoleh nilai r hit (0,700) > 0.05 artinya ada hubungan yang signifikan antara hubungan perilaku hidup sehat terhadap kebugaran jasmani siswa kelas

Aklimatisasi dilakukan agar bibit rumput laut yang dihasilkan secara in vitro dapat ber- adaptasi dengan lingkungan budidaya, se- dangkan propagasi di tambak dilakukan untuk

pidana pembunuhan yang akhir-akhir ini sering terjadi di lingkungan masyarakat, maka dari itu penulis mengadakan penelitian dengan judul : “ TINJAUAN YURIDIS PERBANDINGAN

Nilai Kadar Air Media Hidroton Hasil pengujian kadar air media hidroton dapat dilihat pada Gambar 3 yang menunjukkan bahwa perlakuan yang menghasilkan kadar air

Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui berbagai jenis ektoparasit yang menyerang ikan lele dumbo, menganalisis ciri atau karakteristik dari Ektoparasit dan untuk