• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Minyak Pada Pembuatan Kulit Lemas samak Nabati yang Menggunakan Quebracho Sebagai Bahan Penyamak dengan Sistem C-RFP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Minyak Pada Pembuatan Kulit Lemas samak Nabati yang Menggunakan Quebracho Sebagai Bahan Penyamak dengan Sistem C-RFP"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Minyak Pada Pembuatan Kulit Lemas samak Nabati yang

Menggunakan Quebracho Sebagai Bahan Penyamak dengan Sistem C-RFP

Sri Sutyasmi

Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik, Jl. Sokonandi No.9, Yogyakarta 55166, Indonesia Telp:+62274512929, 563939; Fax: +62274563655

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Quebracho adalah bahan penyamak nabati yang berasal dari kayu Quebracho. Quebracho dapat digunakan untuk menyamak kulit lemas samak nabati dengan sistem Coditioning Fass Rapid Powder (C-RFP). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan minyak pada pembuatan kulit lemas dengan bahan penyamak nabati (quebracho) dengan sistem C-RFP. Kulit pikel disamak nabati menggunakan quebrcho dengan sistem samak cepat atau C-RFP. Untuk mendapatkan kulit samak nabati yang lemas perlu penggunaan minyak yang tepat. Variasi quebracho yang digunakan adalah 15%, 20%, dan 25%, sedangkan variasi minyak yang digunakan untuk peminyakan kulit adalah 12,5%, 15% dan 17,5%. Kulit tersamak selanjutnya di uji oganoleptis, fisis dan morfologi kulit. Hasil uji kulit tersamak hasil penelitian secara organoleptis, fisis dan morfologi kulit adalah baik dan kulit terlihat lemas seperti kulit jaket yang disamak krom. Hasil uji morfologi kulit terlihat bahwa jaringan kulit tetap padat dan kuat.

(2)

The Effect of Oil On The Making Of The Vegetable Leather Using

Quebracho As A Tanning Agent With C-RFP System

Sri Sutyasmi

Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik, Jl. Sokonandi No.9, Yogyakarta 55166, Indonesia Telp:+62274512929, 563939; Fax: +62274563655

E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Quebracho is a vegetable tanning agent that comes from Quebracho wood. Quebracho can be used to tanthe vegetable tanned skin with Coditioning Rapid Fast Powder (C-RFP) system. The purpose of this study is to determine the effect of oil use on the manufacture of soft leather with vegetable tanning materials (quebracho) with C-RFP system. Vegetable tanned leather uses quebrcho with a fast tanning system or C-RFP. To get the soft vegetable leather need to use the right oil. The variations of quebracho used were 15%, 20%, and 25%. While the oil variations used for fatliquoring were 12.5%, 15% and 17.5%. The tanned leather was then tested on Organoleptic, physical and morphological leather. The results test of tanned leather of organoleptic, physical and morphological is good leather and the leather looks soft as chrome leather jacket. The results of leather morphology test showed that the leather tissue remains solid and strong.

(3)

PENDAHULUAN

Kulit lemas seperti kulit jaket umumnya masih menggunakan bahan penyamak krom. Bahan penyamak krom mempunyai beberapa keuntungan diantaranya akan menghasilkan kulit lemas (misalnya kulit garmen, kulit jaket) yang mempunyai ketahanan fisik yang kuat dan waktu prosesnya relatif cepat (Langmaier, 2006). Disisi yang lain bahan penyamak krom mempunyai kelemahan terutama pada limbah yang dikeluarkan mengandung B3 (Mukherjee, 2012). Proses penyamakan krom menghasilkan limbah cair 30 – 40 m3 per ton kulit mentah dengan kandungan krom pada limbah yang dihasilkan dan menyebabkan industri ini dikategorikan industri penghasil B3 (Sarkeret al., 2013, Valeikaet al., 2010)

Penyamakan merupakan proses mengubah kulit mentah menjadi kulit tersamak yang stabil, tidak mudah membusuk. Prinsip penyamakan adalah memasukkan bahan penyamak ke dalam jaringan kulit yang berupa jaringan kolagen sehingga terbentuk ikatan kimia antara bahan penyamak dan serat kulit dalam hal ini kolagen (Fuck et al., 2011), sehingga didapatkan kulit yang lebih tahan terhadap faktor perusak, seperti mikro-organisme, kimia dan fisik, sehingga dapat diolah menjadi produk barang jadi seperti tas, sepatu dan lain-lain (Yuliarsi, 2013; Valeika et al., 2010).

Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dunia akan lingkungan, maka konsumen saat ini juga menuntut produk-produk ramah lingkungan. Kaitannya dengan hal tersebut untuk industri kulit diupayakan menggunakan bahan penyamak pengganti krom. Untuk itu perlu digalakkan penelitian penggunaan bahan penyamak ramah lingkungan dimana salah satunya adalah bahan penyamak nabati (Covington, 2009; Suparno et al., 2010; Evanet al., 2012)

Proses penyamakan menggunakan bahan penyamak nabati dapat dijadikan salah satu alternatif teknologi penyamakan non-krom, namun dengan proses ini perlu dicari terobosan supaya tidak menghasilkan kulit yang kaku, padat, keras dengan waktu penyamakan yang relatif lama. Kulit yang disamak menggunakan bahan penyamak nabati mempunyai beberapa kelemahan, salah satu diantaranya adalah kestabilan terhadap panas (hydrothermal stability) rendah karena ikatan silang dengan jaringan kolagen tidak cukup kuat (Kasmujiastuti dkk., 2015; Mahdiet al., 2009).

(4)

teknologi ini di industri penyamakan kulit di Indonesia kurang populer dikarenakan membutuhkan adaptasi dengan kondisi di Indonesia.

Penyamakan dengan sistem C-RFP telah dilakukan terhadap bahan penyamak nabati yang lain yaitu dengan bahan penyamak mimosa (Sutyasmi, dkk, 2016) dan bahan penyamak gambir (Sutyasmi, 2017) dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa kulit jaket samak nabati yang diproses dengan sistem C-RFP yang menggunakan bahan penyamak mimosa dan gambir hasil uji organoleptis, fisis maupun morfologi kulit semuanya bagus, sesuai yang diharapkan.

Kulit samak yang tidak diberi minyak akan menjadi keras dan kaku setelah dikeringkan. Penambahan lemak atau minyak dimaksudkan untuk membuat kulit lebih lemas dan tahan air. Bila serat yang telah tersamak dilumas oleh minyak atau lemak, maka serat-serat akan mudah bergeseran dan kulit menjadi lebih lemas (Covington, 2009).

Kulit yang disamak krom pada umumnya serat-seratnya lebih rapat, sehingga keadaannya menjadi kering dan kaku. Oleh karena itu perlu dilakukan peminyakan supaya lebih lemas dan lebih luwes (Sundaret al., 2011).

Produk kulit yang baik, dipengaruhi oleh perlakuan pada saat sebelum penyamakan, saat proses penyamakan dan pada saat pengujian. Perlakuan penyamakan kulit akan memperbaiki sifat-sifat kulit, antara lain kulit lebih tahan terhadap panas, pengaruh kimia dan aktivitas mikroorganisme serta meningkatkan kekuatan dan kelenturan kulit tersamak (Mustakimet al., 2010; Prayitno, 2014).

Salah satu proses penyamakan kulit agar kulit bisa lemas tidak kaku, maka akan didahului dengan proses bating. Proses bating merupakan suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau seluruh zat kulit yang bukan kolagen agar diperoleh kulit jadi yang mempunyai kelemasan yang bagus, dimana untuk menghilangkan protein tersebut diperlukan enzim pengurai protein yaitu protease.

Tingkat kualitas fisik kulit salah satunya dipengaruhi oleh faktor pemberian minyak dalam proses akhir penyamakan. Penambahan minyak dimaksudkan untuk membuat kulit lebih lemas dan tahan air. Bila serat yang telah tersamak dilumas oleh minyak, maka serat-serat akan mudah bergeseran dan kulit menjadi lebih lemas (Setiawan dkk., 2015). Kulit yang disamak krom pada umumnya serat-seratnya lebih rapat, sehingga keadaannya menjadi kering dan kaku. Oleh karena itu perlu dilakukan peminyakan supaya lebih lemas dan lebih luwes (Fucket al., 2011; Covington, 2009).Quebracho (Quebrachia lorentzi)adalah bahan penyamak nabati yang berasal dari kayu

Schinopsis lorentzii dan S. balansae (Suparno et al., 2010), dimana bahan penyamak ini perlu

(5)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan minyak pada pembuatan kulit lemas dengan bahan penyamak nabati (quebracho) dengan sistem C-RFP.

BAHAN DAN METODE

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit pikel, bahan penyamak quebracho sodatan TSN, obat-obatan untuk proses penyamakan kulit seperti sodapelt CL, syntan, resin, glutaraldehide, cat dasar, minyak, dan FA. Bahan kimia untuk finishing kulit jaket seperti Soft Acrylic: RA1, medium Soft RA. 193, Medium urethan/RU, pigmen, lack water, dan KS 3121.

Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah drum penyamakan dengan kapasitas 850 kg. Alat untuk pengujian fisik seperti kuat tarik, kemuluran, kuat sobek menggunakan Material Testing Zwick/Roell 2020. Alat untuk pengujian tebal menggunakan SG 300. Alat untuk pengujian penyamakan suhu kerut, kelemasan menggunakan Softness TesterST 300.Alat untuk uji tembus uap air menggunakan water permeability tester Model STM 473, dan alat untuk uji derajat penyamakan.

Metode Penelitian

Seperti penelitian sebelumnya bahwa penyamakan kulit dengan bahan penyamak quebracho dengan system C-RFP dengan metode sebagai berikut (Sutyasmi, 2016; Sutyasmi, 2017). Kulit pikel dari kulit domba disamak nabati menggunakan Quebracho dengan variasi jumlah bahan penyamak (quebracho) sebanyak 15%, 20%, dan 25%. Sebelum dilakukan proses penyamakan kulit dilakukan pre-tanning dulu dengan Sodatan TSN. Penyamakan nabati, menyebabkan kulit menjadi kaku, padat dan berisi. Pada pembuatan kulit lemas perlu peminyakan seperti pada penyamakan krom, sehingga diperlukan variasi penggunaan minyak untuk proses peminyakan. Variasi minyak yang digunakan agar kulit menjadi lemas yaitu: 12,5%, 15%, dan 17,5%.

(6)

menit, resin 3%, diputar 60 menit, glutaraldehide 4%, diputar 60 menit,cat dasar 2%,diputar 60 menit. Peminyakan menggunakan FA dengan konsentrasi minyak adalah seperti yang tertulis diatas, diputar selama 90 menit. Kulit selanjutnya dilakukan finishing kulit. Kulit lemas yang dihasilkan diuji sesuai dengan SNI 4593:2011 yaitu tentang Kulit jaket domba/kambing, dan juga uji Scanning

Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui morfologi kulit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Organoleptis

Hasil uji dari Kulit Samak Nabati (Quebracho) dengan sistem C-FRP terlihat pada Tabel 1. Dari data di Tabel 1 menunjukkan bahwa semua parameter nilai hasil uji organoleptis baik yaitu keadaan kulit semuanya lemas, warna semuanya rata, kelepasan nerf tidak lepas, dan elastik. Hal ini menunjukkan bahwa apabila dibandingkan dengan hasil uji kulit yang disamak dengan sistem C-RFP menggunakan mimosa dan gambir maka penyamakan dengan bahan penyamak quebracho juga sama baik hasilnya. Penyamakan dengan quebracho ini mempunyai suhu kerut 85oC yang menunjukkan bahwa kulit matang, sedangkan penyamakan dengan mimosa mempunyai suhu kerut yang hampir sama yaitu 86oC. Hal ini mungkin dikarenakan bahan penyamak Quebracho mempunyai tanin yang sedikit dibawah mimosa yaitu antara 20-30% (Pérezet al., 2007). Hal ini menunjukkan bahwa Quebracho dapat digunakan sebagai bahan penyamak nabati yang cara menyamaknya menggunakan C-RFP (samak cepat/tanpa air).

Uji Fisis

(7)

Tabel 1. Hasil uji dari Kulit Samak Nabati Elastisitas Elastis Elastis Elastis Elastis Elastis Elastis Elastis Elastis Elastis

Keterangan :

Q.1.1. : bahan penyamak Quebracho 15 % dan minyak 12,5 % Q.1.2 : bahan penyamak Quebracho 15 % dan minyak 15 % Q.1.3 : bahan penyamak Quebracho 15 % dan minyak 17,5 % Q.2.1.: bahan penyamak Quebracho 20 % dan minyak 12,5 % Q.2.2.: bahan penyamak Quebracho 20 % dan minyak 15 % Q.2.3 : bahan penyamak Quebracho 20 % dan minyak 17,5 % Q.3.1 : bahan penyamak Quebracho 25 % dan minyak 12,5% Q.3.2 : bahan penyamak Quebracho 25 % dan minyak 15 % Q.3.3: bahan penyamak Quebracho 25 % dan minyak 17,5%

Tabel 2.Hasil Uji Fisis dari Kulit Samak Nabati (Quebracho 15%, dan minyak 12,5%, 15% dan 17,5%) sistem C-RFP

(8)

Penggunaan dosis minyak yang tepat dapat menghasilkan nilai ketahanan sobek kulit yang tinggi. Penggunaan minyak dengan variasi 12,5; 15; dan 17,5% cukup terpenetrasi kedalam kulit secara optimal sehingga proses fatliquoring berjalan sempurna.Minyak mampu melapisi serat kulit dengan baik, sehingga serat-serat kulit tersamak menjadi kompak dan kulit tidak mudah sobek. Hal ini sejalan dengan pendapat O’Flaherty (1978), yang menyatakan bahwa konsentrasi minyak yang kurang tepat akan menyebabkan kekuatan fisik kulit menurun.

Nilai kekuatan sobek merupakan besarnya gaya maksimal yang digunakan untuk menyobek kulit dengan bahan penyamak quebracho sampai sobek sehingga akan diketahui daya kekuatan produk kulit samak dengan quebracho tersebut saat digunakan.

Sedangkan pada konsentrasi quebracho 20%, minyak 15% terlihat bahwa hasil uji tebal 0,6 mm, kekuatan sobek 12,63 kg/cm, kekuatan tarik 151,88 kg/cm2, kemuluran 66,98%, kelemasan 6,80 mm, ketahanan gosok cat tutup baik kering maupun basah adalah 4/5 yang berarti sedikit luntur, namun masih memenuhi SNI 4593 : 2011. Pada penggunaan minyak 15% terlihat bahwa hasil uji kemuluran kulit tidak memenuhi SNI 4593 : 2011, namun nilainya paling sedikit diantara yang lain.

Pada konsentrasi bahan penyamak yang sama (quebracho 20%), minyak 17,5%, hasil uji tebal adalah 7 mm, kekuatan sobek 13,16 kg/cm, kekuatan tarik 146,94 kg/cm2, kemuluran 74,52%, kelemasan 7,20 m, ketahanan gosok cat tutup baik kering maupun basah adalah 4/5 yang artinya sedikit luntur namun masih memenuhi SNI 4593 : 2011. Dari ketiga variasi minyak penggunaan minyak 17,5% adalah agak kebanyakan karena hasil uji kulit hanya kemuluran yang tidak memenuhi SNI 4593 : 2011 dan masih lebih besar daripada penggunaan minyak 15%. Dengan kata lain penggunaan minyak 17,5% adalah kebanyakan atau kurang efisien.

(9)

Nilai kelemasan kulit yang disamak dengan quebracho menunjukkan bahwa pada konsentrasi quebracho 20% dan minyak 17,5% terlihat nilai kelemasan kulit adalah tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak minyak yang digunakan untuk fatliquoring pada penggunaan quebracho yang sama maka nilai kelemasan akan semakin tinggi, namun kekuatan tarik menurun karena dengan penambahan minyak kolagen akan melonggar dan kemuluran akan bertambah. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Setiawan(2016), bahwa semakin tinggi minyak maka kemuluran, kekuatan sobek dan kelemasan akan bertambah namun kekuatan tarik menurun. Pengukuran sifat fisik kulit tersamak terutama kekuatan tarik merupakan salah satu parameter yang penting dalam menentukan kualitas kulit samak. Hal ini mengambarkan kekuatan ikatan antara serat kolagen penyusun kulit dengan zat penyamak yang digunakan dan sekaligus menunjukkan kesempurnaan hasil penyamakan (Kasim dkk., 2016; Nasr et al., 2013).

Nilai hasil uji tembus uap air adalah cukup besar karena persyaratan minimal adalah 2,5 mg/cm2/jam dan kulit hasil penelitian mempunyai nilai tembus uap air adalah 7,43; 7,42 dan 7,10. Semakin besar minyak yang digunakan maka nilai hasil uji tembus uap air akan semakin turun. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya minyak akan menghalangi air, sehingga nilai tembus uap air akan semakin turun.

Uji SEM

Hasil uji SEM ini diambil dari kulit samak nabati dengan Quebracho 20% dan minyak 12,5%, 15 % dan 17,5% terlihat pada Gambar 1.

(a) (b) (c)

Gambar 1. (a) Quedracho20%, minyak 12,5%; (b) Quebracho 20%, minyak 15%; (c) Quebracho 20%, minyak 17,5%

(10)

penggunaan minyak 15%. Namun pada penggunaan quebracho 20% dan minyak 17,5% jaringan kulit terlihat menumpuk dan ada yang kelihatan longgar. Disini terlihat bahwa dari semua gambar SEM yang ditampilkan yaitu pada penggunaan quebracho 20% dan minyak di semua variasi minyak, kulit terlihat kuat dan padat, zat penyamak bisa masuk kedalam jaringan kulit sehingga kulit bisa tersamak dengan dibuktikan suhu kerut 85oC, yang berarti penyamakan masak. Apabila dikaitkan dengan hasil uji fisis maka terlihat bahwa semakin banyak minyak yang digunakan maka jaringan kulit/kolagen akan mengendor dan longgar, sehingga dalam gambar SEM pada penggunaan quebracho 20% dan minyak 17,5%, terlihat serat-serat kulit menumpuk namun padat dan ada yang kelihatan longgar. Ini membuktikan bahwa semakin banyak minyak yang digunakan untuk fatliquoring serat-serta kolagen/jaringan kulit akan melonggar sehingga kekuatan fisik akan menurun dan kemuluran akan naik (Musa et al., 2013).

KESIMPULAN

Pembuatan kulit lemas dengan bahan penyamak nabati (quebracho) system C-FRP dapat berhasil baik sesuai yang diharapkan. Hasil uji organoleptis dan fisis semuanya baik, demikian juga dengan hasil uji SEM, disini terlihat bahwa jaringan kulit terlihat padat dan kompak, semakin tinggi pemakaian minyak maka kulit semakin lemas namun serat-serat kulit akan longgar. Pemakaian minyak yang terbaik pada penelitian ini adalah 15%.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak kepala Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik yang telah memberikan dana atas penelitian ini dan kepada bapak Heru Budi Susanto beserta tim yang telah banyak membantu.

DAFTAR PUSTAKA

BSN. (2011). SNI 4593:2011 Kulit Jaket Domba/kambing,Dewan Standarisasi Nasional – DSN. Covington, A.D. 2009, Tanning Chemistry The Science of Leather.Royal Society of Chemistry.www.rsc.org.

Evans, C., S., Suparno, O., Covington, A., D. 2012. Teknologi Baru Penyamakan Kulit Ramah Lingkungan : Penyamakan Kombinasi Menggunakan Penyamak Nabati, Naftol dan Oksazolidin. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

(11)

Juliyarsi, I., D. Novia dan J. Helson, (2013), Kajian Penambahan Gambir sebagai Bahan

Penyamak Nabati terhadap Mutu Kimiawi Kulit Kambing, Jurnal Peternakan Indonesia, Vol

15 (1), ISSN 1907-1760.

Kasim, A., Sri Mutiar, (2016), Penyamakan Kulit Kambing Untuk Memperoleh Kulit Tersamak Ber

kekuatan Tarik Tinggi Melalui Penyamakan Kombinasi, Prosiding Seminar Nasional Kulit,

Karet dan Plastik Ke-5 ISSN : 2477-3298,Yogyakarta, 26 Oktober 2016

Kasmudjiastuti, E., Sutyasmi, S., & Widowati, T. P. (2015). Pemanfaatan tanin dari kulit kayu tingi (Ceriops tagal) sebagai bahan penyamak nabati: pengaruh penambahan alum dan mimosa.

Majalah Kulit, Karet, dan Plastik, 31(1), 45-54.

Luck, W. and B. Zinz, (1987), Economical Manufacture of Vegetable-Tanned Leather, To the C-FRP Process, Bayer.

Langmaier, F., Mokrejs, P., Karnas, R., Mládek, M., & Kolomazník, K., (2006). Modification of

chrome tanned leather waste hydrolysate with epichlorhydrin.Journal-Society of Leather

Technologists and Chemists, 90(1), 29.

Mahdi.H., Palmika.K., Gurshi.A., Covington.D., (2009), Potential of Vegetable Tanning Materials

and Basic Alluminium Sulphate in Sudannese Leather Industry, Journal of Engineering

Science and Technology Vol.4(1):20 -31

Mukherjee, G. (2012). Modification of chrome tanned waste with epichlorohydrin. Journal of Indian Leather technologists Association, 62 (10), 902- 908.

Mustakim, M., Aris, S. W., & Kurniawan, A. P. (2010). Perbedaan Kualitas Kulit Kambing Peranakan Etawa (PE) dan Peranakan Boor yang Disamak Krom. Jurusan Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. Jurnal Ternak Tropika, 11(1), 38–50.

Mutlu, M. M., Crudu, M., Maier, S. S., Deselnicu, D., Albu, L., Gulumser, G., ... & Adiguzel Zengin, A. C. , (2014). Eco-leather: Properties of Chromium-free Leathers Produced with Titanium tanning Materials obtained from the Wastes of the metal Industry. Ekoloji, 23(91), 83-90.

Musa, A. E., Gasmelseed, G. A., & Sciences, I. (2013). Eco-friendly Vegetable Combination Tanning System for Production of Hair-on Shoe Upper Leather, 2(1), 5–12

Nasr, A.L., Abdelsalam, M.M. and Azzam, A.H., (2013). Effect of tanning Method and region on

Physical and Chemical properties of barki sheep leather, Journal Of Sheep And Goad

Sciences, 8(1); 123-130.

O’Flaherty, Reddy FOT, Lollar MR. 1978. The Cemicals and Technology of Leather Reinhold

Publishing Corporation. New York

Pérez, Miriam; García, Mónica; Blustein, Guillermo; Stupak, Mirta (2007). "Tannin and tannate from the quebracho tree: An eco-friendly alternative for controlling marine biofouling". Biofouling. 23 (3): 151159.

(12)

Sarker1, B.C., Bristy Basak, Md. Sajedul Islam, (2013), Chromium effect of tannery waste water and appraisal of toxicity: alternative treatment, International Journal of Agronomy and Agricultural Research (IJAAR) ISSN: 2223-7054 (Print) 2225-3610.

Setiawan,A., Putut Har Riyadi, Sumardianto, 2015, Pengaruh Penggunaan Gambir (Uncaria

gambier) Sebagai Bahan Penyamak Pada Proses Penyamakan Kulit Terhadap Kualitas Fisik

Kulit Ikan Nila (oreochromis niloticus), Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan 4 (2) hal 124-132

Sreeram, K.J., Aravindhan,R., Raghava RaoNair,B.U., (2010). Development of Natural Garment

Leather A Metal-Free Approach, JALCA, 105(12), 288-420.

Sundar, V. J., Raghavarao, J., Muralidharan, C., & Mandal, A. B. (2011). Recovery and utilization of chromium-tanned proteinous wastes of leather making: A review. Critical Reviews in Environmental Science and Technology, 41(22), 2048-2075

Suparno, O., Covington, A. D., & Evans, C. S. (2010). Teknologi baru penyamakan kulit ramah lingkungan: penyamakan kombinasi menggunakan penyamak nabati, naftol dan

oksazolidin.Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 18(2), 79-84.

Sutyasmi, S., Widowati, T. P., & Setyadewi, N. M. (2016). Pengaruh mimosa pada penyamakan kulit jaket domba samak nabati menggunakan sistem C-RFP, ditinjau dari sifat organoleptis, fisis, dan morfologi kulit. Majalah Kulit, Karet, dan Plastik, 32(1), 31-38.

Sutyasmi, S. (2017). Efektivitas penggunaan gambir sebagai bahan penyamak nabati sistem C-RFP untuk pembuatan kulit jaket dari kulit domba. Majalah Kulit, Karet, dan Plastik, 33(1), 11-18.

Valeika,V.,Sirvaityte,J.,Beleska,K., (2010). Estimation of Chrome Free Tanning Method Suitability in Conformity with Physical and Chemical Properties of Leather. Materian Science

(medzigotyra) ISSN 1392-1320, Vol.16 no. 4. 330 - 338.

Gambar

Tabel 1. Hasil uji dari Kulit Samak Nabati
Gambar 1. (a) Quedracho20%, minyak 12,5%; (b) Quebracho 20%, minyak 15%; (c) Quebracho

Referensi

Dokumen terkait

Cadangan bahan bakar semakin terbatas maka perlu dimaanfatkan teknologi alternatif untuk memanfaatkan minyak nabati sebagai energi alternatif yang ramah lingkungan.Minyak

Tujuan penelitian untuk mengetahui efek- tivitas tanin dari larutan ekstrak kulit kayu Tingi sebagai bahan penyamak nabati dengan penam- bahan alum sebagai ikatan

Pra penelitian yang dilakukan di UPTD Pengolahan Kulit Padang Panjang dengan menggunakan bahan penyamak nabati lainnya yang berasal dari gambir sebanyak 15- 35% diperoleh

Dari Gambar 2 terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan penyamak ulang nabati yang digunakan,, maka tanin yang dapat masuk ke dalam jaringan kulit jumlahnya semakin banyak,

Ardinal, dkk (2013), dalam penelitiannya menggunakan 9% gambir sebagai bahan penyamak pada pH 4 dan 8, menyatakan bahwa pada pH 8 maka kulit tersamak (dry havana)

Berdasar hasil karakterisasi kulit kayu tingi sebagai bahan penyamak nabati dapat disimpulkan bahwa kadar tanin kulit kayu tingi (puder) adalah 70,91% dan kadar non

Penyamakan adalah rangkaian proses pengerjaan pada kulit dengan zat- zat atau bahan-bahan penyamak, sehingga kulit yang semula labil terhadap pengaruh kimia, fisis,

Dari Gambar 2 terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan penyamak ulang nabati yang digunakan,, maka tanin yang dapat masuk ke dalam jaringan kulit jumlahnya semakin banyak,