• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Sulung Anterior - Prevalensi Trauma Gigi Sulung Anterior Pada Anak Usia 1-4 Tahun Di Tk/Paud Dan Posyandu Kecamatan Medan Petisah Dan Medan Tuntungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Sulung Anterior - Prevalensi Trauma Gigi Sulung Anterior Pada Anak Usia 1-4 Tahun Di Tk/Paud Dan Posyandu Kecamatan Medan Petisah Dan Medan Tuntungan"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

b) Memberikan informasi kepada orang tua atau wali dan pihak sekolah anak agar lebih mengawasi anak-anaknya saat bermain dan memotivasi anak agar lebih memperhatikan pola bermainnya.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gigi Sulung Anterior

Gigi sulung atau gigi desidui merupakan gigi yang pertama sekali tumbuh di dalam rongga mulut seseorang. Nama lain gigi sulung adalah gigi susu atau gigi sementara. Jumlah gigi sulung anterior adalah 12, dimana pada rahang atas dan rahang bawah, masing-masing mempunyai empat gigi insisivus dan dua gigi kaninus. Gigi sulung anterior ini akan diganti dengan gigi permanen yang berada di bawahnya dari sekitar usia enam tahun.17

(2)

Gambar 1. Gigi sulung anterior17

2.1.1 Usia Erupsi Gigi Sulung Anterior

Gigi sulung anterior akan mulai erupsi sejak sekitar usia 6 bulan. Gigi insisivus sentralis rahang bawah merupakan gigi sulung anterior yang paling cepat erupsi.17

Tabel 1. Usia erupsi gigi sulung anterior17

Gigi Sulung Anterior Rahang

Atas

Usia Erupsi (Bulan)

Gigi Sulung Anterior Rahang

Bawah

Usia Erupsi (bulan)

Insisivus Sentralis 7,5 Insisivus Sentralis 6

Insisivus Lateralis 9 Insisivus Lateralis 7

Kaninus 18 Kaninus 16

2.2 Definisi Trauma Gigi

Trauma pada gigi merupakan perpindahan energi secara akut ke gigi dan jaringan pendukung sekitarnya yang dapat menyebabkan fraktur, dislokasi gigi atau patah pada jaringan pendukungnya.3

(3)

Prevalensi trauma gigi sulung ternyata tinggi di seluruh dunia walaupun regio

oral hanya mencakup 1% dari seluruh area badan.5 Trauma pada gigi sulung

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius dan sering diabaikan.6,18,19 Pada setiap negara, terdapat prevalensi trauma gigi yang berbeda bahkan hasil yang berbeda juga dapat diperoleh dari beberapa penelitian yang dilakukan di negara

yang sama.11 Hasil dari beberapa penelitian yang telah dilakukan di Brazil

menunjukkan prevalensi trauma gigi sulung pada anak bervariasi dari sekitar 9,4% hingga 36,8 % (Tabel 2).5-7

Di Asia, prevalensi trauma gigi sulung dapat menjadi sangat tinggi, hal ini terbukti dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Bhayya DP dan Shyagali TR di India mengenai prevalensi trauma gigi sulung pada anak usia 4-6 tahun yang mendapat hasil yang cukup tinggi yaitu 76,13% (Tabel 2).1

Prevalensi trauma gigi sulung cukup bervariasi, ini mungkin disebabkan oleh peneliti menggunakan metode penelitian yang berbeda. Faktor lingkungan, budaya dan kebiasaan penduduk yang berbeda di setiap negara juga dapat mempengaruhi hasil prevalensi yang didapatkan melalui penelitian.5,11Penelitian tentang prevalensi trauma gigi sulung yang telah dilakukan di dunia ini terutama di Asia ternyata masih kurang (Tabel 2).

Tabel 2. Prevalensi trauma gigi sulung di beberapa wilayah di dunia1,5-7,20

Peneliti Negara Tahun Usia

Hargreaves dkk. Afrika

(4)

Serikat Amerika Selatan

Bijella dkk. Brazil 1990 1 - 6 576 30,2%

Mestrinho dkk. Brazil 1998 1 – 5 1853 15%

Cunha dkk. Brazil 2001 0 – 3 1654 16,3%

Kramer dkk. Brazil 2003 0 – 6 1545 35,5%

Granville-Garcia dkk. Brazil 2006 1 – 5 2651 36,8%

Oliveira dkk. Brazil 2007 ½ – 5 892 9,4%

(5)

2.4 Usia Rentan Trauma pada Gigi Sulung

Trauma pada gigi sulung paling sering terjadi pada usia 1 – 3 tahun, karena koordinasi motorik anak pada usia ini masih dalam perkembangan dan belum stabil sehingga sering terjatuh atau tertabrak saat belajar berjalan atau berlari.2,4,8Literatur

Dental Traumatology juga menyatakan bahwa pada anak usia 1 – 3 tahun, sering terjadi injuri luksasi terhadap gigi dan jaringan lunak sekitarnya akibat terjatuh.2 Penelitian yang dilakukan oleh Kovacs M dkk. mendapat hasil yang serupa yaitu frekuensi trauma yang paling tinggi pada gigi sulung adalah pada anak usia 1 - 2 tahun.4

Gigi sulung yang paling sering mengalami trauma adalah gigi anterior rahang atas terutama insisivus satu.6,7,12 Trauma gigi pada umumnya hanya terjadi pada satu gigi saja, kecuali kasus trauma yang disebabkan oleh kecelakaan dapat menyebabkan trauma gigi pada beberapa gigi.5,6,12

2.5 Tipe Trauma Gigi yang Paling Sering Terjadi pada Gigi Sulung

Trauma luksasi lateral dan fraktur enamel merupakan tipe trauma yang lebih sering terjadi pada gigi sulung.1,4,7,12Menurut penelitian yang dilakukan di Romania oleh Kovacs M dkk., ternyata tipe trauma yang paling sering terjadi pada gigi sulung adalah luksasi lateral. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang telah dilakukan di Norwegian yang menyatakan luksasi lateral merupakan tipe trauma yang paling sering, diikuti dengan injuri kontusi gigi.4

(6)

2.6 Etiologi dan Faktor Predisposisi Trauma Gigi Anterior pada Anak-anak

Etiologi terjadinya trauma gigi yang paling umum adalah terjatuh, hal ini dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa.1,11-13 Anak-anak dari 0-6 tahun sering terjatuh ketika berjalan, bermain, bersepeda atau akibat kegiatan olahraga sehingga mengakibatkan trauma pada gigi sulung.11,18 Lokasi anak-anak sering terjatuh adalah

di rumah, sekolah, taman bermain.1,7,18 Trauma gigi juga dapat terjadi akibat

kekerasan fisik, injuri yang disebabkan binatang atau kecelakaan lalu lintas.1,11,16 Salah satu faktor predisposisi trauma gigi anterior adalah faktor anatomi rongga mulut pasien seperti overjet yang lebih besar daripada 3mm, protrusi gigi anterior atas, inadequate lip coverage , anterior open bite dan hubungan molar mesial step.1,7,11 Kekurangan proteksi yang sesuai seperti mouthguard atau faceguard ketika melakukan kegiatan olahraga,anak yang hiperaktif, obesitas dan anak yang

mengalami penyakit seperti Epilepsy, Cerebral Palsy juga merupakan faktor

predisposisi yang dapat menambah risiko terjadinya trauma pada gigi anterior.7,11,20 Kondisi tertentu seperti ada karies gigi yang tinggi dan kebiasaan buruk seperti bernafas dari mulut juga merupakan faktor predisposisi trauma gigi anterior.3

Injuri iatrogenik terhadap gigi akibat prosedur pemberian anestesi umum juga merupakan faktor predisposisi yang dapat menambah risiko terjadinya trauma pada gigi anterior.11 Trauma pada gigi dapat terjadi ketika prosedur endotracheal intubation yang merupakan prosedur dimana satu endotracheal tube akan

dimasukkan ke dalam trachea pasien melalui mulut dengan bantuan

(7)

Gambar 2. Endotracheal intubation23

Faktor predisposisi trauma gigi anterior yang lain adalah faktor jenis kelamin. Pada umumnya, laki-laki lebih cenderung mengalami trauma gigi dibandingkan dengan perempuan.16 Menurut penelitian Bhayya DP dan Shyagali TR di India dan juga penelitian Bijella dkk. di Brazil, menunjukkan bahwa trauma gigi sulung lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.1,20 Hasil penelitian tersebut ternyata tidak selalu benar, karena menurut beberapa penelitian yang lain, terdapat hasil distribusi trauma gigi sulung pada pasien laki-laki dan perempuan yang tidak berbeda signifikan.4,18,20 Penelitian yang dilakukan oleh Ozen B dkk. di Turki mendapatkan hasil yang berbeda juga, yaitu trauma gigi lebih sering terjadi pada

anak-anak perempuan daripada laki-laki pada kelompok usia 2-7 tahun.12 Hasil

berbeda pada beberapa penelitian ini mungkin disebabkan kegiatan yang dijalankan oleh pasien anak di tempat itu berbeda dengan tempat yang lain.1,12

(8)

dengan kemampuan mereka sehingga mereka terdorong untuk menjadi lebih baik

dalam kegiatan tersebut. Ini akan meningkatkan risiko terjadinya trauma gigi.4

Setelah usia 12 tahun, frekuensi trauma gigi menjadi semakin menurun, hal ini mungkin disebabkan karena mereka lebih mengerti cara untuk melindungi diri sendiri dari terjadinya trauma gigi.12 Frekuensi trauma gigi paling rendah pada anak usia 18 tahun dibandingkan dengan anak yang berusia lebih muda karena kemungkinan mereka mulai kurang tertarik dalam kegiatan olahraga atau waktu untuk berolahraga telah berkurang(Gambar 3).4

Gambar 3. Distribusi Trauma Gigi Berdasarkan Usia4

Faktor predisposisi yang seterusnya adalah faktor sosial ekonomi. Menurut Hamilton dkk., anak-anak dari kelas sosial ekonomi yang rendah lebih cenderung mengalami trauma gigi dibandingkan dengan kelas sosial ekonomi yang tinggi.20

2.7 Kerugian Akibat Trauma Gigi Sulung

Trauma gigi sulung pada anak akan membawa dampak yang negatif kepada pasien dan orang tuanya karena dapat mengakibatkan rasa sakit dan mempengaruhi

estetik pasien sehingga menurunkan kualitas hidup mereka.3,4Anak mungkin akan

mengalami kesulitan ketika meminum minuman yang dingin maupun

hangat.14Trauma gigi dapat menyebabkan trauma psikologi yang akan mengubah

(9)

teman-temannya sehingga kepercayaan diri mereka menurun dan tidak mau bergaul.7,11-14

Kehilangan fungsi pengunyahan dan fungsi fonetik akan terjadi jika gigi

sulung anterior anak mengalami kehilangan secara prematur.4 Nekrosis pulpa,

diskolorisasi gigi dan mungkin disertai abses dapat terjadi setelah trauma pada gigi sulung, juga resorpsi internal dan resorpsi eksternal seperti ankilosis gigi sulung juga dapat terjadi.11,16

Trauma pada gigi sulung dapat mengganggu benih gigi permanen. Masalah pada gigi permanen yang dapat terjadi adalah hipoplasia enamel, hipokalsifikasi gigi, dilaserasi koronal dan akar gigi, impaksi gigi, erupsi gigi permanen yang terganggu bahkan resorpsi benih gigi permanen.2,4,16

Trauma gigi sulung yang terjadi pada pasien anak akan menambah beban kepada orang tua mereka karena perawatan untuk trauma pada gigi merupakan

sesuatu yang sulit, mahal dan cenderung membutuhkan perawatan seumur hidup.5

Orang tua harus meminta izin tidak masuk kerja agar dapat membawa anaknya ke dokter gigi dan mereka mungkin akan berasa sedih terhadap trauma gigi yang dialami anaknya sehingga kualitas hidup mereka juga dapat terganggu.14

2.8 Tindakan Orang Tua Terhadap Trauma Gigi

(10)
(11)

2.9 Klasifikasi Trauma Gigi Menurut World Health Organization

Menurut World Health Organization (WHO), trauma gigi secara garis besar

diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa; kerusakan pada jaringan periodontal; kerusakan pada tulang pendukung; serta kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut. Masing-masing tipe trauma tersebut akan dibagi menjadi tipe yang lebih rinci lagi.11

2.9.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa2,8

Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa meliputi tujuh tipe yaitu : 1.) Infraksi enamel (retak mahkota) adalah fraktur yang tidak sempurna pada enamel tanpa kehilangan struktur gigi.

2.) Fraktur enamel (uncomplicated crown fracture)merupakan fraktur pada

mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja.

3.) Fraktur enamel-dentin (uncomplicated crown fracture)adalah fraktur pada mahkota gigi yang mengenai enamel gigi dan dentin tanpa melibatkan pulpa.

4.)Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture)adalah

fraktur yang mengenai enamel, dentin dan pulpa.

5.) Fraktur mahkota-akar yang tidak kompleks (uncomplicated crown-root

fracture)adalah fraktur yang melibatkan enamel, dentin, dan sementum tetapi tidak melibatkan pulpa.

6.) Fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root

fracture)adalah fraktur yang melibatkan enamel, dentin, sementum, dan pulpa.

7.) Fraktur akar (root fracture)adalah fraktur yang melibatkan dentin,

(12)

Gambar 4. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa2

2.9.2 Kerusakan pada Jaringan Periodontal2,8

Kerusakan pada jaringan periodontal terbagi enam tipe, yaitu :

1.) Konkusio adalah trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan, perubahan posisi atau pendarahan pada daerah sulkular.

2.) Subluksasi adalah kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.

3.) Luksasi ekstrusi merupakan pelepasan sebagian gigi keluar dari soketnya sehingga mahkota gigi terlihat lebih panjang.

4.) Luksasi lateral adalah perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi selain ke arah aksial, yaitu ke arah labial, palatal, ataupun lingual,hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut.

5.) Luksasi intrusi adalah pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, keadaan ini dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar sehingga mahkota gigi akan terlihat lebih pendek.

(13)

Gambar 5. Kerusakan pada jaringan periodontal2

2.9.3 Kerusakan pada Tulang Pendukung24

Kerusakan pada tulang pendukung meliputi delapan tipe, yaitu :

1.) Kominusi soket alveolar rahang atas adalah hancurnya soket alveolar rahang atasbersamaan dengan adanyaluksasi intrusi atau luksasi lateral gigi.

2.) Kominusi soket alveolar rahang bawah adalah hancurnya soket alveolar rahang bawahbersamaan dengan adanyaluksasi intrusi atau luksasi lateral gigi.

3.) Fraktur dinding soket alveolar rahang atas adalah fraktur yang melibatkan tulang kortikal bagian labial atau lingual rahang atas.

4.) Fraktur dinding soket alveolar rahang bawah adalah fraktur yang melibatkan tulang kortikal bagian labial atau lingual rahang bawah.

5.) Fraktur prosesus alveolaris rahang atas adalah fraktur yang mengenai tulang kortikal labial dan lingual rahang atas, dengan atau tanpa melibatkan soket alveolaris gigi.

6.) Fraktur prosesus alveolaris rahang bawah adalah fraktur yang mengenai tulang kortikal labial dan lingual rahang bawah, dengan atau tanpa melibatkan soket alveolaris gigi.

7.) Fraktur rahang atas adalah fraktur yang melibatkan dasar rahang atas dan prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.

(14)

Gambar 6. Kerusakan pada tulang pendukung24

2.9.4 Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut25

Kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut terdiri dari tiga tipe, yaitu :

1.) Laserasi adalah suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan kaca. Luka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel.

2.) Kontusio merupakan luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.

(15)

2.10 Pemeriksaan Pasien dan Diagnosis Trauma gigi

Secara umum, hal-hal yang harus dilakukan pada pasien anak yang mengalami trauma gigi adalah anamnesis yang bertanya kepada pasien tentang riwayat kesehatan medis dan dental secara teliti, pemeriksaan klinis ekstraoral dan intraoral seperti palpasi, perkusi dan adanya mobiliti gigi serta pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiografi.8,24 Dalam proses menegakkan diagnosis, ada baiknya dokter gigi mencatat semua data yang berhubungan dengan penyakit anak dalam rekam medis yang nantinya berfungsi sebagai data untuk dokter gigi dalam melakukan perawatan selanjutnya dan juga untuk penggunaan medikolegal.24,26 Pada keadaan yang memungkinkan, sebaiknya foto pada regio gigi yang terkena trauma diambil untuk rekam medis.26,27

Sebelum memulai pemeriksaan, harus diingat bahwa manajemen perilaku pasien anak-anak yang kecil tidak mudah, ditambah lagi rasa sakit akibat dari terjadinya trauma gigi, hal ini akan menyebabkan pasien anak berasa lebih takut dan gelisah terhadap perawatan gigi.2 Dokter gigi harus menenangkan dan mengontrol emosi pasien anak yang takut dahulu, lalu membersihkan muka dan rongga mulut dengan air atau larutan salin. Air atau deterjen ringan dapat digunakan untuk membersihkan luka pada jaringan lunak. Langkah ini dapat menenangkan pasien agar mereka merasa lebih nyaman dan ini akan sangat menguntungkan dalam pemeriksaan-pemeriksaan yang akan dilakukan nanti.27

2.10.1 Pertimbangan Kondisi Darurat Medis

(16)

Status medis pasien dapat dievaluasi dengan melakukan pemeriksaan dan menanyakan riwayat kesehatan medis pasien, seperti penyakit sistemik, riwayat alergi, riwayat rawat inap belakangan ini dan apakah pernah terjadi kondisi tidak sadar, jika ada berapa lama.24,27 Klinisi harus memastikan saluran pernafasan dan sirkulasi pasien tidak terganggu. Tanda-tanda vital yaitu tekanan darah, kadar nadi dan kadar nafas juga harus diperiksa. 24

Tabel 3. Parameter tanda vital untuk anak-anak28

Usia Tekanan Darah

(mmHg)

Kadar Nadi (kali/menit)

Kadar Nafas (kali/menit)

0-3 Bulan (65-85) / (45-55) 100-150 35-55

3-6 Bulan (70-90) / (50-65) 90-120 30-45

6-12 Bulan (80-100) / (55-65) 80-120 25-40

1-3 Tahun (90-105) / (55-70) 70-110 20-30

3-6 Tahun (95-110) / (60-75) 65-110 20-25

6-12 Tahun (100-120) / (60-75) 60-95 14-22

>12 Tahun (110-135) / (65-85) 55-85 12-18

Fragmen gigi atau gigi yang alvulsi mungkin akan teraspirasi sehingga menyebabkan obstruksi sebagian atau total pada saluran pernafasan. Tanda-tanda yang menunjukkan kemungkinan terjadinya aspirasi benda asing adalah batuk, sianosis, dispnea dan demam. Pasien yang diduga mengalami obstruksi saluran pernafasan sebagian harus dilakukan rujukan medis secepat mungkin agar pemeriksaan radiografi thorax dapat dilakukan secepat mungkin untuk melihat apakah telah terjadi aspirasi benda asing.24

(17)

Dalam mengevaluasi keadaan neurologis pasien pasca trauma, klinisi harus bertanya apakah pasien mengalami pingsan setelah trauma, pusing, sakit kepala, kejang, amnesia serta nausea dan mual, karena keadaan ini merupakan gejala-gejala yang menunjukkan kemungkinan telah terjadinya traumatic brain injury.24,27 Pada pasien yang mempunyai kesulitan dalam komunikasi dan aktivitas motorik yang tidak normal, juga harus diduga telah terjadinya injuri pada otak. Rujukan medis harus

dilakukan segera mungkin pada pasien yang diduga mengalami traumatic brain

injury agar perawatan darurat medis dapat dilakukan.24

Pada pasien pasca trauma, jika ditemukan kondisi cairan serebrospinal yang jenih keluar dari hidung (rhinorrhea) atau keluar dari telinga (otorrhea), harus diduga telah terjadi fraktur tulang kraniofasial. Kondisi ini merupakan kondisi darurat dan rujukan medis harus dilakukan secepat mungkin.24

Biasanya, pemeriksaan kondisi medis yang teliti akan dilakukan oleh dokter umum, tetapi dokter gigi haruslah cukup waspada terhadap potensi masalah medis ini sehingga harus mempersiapkan dahulu rujukan medis yang tepat tanpa penundaan. Evaluasi trauma gigi yang telah terjadi pada pasien dapat dilakukan jika tidak ditemukan kondisi medis yang berbahaya.24

2.10.2 Pertimbangan Kondisi Darurat Dental 2.10.2.2 Riwayat Pasien

Beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan trauma gigi yang telah terjadi pada pasien anak dapat ditanyakan kepada pasien dan orang tua pasien. Pertanyaan tersebut adalah dimana trauma gigi terjadi, kapan trauma gigi terjadi dan bagaimana trauma gigi terjadi.16,24,27

(18)

oleh terjatuh di taman permainan akan lebih terkontaminasi daripada terjatuh di rumah, karena bakteri banyak terdapat di tempat yang kotor, misalnya bakteri

Clostridium tetani banyak terdapat dari tanah, jika bakteri ini masuk ke dalam tubuh pasien melalui luka yang telah ada dapat mengakibatkan tetanus.30

Panjangnya rentang waktu antara terjadi trauma gigi sampai dibawa ke dokter gigi untuk melakukan perawatan gigi dapat diketahui dengan memberikan pertanyaan kepada pasien mengenai kapan trauma gigi tersebut terjadi.16,24 Faktor waktu ini sangat penting dalam menentukan rencana perawatan dan prognosis pada trauma gigi yang telah terjadi.24,27,29 Pada kasus luksasi gigi, prognosis akan menjadi buruk jika perawatan tertunda, hal ini disebabkan reposisi gigi yang luksasi akan menjadi susah.24,29 Pada pasien anak yang lebih dewasa yang mengalami trauma avulsi pada gigi permanen muda, prognosis yang paling baik adalah langsung dilakukan reimplantasi gigi yang telah avulsi, sedangkan prognosis akan menjadi lebih buruk jika waktu gigi avulsi berada diluar soket alveolar itu lebih lama dan ditambah lagi cara penatalaksanaan gigi avulsi tidak benar seperti tidak menyimpan gigi tersebut dalam medium yang sesuai.8,27,29 Durasi masa yang panjang diantara saat terjadi terpaparnya pulpa akibat trauma dan perawatan dental, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi atau nekrosis pulpa sehingga perawatan yang lebih invasif harus dilakukan, misalnya walaupun pada kasus pulpa yang terkena sangat

sedikit yang pada awalnya cukup dengan perawatan direct pulp capping, tetapi

karena perawatan gigi ditunda sehingga perawatan yang diindikasi adalah pulpotomi agar dapat menyingkirkan jaringan pulpa yang telah mengalami infeksi.24

(19)

dapat memprediksi injuri yang mungkin telah terjadi pada daerah tersebut dan menilai keparahan injuri yang telah terjadi.24,27,29 Misalnya, trauma pada pipi mungkin akan menyebabkan fraktur zigoma, gangguan sendi temporomandibular (TMJ) atau fraktur gigi pada daerah tersebut.24 Fraktur mahkota atau fraktur mahkota akar pada regio premolar dan molar mungkin akan terjadi setelah terbentur pada dagu.27,29 Trauma yang disebabkan oleh terjatuh dapat menyebabkan fraktur tulang alveolar mandibular atau maksila.24

Pertanyaan lain yang dianjurkan adalah tentang keadaan oklusi gigi setelah trauma, jika pasien mengeluh bahwa mempunyai gangguan saat oklusi setelah terjadinya trauma, dapat menunjukkan bahwa telah terjadinya luksasi gigi, fraktur alveolar, fraktur rahang atau fraktur pada regio kondilar. Respon gigi terhadap stimulasi dingin dan panas juga dapat ditanyakan kepada pasien, jika pasien mengeluh bahwa giginya ngilu saat meminum air dingin atau panas, ini menunjukkan

bahwa kemungkinan telah terpaparnya dentin atau pulpa.27,29 Apakah immunisasi

telah dilakukan dapat ditanyakan kepada pasien untuk dapat menentukan keperluan untuk memberikan profilaksis tetanus.16,24

Dokter gigi dapat menanyakan kepada pasien tentang pengalaman trauma gigi sebelumnya, karena jawaban ini dapat membantu menjelaskan hasil pemeriksaan radiografi yang tidak wajar seperti gigi yang seharusnya telah terjadi penutupan akar yang sempurna tetapi akar gigi tersebut masih dalam keadaan terbuka. Ini disebabkan karena jika telah terjadi trauma gigi sebelumnya, mungkin gigi tersebut telah mengalami nekrosis sehingga pertumbuhan dan pembentukan akar berhenti.16,29

2.10.2.3 Pemeriksaan Klinis

(20)

dapat dilakukan terhadap skeletal fasial untuk membantu mendeteksi fraktur tulang.24,27

Pemeriksaan intraoral terbagi atas pemeriksaan jaringan lunak dan pemeriksaan jaringan keras. Observasi jaringan lunak dapat dilaksanakan saat dilakukan pemeriksaan intraoral untuk mengevaluasi tanda-tanda terjadinya laserasi atau luka tembus pada pasien. Klinisi juga harus melakukan pemeriksaan terhadap jaringan periodonsium untuk mendeteksi pendarahan yang mengindikasikan kemungkinan telah terjadi fraktur mahkota-akar, pergeseran gigi atau fraktur alveolar. Ekimosis di daerah sublingual menandakan bahwa fraktur mandibular mungkin telah terjadi.24 Palpasi mukosa oral seperti lidah dan gingiva yang cedera sangat penting untuk menemukan benda asing yang terpendam di jaringan lunak intraoral.8,24 Fraktur maksilaris dapat ditemui dengan palpasi segmen yang goyang dan edema wajah.24

Pemeriksaan jaringan keras intraoral pada kasus trauma gigi, harus diperhatikan tulang alveolar terutama pada bagian yang dekat dengan gigi yang mengalami trauma karena kemungkinan tulang alveolar di bagian tersebut telah fraktur. Fraktur tulang alveolar yang melalui mukosa dapat ditemui dengan cara observasi, sedangkan dengan memperhatikan hematoma dan palpasi akan dapat menemukan fraktur tulang alveolar yang ditutup dengan mukosa. Tanda-tanda fraktur tulang alveolar yang lain adalah sakit, maloklusi dan mobiliti segmen fraktur. Pada fraktur tulang alveolar harus dilakukan pemeriksaan radiografi untuk mengetahui tingkat keparahannya.24

(21)

Pasien yang mengeluh giginya menjadi sensitif selama meminum air dingin atau selama menghirup udara dengan mulut, sedangkan pasien tidak mengalami kerusakan pada struktur gigi, harus diduga infraksi enamel telah terjadi. Menegakkan diagnosis infraksi enamel dapat dibantu dengan transilluminasi yang menggunakan cahaya fiber optik untuk melihat retak pada gigi dengan lebih jelas (Gambar 7). Sumber cahaya diletak di atas sulkus gingiva sejajar dengan permukaan gigi untuk menyinari mahkota gigi sehingga posisi retak dapat ditemui.24,26

Gambar 7. Retak gigi ditemukan oleh transilluminasi dengan cahaya fiber optik24

Mobiliti gigi dapat diperiksa dengan cara menggerakkan gigi dengan menggunakan dua alat, biasanya yang digunakan adalah ujung pegangan kaca mulut (Gambar 8). Cara melakukan pemeriksaan adalah meletakkan salah satu alat pada permukaan fasial gigi dan satu lagi di permukaan palatal gigi, seterusnya gigi akan digerakkan ke semua arah secara horizontal. Hasil pemeriksaan dicatat berdasarkan derajat mobiliti masing-masing, “0” menandakan tidak ada mobiliti; “1” menandakan terdapat pergerakan horizontal kurang daripada 1 mm; “2” menandakan terdapat pergerakan horizontal lebih daripada 1 mm; sedangkan “3” menandakan terdapat pergerakan horizontal lebih daripada 1 mm dan dapat ditekan ke arah soket gigi.24 Pergerakan gigi ke arah aksial mengindikasikan bahwa kemungkinan telah terjadi

(22)

goyang tersebut adalah gigi atau segmen tulang alveolar di sekitarnya.24 Fraktur tulang alveolar ditandai dengan terjadinya mobiliti beberapa gigi.29

Gambar 8. Pemeriksaan mobiliti gigi dengan cara menggerakkan gigi dengan menggunakan dua alat24

Perkusi gigi dapat dimulai dengan penyentuhan gigi dengan jari, lalu diikuti dengan perkusi ringan dengan menggunakan ujung jari, jika pasien tidak merasa sakit maka tes perkusi dapat dilanjutkan dengan menggunakan ujung pegangan kaca mulut. Gigi yang sensitif terhadap tes perkusi merupakan tanda telah terjadinya kerusakan ligamen periodontal yang merupakan tanda dari fraktur tulang alveolar, fraktur akar gigi ataupun nekrosis pulpa disertai abses periradikular akut.24

(23)

gigi, terutama gigi yang mengalami pendarahan atau cedera pada jaringan lunak, tes vitalitas pulpa disarankan ditunda.26 Dalam penentuan vitalitas pulpa gigi yang benar

harus dilakukan follow up dalam jangka waktu yang direncanakan dan dibantu

dengan pemeriksaan radiografi.24,26 Gigi dapat dikatakan masih vital jika ditemukan terjadinya kalsifikasi saluran akar dari hasil pemeriksaan radiografi.26 Tes vitalitas pulpa yang dapat dilakukan adalah tes termal dan tes listrik.24

2.10.2.4 Pemeriksaan Radiografi

Pemeriksaan radiografi harus dilakukan pada gigi yang mengalami trauma untuk mengevaluasi keparahan injuri gigi.16,27 Unsur-unsur dari hasil rontgen foto yang harus diperhatikan oleh klinisi pada kasus trauma gigi sulung adalah status pembentukan akar, kemungkinan terjadinya fraktur mahkota atau akar, jarak antara lokasi fraktur pada mahkota dengan pulpa, abnormalitas pulpa seperti kalsifikasi pulpa atau resorpsi internal, kemungkinan terjadinya fraktur intraalveolar akar, kemungkinan fraktur tulang alveolar, keparahan luksasi, ketebalan ligamen periodontal, tanda resorpsi akar dan hubungan antara gigi sulung dengan benih gigi permanen di bawahnya.2,24,26 Teknik oklusal lebih baik untuk melihat luksasi lateral, fraktur akar pada bagian tengah dan apikal, serta fraktur tulang alveolar. Teknik periapikal dapat digunakan untuk melihat kondisi pergeseran gigi dan juga fraktur akar pada bagian servikal.24,26,27

Setiap gigi yang terkena trauma harus dilakukan rontgen foto sekurang-kurangnya satu kali.26 Menurut beberapa studi klinis, rontgen foto bahkan harus dilakukan beberapa kali pada regio trauma untuk mendeteksi pergeseran gigi dan

melihat fraktur akar dengan lebih jelas.24,27 Pemeriksaan radiografi dengan

menggunakan teknik oklusal sebanyak satu kali dan teknik periapikal sebanyak tiga kali dikatakan cukup untuk melihat keparahan trauma yang terjadi pada regio

insisivus.27 Radiografi panoramik harus dilakukan jika diduga fraktur sendi

temporomandibular (TMJ) telah terjadi.26

(24)
(25)

2.11Diagnosis Trauma Gigi

Berdasarkan semua hasil pemeriksaan klinis dan radiografi yang telah didapat, maka diagnosis dan rencana perawatan dapat dilakukan dengan benar.27 Diagnosis untuk trauma gigi dapat dibantu dengan diagram di bawah.

Gambar 9. Diagram diagnosis trauma gigi33 Trauma Gigi Sulung

Gigi keluar seluruhnya dari soket gigi Pergeseran (+)

(26)

2.12Pertimbangan Khusus untuk Anak-anak.

Prinsip pemeriksaan pasien anak adalah sama pada orang dewasa, tetapi terdapat beberapa pertimbangan khusus yang harus diperhatikan pada pasien anak. Saat mengevaluasi keparahan trauma gigi sulung, hal yang paling penting untuk dilakukan adalah mengevaluasi kerusakan benih gigi permanen yang mungkin telah terjadi akibat trauma. Klinisi juga harus memperhatikan apakah trauma pada anak itu merupakan akibat kekerasan pada anak.24

Orang tua atau wali anak sebaiknya harus berada di samping anak selama dilakukan perawatan karena selain untuk mendapatkan izin untuk melakukan perawatan hal tersebut juga akan memberikan dukungan psikologi kepada pasien anak selama menerima perawatan.Gigi insisivus sulung lebih mudah mengalami kegoyangan setelah trauma karena tulang alveolar anak tidak sekuat tulang alveolar orang yang lebih dewasa, ditambah lagi resorpsi gigi sulung secara fisiologis yang mengurangi rasio mahkota-akar sehingga gigi akan goyang atau mengalami alvulsi walaupun hanya mengalami trauma yang ringan. Kondisi ini sangat bergantung pada usia pasien anak.24

Anak kecil pada umumnya mempunyai rahang yang lebih kecil sehingga klinisi harus mempertimbangkan ukuran film yang digunakan. Pada saat radiografi periapikal dilakukan, dapat digunakan film ukuran 0 yaitu film yang kecil untuk

pasien anak (Gambar 10).34Pasien anak yang tidak kooperatif dapat dilakukan

radiografi ekstraoral dengan menggunakan film oklusal (Gambar 11). Kerjasama

(27)

Gambar 10. Ukuran film yang bervariasi yang dapat digunakan. Film ukuran 0 dapat digunakan pada pasien anak

yang mempunyai rahang yang kecil34

Gambar 11. Radiografi ekstraoral Gambar 12. Kerjasama orang tua saat

dengan menggunakan melakukan rontgen foto film oklusal24 terhadap pasien anak24

2.13 Perawatan Trauma Gigi

Rencana perawatan untuk trauma gigi sulung harus dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, seperti keparahan injuri yang telah terjadi, kemampuan

kooperatif, keadaan oklusi, kondisi kesehatan dan pertumbuhan pasien anak.2,8

(28)

2.13.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa

Infraksi enamel tidak membutuhkan perawatan.8,25 Perawatan menghaluskan struktur gigi yang kasar dapat dilakukan pada kasus fraktur enamel saja, tetapi jika terjadi kehilangan struktur enamel yang banyak, gigi dapat direstorasi dengan resin komposit.8,24,25 Pada kasus fraktur enamel-dentin, jika fragmen gigi terutama fragmen gigi yang besar masih dalam kondisi yang baik dan dapat diadaptasi ke gigi dengan akurat, perawatan yang akan dilakukan adalah melekatkan kembali fragmen gigi.24,25 Perawatan lain yang dapat dilakukan adalah merestorasi struktur gigi yang hilang dengan menggunakan bahan seperti glass ionomer cement dan resin komposit.8,16,24

Tidak ada kesepakatan yang pasti untuk penatalaksanaan fraktur mahkota

yang kompleks.24 Perawatan yang dipilih harus berdasarkan kondisi pasien dan

bertujuan untuk mempertahankan vitalitas pulpa.25 Perawatan yang dapat dilakukan adalah direct pulp capping, pulpotomi, pulpektomi dan ekstraksi.8,24

Perawatan untuk fraktur mahkota-akar yang kompleks maupun tidak kompleks tergantung pada lokasi fraktur. Gigi akan dilakukan restorasi jika fraktur hanya melibat sebagian kecil dari akar gigi dan fragmen yang tertinggal dalam soket gigi cukup stabil. Pada kasus pulpa belum terpapar, gigi tersebut akan dirawat seperti fraktur enamel-dentin. Gigi yang mengalami fraktur mahkota-akar dengan pulpa yang terpapar akan dilakukan perawatan endodontik jika gigi tersebut masih dapat direstorasi, sedangkan untuk gigi tidak dapat direstorasi akan dilakukan pencabutan.25

Pada kasus fraktur akar, jika fragmen koronal tidak mengalami pergeseran maka perawatan tidak diperlukan, tetapi jika fragmen koronal mengalami pergeseran perawatan yang dapat dilakukan adalah repositioning dan splinting. Perawatan alternatif adalah ekstraksi fragmen koronal sedangkan fragmen apikal akan ditinggalkan di dalam soket gigi.2

2.13.2 Kerusakan pada Jaringan Periodontal

(29)

Ekstrusi minor, yaitu ekstrusi kurang daripada 3mm pada gigi sulung yang masih

imatur, dapat dilakukan repositioning atau tidak melakukan tindakan pada gigi

tersebut agar reposisi spontan dapat terjadi. Gigi akan dicabut jika terjadi ekstrusi atau mobiliti yang parah, sudah hampir waktunya gigi sulung tanggal, pasien anak tidak dapat kooperatif atau gigi sulung tersebut telah terbentuk sempurna.2,8

Pada kasus trauma luksasi lateral yang tidak terjadi gangguan oklusal gigi akan dibiarkan agar reposisi spontan dapat terjadi; pada kasus terdapat gangguan

oklusal gigi yang minor akan dilakukan grinding; sedangkan pada kasus luksasi

lateral yang terjadi gangguan oklusal gigi yang lebih parah akan dilakukan reposisi. Reposisi gigi dapat dilakukan setelah pemberian anestesi lokal. Gigi akan diekstraksi jika terjadi pergeseran mahkota gigi ke arah labial yang parah atau sudah hampir waktunya gigi sulung tanggal.2,8 Risiko terjadinya nekrosis pulpa lebih tinggi pada gigi sulung yang memerlukan repositioning dibandingkan dengan gigi yang dibiarkan untuk reposisi spontan.8

Gigi yang mengalami trauma luksasi intrusi akan dibiarkan untuk reposisi spontan jika apeks gigi bergeser ke arah labial atau keluar dari plat tulang labial, tetapi jika apeks gigi bergeser ke arah benih gigi permanen maka gigi akan diekstraksi.Pada kasus gigi sulung yang avulsi tidak dilakukan replantasi karena berpotensi merusak benih gigi permanen.2,8

2.13.3 Kerusakan pada tulang pendukung

Fraktur tulang alveolar sering mengakibatkan injuri terhadap tulang pendukung, pulpa dan ligamen periodontal pada gigi yang terlibat. Prinsip penanganan fraktur tulang alveolar serupa dengan penanganan fraktur tulang yang terjadi pada bagian badan lain.24

(30)

Rehabilitasi akan dilakukan setelah fiksasi dan immobilisasi, misalnya pembuatan protesa akan sangat membantu untuk mengembalikan gigi yang hilang akibat trauma yang terjadi. Pada kondisi yang masih memungkinkan, gigi harus diupayakan untuk tetap dipertahankan.2,24

Profilaksis antibiotik dan tetanus akan diberikan karena biasanya luka ini merupakan luka yang terkontaminasi. Antibiotik yang dapat diberikan adalah penisilin atau klindamisin. Analgesik juga dapat diberikan kepada pasien untuk mengurangi rasa sakit. Klinisi harus memberikan instruksi kepada pasien untuk menjaga oral hygiene dan mengonsumsi makanan lunak dan cair selama 4 minggu.24 Pasien harus difollow up untuk mengevaluasi kondisi tulang alveolar yang fraktur, gigi yang terlibat, dan penyembuhan jaringan lunak.2,24

2.13.4 Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut

Laserasi sering terjadi pada bibir, lidah, mukosa labial dan gingiva akibat trauma. Setelah diberikan anestesi yang adekuat, luka laserasi akan dilakukan

cleansing, debridement, hemostasis dan closure.25 Pembersihan luka dengan saline bertujuan untuk menyingkirkan bakteri dan benda asing agar infeksi dapat dicegah.29Gingiva yang mengalami laserasi direposisi ke posisi normal lalu dilakukan penjahitan, harus diingat bahwa penjahitan luka jaringan lunak hanya dapat dilakukan setelah perawatan trauma gigi seperti reposisi atau splinting gigi dan tulang alveolar selesai.25,29 Antibiotik akan diberikan jika luka laserasi parah, tetapi tidak dibutuhkan pada laserasi superfisial.25 Profilaksis tetanus harus diberikan pada luka yang terkontaminasi.29

Luka kontusio tidak memerlukan perawatan dan pasien diinstruksi untuk

menjaga oral hygiene selama periode penyembuhan. Perawatan luka abrasi pada

(31)

2.14 Pencegahan Trauma Gigi

Penelitian-penelitian telah membuktikan bahwa prevalensi trauma gigi tinggi dan kejadian trauma pada gigi ini akan membawa banyak kerugian kepada anak dan orang tua.1,3-7 Berdasarkan alasan tersebut, pencegahan terhadap trauma pada gigi menjadi sesuatu yang penting agar kejadian trauma pada gigi dapat dikurangi atau dihindari.18

American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) merekomendasikan anak-anak yang lebih dewasa untuk menggunakan alat pelindung pada waktu melakukan kegiatan olahraga, salah satu alat adalah mouthguard karena alat ini dapat membantu mendistribusikan gaya sehingga mengurangi risiko trauma parah (Gambar 13).8,15 Menurut Johnsen dan Winters, trauma pada gigi dapat dihindari dengan memberitahu kepada masyarakat tentang kepentingan alat pelindung ini dipakai sewaktu

melakukan kegiatan olahraga. Jolly dkk juga menyatakan bahwa orang yang tidak

memakai mouthguard dalam permainan football, dua kali lebih rentan mengalami trauma pada gigi daripada orang yang memakai mouthguard.20

Gambar 13. Mouthguard 24

Alat pelindung lain yang dapat digunakan sewaktu bersepeda adalah helm.16,18,20 Chapman dan Curran menyatakan bahwa pemakaian helm saat bersepeda tidak hanya dapat mencegah terjadinya traumatic brain injury, tetapi juga dapat mencegah kejadian injuri pada muka dan trauma pada gigi.35

(32)

ada kejadian kecelakaan lalu lintas. Pemakaian seat belt juga dapat membantu mencegah trauma pada gigi.4

Penyuluhan harus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat

terhadap trauma gigi.18 Edukasi tentang trauma gigi pada anak harus diberikan

kepada orang tua, perawat dan guru, khususnya mengenai perawatan utama untuk trauma gigi, dampak trauma dan kepentingan dari untungnya perawatan segera sehingga orang tua atau guru anak akan membawa anak yang mengalami trauma gigi ke dokter gigi dengan segera.15,16,18 Peningkatan kesadaran terhadap trauma gigi pada masyarakat diharapkan dapat dicapai dengan penyuluhan agar dapat menurunkan

kejadian trauma gigi sehingga kualitas kehidupan masyarakat dapat terjamin.15

Institusi edukasi harus menyediakan lingkungan yang aman untuk anak beraktivitas. Lingkungan yang aman dapat membantu dalam mencegah terjadinya kejadian trauma pada gigi.18

Orang tua yang berperan sebagai pengawas, memainkan peranan yang penting dalam memastikan anak mereka tidak beraktivitas di lingkungan yang bahaya, terutama untuk keluarga yang tinggal di daerah yang padat penduduk dan miskin, misalnya orang tua harus memastikan daerah anak mereka bermain itu tidak berbahaya dan jauh dari jalan raya.15,35 Anak-anak obesitas dapat meningkatkan aktivitas fisik yang aman agar dapat mengurangkan berat badan sehingga anak menjadi tidak mudah terjatuh dan trauma gigi dapat dicegah.35

(33)

2.15 Kerangka Teori

Trauma Gigi Sulung Anterior

Definisi

Etiologi dan Faktor Predisposisi

Kerugian

Klasifikasi Trauma Gigi Menurut WHO

(34)

2.16 Kerangka Konsep

Anak usia 1-4 tahun Faktor risiko:

• Usia kejadian trauma

• Jenis kelamin

• Elemen gigi

• Prevalensi trauma gigi sulung

anterior

• Distribusi frekuensi berdasarkan:

 Etiologi terjadinya trauma

 Lokasi kejadian

 Tindakan orang tua

 Klasifikasi WHO yang dapat

Gambar

Gambar 1. Gigi sulung anterior17
Tabel 2. Prevalensi trauma gigi sulung di beberapa wilayah di dunia1,5-7,20
Gambar 2. Endotracheal intubation23
Gambar 3. Distribusi Trauma Gigi Berdasarkan Usia4
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kegiatan Pemeliharaan Saluran Irigasi Pekerjaan Pemeliharaan Saluran Irigasi DI.. Tempel Desa

Sholat dan beberapa ibadah mahdlah (Ibadah langsung kepada Allah) lainnya membutuhkan tata cara bersuci secara khusus sebelum melakukan ibadah selanjutnya. Tata

Kemacetan di jalan raya yang dipenuhi oleh trasportasi pribadi disebabkan oleh kurangnya minat masyarakat unruk menggunaka trasportasi umum. Orang lebih berminat

This paper discuss a comparison of the maximum likelihood (ML) estimator and the uniformly minimum variance unbiased (UMVU) es- timator of generalized variance for some normal

JUMLAH PERALATAN PADA UNIT PEMINDAH TENAGA. KEMUDI, REM DAN

Sesuai dengan tabel diatas, penulis dapat menjelaskan bahwa peningkatan jumlah anggota yang paling pesat terjadi pada tahun 2011 yaitu mencapai 450 anggota sedangkan jumlah

SKRIPSI UJI LAJU DISOLUSI PIROKSIKAM