BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, biaya pelayanan kesehatan semakin meningkat yang
diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu perubahan pola penyakit dan pola
pengobatan, peningkatan penggunaan teknologi canggih, peningkatan tuntutan
masyarakat dan perubahan ekononomi secara global. Peningkatan biaya kesehatan
menjadi masalah utama yang mempersulit masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan.
Pada negara – negara industri, biaya pelayanan kesehatan sudah meningkat
sekitar 10% Gross Domestic Product (GDP) dari aktivitas ekonomi keseluruhan.
Negara – negara nonindustri lainnya juga memperlihatkan gambaran yang serupa.
Pengeluaran ekonomi terus meningkat, seiiring peningkatan usia harapan hidup
dan bertambahnya populasi orang tua/usia lanjut. Kemajuan teknologi medis
memberikan banyak alternatif diagnostik dan klinik sehingga semakin banyak
cara untuk menghabiskan uang dalam sektor pelayanan kesehatan serta untuk
perusahaan obat dan peralatan medis (Ayuningtyas, 2015).
Peningkatan biaya pelayanan kesehatan dapat dievaluasi dengan suatu
ilmu yaitu Farmakoekonomi. Farmakoekonomi merupakan analisis biaya terapi
pengobatan terhadap sistem pelayanan kesehatan. Dalam perkembangannya ilmu
farmakoekonomi menjadi disiplin penting dalam subjek ekonomi kesehatan. Hal
ini tentu sangat bermanfaat karena dalam pelaksanaannya sistem pelayanan
kesehatan dapat berjalan dengan baik sehingga kualitas hidup pasien akan
berhasil dicegah dan tentunya akan ada banyak nyawa yang bisa terselamatkan,
dengan demikian, tujuan farmakoekonomi adalah untuk memperbaiki kesehatan
individu dan publik, serta memperbaiki proses pengambilan keputusan dalam
memilih terapi alternatif. Jika digunakan secara tepat, data farmakoekonomi
memungkinkan penggunanya mengambil keputusan yang lebih rasional dalam
proses pemilihan terapi, pemilihan pengobatan, dan alokasi sumber daya sistem.
Dalam kaitannya dengan hal ini, penggunanya bisa dari berbagai kalangan,
diantaranya pengambil keputusan klinis dan administratif, termasuk dokter,
apoteker, anggota komite formularium dan administrator perusahaan asuransi
(Tjandrawinata, 2016).
Ilmu farmakoekonomi terdapat jenis – jenis evaluasi yang dapat dilakukan
salah satunya yaitu evaluasi cost of illness (COI), evaluasi COI didasarkan pada
prinsip efisiensi dan COI dapat digunakan untuk mengevaluasi biaya pelayanan
kesehatan atau mengukur beban ekonomi dari suatu penyakit, biaya pelayanan
dinilai dengan menjumlahkan masing – masing komponen biaya (input) yang
diperlukan untuk pelayanan (Andayani, 2013).
Evaluasi COI khususnya berguna untuk mengukur penghematan potensial
dari kasus yang bisa dicegah dari suatu penyakit. Studi COI merupakan salah satu
pendekatan yang penting dalam ekonomi kesehatan sebagai alat untuk pembuat
keputusan (Andayani, 2013).
Dalam implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah diatur pola
pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yaitu dengan INA-CBG’s
Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111
Tahun 2013 (Kemenkes, 2014).
Sistem pembiayaan yang dipergunakan dalam program jaminan kesehatan
merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi bagi pemerintah dalam
menentukan besar kecilnya anggaran yang akan dikeluarkan. Sistem pembiayaan
yang dipergunakan dalam program Jamkesmas pada saat ini adalah sistem
pembiayaan Indonesia Diagnosis Related Group (INA-DRG) yang kemudian
berubah menjadi INA-CBG's. Sistem ini diterapkan selain betujuan untuk kendali
mutu juga bertujuan untuk kendali biaya, yaitu mengendalikan pembiayaan
kesehatan yang berlebihan guna memperoleh keuntungan baik oleh pengguna
jaminan atau pemberi pelayanan kesehatan.
Dari beberapa hasil penelitian diperoleh perbedaan secara signifikan antara
biaya aktual rumah sakit yang dikeluarkan dengan tarif INA-CBG’s. Penggunaan
sistem INA-CBG's ini dilihat belum efektif, hal tersebut diperoleh dari hasil
penelitian yang menunjukkan untuk kasus – kasus bedah kecenderungan biaya
INA-CBG's jauh lebih rendah dibanding tarif rumah sakit yang dikeluarkan.
(Kusumaningtyas, dkk., 2013).
Dalam salah satu artikel direktur Rs Anna Medika, Slamet Effendy,
mengakui bahwa tarif yang tercantum dalam paket INA-CBG’s lebih rendah dari
rata – rata tarif rumah sakit swasta. Oleh karenanya ia menyarankan kepada semua
pihak agar melihat tarif tidak secara parsial tapi keseluruhan. Paling penting itu
hasil akhirnya, berapa yang diterima rumah sakit apakah menguntungkan atau
merugikan, sehingga hal tersebut dapat membantu rumah sakit dalam
Program Jaminan Kesehatan diselenggarakan oleh badan hukum publik
yang bertanggung jawab langsung ke presiden, yaitu Badan Penyelenggara
Jaminan Kesehatan Sosial atau biasa yang disebut dengan BPJS. Program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Yang telah berjalan satu tahun ini
mengalami beberapa kendala, yaitu penolakan pasien, pelayanan berbeda antara
pasien BPJS dengan pasien reguler. Keberadaan rumah sakit memliki peranan
yang sangat besar terhadap pemberi pelayanan kesehatan masyarakat, karena
rumah sakit merupakan salah satu fasilitas publik yang berperan stategis dalam
meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang
bermutu dan juga terjangkau (Wismayanti, dkk., 2015).
Disisi lain penyelenggara kesehatan terutama rumah sakit pemerintah
sering mengalami kekosongan obat yang sesuai dengan Formularium Nasional
karena industri farmasi tidak dapat memenuhi kuota yang disepakati dengan
BPJS. Dalam hal ini farmakoekonomi penting untuk diterapkan, farmakoekonomi
diperlukan karena adanya sumber daya yang terbatas, dimana hal yang terpenting
adalah bagaimana memberikan obat yang efektif dengan dana yang tersedia,
pengalokasian sumber daya yang tersedia secara efisien, kebutuhan pasien,
dimana dari sudut pandang pasien adalah biaya yang seminimal mungkin
(Vogenberg, 2001).
Berdasarkan uraian di atas, penelitian bertujuan untuk mengevaluasi tarif
INA-CBG’s yang ditetapkan pemerintah terhadap biaya aktual yang dikeluarkan
oleh rumah sakit. Perubahan tarif INA-CBG’s dapat bernilai positif dan bernilai
negatif bagi rumah sakit. Sebagian orang berpendapat, tarif INA-CBG’s
mengevaluasi biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit dalam melayani pasien
BPJS untuk pelayanan pasien bedah di kamar bedah emergency yaitu unit khusus
di rumah sakit sebagai tempat tindakan pembedahan yang dilakukan dengan
segera dan di Instalasi Bedah Pusat yaitu unit khusus di rumah sakit sebagai
tempat tindakan pembedahan yang dilakukan secara elektif (terencana). Pelayanan
bedah membutuhkan biaya yang cukup besar karena didukung dengan pelayanan
yang cukup banyak dan menggunakan peralatan canggih dan obat-obatan yang
cukup banyak sehingga memungkinkan biaya yang dikenakan mahal sehingga
perlu dievaluasi efisiensi dari pelayanan yang diberikan kepada pasien selama
pasien mendapatkan tindakan operasi. Layanan kamar operasi merupakan salah
satu layanan yang melibatkan hampir semua layanan yang disediakan oleh rumah
sakit, yaitu laboratorium, layanan rontgent, layanan farmasi, sehingga akan
berakibat pada biaya yang harus dibayarkan oleh pengguna jasa kamar operasi
(Firdaus dan Pribadi, 2016). Penelitian ini akan bermanfaat bagi rumah sakit
dalam perencanaan biaya terapi khususnya pada pasien bedah.
1.2 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang evaluasi perbedaan biaya aktual rumah
sakit dengan tarif INA-CBG’S di Kamar Bedah Emergency (KBE) dan di
Instalasi Bedah Pusat (IBP) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik
Medan dengan variabel bebas (Independent Variable) adalah komponen biaya
aktual rumah sakit dan jumlah tarif klaim INA-CBG’s dan sebagai variabel terikat
(dependent variable) adalah selisih biaya aktual rumah sakit dengan tarif klaim
Hubungan kedua variabel tersebut dapat digambarkan pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Skema Hubungan Variabel Bebas dan Variabel Terikat
1.3 Perumusan Masalah
pasien KBE dan IBP RSUP H. Adam Malik Medan?
c. Apakah terdapat perbedaan biaya obat/barang medis dari kode INA-CBG’s
yang sama pada pasien KBE dan IBP RSUP H. Adam Malik Medan?
1.4 Hipotesis
a. Biaya langsung medis dengan persentase yang tertinggi di KBE RSUP. H.
Adam Malik Medan adalah biaya laboratorium, biaya pelayanan radiologi
dan biaya obat/barang medis Jumlah tarif klaim INA-CBG’s
b. Perbedaan selisih negatif dari kode INA-CBG’s yang sama pada pasien KBE
dan IBP RSUP H. Adam Malik Medan adalah tinggi
c. Terdapat perbedaan biaya obat/barang medis dari kode INA-CBG’s yang
sama pada pasien KBE dan IBP RSUP H. Adam Malik Medan.
1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi COI pasien BPJS di KBE dan IBP RSUP. H. Adam Malik Medan periode April 2016 – September 2016.
1.5.1 Tujuan Khusus
Berdasarkan hipotesis di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk :
a. mengetahui biaya langsung medis dengan persentase tertinggi di KBE RSUP.
H. Adam Malik Medan
b. mengetahui perbedaan selisih negatif dari kode INA-CBG’s yang sama pada
pasien KBE dan IBP RSUP H. Adam Malik Medan
c. mengetahui perbedaan biaya obat/barang medis dari kode INA-CBG’s yang
sama pada pasien KBE dan IBP RSUP H. Adam Malik Medan.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. untuk penulis, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan penulis terkait tentang biaya aktual rumah sakit dengan tarif
INA-CBG’s
2. untuk dokter dan tenaga kesehatan, diharapkan dapat memberikan gambaran
penelitian ini dapat memberi gambaran efisiensi pelaksanaan INA-CBG’s
sebagai program dari BPJS, dan dijadikan bahan perencanaan biaya rumah
sakit
3. untuk pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan
pertimbangan jika terjadi ketidaksesuaian biaya aktual rumah sakit dengan