BAB. I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bahwa sebagai salah satu upaya meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdayaguna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab, dan untuk memantapkan pelaksanaan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai wujud pertanggung jawaban dalam mencaapai misi dan tujuan instansi pemerintah,serta dalam rangka perwujudan good govemance yang merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan untuk mencapai tujuan serta cita- cita berbangsa dan bernegara.
Atas dasar hal tersebut diatas, untuk merpertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta kewenangan pengelolaan sumber daya dengan didasarkan suatu perencanaan stretegik yang ditetapkan oleh masing – masing intansi. Setiap instansi pemerintah yang merupakan unsur penyelenggaraan pemerintahan negara, berdasarkan Inturuksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, wajib memberikan Laporan Akuntabilitas Kinerja Intansi Pemerintah (LAKIP) yang merupakan dokumen berisi gambaran perwujudan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang disusun dan disampaikan secara sistematik dan memlembaga.
Akuntabilitas merupakan kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban kinerja tindakan seseorang / badan hukum /pimpinan kolektif suatu organisasi. Sedangkan Kinerja itu sendiri merupakan hal mengenai tinkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan / program/ kebikjaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan , misi dran visi organisasi. Oleh sebabitu Ankutabilitas Kinerja Instansi Pemerintah merupakan perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan organisasi.
pembangunan sehingga beroperasi secara efesien, efektif dan respontif terhadap masyarakat, sehingga menjadi masukan dan umpan balik bagi pihak pihak yang berkepentingan serta dapat menjaga terpeliharanya kepercayaan masyarakat.
1.2. Dasar Hukum Penyusunan LAKIP SKPD
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (lembaran negara Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4741), serta konsekuensi sebagai penggerak Ketahanan Pangan Daerah mendorong ditatanya struktur organisasi yang melahirkan Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten Kutai Kartanegara yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 15 Tahun 2008 Tanggal 7 Agustus 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, yang diserahi wewenang, tugas dan tanggung jawab menunjang penyelenggaraan otonomi daerah serta tugas pembantuan dibidang Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Daerah. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten Kutai Kartanegara dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Bupati Kutai Kartanegara melalui Sekretaris Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara.
Berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 57 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas Pejabat Struktural Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten Kutai Kartanegara mempunyai tugas Pokok adalah melaksanakan kewenangan Otonomi Daerah dibidang Ketahanan Pangan dan Penyuluhan. Sedangkan Fungsi dari Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan adalah sebagai berikut :
a. Perumusan kebijaksanaan teknis Operasional di bidang Ketahanan Pangan dan Penyuluhan.
c. Pemberian perijinan dan pelaksanaan pelayanan umum sesuai dengan lingkup tugasnya.
d. Pembinaan UPTD di bidang Ketahanan Pangan dan Penyuluhan e. Pengelolaan urusan Ketatausahaan Badan.
Peraturan Perudang-undangan yang melatar belakangi dari penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten Kutai Kartanegara adalah sebagaiu berikut :
1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara; 2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan
Negara;
3. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421);
5. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);
6. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4741);
10.Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4815); 11.Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Dekonsentrasi
dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4816);
12.Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4817);
13.Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014; 14.Instruksi Presiden RI Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Penyelenggaraan
Pendayagunaan Aparatur Negara;
15.Instruksi Presiden RI No. 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
16.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
17.Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 29 Tahun 2010 tentang Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
19.Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur No. 04 Tahun 2009 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalimantan Timur 2009 -2013;
20.Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2011 tentang Perubahan Pertaman Atas Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 12 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara.
21.Peraturan Bupati Kutai Kartanegara Nomor 57 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas Pejabat Struktural Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten Kutai Kartanegara.
1.3. Aspek Stratejik yang Berpengaruh
1.3.1. Kondisi Umum Ketahanan Pangan
Secara umum situasi ketahanan pangan di Kabupaten Kutai Kartanegara pada periode tahun 2005-2010 menunjukkan kecenderungan yang semakin membaik, hal ini ditunjukkan oleh beberapa indikator ketahanan pangan antara lain (1). Produksi beberapa komoditas utama pangan penting cenderung meningkat, bahkan Kabupaten Kutai Kartanegara sudah surplus beras, dan Kabupaten Kutai kartanegara menyokong kebutuhan beras Provinsi Kalimantan Timur sekitar 25 % dari kebutuhan Beras DI Kalimantan Timur, (2) Pergerakan harga-harga pangan lebih stabil, baik secara umum maupun menjelang hari-hari besar keagaman, (3). Konsumsi pangan meningkat bahkan untuk konsumsi ikan, masyarakat di Kabupaten Kutai Kartanegara sudah mengkonsumsi ikan melebihi dari standar yaitu mencapai 40 kg/kapita/tahun, (4). Proporsi penduduk miskin dan rawan pangan semakin menurun. Berbagai indikasi yang terukur tersebut menunjukkan bahwa berbagai upaya dan kebijakan ketahanan pangan yang dilakukan selama ini telah memberikan dampak yang positif.
1.3.2. Kondisi Umum Penyuluhan
periode tahun 2005-2010 menunjukkan kecenderungan yang semakin membaik, hal ini ditunjukkan oleh beberapa indikator keberhasilan penyuluhan antara lain (1). Produktifitas beberapa komoditi utama pelaku utama cenderung meningkat, (2). Kesejahteraan Petani-Nelayan cenderung meningkat hal ini ditandai dengan semakin baiknya kesehatan dan semakin baiknya tempat tinggal petani-nelayan (3). Kelembagaan Petani-Nelayan cenderung berkembang kearah kelembagaan ekonomi yang dapat membantu para anggotanya untuk berusaha tani-nelayan,. Berbagai indikasi yang terukur tersebut menunjukkan bahwa berbagai upaya dan kebijakan dibidang Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang dilakukan selama ini telah memberikan dampak yang positif.
1.3.3. Permasalahan
` Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan
Ketahanan pangan dan Penyuluhan di Kabupaten Kutai Kartanegara selami ini adalah :
1. Kemiskinan
Kemiskinan identik dengan masyarakat pedesaan, masyarakat pedesaan identik dengan masyarakat tani-nelayan yang kurang mampu (miskin) sehingga tidak mampu untuk membiayai usahatani-nelayannya sesuai dengan wawasan agribisnis, Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional Tahun 2007 di Kabupaten Kutai Kartanegara, jumlah penduduk miskin sebanyak 30.095 jiwa miskin.
2. Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
maka permasalahan dalam ketersediaan dan kerawanan pangan dihadapkan pada:
a. Produksi dan kapsitas produksi pangan di Kabupaten Kutai Kartanegara semakin terbatas, hal ini disebabkan oleh (1) Banyaknya lahan pertanian beralih fungsi menjadi tambang batubara; (2) tingginya kerusakan lingkungan akibat perubahan iklim serta bencana alam, sehingga kualitas lingkungan dan fungsi perlindungan alamiah semakin berkurang; (3) masih tingginya proporsi kehilangan hasil panen pada proses produksi, penanganan hasil panen, dan pengolahan pasca panen, yang berdampak pada penurunan kemampuan penyediaan pangan
b. Jumlah permintaan pangan semakin meningkat, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pemenuhan kebutuhan bahan baku industri, dan penggunaan pangan. c. Pembinaan dan pemberdayaan kemandirian pangan pada
desa rawan pangan dan kelompok masyarakat rawan pangan dihadapkan pada kendala sarana dan infrastuktur serta kemampuan tenaga pendamping dan penyuluh lapangan.
3. Distribusi dan Harga Pangan
Ketidakstabilan harga dan rendahnya efisiensi sistem pemasaran hasil-hasil pangan, merupakan kondisi yang kurang kondusif bagi produsen dan konsumen pangan hal ini disebabkan: Penurunan harga komoditas pangan pada saat panen raya cenderung merugikan petani, sebaliknya pada saat tertentu pada musim paceklik dan hari-hari besar, harga pangan meningkat tinggi dan menekan konsumen.
pangan, yang akurat, masih terbatas dan belum tersedia secara periodik.
4. Penganekaragaman dan Pola Konsumsi Pangan
Kualitas dan kuantitas konsumsi pangan sebagian besar masyarakat masih rendah, yang dicirikan pada pola konsumsi pangan yang belum beragam, bergizi seimbang, dan aman, hal ini disebabkan dalam pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan menuju pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman masih mengalami beberapa permasalahan, antara lain: (a) keterbatasan kemampuan ekonomi dari keluarga; (b) keterbatasan pengetahuan dan kesadaran tentang pangan dan gizi; (c) lambatnya perkembangan, penyebaran, dan penyerapan teknologi pengolahan pangan lokal untuk meningkatkan kepraktisan dalam pengolahan, nilai gizi, nilai ekonomi, nilai sosial, citra, dan daya terima; (e) adanya pengaruh globalisasi industri pangan siap saji yang berbasis bahan impor, khususnya gandum; (f) adanya pengaruh nilai-nilai budaya kebiasaan makan yang tidak selaras dengan prinsip konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman;
5. Keamanan Pangan
6. Kesenjangan Penetapan Teknologi Pertanian
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usahatani-nelayan adalah pemilihan dan penerapan teknologi yang sesuai dengan komoditas agroklimat. Paket-paket rekomendasi teknis dari tiap jenis komoditas yang belum seluruhnya dikuasahi dan diterapkan secara optimal oleh petani.
7. Kemampuan Managemen/Pengelolaan Usahatani
Dalam menghadapi era perdagangan bebas (gobal market) AFTA 2003 pada tahun ketiga ini, orientasi agribisnis dalam usahatani sangat diperlukan agar biaya produksi yang dikeluarkan efisien dengan jumlah dan kualitas produksi yang optimal sehingga keuntungan (profit) yang didapat sesuai dengan prinsip agribisnis. Namun sementara ini yang dilakukan oleh petani-nelayan dan keluarganya masih belum sepenuhnya mengacu pada prinsip agribisnis.
8. Kurangnya Paket Rekomendasi Teknis Spesifik Lokasi
Paket rekomendasi teknis yang tersedia selama ini masih bersifat umum, dan sebagian besar paket rekomendasi teknis tersebut dihasilkan dari pengkajian diluar wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara yang dari segi iklim dan tingkat kesuburan tanah serta lingkungan yang berbeda, sehingga seringkali paket rekomendasi teknis tersebut setelah diaplikasikan kurang sesuai. Untuk itu perlu dilakukannya pengkajian kembali paket rekomendasi teknis dari berbagai komoditas unggulan di Kabupaten Kutai Kartanegara sehingga didapat paket rekomendasi teknologi yang spesik lokal.
9. Belum Mapannya Kelembagaan/Organisasi kelompok Tani-Nelayan.
kelompok tani-nelayan masih banyak yang belum merasakan manfaat membentuk dan menjadi anggota kelompok tani-nelayan.
10.Keterbatasan Transformasi Informasi Pertanian
Pembangunan pertanian yang dilaksanakan oleh petani melalui kegiatan usahatani sangat memerlukan adanya informasi teknologi dari budidaya , proses produksi, pasca panen dan pengolahan hasil, juga sangat memerlukan informasi pasar dan informasi pendukung lainnya seperti iklim, curah hujan, sumber informasi, sumber pendanaan dll, yang semuanya diperlukan untuk perencanaan dan pengelolaan usahatani.
1.3.4. Isu Strategis
Prioritas pembangunan ketahanan pangan dan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di masa datang mendasarkan pada 11 isu strategis :
1. Sinergisme penanganan pangan, energi dan kelestarian SDA untuk memantapkan ketahanan pangan, energi dan air secara berkelanjutan;
2. kemandirian pangan (menekankan pada 5 komoditas strategis : padi, jagung, kedelai, gula, daging, sapi);
3. sistem cadangan pangan dan distribusi pangan;
4. sistem logistik yang efisien, mendasarkan keunggulan komparatif daerah dan rantai suplai yang efisien;
5. penanganan kerawanan pangan dan kerentanan pangan;
6. stabilitas dan keterjangkauan harga (tingkat produsen maupun konsumen);
7. percepatan penganekaragaman pangan berbasis sumberdaya pangan lokal;
8. monitoring sistem ketahanan pangan sebagai basis sistem peringatan dini;
10.Kelembagaan nelayan menjadi kelembagaan ekonomi tani-nelayan
11.Sistem Penyuluhan Partisipatif
1.3.5. Strategi
Untuk pengembangan dan pencapaian program peningkatan ketahanan pangan dan penyuluhan, maka strategi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan penguatan terhadap kapasitas dan daya dukung kelembagaan dan infrastruktur pangan di Kabupaten Kutai Kartanegara.
2. Meningkatkan efektifas regulasi sistem distribusi dan informasi harga pangan sehingga pangan terdistribusi dengan baik dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
3. Meningkatkan daya dukung dan daya tampung lembaga usaha ekonomi pedesaan dalam meningkatkan ketersediaan, distribusi dan akses pangan di daerah.
4. Meningkatkan penguatan terhadap manajemen pengembangan dan ketersediaan cadangan pangan di tingkat Rumah Tangga, Desa, Kabupaten.
5. Mengidentifikasi daerah rawan pangan maupun daerah berpotensi terjadinya rawan pangan serta mengupayakan pemecahannya.
6. Meningkatkan penganekaragaman konsumsi dan kualitas pangan serta menurunnya ketergantungan terhadap pangan pokok beras.
7. Mengembangkan diversifikasi pangan melalui lahan-ahan marginal termasuk lahan pekarangan.
8. Meningkatkan pengawasan keamanan dan mutu pangan terhadap produk pangan baik segar maupun olahan.
11. Pengembangan sistem informasi penyuluhan pertanian yang mendukung empat sukses pembangunan pertanian serta antisipasi perubahan iklim dan kelestarian lingkungan.
12. Penguatan dan pengembangan lembaga pelatihan pertanian swadaya (P4S) sebagai pusat pelatihan dan permagangan bidang agribisnis bagi masyarakat tani.
13. Penumbuhan wirausahawan muda di bidang agribisnis dilakukan melalui agri-training camp, magang, pelatihan kewirausahaan pertanian, dan pendidikan menengah kejuruan pertanian.
14. Penataan dan pengembangan kelembagaan pelatihan pertanian untuk meningkatkan kompetensi dalam rangka mendukung program pembangunan pertanian dan reformasi birokrasi.
15. Pemantapan dan pengembangan tata kelola administrasi dan manajemen penyuluhan dan pengembangan SDM pertanian.
1.4. Tupoksi dan Core Business 1.4.1. Tupoksi
Tugas pokok dan fungsi tersebut menunjukkan bahwa area inti (Core area) Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) Kabupaten Kutai Kartanegara adalah melakukan pengembangan, sosialiasi, pelayanan, pemantauan serta evaluasi terhadap kewaspadaan dan Ketahanan Pangan di Daerah, hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1996 yang menyatakan bahwa Pemerintah bersama rakyat bertanggung jawab atas terwujudnya Ketahanan pangan yang mantap, melalui pengembangan subsistem yang termuat dalam Sistem ketahanan Pangan, yaitu Subistem Ketersediaan Pangan, Subsistem Distribusi dan Subsistem Konsumsi dan Keamanan Pangan.
peningkatan kesejahteraan petani, diperlukan peningkatan kompetensi pelaku utama dan pelaku usaha pembangunan pertanian, khususnya petani. Salah satu upaya peningkatan tersebut dilaksanakan melalui kegiatan penyuluhan. Penyuluhan pertanian merupakan proses pembelajaran bagi pelaku utama agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Hal ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah yang dituangkan dalam Undang-undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan kehutanan Nomor 16 Tahun 2006 yaitu Penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup
1.4.2. Core Business
telah memberikan dampak yang cukup mengembirakan jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi selama kurun waktu lima tahun tersebut dengan rata-rata sebesar 8,76% . Pengembangan sumber daya manusia yang menitik beratkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Keberhasilan pembangunan di sektor ini dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Kutai Kartangera tahun 2008 sebesar 72,03 yang dikatagorikan baik, angka kemiskinan mengalami penurunan yakni dari 48.160 jiwa menjadi 42.480 jiwa.
1.4.3. Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2011 tentang Perubahan Pertaman Atas Peraturan Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 15 Tahun 2008 Tanggal 7 Agustus 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, maka struktur Organisasi Badan ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kabupaten Kutai Kartanegara adalah sebagai berikut :
STRUKTUR ORGANISASI PERANGKAT DAERAH
Gambar : Struktur Organisasi Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan.
1.5. Sistematika Penulisan
DAFTAR LAMPIRAN
BAB. I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Dasar Hukum Penyusunan LAKIP SKPD 1.3. Aspek Strategis yang Berpengaruh 1.4. Tupoksi dan Core Business
1.5. Sistematika Penulisan
BAB. II : PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
1.1. Perencanaan 1.2. Perjanjian Kinerja
BAB.III : AKUNTABILITAS KINERJA
3.1. Pencapaian Capaian Kinerja Tahun 2013 3.2. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja 3.3. Akuntabilitas Keuangan
BAB. IV : PENUTUP
4.1. Kesimpulan 4.2. Saran
LAMPIRAN-LAMPIRAN :
- Lampiran 1: Pernyataan Penetapan Kinerja Tingkat Unit Organisasi Satuan Kerja Perangkat Daerah
- Lampiran 2 : Formulir Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2013 - Lampiran 3 : Formulir Pengukuran KinerjaTahun 2013