• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP KEGIATAN DIFUSI INFORMASI ILMIAH BIDANG IPTEK UNTUK DAERAH OLEH: BIDANG DISEMINASI INFORMASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEP KEGIATAN DIFUSI INFORMASI ILMIAH BIDANG IPTEK UNTUK DAERAH OLEH: BIDANG DISEMINASI INFORMASI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP KEGIATAN

DIFUSI INFORMASI ILMIAH BIDANG IPTEK UNTUK DAERAH

OLEH:

BIDANG DISEMINASI INFORMASI

PUSAT DOKUMENTASI DAN INFORMASI ILMIAH

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

(2)

A. LATAR BELAKANG

Adanya revolusi dalam pengelolaan informasi, dari format cetak ke digital, mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku masyarakat yang tergantung pada teknologi digital. Masyarakat yang hidup di era digital dan tergantung pada teknologi digital ini disebut juga generasi digital natives. Sebagai pengguna digital natives ini, masyarakat tergantung pada ketersediaan informasi digital yang tersedia dalam internet. Hal tersebut berdampak pada perubahan pola perilaku masyarakat dalam mendapatkan informasi digital, yakni ingin dilayani secara cepat dan praktis melalui layanan informasi via-online. Hal tersebut juga berdampak juga pada layanan perpustakaan dan lembaga pengelola dokumentasi dan informasi yang lain, yang mana pengguna digital natives ini dalam memanfaatkan layanan perpustakaan sudah tidak perlu lagi datang ke perpustakaan, tetapi dengan melakukan pemesanan (reservation) informasi secara online.

Terkait dengan kemajuan iptek dalam pemanfaatan informasi digital ini dan sebagai salah satu unit layanan publik yang diberi amanat oleh pemerintah untuk mencerdaskan bangsa melalui pemberian layanan dokumentasi dan informasi ilmiah, Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII-LIPI) memiliki tanggung jawab untuk menyediakan layanan dokumentasi dan informasi ilmiah yang tepat guna, tepat sasaran, dan berkualitas kepada masyarakat. Masyarakat yang dimaksud adalah pengguna, pelanggan, dan/atau stakeholders, mereka adalah target dan sasaran dari program difusi informasi ilmiah PDII-LIPI. Bagi PDII-LIPI, selain menjadi pengguna (konsumen) produk dan jasa lembaga, masyarakat juga mitra utama lembaga untuk mempromosikan produk dan jasa layanan informasi yang lebih luas ke berbagai daerah.

Hartinah (2015) mengatakan bahwa PDII-LIPI saat ini sedang mengawali kegiatan dengan “Repositori Karya Ilmiah Bidang Sains dan Teknologi”, khususnya untuk repositori data, informasi, dan pengetahuan hasil riset. Kegiatan repositori ini, diawali dengan penyusunan blue print, penyiapan infrastruktur untuk akses dan pelestarian data, informasi dan pengetahuan. Pengetahuan hasil-hasil riset disusun dalam kemasan informasi berdasarkan karakter kelompok pengguna sehingga dapat memperoleh pengetahuan yang tepat melalui diseminasi sesuai kelompok masyarakat dan masyarakat di daerah. Terkait dengan diseminasi informasi iptek ke daerah, PDII-LIPI menerapkan konsep “sapatu bata” sebagaimana yang disampaikan oleh Blasius Sudarsono (Kepala PDII ketiga), di mana jasa informasi dapat diperoleh di mana saja. PDII-LIPI sebagai pabrik informasi ilmiah dan menempatkan pangkalan data di daerah-daerah.

Program difusi informasi merupakan program kegiatan penyebarluasan informasi (informationdissemination) PDII-LIPI ke daerah secara merata dan terjangkau. Program ini ditujukan untuk meningkatkan lalu lintas pengetahuan (knowledge trafficking) bidang iptek, antara lembaga dengan pengguna. Sasaran yang hendak dicapai dari program diseminasi iptek adalah mempromosikan berbagai produk dan jasa

(3)

informasi PDII-LIPI ke masyarakat sehingga meningkatkan nilai tambah teknologi bagi industri di daerah berbasis potensi dan kearifan lokal daerah. Dengan kata lain, konten informasi yang akan disediakan melalui program difusi informasi ini adalah informasi yang sesuai dengan potensi dan sumber daya daerah atau informasi local content

daerah.

B. KEBIJAKAN KEGIATAN

LIPI menyelenggarakan kegiatan penelitian dan pengembangan, pelayanan jasa dan pembinaan perkembangan kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang efisien, efektif, dan berkualitas untuk dapat menjawab permasalahan-permasalahan pembangunan, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang diembannya. Untuk melaksanakan tugas tersebut, diperlukan peningkatan dan pengelolaan berbagai sumber daya. Bertitik tolak berbagai hal tersebut, LIPI menyusun Rencana Strategis (Renstra) 2010–2014, yang berisi rencana program penelitian dan pengembangan, rencana penguatan SDM, sarana dan prasarana, rencana kebijakan anggaran serta kebijakan investasi strategis. Rencana-rencana tersebut disusun dengan memperhatikan keterkaitannya dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010–2014 dan juga kebijakan ilmu pengetahuan dan teknologi nasional serta Visi dan Misi dan tujuan strategis LIPI dan juga kebijakan ilmu pengetahuan dan teknologi nasional.

Mengacu pada Rentra LIPI di atas, arah kebijakan dari kegiatan difusi informasi ini adalah: (1) pengembangan jaringan sistem kerjasama kemitraan dalam pemanfaatan sumber daya informasi ilmiah yang ada di daerah; (2) penyediaan sumber-sumber informasi ilmiah yang berkualitas dalam rangka mendukung kegiatan penelitian (research) pengembangan daerah, khususnya dalam hal pengembangan koperasi dan usaha kecil menengah; (3) penyediaan sarana akses informasi ilmiah local content

daerah. Arah kebijakan tersebut dilaksanakan dengan mengoptimalkan berbagai sumber daya informasi dan teknologi yang dimiliki oleh PDII-LIPI dalam rangka mewujudkan masyarakat yang literer, yakni masyaraka yang melek informasi dan teknologi digital. C. DASAR KEGIATAN

1) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Penerapan dan Pengembangan Teknologi Tepat Guna, dijelaskan bahwa dalam rangka pelaksanaan pemberdayaan masyarakat perdesaan melalui penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna, pemerintah bertanggung jawab untuk mendorong, menumbuhkan, meningkatkan, mengembangkan perekonomian masyarakat, memeratakan pembangunan, mengentaskan kemiskinan serta pengembangan wilayah.

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan disebutkan bahwa masyarakat di daerah terpencil, terisolasi, atau terbelakang sebagai akibat faktor geografis berhak memperoleh layanan perpustakaan secara khusus (Pasal 5); Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban

(4)

menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat (Pasal 8c); perpustakaan dibentuk sebagai wujud pelayanan kepada pemustaka dan masyarakat (Pasal 15).

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, disebutkan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan usaha dapat membangun kawasan, pusat peragaan, serta sarana dan prasarana ilmu pengetahuan dan teknologi lain untuk memfasilitasi sinergi dan pertumbuhan unsur-unsur kelembagaan dan menumbuhkan budaya ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan masyarakat (Pasal 14).

D. KERANGKA TEORITIS

1. Kegiatan Difusi Informasi ke Daerah Terdahulu

Kegiatan yang serupa dengan program difusi informasi ke daerah ini antara lain: (1) Unit Perpanjangan Jasa (UPJ) dan Unit Perpanjangan Layanan Informasi (UPLI) oleh PDII-LIPI; (2) Warung Informasi dan Teknologi (Warintek) oleh PDII-LIPI dan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek); (3) program Telecenter oleh Badan Perencanaan Nasional (Bappenas); dan (4) Warung Masyarakat Informasi (Warmasif) oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkoinfo).

Tahun Program Difusi Informasi ke Daerah

1993 UPJ (PDII-LIPI) 1996 UPLI (PDII-LIPI)

2000 Warintek (PDII-LIPI dan Kemristek) 2003 Telecenter (Bappenas)

2005 Warmasif (Kemenkoinfo)

2016-dst. Difusi Informasi Ilmiah Bidang IPTEK (PDII-LIPI)

Pertama, kegiatan UPJ. UPJ adalah layanan PDII-LIPI yang berada di instansi/lembaga lain yang berada di wilayah tertentu. Tugas UPJ adalah melaksanakan pelayanan informasi ilmiah PDII berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat. Program UPJ ini dimulai sejak tahun 1993 dengan lokasi di LIPI Serpong dan Cibinong. Pengelola UPJ ini adalah pegawai PDII-LIPI sendiri, sedangkan tempat layanan milik lembaga lain. Melalui UPJ ini, masyarakat yang ada disekitarnya dapat memesan dan menggunakan informasi PDII-LIPI tanpa harus datang ke Perpustakaan PDII-LIPI yang ada di jakarta. Selain layanan informasi, pengguna juga dapat meminta jasa yang lain, seperti kegiatan pelatihan (training) perpustakaan, dokumentasi, dan informasi.

Kedua, kegiatan UPLI. UPLI adalah layanan PDII-LIPI yang berada di perpustakaan perguruan tinggi. UPLI ini dilaksanakan PDII-LIPI pada tahun 1996. Berbeda dengan UPJ, UPLI ini dikelola oleh SDM/pegawai perpustakaan perguruan tinggi yang menjadi mitra dan PDII-LIPI hanya menyediakan layanan dan konten informasi yang sesuai kebutuhan informasi pengguna di perguruan tinggi tersebut.

Ketiga, kegiatan Warintek. Warintek adalah program kerjasama antara Kementerian Ristek dengan daerah yang diinisiasi oleh PDII-LIPI. Kegiatan program

(5)

Warintek ini Mengacu pada kebijakan Kemristek dalam hal pemerataan akses informasi ke masyarakat dan daerah pada tahun 1998-1999 yang bersamaaan dengan program IPTEKDA-LIPI II. IPTEKDA adalah program unggulan LIPI untuk pemberdayaan masyarakat/daerah melalui inovasi produk teknologi tepat guna (TTG). Program Warintek ini dilaksanakan PDII-LIPI tahun 2000 dengan tujuan menyediakan paket-paket informasi ilmiah sesuai kebutuhan informasi di daerah. Dalam program IPTEKDA, PDII-LIPI aktif menyediakan berbagai paket kemasan informasi bidang iptek yang terkait dengan pemberdayaan masyarakat di daerah tersebut. Melalui program Warintek tersebut, PDII-LIPI berpatisipasi dalam hal menyediakan paket-paket kemasan informasi teknologi tepat guna, seperti paket panduan usaha, pohon industri, paket informasi teknologi industri (PITI), fokus informasi, dan sebagainya, baik dalam bentuk cetak maupun elektronik. Program Warintek ini sudah dilaksanakan di beberapa daerah, seperti Palembang, Padang, Bukit Tinggi, Bandar Lampung, dan Malang. Adapun visi dan misi kegiatan Warintek ini, yaitu:

1) Visi: Memajukan bangsa indonesia melalui pemasyarakatan serta pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi dengan kemudahan akses informasi iptek yang dapat meningkatkan dan membina sumber daya manusia yang berdampak pada pengembangan ekonomi masyarakat.

2) Misi: (1) mewujudkan masyarakat yang sadar akan informasi iptek untuk meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi, memperkuat dan menyelamatkan peninggalan budaya, serta menumbuhkan dan mendorong agar informasi iptek juga merupakan suatu komoditi; (2) terwujudnya layanan informasi iptek terpadu dengan memperdayakan unit-unit dokumentasi, informasi, dan perpustakaan di tingkat provinsi, kabupaten, dan perguruan tinggi/sekolah untuk mendukung kelompok IKM dan UKM.

Tujuan dari kegiatan Warintek ini, yaitu: (1) mendekatkan informasi ke semua lapisan masyarakat di daerah, baik penentu kebijakan, peneliti, kalangan akademis (dosen dan mahasiswa), murid, maupun masyarakat luas; (2) pemberdayaan unit-unit dokumentasi, informasi dan perpustakaan di tingkat propinsi, kabupaten, perguruan tinggi; (3) mengalihkan sebagian tugas dokumentasi dan layanan informasi ke pengelola Warintek di daerah; (4) mempersiapkan masyarakat sadar akan pentingnya informasi iptek untuk mendukung penentuan kebijakan, kegiatan belajar dan mengajar, meneliti, serta mendukung pengembangan UKM/IKM; dan (5) menumbuhkan dan mendorong agar informasi iptek juga merupakan suatu komoditi (Djatin dan Hartinah, 2008). Sasaran pengguna kegiatan Warintek ini adalah: perpustakaan daerah; akademisi (siswa, mahasiswa, dan dosen); asosiasi profesi; unit dokumentasi/informasi Pemerintah Daerah; dan masyarakat luas.

Keempat, program Telecenter. Telecenter adalah program pemberdayaan masyarakat melalui penyedian akses internet khusus ke daerah-daerah terpencil dan masyarakat miskin. Program layanan Telecenter dikoordinasi oleh Bappenas yang bekerjasama dengan United Nations Development Program (UNDP) dengan visi besar

(6)

membangun sekitar 1.000 pusat pengelola data elektronik (telecenter) di seluruh Indonesia hingga lima tahun kedepan. Program Telecenter ini dimulai sejak tahun 2003 dengan melakukan penelitian tentang pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia untuk pembangunan sosial dan ekonomi di Indonesia dengan nama Asia-Pacific Development Information Programme (APDIP). Kemudian, pada tahun 2004 dilanjutkan dengan penelitian dengan nama Prepatory Assistance for ICTs for Human Development. Penelitian tersebut menghasilkan “Tujuh Strategi Pemanfaatan TIK” untuk pengembangan masyarakat dan proyek Partnership for

e-Prosperity for the Poor (Pe-PP), yaitu proyek percontohan untuk mengurangi kemiskinan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Tujuh strategi tersebut, yaitu:(1) meningkatkan partisipasi dan kesadaran masyarakat akan manfaat TIK; (2) infomobilisasi; (3) menyediakan akses informasi; (4) mengembangkan SDM; (5) membangun kepemimpinan yang menjadi tauladan; (6) kemitraan; dan (7) desentralisasi. Tujuan program Telecenter ini, yaitu: (1) memberdayakan masyarakat dengan kemudahan akses terhadap informasi dasar seperti informasi pasar, pertanian, perdagangan, pendidikan, kesehatan dan lain-lain; (2) meningkatkan kemampuan masyarakat dalam hal mengakses informasi penggunaan komputer, manajemen telecenter dan lain-lain melalui pelatihan-pelatihan; (3) mendorong masyarakat untuk meningkatkan perekonomian setempat dengan kegiatan pembangunan komunitas melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi; dan (4) mengembangkan kerjasama dengan pihak-pihkan terkait untuk membangun komunitas lokal. Telecenter ini diharapkan dapat menjadi pusat informasi berbasis internet untuk pemberdayakan masyarakat miskin di daerah-daerah tertinggal.

Kelima, Warmasif. Guna mendukung program Indonesia Goes Open Source

(IGOS), Kemenkoinfo bekerjasama dengan PT.Pos Indonesia mendirikan warung masyarakat informasi (Warmasif) pada tahun 2005. Warmasif diluncurkan Kemenkoinfo sejak tahun 2005 dengan tujuan pemerataan akses informasi melalui jaringan internet di berbagai wilayah yang ada di Indonesia. Program Warmasif ini dilaksanakan dalam rangka mendukung visi Kemekoinfo, yaitu “Menuju Masyarakat Informasi Indonesia”. Layanan Warmasif ini ditempatkan di kantor pos yang ada di seluruh indonesia. Tujuan Warmasif adalah untuk melayani tiga bidang kemasyarakatan, yaitu pembangunan UKM, perpustakaan digital, dan informasi layanan kesehatan. Beberapa alasan yang mendasari terpilihnya PT. Pos Indonesia sebagai mitra pengembangan program Warmasif ini, yaitu PT. Pos Indonesia telah memiliki nama besar dengan jaringan yang tersebar di seluruh pelosok nusantara dan memiliki visi pengembangan TIK yang sama, yaitu ingin mengelola dokumen elektronik dengan mengoptimalkan TIK. Konsep layanan Warmasif ini adalah

Community Access Point I (CAP), yaitu sebuah outlet di mana masyarakat yang berada di suatu wilayah dapat melakukan komunikasi, akses informasi global, pemasaran melalui internet, transaksi online dan akses perpustakaan digital. Warmasif disebut sejuga warung internet (warnet)-nya pemerintah. Secara umum,

(7)

perbedaan sistem layanan internet Warmasif dengan warnet komersial, yaitu: (1) tarif layanan Warmasif lebih murah bila dibanding warnet umumnya; (2) Warmasif menyediakan tenaga operator secara cuma-cuma untuk membantu pemenuhan kebutuhan informasi pengguna, khususnya bagi mereka yang kurang memahami penggunaan komputer atau Internet, sedangkan warnet tidak memiliki operator khusus untuk melayani penggunanya; (3) Warmasif menyediakan layanan akses informasi secara offline dan online, sehingga dapat dikatakan sebagai perpustakaan digital atau electronic library-nya masyarakat. Melalui layanan Warmasif, masyarakat dapat saling berbagi pengetahuan dan memanfaatkan layanan dalam berbagai format informasi, baik informasi cetak maupun digital (audio-visual).

2. Konsep Teori Difusi Informasi

Kegiatan difusi informasi ini merupakan salah satu program inovasi PDII-LIPI. Oleh karena itu, konsep teori pelaksanaan kegiatan difusi informasi mengadopsi teori difusi inovasi (diffusion of innovations) yang disampaikan oleh Everett M. Rogers (1983; 1995). Rogers (1983) menyebut difusi sebagai proses inovasi informasi yang perlu dikomunikasikan melalui saluran tertentu kepada para anggotanya yang tergabung dalam sistem jaringan sosial dari waktu ke waktu. Difusi ini dapat dikatakan sebagai adalah jenis saluran komunikasi khusus untuk menyampaikan pesan atau ide-ide baru. Sedangkan, komunikasi adalah proses di mana peserta membuat dan berbagi informasi satu sama lain agar saling pengertian. Definisi tersebut mengindikasikan bahwa komunikasi adalah proses konvergensi (atau divergensi) antara dua individu atau lebih untuk saling bertukar informasi terhadap suatu peristiwa tertentu. Jadi difusi adalah tipe khusus dari komunikasi, di mana pesan disampaikan dengan ide-ide baru.

Difusi merupakan salah satu jenis perubahan sosial (a kind of social change), yang berarti bahwa terjadi proses perubahan dalam struktur dan sistem fungsi sosial. Ketika ide-ide baru yang diciptakan, disebarkan, dan diadopsi atau ditolak, mengarah ke konsekuensi tertentu, perubahan sosial terjadi. Sedangkan, inovasi adalah suatu ide, praktek, atau objek yang dianggap baru oleh individu atau lembaga yang mengadopsinya. kebaruan ide terhadap individu sangat menentukan tindakan berikutnya. Jika ide tersebut memberikan suatu reaksi, maka disebut sebagai suatu inovasi. Keterbaruan dari ide yang memiliki pengaruh bagi orang lain untuk melakukan suatu hal, itulah yang menjadi karakter khusus dari proses komunikasi melalui difusi inovasi.

Berdasarkan definisi di atas, dapat dijelaskan tentang proses difusi inovasi, yaitu: (1) inovasi; (2) dikomunikasikan melalui saluran tertentu; (3) dari waktu ke waktu; dan (4) antara anggota dalam suatu sistem sosial. Dengan demikian, ada empat elemen utama dalam proses difusi inovasi, yaitu inovasi, saluran komunikasi, waktu, dan sistem sosial. Keempat elemen tersebut digambarkan Rogers (1983) sebagai berikut.

(8)

Sumber: Rogers (1983) Keterangan gambar di atas, sebagai berikut.

1) Inovasi, keterbaruan dalam inovasi tidak hanya disampaikan dengan pengetahuan baru, tetapi juga dinyatakan dalam hal pengetahuan, persuasi, atau keputusan untuk mengadopsi. Ada beberapa karakteristik suatu inovasi, yaitu:

(a) Keuntungan relatif (relative advantage) adalah derajat di mana suatu inovasi dapat dianggap lebih baik dan dapat menggantikan posisi dari gagasan itu sendiri. Tingkat relatif keuntungan ini dapat diukur dari segi ekonomi, sosial-prestise faktor, kenyamanan, dan kepuasan pengguna. Seorang individu akan melihat keuntungan dari siatu inovasi, semakin besar keuntungan relatif dari suatu inovasi, semakin cepat pula laju adopsi inovasi tersebut.

(b) Kompatibilitas (compatibility) adalah derajat di mana suatu inovasi dianggap sebagai suatu nilai-nilai yang konsisten, pengalaman masa lalu, dan suatu kebutuhan yang potensial untuk diadopsi. Sebuah ide yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma sosial tentunya tidak akan diadopsi sebagai suatu inovasi.

(c) Kompleksitas (complexity) adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap sebagai sesuatu yang sulit untuk digunakan dan dipahami oleh masyarakat. Beberapa inovasi yang mudah dipahami oleh sebagian besar anggota dalam suatu tatanan sistem sosial dapat dianggap sulit dan rumit oleh orang lain. Hal tersebut disebabkan karena ide-ide inovasi terlalu kompleks (tidak sederhana) sehingga sulit dipahami oleh sekelompok orang. Oleh karena itu, diperlukan adanya ide-ide yang lebih sederhana untuk memahamkan suatu inovasi baru agar dapat diadopsi oleh orang lain.

(d) Trialability adalah sejauh mana suatu inovasi dapat diuji coba (trial-error) atau di-eksperimen lebih lanjut secara terbatas. Ide-ide baru dapat diadopsi, dicoba, dan direncanakan pengembangannya lebih cepat.

(9)

(e) Observability adalah sejauh mana hasil suatu inovasi dapat diakses, dilihat, dan dirasakan manfaatnya oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil sebuah inovasi, semakin besar kemungkinan mereka akan mengadopsinya. Dalam hal ini, adanya inovasi akan merangsang orang lain untuk melakukan diskusi terhadap hal yang baru dan melakukan evaluasi terhadap inovasi tersebut.

2) Jaringan komunikasi, tujuan berkomunikasi adalah untuk berbagi informasi satu sama lain sehingga ada pemahaman terhadap hal yang didiskusikan. Kegiatan difusi merupakan hasil dari komunikasi yang dibagikan melalui proses tertentu. Proses komunikasi ini melibatkan hal-hal: (a) inovasi; (b) individu atau unit lain yang adopsi pengetahuan, pengalaman, dan mengadopsi inovasi; (c) menunjukkan inovasi yang belum diketahui oleh orang lain; (d) saluran komunikasi menghubungkan dua unit, ada pengirim dan penerima pesan/informasi.

3) Waktu, adalah unsur penting dalam proses difusi. Waktu adalah salah satu aspek yang menentukan hasil dari proses komunikasi. Setiap kegiatan pasti dibatasi oleh waktu, baik dalam kegiatan penelitian maupun inovasi. Ada tiga hal yang terkait dengan dimensi waktu difusi inovasi, yaitu: (a) keputusan adopsi inovasi berdasarkan pada pengetahuan individu untuk menggunakan inovasi, apakah

diterima atau ditolak?; (b) inovasi yang diadopsi oleh

Individu atau unit lembaga lain sejak dini, langsung diadopsi dengan sistem yang baru; dan (c) inovasi diadopsi dalam periode tertentu, yang tergantung pada kesepakatan penggunaan sistem inovasi. Terkait dengan pengambilan keputusan inovasi ini ada proses, yaitu: (1) pengetahuan; (2) Persuasi; (3) keputusan; (4) pelaksanaan; dan (5) konfirmasi.

4) Sistem sosial, adalah seperangkat tatanan sosial yang saling terkait untuk mengatasi masalah bersama dan mencapai tujuan bersama. Dalam sistem sosial, seorang pemimpin dituntut untuk peka terhadap perubahan hasil inovasi. Dalam promosi ide-ide baru, pemimpin harus mampu menarik opini publik agar mendapatkan dukungan yang banyak dari publik.

Terkait dengan adopsi inovasi ini, lebih lanjut Rogers (1995) menjelaskan ada beberapa tingkat adopsi (rate of adoption). Tingkat adopsi adalah kecepatan relatif inovasi yang diadopsi oleh anggota dalam tatanan sistem sosial. Tingkat adopsi ini umumnya diukur dari angka jumlah individu yang mengadopsi ide baru dalam periode tertentu. Dari lima atribut pengukur tingkat adopsi inovasi, yaitu: keuntungan relatif, kompatibilitas, kompleksitas, tlialability, dan observability (Rogers, 1983), kemudian dipadukan dengan lima variabel inovasi yang lain, yaitu: (1) jenis inovasi-keputusan; (2) sifat saluran komunikasi menyebarkan inovasi di berbagai Tahapan dalam proses pengambilan keputusan inovasi; (3) sifat dari sistem sosial yang paling banyak menyebarkan inovasi; dan (4) tingkat promosi “agen perubahan” dalam upaya penyebaran inovasi, mempengaruhi masyarakat untuk mangadopsi

(10)

inovasi. Terkait dengan pengambilan keputusan adopsi inovasi ini, Rogers (1995) menjelaskan sebagai berikut.

Sumber: Rogers (1995) Ada beberapa cara untuk difusi informasi ini, yaitu:

1) Melalui jaringan Twitter. Yang and Scott (2010) melalui artikelnya yang berjudul “Predicting the Speed, Scale, and Range of Information Diffusion in Twitter”, mengatakan bahwa kegiatan difusi informasi dapat dilakukan pada media Twitter. Setiap pengguna atau anggota yang terdaftar dalam situs Twitter dapat berinteraksi dan berdiskusi, dan hasil dari diskusi tersebut dapat dianalis dengan tiga aspek, kecepatan, skala, dan jangkauan.

2) Melalui jaringan sosial online. Guille, et.al (2013) melalui artikelnya yang berjudul “Information Diffusion in Online Social Networks: A Survey”, mengatakan bahwa secara online jaringan sosial memainkan peran utama dalam penyebaran Informasi terbesar. Melalui kegiatan penelitian kita dapat mensurvei hasil difusi informasi melalui jaringan sosial dan bagaimana melakukan perbaikan sistem difusi informasi melalui jaringan sosial online.

3) Melalui jaringan pembelajaran sosial. Lobel and Sadler (2015) melalui artikelnya yang berjudul “Information Diffusion In Networks Through Social Learning”, mengatakan bahwa jaringan sosial sangat berperan dalam kehidupan manusia, terutama untuk formasi dan penyebaran informasi (pendapat dan kepercayaan publik). Pemanfaatan jaringan sosial ini sekarang sudah dapat diakses melalui ponsel pintar (smart phone) yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan teman, kolega, dan masyarakat. Penerapan difusi social learning ini dianalisis dengan model bayesian learning yang dapat mengetahui efektivitas sistem pembelajaran jarak jauh dengan pembelajaran sosial melalui jaringan online.

(11)

E. RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Konsep Kegiatan

• Perlunya inovasi dalam kegiatan difusi informasi tahun 2016 menjadi dasar dan komitmen yang kuat bagi PDII-LIPI untuk merealisasikannya yang lebih baik dan efektif. Mangacu pada konsep kegiatan-kegitan difusi informasi PDII-LIPI terdahulu, seperti UPJ, UPLI, dan WARINTEK, mulai tahun 2016 program kegiatan tersebut akan dilanjutkan kembali dengan format kegiatan yang lebih inovatif.

• Kegiatan difusi informasi tahun 2016 diberi nama program “Difusi Informasi Ilmiah Bidang Iptek untuk Daerah”, yang dilaksanakan dengan sistem kerjasama kemitraan (saling menguntungkan ke dua belah pihak).

• Kegiatan utama program difusi informasi ini adalah promosi produk dan jasa informasi ilmiah PDII-LIPI ke daerah dan penguatan sumber daya informasi e-resources yang bersifat kedaerahan, yaitu informasi tepat guna yang sesuai dengan potensi daerah.

• Tujuan kegiatan difusi informasi ilmiah ini adalah untuk:

1) Mempromosikan berbagai produk dan jasa informasi ilmiah PDII-LIPI kepada masyarakat yang ada di daerah.

2) Menjalin kerjasama kemitraan dalam hal kegiatan seminar/workshop, pelatihan, dan penyediaan akses informasi ilmiah global.

3) Menyediakan informasi local content yang sesuai dengan potensi dan sumber daya daerah.

4) Memperkuat peran dan tupoksi PDII-LIPI dalam pelaksanaan literasi informasi ilmiah di masyarakat.

• Sasaran kegiatan difusi informasi ilmiah ini, sebagai berikut: 1) Pemerintah daerah (Provinsi, Kabupaten, Kota Madya). 2) Badan penelitian dan pengembangan (balitbang) daerah. 3) Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah.

4) Perguruan Tinggi/Universitas di daerah. 5) Pihak lain yang berkepentingan di daerah 2. Pelaksanaan Kegiatan

• Kegiatan “Difusi Informasi Ilmiah Bidang Iptek Ke Daerah” ini, dilaksaksanakan dalam wujud:

1) Seminar atau workshop peningkatan layanan perpustakaan, dokumentasi, dan informasi.

2) Pelatihan pengelolaan sumber daya informasi perpustakaan, kemasan informasi, pengelolaan jurnal ilmiah elektronik, dan penulisan karya ilmiah.

3) Pembuatan kemasan pengetahuan berbasis potensi daerah atau sesuai kebutuhan.

4) Penyediaan sarana akses informasi ilmiah berupa layanan “PDII Corner” di daerah.

(12)

• Berdasarkan konsep teori “Diffusion of Innovations” yang disampaikan Rogers (1983;1995), kegiatan difusi informasi PDII-LIPI dilaksanakan dengan kerangka kerja sebagai berikut.

No Aspek Difusi Pelaksanaan Evaluasi

1 Inovasi >> Persiapan

o Pelatihan Training of Trainer (TOT)

bidang pusdokinfo bagi pegawai PDII

o Penetapan prioritas program

kegiatan

o Persiapan bahan promosi

[sampel/prototipe]

o Penawaran kegiatan

kerjasama/pelatihan pusdokinfo ke daerah

>> Pelaksanaan

o Pembentukan tim kegiatan o Identifikasi/survei kebutuhan

informasi pengguna/stakeholders

o Review anggaran kegiatan [di RKAKL

DIPA]

o Penjadwalan kegiatan o Konfirmasi kegiatan daerah o Pelaksanaan kegiatan o Keuntungan relatif o Kompatibilitas o Kompleksitas o Trialability o Observability

o Adopsi kegiatan difusi

informasi terdahulu

2 Jaringan

komunikasi >> Komunikasi formal o Surat permohonan o Surat kerjasama/MoU

o Komunikasi formal bentuk lain

>> Komunikasi non-formal

o Email, instant messenger, dan media

sosial (face book)

o Pertemanan atau kekerabatan

(mitra kerja)

o Promosi produk/jasa

lembaga

o Tampat kegiatan (di

PDII/in house training)

o Penawaran biaya

kegiatan

o Jumlah peserta o Tindaklanjut kegiatan

3 Waktu Waktu kegiatan difusi informasi ini berdasarkan jenis kegiatannya:

o Seminar/workshop

Waktu: 1 – 2 hari

o Pelatihan/training

Waktu: 1 – 3 hari

o Pembuatan kemasan pengetahuan

Waktu: 1 – 30 hari

o Penyediaan layanan “PDII Corner”

Waktu: 1 tahun – sesuai kontrak kerjasama

o Akomodasi kegiatan

(panitia dan peserta)

o Waktu kegiatan o Keputusan

pelaksanaan kegiatan

4 Sistem sosial o Identifikasi perilaku dan karakteristik

pengguna/stakeholders

o Identifikasi budaya di daerah

setempat

o Komunikasi formal dan nonformal

o Kesesuian kegiatan o Dampak sosial o Opini publik

3. Analisis Kegiatan

Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan program kegiatan Difusi informasi Ilmiah yang akan dilaksanakan PDII-LIPI, perlu dilakukan analisis SWOT pada kegiatan tersebut. Analisis SWOT kegiatan difusi informasi ilmiah ini ditetapkan sebagai berikut.

1) Faktor internal organisasi: kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness) 2) Faktor eksternal organisasi: peluang (opportunities) dan ancaman (threats).

(13)

STRENGHTS (S)

1. Nama lembaga sudah dikenal oleh pustakawan, pengelola jurnal, peneliti, dan arsiparis 2. Lembaga sebagai pembina

manajemen terbitan berkala nasional (melalui ISSN) 3. Lembaga memiliki wewenang

untuk merumuskan kebijakan dokinfo ilmiah di Indonesia 4. Lembaga pusat repositori jurnal

dan hasil penelitian nasional 5. SDM yang kompeten di bidang

pusdokinfo

6. Anggaran dan sarana kerja yang memadai

WEAKNESSES (W)

1. Pola komunikasi dengan masyarakat di daerah yang masih kaku dan birokrat 2. Pemotongan anggaran

kegiatan

3. Kurangnya penguatan manajemen SDM yang berkualitas dan profesional (masih multitasking)

OPPORTUNITIES (O)

1. Jaringan kerjasama semakin luas

2. Pengguna/ pelanggan PDII meningkat

3. Pengakses informasi ilmiah PDII meningkat

UPAYA: S+O

 Perkuat tali komunikasi dan kerjasama dengan daerah (sistem kemitraan)

 Bangun kepercayaan (trust) ke daerah (stakeholders)

UPAYA: W+O

 Programkan pelatihan pengembangan SDM secara kontinue

 Lakukan knowledge sharing

dan komunikasi dengan daerah

 Optimalisasi kegiatan di awal tahun pelaksanaan anggaran

THREATS (T)

1. Kompetisi dengan lembaga sejenis yang mengadakan program kegiatan yang sama 2. Komplain ketidakpuasan

dari pengguna/ stakeholders

UPAYA: S+T

 Tetapkan solusi dan lakukan tindakan perbaikan secepatnya  Tetapkan prioritas kebutuhan

informasi pengguna di daerah  Kreatif dan inovatif

UPAYA: W+T

 Promosi secara aktif  Beri jaminan manfaat

kegiatan

 Evaluasi diri sistem manajemen kegiatan difusi informasi

F. PENUTUP

Program difusi informasi ilmiah ini merupakan salah satu upaya inovatif PDII-LIPI untuk

branding lembaga ke masyarakat dan daerah. Melalui kegiatan ini, berbagai produk dan jasa informasi ilmiah PDII-LIPI dapat lebih dikenal dan dekat dengan masyarakat. Dukungan dari berbagai pihak sangat diharapkan demi terselenggaranya kegiatan difusi informasi ilmiah PDII-LIPI yang lancar dan aman.

Daftar Pustaka:

Djatin, Jusni dan Sri Hartinah. 2008. Pengemasan dan Pemasaran Informasi: Pengalaman PDII-LIPI [Unpublished Paper]. Guille, Adrien; Hakim Hacid; Cécile Favre; Djamel A. Zighed. 2013. Information Diffusion in Online Social Networks: A

Survey. SIGMOD Record, Vol. 42, No. 2, June 2013

Hartinah, Sri. 2015. Dokumentasi Menjamin Akses dan Pelestarian Karya Ilmiah Bangsa. Laporan Kegiatan Acara 50 tahun PDII-LIPI. Jakarta, 15 Juni.

Jiang Yang dan Scott Counts. 2010. Predicting the Speed, Scale, and Range of Information Diffusion in Twitter. Association for the Advancement of Artificial Intelligence (www.aaai.org).

Lobel, Ilan dan Evan Sadler. 2015. Information diffusion in networks through social learning. Theoretical Economics 10, 807– 851.

Rogers, Everett M. 1983. Diffusion of Innovations, Third Edition. New York: The Free Press. Rogers, Everett M. 1995. Diffusion of Innovations, Fourth Edition. New York: The Free Press.

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Referensi

Dokumen terkait

Balai besar adalah badan yang berfungsi melaksanakan penelitian, pengembangan, kerjasama, standarisasi, pengujian, sertifikasi, kalibrasi dan pengembangan kompetensi

(4) Baik (3) Cukup (2) Perlu Pendampingan (1) Konten Menjelaskan 3 contoh peranan dan posisi Indonesia di bidang ekonomi di lingkup ASEAN v Menjelaskan

Pada pembelajaran kedua, Ananda akan dibimbing untuk dapat menggunakan sifat-sifat turunan yang telah Ananda peroleh pada kegiatan pembelajaran satu.. Cara

Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statistik terapan, yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dianalisis, apabila

Mengingat luasnya bahasan tentang komunikasi antarbudaya yang berkaitan dengan mahasiswa asing, maka dalam penelitian ini peneliti fokus pada kajian tentang

Adapun yang menjadi jenis dalam penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian korelasi juga disebut penelitian hubungan atau penelitian asosiatif.

UNTUK MENGOREKSI MESIN PERTUMBUHAN DENGAN KERANGKA WAKTU INVESTASI YANG HARUS DILAKUKAN UNTUK MENJAGA PERTUMBUHAN..  REEVALUASI

Dalam Bab II ini penyusun akan menguraikan konteks empiris dari fenomena yang ada yaitu mengenai kontroversi penggunaan nyanyian ibadah kontemporer dalam ibadah