• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pembelajaran Sains

Hari Wibawanto

Universitas Negeri Semarang, Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang

Email: hariwibawanto@mail.unnes.ac.id

Makalah Keynote Speaker Seminar Nasional Pendidikan IPA 2017

Pascasarjana Universitas Negeri Malang: Pendidikan dan Pembelajaran IPA berbasis Riset dan Teknologi Informasi

Abstrak: Teknologi informasi dan komunikasi berpotensi meningkatkan efektifitas pembelajaran sains melalui perannya dalam tiga aktivitas pembelajaran yang saling terkait satu sama lain, yakni aktivitas presentasi, aktivitas interaksi, dan aktivitas evaluasi. Kemampuannya mengantarkan dan menayangkan berbagai file multimedia menjadikannya sesuai untuk memfasilitas pembelajaran sains, baik sebagai sarana pengelola pembelajaran tatap muka, blended/hybrid, maupun pembelajaran jarak jauh. Pemanfaatannya sebagai sarana interaksi dan kolaborasi memungkinkan tercapainya pembelajaran bermakna melalui interaksi dan kolaborasi antar siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan. Sarana evaluasi/asesmen berbasis TIK mutakhir memungkinkan dilakukannya pengukuran konstruksi pengetahuan secara lebih baik.

Kata kunci: pembelajaran sains, pembelajaran bermakna, teknologi informasi dan komunikasi

Pengintegrasian TIK dalam pembelajaran sains (dan pembelajaran berbagai bidang ilmu pada umumnya) memiliki potensi menjanjikan bagi percepatan literasi sains. Bagi banyak negara dengan keterbatasan anggaran belanja untuk pendidikan, keberadaan teknologi informasi dan komunikasi seringkali menjadi satu-satunya pilihan. Disebut “potensi”, untuk mengingatkan pemahaman kita bahwa teknologi adalah perangkat, yang keefektifannya sepenuhnya bergantung bagaimana cara kita memanfaatkan. TIK memungkinkan bahan ajar disajikan dalam berbagai tayangan media, diantarkan dalam berbagai moda pembelajaran, melalui animasi dan simulasi dapat menjadi sarana untuk memicu berfikir kritis dan HOTS (higher order thinking skill), serta memungkinkan akses sumber informasi secara global.

Ada dua permasalahan utama yang dihadapi sehubungan dengan pemanfaatan TIK, yakni masalah klasik berkenaan dengan kesiapan guru dan lingkungan TIK yang menghasilkan media sosial yang secara masif membombardir anak-anak kita dengan banyak informasi yang menyesatkan. Literasi sains (dan teknolologi) masyarakat tempat siswa kita berada juga tidak cukup tinggi untuk ikut terlibat dalam pembelajaran sains dan menjadi ekosistem bagi pembelajaran sains.

Belum berapa lama kita disuguhi dengan berita mengenai “penemuan listrik dari pohon kedondong”. Secara subtantif, tidak ada yang salah dengan penemuan itu. Pujian perlu kita

(2)

2

Sebelumnya kita juga dikejutkan oleh penemuan “lengan bionik dikendalikan sinyal otak”

yang ditemukan oleh seorang tukang las di Bali. Berita yang dipublikasikan media lokal itu menjadi sorotan nasional, dilengkapi dengan berbagai analisis yang, untungnya, bermuara pada simpulan bahwa itu hanyalah hoax meski beberapa pejabat daerah sempat percaya dan, dalam dunia politik yang memerlukan bahan bakar popularitas, nyaris menjadikannya ikon daerah.

Bila dirunut, dengan berbagai variasi gradasi tingkat “kebohongannya” kita pernah disuguhi “blue energy ala Indonesia”, yang bahkan membuat salah satu institusi pendidikan tinggi di

Yogyakarta tertipu, lalu padi Supertoy HL2 yang diklaim mampu menghasilkan padi 15 ton perhektar (padahal saat ini rata-rata produksi padi masih di bawah 7 ton per hektar).

Apa yang dapat dilakukan dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pembelajaran dan penyebarluasan sains?

PENTINGNYA PEMBELAJARAN SAINS

Sudah sejak akhir abad ke-19 telah disadari pentingnya pembelajaran sains, ketika masyarakat berubah dari dominasi pertanian menuju masyarakat yang didominasi oleh sains dan teknologi. Para ilmuwan mulai menyadari bahwa masyarakat baru yang didominasi oleh sains dan teknologi hanya dapat berlanjut (sustain) apabila masyarakat yang menjadi ekosistemnya terdidik dalam sains dan teknologi. Meski hampir bersepakat mengenai pentingnya mengintegrasikan sains ke dalam kurikulum, debat masih berlanjut mengenai bentuk dan konten pembelajaran sains. Satu pihak berpendapat mengenai pentingnya pemahaman mengenai prinsip dasar sains – yang akan menjadi dasar perkembangan masyarakat berlandaskan sains, sementara pihak lain lebih menekankan pada pentingnya cara berpikir saintifik (scientific thinking). Pendapat terakhir menganggap bahwa nilai utama pembelajaran sains terletak pada pengembangan kebiasaan berfikir kritis dan evaluatif yang harus dimiliki oleh setiap orang di semua bidang ilmu (Osborne & Hennessy, 2006) .

Merujuk pada Osborne & Hennessy (2006), sekurangnya ada 4 alasan perlunya pembelajaran sains. Pertama, alasan praktis, yang menganggap pembelajaran sains memungkinkan manusia mengerjakan pekerjaan-pekerjaan praktis yang dapat membantu kehidupannya sehari-hari. Memasang lampu, memperbaiki mobil, mengganti filamen setrika listrik, dan sebagainya. Ironisnya, dalam lingkungan yang semakin maju teknologinya, kebutuhan untuk menyelesaikan sendiri hal-hal terkait sains dan teknologi menjadi semakin sederhana, terbatas dan semakin kurang bergantung pada pemahaman mengenai sains dan teknologi. Hal ini disebabkan oleh semakin canggihnya perangkat yang kegagalan fungsinya hanya dapat ditangani oleh pakar di bidangnya, sementara cara pengoperasiannya juga semakin mudah sehingga hanya diperlukan keterampilan yang sangat sederhana. Mesin cuci dengan teknologi fuzzy, ponsel cerdas, komputer, mesin jahit dan perangkat-perangkat teknologi tinggi hanya memerlukan

intuisi untuk mengoperasikannya. Teknologi ”human-machine interface” memastikan bahwa

(3)

3

Kedua, alasan ekonomis, yakni untuk memastikan kita mendapatkan cukup sumber daya manusia yang terlatih untuk keberlanjutan dan untuk pengembangan masyarakat industri. Dari perspektif ini, pembelajaran sains merupakan pelatihan pra-profesi dan sebagai cara untuk menyeleksi sedikit orang yang akan memasuki bidang sains akademik dan yang akan mengikuti pelatihan vokasi. Hasil penelitian yang dikutip oleh Osborne & Hennessy (2006) menunjukkan bahwa pemahaman tentang sains hanyalah satu komponen saja diantara banyak komponen lain yang diperlukan di dunia kerja. Alih-alih pemahaman tentang konten tertentu, lebih penting adalah kemampuan melakukan analisis dan interpretasi data serta hal-hal umum misalnya kemampuan bekerja dalam tim dan kemampuan berkomunikasi dengan lancar baik verbal maupun tertulis. Kalangan akademisi berpendapat bahwa dalam abad ke-21, keterampilan penting yang harus dimiliki adalah: kemampuan untuk beradaptasi (adaptability), keterampilan sosial/komunikasi, keterampilan pemecahan masalah, pengembangan dan pengelolaan diri, serta berfikir secara sistem (Hilton, 2010).

Ketiga, alasan budaya, yang menganggap sains dan teknologi adalah salah satu capaian besar masyarakat modern, dan karenanya ilmu pengetahuan adalah prasyarat penting bagi manusia terdidik. Isu-isu berbasis sains dan teknologi menjadi latar belakang bahasa dan wacana yang menghiasi media massa, percakapan dan kehidupan manusia sehari-hari (Cosson, 1993). Dalam konteks masa sekarang ini, dimana isu sains dan teknologi menjadi konten yang menghiasi media massa, alasan budaya pentingnya pembelajaran sains dan teknologi menjadi sangat relevan. Implikasinya adalah bahwa pembelajaran sains harus lebih mengenai penghargaan terhadap sains dan pemahaman terhadap kerasnya upaya pencapaian sains dan

teknologi. Pemahaman atas “budaya” sains memerlukan pengetahuan atas sejarah sains, etika sains, argumentasi berbasis sains dan kontroversi dalam sains, dengan lebih menekankan pada

dimensi manusiawi dari pada memahami sains sebagai “body of knowledge”. Dengan kata lain,

diperlukan pemahaman lebih mengenai “ide-ide tentang sains” daripada tentang konten sains. Keempat, alasan demokratik, yang berpandangan bahwa dilema politik dan moral yang dihadapi masyarakat modern bersifat saintifik. Agar dapat berpartisipasi dalam diskusi dan perdebatan mengenai cara penyelesaian masalah politik dan moral diperlukan pemahaman mengenai sains dan teknologi. Jadi, mendidik masyarakat dalam sains dan teknologi adalah prasyarat penting bagi kehidupan demokrasi yang sehat. Tanpa pemahaman atas sains yang memadai, dapatkah masyarakat terlibat dalam diskusi tentang, misalnya: Apakah kita akan melegalkan kloning pada manusia? Apakah perlu pemerintah mengimpor bibit bunuh-diri (suicide seeds)? Apakah PLTN (Pusat Listrik Tenaga Nuklir) menjadi kebutuhan penting saat ini? dan sebagainya. Memang, dalam banyak kasus, masyarakat lebih banyak bergantung pada pendapat para pakar. Masyarakat awam tentu sulit memahami sistem sosial misalnya layanan rumah sakit, layanan asuransi kesehatan, sistem penerbangan, dan sebagainya. Tetapi memiliki pemahaman mendasar mengenai bagaimana sains bekerja dibalik sistem sosial tersebut merupakan modal masyarakat untuk terlibat dalam keputusan politik dan memahami implikasi sosial atas keputusan yang diambil oleh pengelola negara.

(4)

4

1. Menyiapkan siswa untuk berkarir dalam bidang sains (pre-professional training).

2. Membekali siswa dengan pengetahuan praktis mengenai bagaimana mesin/perangkat bekerja (manfaat utilitarian).

3. Membangun literasi sains pada siswa untuk menjadikannya individu yang terinformasi dengan baik (well-informed) sehingga mampu berpartisipasi dalam debat dan diskusi berkaitan dengan sains (manfaat sebagai warganegara).

4. Mengembangkan keterampilan siswa dalam berfikir saintifik dan mengembangkan pengetahuan sainsnya sebagai bagian dari enkulturasi intelektualnya.

TIK DALAM AKTIVITAS PEMBELAJARAN

Pembelajaran, terutama pembelajaran formal, adalah proses yang melibatkan 3 aktivitas saling terkait, yakni aktivitas presentasi, aktivitas interaksi, dan aktivitas evaluasi (Wibawanto, 2012a). Pada modus pembelajaran tatap muka, aktivitas presentasi biasanya berupa kegiatan memberikan, membahas, atau mendiskusikan bahan ajar yang dilakukan secara verbal, tertulis, atau gabungan keduanya. Alat bantu berupa media sering digunakan untuk memperjelas pesan atau meningkatkan pemahaman siswa. Sementara itu, interaksi antara guru dengan siswa ataupun antar siswa dapat terjadi simultan selama aktivitas presentasi berlangsung, atau beriringan dalam bentuk tanya jawab. Demikian juga aktivitas evaluasi, dapat berlangsung secara bersamaan dengan aktivitas presentasi dan interaksi, atau dilakukan pada waktu tersendiri. Pada pembelajaran yang berlangsung secara virtual, aktivitas presentasi, interaksi, dan evaluasi terjadi dengan memanfaatkan aplikasi atau perangkat lunak pengelola pembelajaran, yang umumnya berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Pembelajaran tatap muka maupun virtual dapat memanfaatkan TIK untuk meningkatkan ketercapaian tujuan pembelajaran.

(5)

5

mendukung terjadinya pembelajaran bermakna dan mendukung penguatan keterampilan yang diperlukan siswa di abad ke-21.

Mengkontekstualisasi pengetahuan

Tugas utama guru yang paling menantang dalam pembelajaran adalah memotivasi siswa agar mau dan senang belajar. Khusus untuk guru sains dan teknologi, tugas itu menjadi lebih sulit karena sebagian materi pelajaran yang disuguhkan sangat abstrak, kompleks, dan tampak tidak hubungannya dengan realitas yang dialami dan dihadapi siswa. Metode pedagogi mutakhir menyatakan bahwa siswa akan termotivasi apabila aktivitas belajar dibuat autentik, menantang, multidisiplin, dam multisensorik. Aktivitas autentik dimaknai sebagai memiliki hubungan sangat dekat dengan “dunia nyata”, yakni lingkungan tempat siswa tinggal. Aktivitas pembelajaran autentik dirancang untuk menghubungkan antara yang dipelajari siswa di sekolah dengan masalah, isu, dan aplikasi di dunia nyata. Pengalaman belajar yang diberikan haruslah mencerminkan kompleksitas dan ambiguitas dunia nyata (Pearce, 2016). Agar autentik maka aktivitas pembelajaran semestinya meruntuhkan sekat-sekat antar bidang ilmu. Ini pada akhirnya memunculkan konsep STEM, yang mengintegrasikan Sains, Teknologi, Enjinering dan Matematika. Dengan menggunakan stimulus lingkungan nyata siswa, berbagai tipe siswa dapat terlayani – tipe visual, auditori, sensori, dan psikomotor.

Pemanfaatan media audio-video, televisi, multimedia interaktif, dan simulasi dapat menjadi alat bantu pembelajaran untuk meningkatkan minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Perangkat bantu tersebut dapat memberikan contoh lebih nyata yang diperlukan, jauh lebih baik daripada sekedar abstraksi dengan teks dan gambar ilustrasi (Leow & Neo, 2014). Teknologi juga dapat digunakan untuk memperluas kungkungan realitas siswa. Melalui

video on demand atau repositori video, siswa dapat ikut merasakan peristiwa nyata yang terjadi ribuan kilometer jauhnya dari tempat siswa tinggal. Melalui animasi, siswa dapat memperoleh gambaran bagaimana pendakian puncak Everest mempengaruhi kerja organ-organ vital manusia. Teknologi juga memungkinkan siswa memperoleh gambaran seolah menggunakan instrumen canggih yang tidak mampu dimiliki sekolah. Video, misalnya, memungkinkan siswa menyaksikan planet-planet dalam tata surya sebagaimana dilihat dengan teleskop Hubble. Atau animasi, yang dapat memberikan gambaran mengenai cara timbulnya biopotensial pada mahluk hidup atau dihasilkannya listrik puluhan volt pada belut listrik (electrophorus electricus)

Mengkonstruksi pengetahuan

Tantangan besar yang dihadapi oleh guru sains (dan matematika) adalah abstraknya obyek yang dipelajari. Kadang-kadang, konsep yang diajarkan tidak sejalan dengan intuisi dan pengetahuan umum orang kebanyakan. Teori pedagogi mutakhir menyatakan bahwa seorang anak tidak belajar dengan kepala kosong. Di dalam benaknya telah tertanam berbagai

“pengetahuan” dan keyakinan yang diperolehnya sebagai dampak berinteraksi dengan

(6)

6

berbagai variasi konteks dan melibatkan mereka dalam mengkonstruksi (atau merekonstruksi) pandangannya tentang konsep yang dikenalkan.

Hasil riset menunjukkan bahwa pemerolehan konsep sains dan matematika sama jalannya dengan pemerolehan bahasa baru. Materi ajar (verbal maupun tertulis) dengan kosa kata yang tidak dipahami cenderung ditolak atau dihindari. Reaksi yang sama ditunjukkan siswa ketika menghadapi konsep atau simbol-simbol baru dalam matematika. Citra (dalam bentuk teks, grafik,

ikon, dan sebagainya) memiliki kemampuan untuk mendekode “bahasa” yang tidak dipahami

menjadi representasi yang lebih jelas, dengan demikian materi ajar akan lebih mudah dan menyenangkan untuk dipelajari.

Perangkat lunak multimedia maupun video berkualitas tinggi dapat dimanfaatkan untuk menjelaskan berbagai konsep dengan lebih mudah. Guru yang menjelaskan konsep percepatan (akselerasi) dapat menggunakan animasi komputer untuk memvisualkan perilaku benda yang jatuh bebas. Detektor gerakan yang dihubungkan dengan komputer (atau disimulasikan dalam program) dapat menjadi pembuktian bahwa terdapat pola dalam fenomena jatuh bebas dan bahwa benda yang jatuh bebas dipercepat dengan laju yang konstan (accelerating at constant rate) – dengan pengamatan mata telanjang tidak akan tampak. Gambar grafik dapat memberikan representasi berbeda mengenai perilaku objek saat jatuh bebas, sehingga memperkuat kesan pengamatan awal yang diperoleh siswa. Strategi ini menempatkan konsep abstrak ke dalam konteks yang dikenal siswa dan dengan demikian menghindarkan miskonsepsi sejak awal. Sampai di sini dapatkah Anda membayangkan bahwa andaikata kita dapat mengajak orang yang percaya bahwa bumi itu datar menaiki pesawat ulang-alik mengitari bumi akan mengubah kepercayaan mereka bahwa bumi memang benar-benar bundar? Atau, andaikata Galileo dapat menunjukkan citra satelit mengenai pergerakan planet mengelilingi matahari, nasibnya akan berbeda?

Memfasilitasi belajar secara efektif dan efisien

Memahami konsep dan keterampilan dasar baru merupakan sebagian dari proses belajar sains. Siswa harus difasilitasi agar mampu memanfaatkan informasi yang didapatkan untuk memecahkan problem, memformulasikan problem baru, dan menjelaskan pemahamannya terhadap dunia sekelilingnya. Aplikasi komputer memiliki potensi untuk menyimpan data dalam jumlah sangat besar, membuat plot grafis, melakukan tes statistik, mensimulasikan eksperimen, membangun model matematik, dan membuat laporan dengan cepat dan akurat. Komputer juga dapat mengefektifkan pemanfaatan waktu tatap muka. Sementara komputer melakukan komputasi yang rumit dan lama, waktu yang ada dapat digunakan oleh guru dan siswa untuk melakukan aktivitas analitis yang memerlukan keterampilan berfikir tingkat tinggi, yang tidak dapat dilakukan oleh komputer.

(7)

7

logging seperti itu biasanya dilengkapi dengan sensor yang mengukur besaran dan mencatatnya langsung dalam komputer untuk diolah sesuai kebutuhan.

TIK juga memungkinkan ditautkannya apa yang dipelajari siswa di ruang kelas dengan konteks yang lebih dipahami siswa di luar kelas. Melalui video, siswa dapat menyaksikan ilmuwan bekerja di lingkungannya. Sesuatu yang tidak dapat diakses siswa secara langsung, misalnya stasiun pengamatan cuaca di kutub utara, dapat dinikmati melalui tayangan . Strategi ini memberikan gambaran kepada siswa bagaimana konsep yang dia pelajari dimanfaatkan dalam situasi nyata.

Perangkat lunak simulasi dapat menirukan eksperimen nyata sehingga siswa memahami tantangan yang didapat saat mengerjakan pekerjaan-pekerjaan ilmiah tanpa harus benar-benar mengalami kendalanya. Simulasi juga dapat meningkatkan keingintahuan siswa tentang suatu fenomena atau mungkin menantang miskonsepsi yang ada pada diri siswa. Simulasi yang dapat menantang miskonsepsi ini terbukti sukses dalam pembelajaran sains. Situasi di mana simulasi komputer sangat membantu dalam belajar sains antara lain:

1. Bila dilakukan eksperimen, terlalu beresiko, mahal, perlu waktu sangat lama untuk diselenggarakan di laboratorium sekolah;

2. Bila eksperimen memerlukan kepresisian tinggi agar siswa dapat melihat pola dan tren, tanpa perangkat simulasi, presisi seperti itu tidak akan dapat dicapai siswa;

3. Jika terdapat isu-isu etis, misalnya dalam beberapa kasus eksperimen biologi;

Membantu inkuiri dan eksplorasi

Inkuiri dan eksplorasi adalah inti dari kerja sains. Keterampilan utama saintis adalah kemampuannya untuk bertanya secara tepat dan mengembangkan strategi yang memadai untuk memperoleh jawaban. Proses inkuiri dapat menjadi sumber kepuasan baik secara afektif maupun kognitif dan menjadi alalasa kebanyakan orang berminat pada bidang sains. Sensasi

“petualangan” ini terbuang di ruang kelas tradisional, di mana pertanyaan dan jawaban dimapankan secara a priori dan tidak terkait dengan minat siswa, terutama karena riset direduksi menjadi deretan narasi dalam buku pelajaran. Problem bagi kebanyakan guru adalah bahwa

“melakukan kerja saintifik” memerlukan sumber daya yang acapkali tidak tersededia dalam ruang

(8)

8

Internet dapat menjadi sarana belajar yang berdaya guna, lebih dari sekedar video dan

software, karena ia memberikan akses ke basis data riil dan koneksi ke komunitas belajar global. Mengeksplorasi internet dapat menjadi aktivitas belajar yang menyenangkan dan memperkaya pengetahuan, meskipun bisa juga sebaliknya, yakni hanya membuang waktu saja. Oleh karenanya, kegiatan mengeksplorasi Internet mestilah disertai dengan peran guru sebagai pemandu dan fasilitator. Kehadiran guru diperlukan untuk memberikan penjelasan mengenai latar belakang diberikannya materi pelajaran dan panduan mengenai apa yang harus dilakukan siswa sebelum mulai melakukan eksplorasi. Guru juga perlu memantau proses belajar karena riset menunjukkan bahwa siswa lebih banyak mengeksplorasi Internet semau mereka daripada mengikuti arahan terstruktur guru. Guru juga yang harus membantu siswa menyikapi dan menyimpulkan banyaknya informasi yang didapatkan dan menyaring informasi benar dan tidak benar

Dalam upaya mendekatkan pelajaran ke kehidupan nyata, siswa dapat saja diajak mengeksplorasi data populasi penduduk dari Badan Pusat Statistik, membuat interpolasi dan mengaitkannya dengan kebutuhan perumahan dan sarana umum misalnya. Juga data mengenai kelahiran dan kematian di wilayah mereka dikaitkan dengan ketersediaan sarana kesehatan, jumlah dokter, dan sebagainya.

Menghadirkan “dunia” ke ruang kelas

Sains dan matematika merupakan disiplin ilmu yang tidak memiliki batas nasionalitas dan dapat diterapkan di segala sisi kehidupan manusia. Tetapi, keterbatasan sumber daya di ruang kelas tradisional menciptakan kesan yang salah bahwa bidang sains dan matematik memang

“given” seperti itu, dan tidak ada kaitannya dengan kehidupan di luar sekolah. Lebih lagi banyak anggapan bahwa mengajar sains dan matematika cenderung teoritis dan mengikuti buku secara kaku.

Video dan informasi yang disajikan melalui perangkat TIK dapat memperluas batas ruang kelas tradisional dan mengajak siswa belajar “di dunia nyata”. Video, baik tersimpan dalam CD maupun disiarkan secara daring (online) memberikan kesempatan siswa belajar secara langsung mengenai tanaman, hewan, benda, habitat, ekosistem seluruh dunia. Siswa juga dapat mengikuti tur virtual ke gurun, kutub, savana, hutan tropik, sampai luar angkasa. Semua tersedia dalam bentuk video, animasi ataupun simulasi. Video dan sajian daring virtual juga memungkinkan

sekolah di pedesaan “mengunjungi” museum yang selama hidupnya mungkin belum dapat dikunjungi secara langsung.

Dengan demikian, TIK memulihkan makna dan fungsi universal sains dan matematika, dan membantu siswa di sekolah terpencil di negara berkembang untuk memiliki pengalaman hidup yang tidak jauh berbeda dengan yang dialami sesamanya di negara maju.

Menciptakan lingkungan pembelajaran yang kolaboratif

(9)

9

memerlukan ketersediaan kanal komunikasi di antara mereka. Komunitas sains memiliki banyak cara kreatif untuk memanfaatkan dan menjaga kanal komunikasi di mana mereka dapat mendiskusikan perspektif yang berbeda terhadap satu topik, memperoleh informasi, bekerja pada proyek yang sama atau berlawanan, melakukan replikasi eksperimen, dan berbagi terobosan yang didapatkan. Ruang-ruang kerja modern adalah lingkungan kolaboratif di mana pekerja saling berbagi pengetahuan dan keterampilan untuk mencapai tujuan bersama, lini produksi telah banyak ditinggalkan, digantikan robot-robot pekerja. Realitas ini berbeda jauh dengan ruang-ruang kelas tradisional yang kita selenggarakan di mana para siswa siswa cenderung bekerja terisolasi satu sama lain, lebih menumbuhkan kompetisi daripada kolaborasi. Suasana kompetisi akan terus dibawa sampai siswa meninggalkan sekolah sehingga siswa tidak terbiasa untuk berbagi ide, berbagi tugas, maupun berkolaborasi untuk pekerjaan tertentu.

TIK, sebagaimana istilah yang terkandung di dalamnya, memperbesar kekuatan individu dan komunitas untuk memperoleh dan mempertukarkan informasi. TIK juga menyediakan sarana untuk berkomunikasi, bahkan dengan mitra yang terpisah sangat jauh. Telekonferensi bervideo,

chat berbasis internet, dan berbagai sarana komunikasi lain tersedia secara murah dan mudah.

Asesmen berbasis TIK

Bergantung pada fungsinya, dalam pembelajaran dikenal beberapa jenis asesmen: asesmen formatif, asesmen sumatif, asesmen diagnostik, asesmen autentik, dan asesmen kinerja (performance assessment). Asesmen formatif bertujuan untuk memperoleh umpan balik mengenai kemajuan belajar siswa selama proses pembelajaran. Asesmen sumatif dilakukan setelah siswa menyelesaikan satu babak pembelajaran dan dapat memberikan informasi dan umpanbalik mengenai proses mengajar-belajar yang telah dilakukan. Asesmen diagnostik digunakan untuk mengidentifikasi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan mutakhir siswa, dan juga untuk mengklarifikasi miskonsepsi sebelum pembelajaran dilanjutkan. Asesmen autentik menuntut siswa untuk menggunakan kompetensi, atau kombinasi antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sama dengan yang dipakai dalam kehidupan nyata (Gulikers, Bastiaens, & Kirschener, 2004). Asesmen kinerja menuntut siswa untuk mendemonstrasikan keterampilannya dalam melakukan suatu pekerjaan atau menghasilkan sesuatu.

Meskipun asesmen berbasis TIK sampai saat ini masih berkisar pada tes objektif, tetapi kemampuannya untuk memberikan umpan balik seketika dapat membantu siswa menguasai materi pembelajaran secara lebih efektif dan efisien. Format asesmen berbasis TIK saat ini beragam dari mulai dari yang memaksa siswa sepenuhnya memilih jawaban sampai sepenuhnya mengkonstruksi. Scalise & Gifford (2006) mengajukan taksonomi 28 jenis butir tes inovatif untuk pembelajaran daring (online learning atau e-learning) yang ditabulasikan dalam dua dimensi, dimensi vertikal dimulai dari yang yang paling sederhana (misalnya siswa memilih

“benar” atau “salah”) sampai yang paling kompleks (misalnya siswa memilih jawaban yang tepat dari soal pilihan ganda dengan distraktor media) dan dimensi horisontal mulai dari yang

(10)

10 Perangkat lunak pengelola pembelajaran

Kemajuan TIK mutakhir ditandai dengan apa yang disebut teknologi web 2.0. Fitur pokok web 2.0 adalah kemampuannya untuk memfasilitasi pengguna web (user) untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam memperkaya konten web (Wibawanto, 2012b). Dalam perangkat lunak pengelola pembelajaran (atau learning management system) fitur ini dieksplorasi sehingga memungkinkan terjadinya aktivitas interaktif dalam pembelajaran yang berlangsung daring (online). Salah satu perangkat lunak pengelola pembelajaran yang de-facto standar adalah Moodle. Moodle, yang bersifat bebas pakai dan merupakan sumber terbuka (free and open source) memungkinkan dikelolanya pembelajaran daring (online) baik dalam modus

blended/hybrid (dikombinasikan dengan pembelajaran tatap muka) maupun mode pembelajaran jarak jauh (distance learning). Selain Moodle, perangkat lunak pengelola pembelajaran yang populer adalah Edmodo (http://edmodo.com) dan Schoology (http://schoology.com), yang selain menyediakan perangkat lunak untuk dipakai secara gratis juga menyediakan penginangan (hosting) mata kuliah dalam laman web mereka.

Fasilitas yang diberikan oleh perangkat lunak pengelola pembelajaran bukan saja berupa ruang penyimpan dan presentasi objek pembelajaran (learning object), tetapi juga fasilitas interaksi (chat, discussion forum) dan evaluasi/asesmen (kuis, assignment). Meskipun fungsi utama perangkat lunak pengelola pembelajaran adalah untuk pembelajaran daring jarak jauh, tetapi fasilitas yang disediakan memungkinkan digunakan dalam lingkungan pembelajaran

blended/hybrid (kombinasi antara pendidikan jarak jauh dengan pendidikan tatap muka) atau sebagai suplemen pembelajaran tatap muka. Kemampuannya untuk mengantarkan dan menayangkan berbagai file multimedia menjadikannya cocok digunakan dalam pembelajaran sains.

SIMPULAN

Teknologi Informasi dan Komunikasi dapat berperan penting dalam memfasilitasi aktivitas pembelajaran, baik sebagai sarana presentasi, sarana interaksi, maupun sarana evaluasi/asesmen. Kemampuannya mengantarkan dan menayangkan berbagai file multimedia menjadikannya sesuai untuk memfasilitas pembelajaran sains, baik sebagai sarana pengelola pembelajaran tatap muka, blended/hybrid, maupun pembelajaran jarak jauh. Pemanfaatannya sebagai sarana interaksi dan kolaborasi memungkinkan tercapainya pembelajaran bermakna melalui interaksi dan kolaborasi antar siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan. Sarana evaluasi/asesmen berbasis TIK mutakhir memungkinkan dilakukannya pengukuran konstruksi pengetahuan secara lebih baik.

DAFTAR RUJUKAN

21st Century Skills Map. (n.d.). Retrieved September 2, 2017, dari laman web

(11)

11

Bull, A., Gilbert, J., Barwick, H., Hipkins, R., & Baker, R. (2011). Inspired by Science. In S. P. Gluckman, Looking Ahead: Science Education for the Twenty-First Century. A report from the Prime Minister's Chief Science Advisor (pp. A9-A54). Auckland: Office of the Prime Minister's Science Advisory Committee.

Cossons, N. (1993). Let Us Take Science into Our Culture. Interdiciplinary Science Reviews, 18(4), 337-342.

Gluckman, S. P. (2011). Looking Ahead: Science Education for the Twenty-First Century. Report from the Prime Minister's Chief Science Advisor. Auckland: Office of The Prime Minister's Science Advisory Committee.

Gulikers, J., Bastiaens, T., & Kirschener, P. (2004). A five-dimensional framework for authentic assessment. Educational Technology Research and Development, 52(3), 67-85.

Hilton, M. (2010). Exploring the Intersection of Science Education and 21st Century Skills. A Workshop . Washington: National Academy ifSciences.

Lavonen, J. (2008). Learning and the use of ICT in Science Education. In P. Demkanin, B. Kibble, J. Lavonen, J. G. Mas, & J. Turlo, Effective use of ICT in Science Education (pp. 6-28). Edinburgh: University of Edinburgh.

Leow, F.-T., & Neo, M. (2014). Interactive Multimedia Learning: Innovating Classroom

Education in a Malaysian University. TOJET: The Turkish Online Journal of Educational Technology, 13(2), 99-110.

Osborne, J., & Hennessy, S. (2006). Literature Review in Science Education and the Role of ICT: Promise, Problems and Future Direction. London: Futurelab.

Pearce, S. (2016, April). Authentic learning: what, why and how? e-Teaching: Management Strategies for the Classroom(10).

Scalise, K., & Gifford, B. (2006). Computer-Based Assessment in E-Learning: A Framework for

Constructing “Intermediate Constraint” Questions and Tasks for Technology Platforms. Journal of Technology, Learning, and Assessment, 4(6).

Wibawanto, H. (2012a). Pemanfaatan Facebook untuk Pengelolaan Pembelajaran Terpadu. Diges Pendidik, 12(2), 37-50.

(12)

12

Referensi

Dokumen terkait

(2) Dosen yang terbukti melakukan pelanggaran sedang terhadap etika pegabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (4), dikenakan sanksi yakni tidak

Kesesuaian ilustrasi (misalnya teks, gambar, simbol) dengan materi yang disajikan.. Rangkuman dan

Dengan demikian, Visi tersebut mengandung pengertian bahwa lima tahun ke depan Kota Semarang diharapkan menjadi Kota Perdagangan dan Jasa yang dapat melayani seluruh

Rangkuman dan saran perbaikan:.. Contoh-contoh soal dalam setiap bab. 24. Soal latihan pada setiap

Deskripsi Soal-soal yang dapat melatih kemampuan memahami dan menerapkan konsep yang berkaitan dengan materi ajaran Buddha Dharma dalam bab sebagai umpan balik disajikan pada

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tradisionalitas tindakan sosial dalam eksistensi dukun beranak di Desa Rambat serta untuk mengetahui dan

Buktikan bahwa segitiga dengan sisi 9, 12, dan 15 adalah segitiga

Ide yang paling terkenal di dalam buku Hebb di atas adalah sebuah postulat yang kemudian dikenal dengan nama metode belajar Hebb :“Jika akson sebuah sel A cukup dekat untuk