• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimisasi Model Distribusi Super-fleksibel dalam Manajemen Rantai Pasokan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimisasi Model Distribusi Super-fleksibel dalam Manajemen Rantai Pasokan"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

LANDASAN TEORI

2.1 Graf Dinamis (Dynamic Graph)

Sebuah grafGfully weighted didefinisikan sebagaiquadrupleG= (V, E, f, g)

dimana V adalah himpunan terhingga titik (verteks), E adalah himpunan

ter-hingga garis (edge) yang menghubungkan titik satu dengan lainnya,f merupakan

fungsi yang diberikan pada himpunan titik sebagai f :V N, dan g merupakan

fungsi yang diberikan pada himpunan edge sebagai g :E N. Sebuah graf G

dinamis diperoleh dengan mengubah sembarang V, E, f atau g. Harary (Harary,

1997) mengklasifikasikan graf dinamis dengan mengubah satu atau lebih kondisi

berikut ini:

1. Node dynamic (di)/graph dimana himpunan verteksV berubah dari waktu

ke waktu

2. Edge/Arc dynamic (di)/graphdimana himpunan garisE berubah dari

wak-tu ke wakwak-tu

3. Node weighted dynamic (di)/graph dimana fungsi f berbeda dari waktu ke

waktu

4. Edge/Arc weighted dynamic (di)/graph dimana fungsig berbeda dari waktu

ke waktu

(2)

Sebuah graf disebut dinamis penuh (fully dynamic), jika perubahan yang

dimungkinkan adalah penambahan dan penghapusan verteks dan/atau garis.

Se-baliknya sebuah graf disebut dinamis sebagian (partially dynamic), jika

peru-bahan yang dimungkinkan hanya penamperu-bahan atau penghapusan garis dan/atau

verteks. Selanjutnya, sebuah graf dinamis disebut incremental jika operasi yang

dimungkinkan hanya penambahan dan disebut decremental jika operasi yang

di-mungkinkan hanya penghapusan.

Dalam penggunaannya, graf dinamis dimungkinkan untuk berubah dari

wak-tu ke wakwak-tu seperti penambahan dan penghapusan garis dan verteks serta

per-ubahan informasi/atribut dari garis dan verteks. Dalam masalah graf dinamis,

terdapat sejumlah pertanyaan seperti: apakah graf tersebut terhubung atau tidak

(connectivity), bagaimana mendapatkan lintasan terpendek antar verteks

(short-est path), bagaimana melakukan clustering, bagaimana menghasilkan spanning

forest, bagaimana memastikan keterjangkauan (reachability) dan lain-lain.

Tu-juan dari algoritma graf dinamis adalah memperbaharui solusi atas masalah

se-cara efisien setelah terjadinya perubahan tanpa harus menghitungnya kembali

dari awal. Operasi penambahan verteks mengharuskan penambahan garis dengan

menghubungkan verteks baru ke salah satu verteks yang ada pada graf

sebelum-nya. Sementara operasi penghapusan garis mengharuskan penghapusan titik, jika

ada titik yang terisolasi. Sedangkan operasi pembaharuan atribut dapat dilakukan

(3)

dan perubahan bobot pada garis tertentu. Dengan kemampuan yang fleksibilitas

tersebut, maka pengembangan dan analisis algoritma serta struktur data dinamis

untuk graf dinamis biasanya lebih sulit dibandingkan dengan graf statis.

2.1.1 Operasi Dinamis untuk Graf Tak Berarah

Pada sub bab ini dijelaskan teknik yang utama yang digunakan untuk

menye-lesaikan masalah pada graf dinamis tak berarah seperti partisi garis / titik dan

dekomposisi graf serta perubahan pohon secara dinamis.

2.1.1.1 Clustering.

Teknik clustering didasarkan pada partisi graf menjadi kumpulan subgraf

terhubung yang sesuai, yang disebut cluster, sedemikian hingga setiap operasi

perubahan hanya melibatkan sebagian kecil clusters. Biasanya operasi

dekom-posisi didefinisikan secara rekursif dan informasi tentang subgraf dikombinasikan

dengan topologi pohon. Perbaikan teknik clustering dalam konsep struktur

da-ta bersifat ambivalen (Frederikson, 1997), dimana garis dapat merupakan bagian

dari grup berbeda, dan hanya satu grup yang terpilih tergantung pada topologi

pohon telusur (spanning tree).

Aplikasi clustering terhadap masalah mempertahankan sebuah minimum

spanning forest seperti dijelaskan oleh Frederikson (Frederickson, 1985).

Misal-kanG= (V, E) sebuah graf dengan sebuahspanning tree S. Clustering digunakan

(4)

S, sedemikian hingga setiap subpohon hanya terhubung dengan beberapa

subpo-hon yang lain. Sebuah posubpo-hon topologi digunakan untuk merepresentasikan partisi

pohon S secara rekursif. Algoritma dinamis penuh yang hanya didasarkan pada

levelclustering tunggal dapat dilakukan dengan kompleksitas waktuO(m2/3) -

(li-hat pada Galil dan Italiano, 1992, dan Rauch, 1995). Jika partisi dapat dilakukan

secara rekursif, maka diperoleh kompleksitas waktu yang lebih baik yakniO(m1/2)

dengan menggunakan pohon topologi 2-dimensi (Frederickson, 1985, Frederickson,

1997).

Teorema 2.1 Minimum spanning forest dari sebuah graf tak berarah dapat di-hitung dalam waktu O(√m) untuk setiap update, dimana m adalah jumlah garis

pada graf tersebut.

Dengan teknik yang sama, kompleksitas waktuO(√m) dapat juga diperoleh

un-tuk masalah konektivitas dinamis penuh dan konektivitas 2-dimensi

(Frederick-son, 1985, Frederick(Frederick-son, 1997). Akan tetapi, jenis clustering yang digunakan

sangat tergantung masalah yang ingin diselesaikan.

2.1.1.2 Sparcification.

Menurut Epstein et al. (Epstein et al., 1997), sparsification merupakan

teknik umum yang dapat digunakan sebagai black box (tanpa mengetahui

in-ternal secara rinci) untuk menghasilkan algoritma graf dinamis. Sparsification

(5)

mengu-rangi ketergantungan terhadap jumlah garis dalam sebuah graf, sedemikian hingga

kompleksitas waktu untuk mempertahankan sifat tertentu dalam graf sebanding

dengan waktu untuk menghitungnya dalam graf jarang (sparse graph). Lebih

rinci, bila teknik tersebut dapat digunakan, kompleksitas waktu T(n, m) untuk

sebuah graf dengann verteks dan mgaris dapat ditingkatkan menjadiT(n, O(n))

yakni waktu yang dibutuhkan jika graf merupakansparse graph.

2.1.1.3 Randomisasi.

Clustering dansparsification memungkinkan untuk menghasilkan algoritma

deterministik yang efisien untuk masalah dinamis penuh. Berikut ini dijelaskan

cara kerja teknik randomisasi dengan input masalah konektivitas dinamis penuh.

Misalkan G = (V, E) sebuah graf yang ingin dipertahankan secara dinamis dan

misalkanF merupakan sebuahspanning treedariG.Dinyatakan sebuah garis pada

F sebagai garis pohon dan garis pada E\F adalah garis non-tree. Algoritma oleh

Henzinger dan King (Henzinger dan King, 1999) didasarkan pada pertimbangan

berikut:

1. Maintaining spanning forest: pohon dipertahankan menggunakan struktur

data Euler Tour yang memungkinkan untu mendapatkan waktu logaritma

untuk algoritma update dan query

2. Random sampling: jika garis e dihapus dari graf pohon T, maka digunakan

(6)

pengganti e secara cepat

3. Graph decomposition: pertimbangan terakhir adalah menggabungkan

ran-domisasi dengan dekomposisi graf. Dekomposisi garis pada graf G yang ada

dipertahankan dengan menggunakan waktu O(logn)

Teorema 2.2 (Henzinger dan King,1999). Misalkan G merupakan graf dengan m0 garis dan n verteks dengan operasi yang dimungkinkan hanya penghapusan

garis. Sebuah spanning forestF dariGdapat dipertahankan dalam waktuO(log3n)

untuk setiap penghapusan, jika terdapat setidaknya Ω(m0) penghapusan. Waktu

untuk query adalah O(logn)

2.1.2 Operasi Dinamis untuk Graf Berarah

Pada sub bab ini dijelaskan teknik yang utama yang digunakan untuk

menye-lesaikan masalah lintasan dinamis pada graf berarah yakni algoritma transitive

closure dan lintasan terpendek. Kedua masalah tersebut memainkan peran

pent-ing dalam sejumlah aplikasi seperti optimisasi jarpent-ingan dan transportasi, sistem

informasi lalu lintas,database, compiler, garbage collection, interactive verification

systems, robotik, analisis aliran data dan lain-lain.

2.1.2.1 Kleene Closure.

Masalah lintasan seperti transitive closure dan lintasan terpendek sangat

(7)

(Cormen et al., 2001). Transitive closure dari sebuah digraf dapat diperoleh dari

matriks tetangga dari graf tersebut melalui operasi pada semiring dari matriks

Boolean, yang dinotasikan dengan {+,,0,1}. Operasi + dan menyatakan

perjumlahan dan perkalian dalam matriks Boolean.

Lemma 2.3 MisalkanG= (V, E)sebuah digraf danT C(G)merupakan transitive closure dari G. Jika X adalah matriks tetangga Boolean dari graf G, maka

mat-riks tetangga Boolean dari T C(G) adalah Kleene closure dariX pada {+,,0,1}

Dengan cara yang sama, jarak lintasan terpendek dalam sebuah digraf

de-ngan bobot bilade-ngan riel dapat diperoleh dari matriks bobot dari graf melalui

operasi-operasi pada semiring dari matriks bilangan riel, yang dinotasikan

de-ngan{L ,J

,R} atau lebih sederhana dengan{min,+}. Dalam hal iniR adalah

himpunan nilai riel dimanaL

danJ

didefinisikan sebagai berikut. Misalkan dua

buah matriks bernilai riel A dan B, maka C = AL

B adalah matriks

perjum-lahan sedemikian hingga C[u, v] =min{A[u, w], B[w, v]}dan D = AJ

B dalah

matriks perkalian sedemikian hinggaD[u, v] =min1w≤n{A[u, w] +B[w, v]}yang

juga dapat dinotasikan dengan AB dimana AB[u, v] merupakan entry dari

mat-riks AB.

(8)

sik-lus. Jika X adalah matriks bobot sedemikian hingga X[u, v]merupakan bobot dari

garis (u, v) dalam G, maka matriks jarak dari G adalah Kleene closure dari X

pada semiring {L

Berikut dijelaskan dua metode yang biasa digunakan untuk menghitung

Kleene closure X∗ dari X dengan asumsi X adalah matriks n×n.

1. Logarithmic decomposition: merupakan metode untuk menghitungX∗

ber-dasarkan operasi kuadrat berulang yang membutuhkan waktu terburuk

sebe-sar O(nµlogn), dimana O(nµ) merupakan waktu yang dibutuhkan untuk

menghitung perkalian dua buah matriks pada sebuah semiring tertutup dan

µ 2,38 (pangkat terbaik untuk perkalian matriks saat ini). Metode ini

melakukan log2nperjumlahan dan perkalian dalam bentukXi+1 =Xi+Xi2,

dimanaX =X0 dan X∗ =Xlog

2n

2. Recursive decomposition: metode lain seperti dikemukakan Munro (Munro,

1971) yang didasarkan pada strategi divide-and-conquer dan menghitung

X∗ dalam O(nmu) untuk waktu terburuk. Munro menjelaskan bahwa

ji-ka X dipartisi ke dalam 4 submatriks A, B, D, C dengan ukurann/2×n/2

(susunan submatriks sesuai dengan arah jarum jam), dan matriksX∗

(9)

rekursif sesuai dengan persamaan berikut:

E = (A+BD∗C)|F =EB |G=DCE |H =D+DCEBD(2.3)

Terkait denganclosuredidefinisikanfully dynamic transitive closure problem,

dimana ingin dipertahankan sebuah digraf G = (V, E) dengan operasi gabungan

berikut:

1. Insert(u, v): sisipkan (tambah) sebuah garis (u, v) dalam G;

2. Delete(u, v): hapus garis (u, v) dari G;

3. Query (u, v): output yes jika ada lintasan dari u kev dalamG, dan no jika

tidak.

Solusi sederhana atas masalah di atas terdiri dari mempertahankan graf

dengan operasi sisip dan hapus, kemudian mengecek apakah v terjangkau dari u

setelah masing-masing operasi. Operasi insert dan delete membutuhkan waktu

O(1) serta O(m) untuk operasi query, dimana m adalah jumlah garis saat ini

pada graf setelah operasi.

2.1.2.2 Locality.

Demetreseu dan Italiano (Demetreseu dan Italiano, 2003) mengajukan

(10)

kelas lintasan yang ditentukan oleh sifat-sifat lokal, yakni, sifat-sifat yang tetap

berlaku untuk semua sublintasan sempurna, meskipun sifat-sifat tersebut mungkin

tidak berlaku untuk keseluruhan lintasan. Mereka menunjukkan bahwa

pen-dekatan tersebut memainkan peranan penting dalam memepertahan-kan lintasan

terpendek.

Definisi 2.1 Sebuah lintasan π dalam sebuah graf disebut locally shortest jika dan hanya jika setiap sublintasan sempurna dari π adalah lintasan terpendek.

Definisi 2.1 diinspirasi oleh sifat substruktur optimal dari lintasan terpendek

yakni: semua sublintasan dari sebuah lintasan terpendek adalah terpendek. Akan

tetapi, lintasan terpendek secara lokal mungkin tidak terpendek. Fakta bahwa

lin-tasan terpendek lokal merupakan sebuah kasus khusus memungkin-kan linlin-tasan

terpendek lokal tersebut menjadi alat yang berguna dalam menghitung dan

mem-pertahankan jarak dalam sebuah digraf. Pada dasarnya lintasan terpendek yang

diperoleh secara lokal mempunyai sifat-sifat kombinatorial menarik dalam graf

yang berubah secara dinamis. Sebagai contoh, tidak sulit membuktikan bahwa

jumlah lintasan terpendek lokal yang mungkin berubah akibat dari perubahan

bobot sebuah garis adalah O(n2) jika perubahan yang terjadi adalah perubahan

parsial (hanya penambahan atau penghapusan)

(11)

start dan stop yang terpendek secara lokal pada setiap operasi adalah O(n2)

Definisi 2.2 Sebuah lintasan terpendek historis (historical shortest path) adalah lintasan yang telah menjadi terpendek paling tidak sekali setelah perubahan

ter-akhir

Dalam hal ini diasumsikan bahwa sebuah lintasan diperbaharui bila bobot

dari salah satu garis pada lintasan tersebut berubah. Dengan menggunakan teknik

locality terhadap lintasan historis, akan diperoleh lintasan historis secara lokal.

Dengan demikian sebuah lintasan p disebut historis secara lokal jika dan hanya

jika setiap sublintasan sempurna dari p juga adalah historis. Lintasan lokal yang

historis juga termasuk di dalam lintasan terpendek, dan fakta ini memberikan

kemudahan dalam menghitung dan mempertahankan jarak dalam graf.

Lemma 2.6 Jika himpunan lintasan terpendek, lintasan terpendek lokal dan lin-tasan terpendek historis dalam sebuah digraf dinotasikan SP, LSP dan LHP

se-cara berturut-turut, maka berlaku hubungan SP LSP LHP

Berbeda dengan lintasan terpendek lokal, lintasan terpendek historis

mem-punyai sifat kombinatorial yang menarik dalam digraf yang dapat digunakan

un-tuk operasi dinamis penuh. Secara khusus, dimungkinkan unun-tuk membuktikan

bahwa jumlah lintasan yang menjadi historis secara lokal dalam digraf pada

seti-ap operasi perubahan bobot garis tergantung pada jumlah lintasan historis dalam

(12)

Teorema 2.7 Misalkan G merupakan sebuah graf dengan urutan operasi peru-bahan (update). Jika pada saat tertentu selama peruperu-bahan terdapat paling banyak

O(h)lintasan historis dalam graf tersebut, maka jumlah lintasan renumerasi yang

menjadi historis secara lokal pada setiap update adalah O(h)

Untuk membuat perubahan dalam lintasan historis lokal kecil, diharapkan

untuk memiliki lintasan historis sesedikit mungkin. Pada dasarnya,

dimungkin-kan untuk mentransformasidimungkin-kan setiap urutan update ke dalam sebuah barisan

yang lebih panjang yang ekivalen dengan yang menghasilkan sedikit lintasan

his-toris. Secara khusus, terdapat sebuah strategi yang halus dengan urutan update

S dengan panjang k menghasilkan sekuensF(Σ) yang secara operasional ekivalen

dengan panjang O(klogk) yang hanya menghasilkanO(logk) lintasan terpendek

historis antara masing-masing verteks dalam graf (Demetreseu dan Italiano, 2003).

Menurut teorema 2.7 di atas, teknik ini mengakibatkan bahwa hanya O(n2logk)

lintasan historis lokal yang berubah pada setiapupdate dalamsmoothed sequence

F(Σ). Dengan lemma 2.3, lintasan historis lokal terdapat dalam lintasan

terpen-dek, sehingga ini adalah algoritma yang efisien untukall pairs shortest path yang

dinamis penuh.

2.1.2.3 Fully Dynamic Single-Source Shortest Paths Problem.

Tujuan dari Fully Dynamic Single-Source Shortest Paths Problem adalah

(13)

1. Increase (u, v, ǫ): meningkatkan bobot garis (u, v) sebesar ǫ

2. Decrease (u, v, ǫ): mengurangi bobot garis (u, v) sebesar ǫ)

3. Query (v): output lintasan terpendek antara verteks asal tertentu dengan

verteksv dalam graf G jika ada

Algoritma insert (incremental): semua algoritma incremental mempu-nyai waktu eksekusi O(1) untuk operasi query, sepanjang transitive closure dari

graf dapat dipertahankan. Solusiincremental pertama diberikan oleh Ibaraki dan

Katoh (Ibaraki dan Katoh, 1983) yang didasarkan ide sangat sederhana: ketika

menambahkan garis (x, y), apakah ada lintasan dari u ke x dan lintasan dari x

ke v, maka v terjangkau (reachable) dari u, jika sebelumnya tidak.

Komplek-sitas waktu dari algoritma adalah O(n3) untuk sembarang operasi sisip. Batas

waktu tersebut kemudian diperbaiki menjadi O(n) oleh Italiano (Italiano, 1986)

dimana algoritma tersebut juga dapat menghasilkan sebuah lintasan antara

sem-barang pasangan verteks, jika ada, dalam waktu linier dalam panjang lintasan itu

sendiri. Waktu O(n) per operasi dan O(1) per query juga didapatkan oleh La

Poutre dan Leeuwen (La Poutre dan Leeuwen, 1988). Akhirnya, Yellin (Yellin,

1993) memberikan algoritma dengan waktu eksekusi yang baik pada graf dengan

degree terbatas dengan kompleksitas waktu O(m∗D) untuk m sisi, dimana m

adalah jumlah garis dalam transitive closure akhir dan D adalah out-degree dari

(14)

Algoritma delete (decremental): solusi hapus diberikan oleh Ibaraki dan Katoh (Ibaraki dan Katoh, 1983) dimana mereka mengajukan algoritma

depth-first dengan waktu eksekusi O(n2) per operasi hapus. Batas tersebut diperbaiki

oleh La Poutre dan Leeuwen (La Poutre dan Leeuwen, 1988) dengan waktuO(m)

per operasi hapus. Italiano (Italiano, 1988) mengajukan algoritma

decremen-tal pada acyciclic digraph dengan waktu penghapusan O(n). Berikutnya, Yellin

(Yellin, 1993) memberikan algoritma dengan waktu O(m∗D) untuk m sisip,

di-mana m adalah jumlah garis dalam transitive closure akhir dan D adalah

out-degree dari graf awal. Terakhir, Henzinger dan King (Henzinger dan King, 1995)

mengajukan algoritmadecremental transitive closure dengan kompleksitas waktu

O( n

logn) untukquery dan O(nlogn) untuk operasi update.

2.2 Algoritma Kunang-kunang (Firefly Algorithm)

2.2.1 Pengenalan Algoritma

Fireflies (kunang-kunang), merupakan jenis kumbang ukuran kecil

(ter-masuk dalam keluarga Lampyridae) yang mempunyai kemampuan untuk

meng-hasilkan cahaya (cold light) untuk menarik perhatian pasangannya.

Kunang-kunang diyakini mempunyai satu mekanisme seperti kapasitor yang dialiri arus

dengan ukuran tertentu sampai batas tertentu, dimana mereka dapat

meman-carkan energi dalam bentuk cahaya, kemudian siklus berulang. Hasil eksperimen

menunjukkan bahwa tanpa stimulus eksternal, individu kunang-kunang

(15)

individu mempunyai kesamaan frekuensi pancaran cahaya. Meskipun mekanisme

pasti tidak diketahui, diyakini bahwa individu kunang-kunang tersebut

meres-pon pancaran cahaya dari individu lain dengan cara menyesuaikan muatan listrik

dalam kapasitornya. Dengan cara seperti ini, masing-masing individu secara

per-lahan menyesuaikan pancaran cahaya dengan kunang-kunang yang ada di

seki-tarnya untuk menciptakan pancaran cahaya yang sinkron danrobust. Mekanisme

tersebut sederhana dalam basis individu, namun perilaku yang terjadi akan

san-gat kompleks dalam kelompok dimana perubahan sedikit saja dari satu individu

memberikan akibat yang sangat signifikan terhadap sinkronisasi grup. Studi telah

menunjukkan bahwa kunang-kunang dari spesies berbeda menggunakan satu dari

dua mekanisme utama untuk mencapai sinkronisasi, yakni: fase tunda dan fase

lanjut (Smith, 2008, Durkota, 2011).

Algoritma Kunang-kunang (Firefly Algorithm) yang selanjutnya disingkat

dengan FA merupakan salah satu perkembangan terbaru sebagai metode dalam

kecerdasan kelompok (swarm intelligence) yang dikembangkan oleh Xin-She Yang

pada tahun 2008 dari Cambridge University (Yang, 2008). Algoritma ini

terma-suk algoritma meta-heuristik, yang terinspirasi dari alam dan bersifat stokastik

berdasarkan pada pola pancaran cahaya (seperti: bentuk, warna, ukuran,

intensi-tas,irama dan frekuensi) kunang-kunang dalam bersosialisasi (Sayadi et al., 2010).

Stokastik dalam arti menggunakan randomisasi dalam mencari himpunan solusi,

(16)

tinggi dimana proses pencarian yang digunakan dalam algoritma dipengaruhi oleh

pilihan antara randomisasi dan pencarian lokal. Setiap proses pencarian

meta-heuristik tergantung pada keseimbangan antara dua komponen utama yakni

ek-splorasi dan ekploitasi (Fister et al., 2013). Kedua komponen didefinisikan secara

implisit dan tergantung penentuan parameter kendali dari algoritma.

Algoritma FA telah menjadi alat yang semakin penting dalam kecerdasan

kelompok (swarm intelligence) yang telah diaplikasikan dalam hampir semua

ma-salah optimisasi. Banyak mama-salah dari berbagai bidang telah sukses diselesaikan

dengan menggunakan algoritma FA dan variannya. Algoritma FA didasarkan

pada pola pancaran cahaya yang dilakukan oleh kunang-kunang untuk menarik

pasangan atau memberikan peringatan pada calon pemangsa. Algoritma FA telah

banyak digunakan untuk menyelesaikan masalah optimisasi kontinu,

kombinato-rial, multi-objektif dan kendala, dan optmisasi dalam lingkungan yangnoisy dan

dinamis. Di samping itu, algoritma FA juga dapat diaplikasikan dalam bidang

machine learning, data mining, dan jaringan syaraf tiruan (Fister et al., 2013).

Pada dasarnya algoritma FA menggunakan aturan ideal berikut:

1. Kunang-kunang merupakan hewan unisex sehingga seekor kunang-kunang

hanya tertarik pada kunang-kunang lain terlepas dari jenis kelamin

2. Daya tarik (attractiveness) proporsional pada intensitas cahaya antar

(17)

dua kunang-kunang yang saling memancarkan cahaya, maka kunang-kunang

dengan cahaya redup akan mendekat pada yang memancarkan cahaya yang

lebih terang.

3. Kecerahan cahaya yang dipancarkan tergantung pada lingkungan terkait

de-ngan bentuk analitik dari fungsi objektif. Untuk permasalahan maksimum,

kecerahan dapat dianggap proporsional terhadap nilai fungsi biaya (Yang,

2008)

Daya tarik (attractiveness) dari seekor kunang-kunang ditentukan oleh

in-tensitas cahaya yang pada gilirannya diasosiasikan dengan fungsi objektif. Dalam

kasus sederhana untuk masalah optimisasi, intensitasI dari kunang-kunang pada

posisi xtertentu dapat dinyatakan sebagai I(x)f(x). Akan tetapi daya tarikβ

adalah relatif dan tergantung pada jarak antara kunang-kunangidengan

kunang-kunangj. Intensitas cahaya akan meredup seiring dengan pertambahan jarak dan

diserap oleh lingkungan. Intensitas cahaya I(r) bervariasi sesuai dengan jarak r

secara monotonik dan eksponensial, sebagai berikut:

I(r) =I0e−γr2

(2.4)

dimanaI0 adalah intensitas cahaya mula-mula danγ adalah koefisien penyerapan

cahaya.

(18)

dilihat oleh kunang-kunang lain di sekitarnya, maka variasi daya tarik β dapat

didefinisikan untuk jarak r dengan rumus:

β =β0e−γr2

(2.5)

dimana β0 adalah nilai daya tarik pada saat r = 0. Secara umum digunakan

β0 [0,1], Nilai γ memengaruhi variasi ketertarikan dengan pertambahan jarak

dari kunang-kunang yang berkomunikasi. Secara umum nilai γ yang digunakan

adalah [0,10] meskipun dimungkinkan untuk menggunakan nilai [0,). Karena

menghitung (1+1r2) lebih cepat dibandingkan dengan fungsi eksponensial, maka

nilai β dapat didekati dengan :

β = β0

1 +γr2 (2.6)

Pergerakan kunang-kunang iyang tertarik pada kunang-kunang dengan

in-tensitas cahaya yang lebih tinggij ditentukan oleh persamaan :

xt+1

i =xti +β0e−γr

2

i(xt

j −xti) +αtεti (2.7)

Suku kedua dari persamaan (2.7) tergantung pada daya tarik, suku ketiga

adalah randomisasi dengan α0 [0,1] merupakan parameter acak, dan εt

i adalah

(19)

uniform lainnya pada saat t. Jika β0 = 0, maka akan terjadi pencarian acak

sederhana (simple random walk). Jika γ 0, maka daya tarik β = β0 artinya

daya tarik menjadi konstan di setiap titik dalam ruang pencarian. Perilaku ini

menjadi kasus khusus dari particle swarm optimization (PSO). Sebaliknya, jika

γ → ∞, maka suku kedua dari persamaan (2.7) menjadi hilang dan

kunang-kunang akan bergerak secara acak yang pada prinsipnya menjadi sebuah versi

paralel dari simulated annealing. Faktanya, setiap implementasi algoritma FA

akan berada pada dua sifat asimtotis tersebut (Fister et al., 2013).

Jarak antara kunang-kunang i dan j didefinisikan dengan :

rij =kxi−xj k=

dimanaxi,k adalah komponen dari koordinat spasialxi dari kunang-kunang ke-k.

Dalam kasus 2D, ri,j diperoleh :

ri,j =

q

(xi−xj)2−(yi−yj)2 (2.9)

2.2.2 Penentuan Parameter dan Deskripsi Algoritma FA

Seperti disebutkan di atas, algoritma FA dikendalikan oleh tiga buah

para-meter yakni: parapara-meter randomisasiα,attaractiveness βdan koefisien penyerapan

(20)

dua karakteristik asimtotis yakniγ 0 danγ → ∞. Jikaγ 0, maka parameter

β =β0 yakniattractiveness menjadi konstan di dalam ruang pencarian.

Parameterαt pada prinsipnya mengendalikan keacakan (dalam hal tertentu,

keragaman solusi), yang dapat disesuaikan parameter ini pada saat iterasi

sede-mikian hingga dapat bervariasi sesuai dengan iterasi t. Dengan demikian cara

yang baik menyatakanαt adalah menggunakan:

αt=α0δt; 0< δ <1 (2.10)

dimanaα0 merupakan faktor skala keacakan awal, danδmerupakan faktor

penye-juk (cooling factor). Untuk kebanyakan aplikasi, biasanya digunakan nilai δ =

0,95 sampai 0,97. Terkait dengan nilai awal α0, simulasi menunjukkan bahwa

FA akan lebih efisien jika α0 dikaitkan dengan skala peubah rancangan.

Mi-salkan L merupakan skala rata-rata problema, maka dapat diberikan nilai awal

α0 = 0,01L. Faktor 0,01 bermula dari fakta bahwarandom walk membutuhkan

sejumlah langkah untuk mencapai target sambil menyeimbangkan eksploitasi lokal

tanpa melompat terlalu jauh dalam beberapa langkah (Yang, 2009, Das, 2011).

Parameter β mengendalikan ketertarikan, dan studi menunjukkan bahwa nilai

β = 1 dapat digunakan untuk kebanyakan aplikasi. Akan tetapi,γharus dikaitkan

dengan skalaL dengan nilai γ = 1

L. Jika variasi skala tidak signifikan, maka

(21)

Untuk jumlah kunang-kunang (n) yang besar, jikanm, dimanamadalah

jumlah optima lokal dari problema optimisasi, konvergensi algoritma dicapai.

Dalam hal ini lokasi awal dari n kunang-kunang terdistribusi secara merata pada

semua ruang pencarian, dan selama iterasi algoritma berlangsung sampai semua

optimum lokal mencapai konvergensi. Dengan membandingkan solusi terbaik

di-antara optima lokal yang ada, optima global akan diperoleh. Dengan penyesuaian

parameterγ dan α, algoritma FA dapat melebihi algoritmaHarmony Search dan

PSO. Algoritma FA juga mungkin memperoleh optimal global serta optimal lokal

secara bersamaan dan efektif.

Algoritma FA didasarkan pada formula fisik dari intensitas cahaya I yang

melemah sebanding dengan kuadrat jarak (r2). Akan tetapi, jika jarak bertambah

maka daya serap cahaya mengecil yang mengakibatkan cahaya tersebut semakin

lemah. Fenomena tersebut dapat diasosiasikan dengan fungsi objektif yang ingin

dioptimalkan. Dengan demikian, algoritma FA dasar dapat diformulasikan dalam

pseudocode seperti pada Gambar 2.1 berikut ini (Fister et al., 2013).

Populasi kunang-kunang diinisialisasi oleh fungsi InitialisasiFA (biasanya

fungsi ini dilakukan secara acak). Proses pencarian oleh kunang-kunang dilakukan

di dalam loop while (baris 310) yang terdiri dari langkah-langkah berikut:

Mula-mula, fungsi AlphaNew digunakan untuk memodifikasi nilai awal

pa-rameterα (perlu dicatat bahwa langkah ini bersifat opsional). Berikutnya, fungsi

(22)

di-Gambar 2.1 Algoritma Dasar FA

lakukan di dalam fungsi ini). Selanjutnya, fungsi OrderFAmengurutkan populasi

kunang-kunang berdasarkan nilai fitness-nya. Setelah itu, fungsi FindTheBest

memilih individu terbaik di dalam populasi. Terakhir, fungsi MoveFAmelakukan

pergerakan posisi kunang-kunang dalam ruang pencarian ke arah individu yang

lebih atraktif. Proses pencarian kunang-kunang dikendalikan oleh maksimum

jumlah fungsi evaluasifitness (MAXF ES).

Dekripsi lain dari algoritma FA diberikan pada Gambar 2.2 berikut (Saibal

et al., 2012).

2.2.3 Kompleksitas dan Klasifikasi Algoritma FA

Hampir semua algoritma meta-heuristik sederhana dalam hal kompleksitas,

sehingga algoritma tersebut mudah untuk diimplementasikan. FA mempunyai 2

(23)

Gambar 2.2 Algoritma FA Lebih Lengkap

untuk iterasi t. Sehingga kompleksitas algoritma dalam keadaan ekstrim adalah

O(n2t). Dengannkecil (biasanyan = 40), dantbesar (misalnyat = 5000), waktu

komputasi relatif murah karena kompleksitas algoritma linier dalam t. Biaya

komputasi utama terjadi pada evaluasi fungsi objektif, khususnya untuk fungsi

objektif kotak hitam eksternal. Untuk masalah optimisasi, waktu paling besar

digunakan untuk mengevaluasi fungsi objektif (Yang dan He, 2013).

Jikanrelatif besar, dimungkinkan untuk menggunakan satu buahinner loop

dengan memberikan peringkat terhadap ketertarikan atau intensitas cahaya dari

semua kunang-kunang dengan menggunakan algoritma pengurutan. Dalam hal

(24)

waktu eksekusi lebih efisien dibandingkan dengan algoritmaswarmlainnya dengan

alasan:

1. Algoritma FA dapat secara otomatis membagi populasi ke dalam subgrup, karena fakta bahwa ketertarikan lokal lebih kuat dibandingkan dengan keter-tarikan jarak jauh. Sebagai akibatnya, algoritma FA dapat menangani masalah optimisasi dengan non-linier yang tinggi dan multi-modal secara alamiah dan efisien

2. Algoritma FA tidak menggunakan historis individu terbaik s∗, dan juga

tidak mempunyai global terbaikg∗. Hal ini dapat mencegah terjadinya

kon-vergensi yang prematur seperti pada algoritma PSO. Selanjutnya, algoritma FA tidak menggunakan kecepatan sehingga tidak mengalami masalah yang berhubungan dengan kecepatan seperti pada PSO

3. Algoritma FA mempunyai kemampuan untuk mengendalikan modalitas dan menyesuaikan dengan cakupan masalah dengan mengendalikan penskalaan parameter sepertiγ. Dalam kenyataannya, algoritma FA merupakan gener-alisasi dari SA, PSO dan DE (Fister et al., 2013).

Algoritma FA mempunyai sejumlah varian dalam literatur, sehingga

dibu-tuhkan skema klasifikasi tertentu untuk membedakannya. Cara termudah adalah

berdasarkan penentuan parameter algoritma (strategi penentuan parameter).

Pe-nentuan parameter tersebut menjadi krusial untuk mendapatkan kinerja algoritma

yang lebih baik, sehingga harus ditentukan dengan cermat. Pada sisi

penyesua-ian parameter, kemungkinan nilai yang baik dapat diperoleh sebelum algoritma

dijalankan. Di sisi lain, pengendalian parameter dilakukan dengan memodifikasi

nilai parameter selama eksekusi algoritma. Lebih lanjut, sifat dari algoritma FA

tidak hanya tergantung pada nilai parameter, tetapi juga pada komponen atau

fitur yang diberikan. Berikut ini merupakan aspek-aspek penting dalam

(25)

1. Apa yang dimodifikasi

2. Bagaimana melakukan modifikasi

3. Berapa luas cakupan modifikasi

Berdasarkan aspek yang pertama, algoritma FA dapat diklasifikasikan

menu-rut komponen atau fitur mana yang dimiliki, yakni:

a. Representasi kunang-kunang (biner atau riil)

b. Skema populasi (swarm atau multi-swarm)

c. Evaluasi fungsi fitness

d. Penentuan solusi terbaik (non-elitism atau elitism)

e. Pergerakan kunang-kunang (uniform, Gauss, Levy flight, atau distribusi chaos)

Sementara menurut aspek yang kedua, kategori parameter algoritma FA

dapat dibedakan menjadi: deterministik, adaptif, atau self-adaptive. Kemudian

untuk aspek ketiga, modifikasi algoritma FA dapat memengaruhi: satu

kunang-kunang, seluruh kunang-kunang atau keseluruhan populasi.

Pada tahap awal, algoritma FA digunakan untuk menyelesaikan masalah

global, seperti masalah optimisasi kontinu. Untuk itu diperkenalkan ide hibrida

/ penggabungan dengan algoritma optimisasi lainnya, teknik machine learning,

heuristik dan lain-lain. Penggabungan dapat terjadi pada hampir semua

kompo-nen algoritma FA, seperti prosedur inisialisasi, fungsi evaluasi, fungsi pergerakan

dan sebagainya. Dalam perkembangannya, algoritma FA telah mengalami

(26)

Gambar 2.3 Taksonomi Algoritma FA

2.2.4 Intelligent Firefly Algorithm

Pada algoritma FA di atas, pergerakan (persamaan 2.7) ditentukan oleh

daya tarik dari kunang-kunang lainnya dimana ketertarikan adalah sebuah fungsi

jarak antar kunang-kunang. Akibatnya, seekor kunang-kunang dapat tertarik

pada yang lain hanya karena kedekatan yang mungkin menjauhkan minimum

glo-bal. Kunang-kunang diurutkan berdasarkan intensitas cahaya yang dihasilkan

yakni berdasarkan nilai dari fungsi objektif pada lokasi di mana dia berada. Akan

tetapi pengurutan (yang merupakan informasi penting) tersebut tidak digunakan

untuk menentukan dalam persamaan pergerakan. Seekor kunang-kunang tertarik

satu sama lain sehingga keduanya memberikan kontribusi pada pergerakan

de-ngan tingkat daya tarik masing-masing. Kondisi ini dapat mengakibatkan

(27)

FA cerdas (IFA) adalah menggunakan hasil pengurutan sedemikian hingga setiap

kunang-kunang digerakkan oleh daya tarik sebagian kunang-kunang bukan

keselu-ruhannya. Partisi ini merepresentasikan bagian paling atas dari kunang-kunang

berdasarkan urutannya. Dengan demikian, seekor kunang-kunang bertindak

cer-das bergerak bercer-dasarkan urutan teratas bukan hanya sekedar bercer-dasarkan daya

tarik.

Pseudocode algoritma IFA dikembangkan oleh Fateen et. al (Fateen et al.,

2014) dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini. Parameter baruφmerupakan

bagian dari kunang-kunang yang digunakan untuk menentukan pergerakan.

Para-meter ini digunakan sebagai batas atas untuk indeksj dalam inner loop. Dengan

demikian setiap kunang-kunang digerakkan hanya oleh bagian teratas φ.

Algo-ritma FA biasa menggunakan φ = 1 Kekuatan dari algoritma IFA adalah bahwa

lokasi terbaik kunang-kunang tidak memengaruhi arah dari pencarian, sehingga

tidak terjebak pada minimum lokal. Akan tetapi, pencarian atas minimum global

membutuhkan komputasi tambahan karena ada kemungkinan banyak

kunang-kunang yang bergerak tak tentu arah pada daerah yang kurang menarik. Dengan

modifikasi yang cerdas, nilai parameter φ yang sesuai dapat mempertahankan

kelebihan yang tidak terjebak dalam minimum lokal, serta dapat meningkatkan

kecepatan mendapatkan minimum global. Nilai φ yang sesuai memberikan

ke-seimbangan antara kemampuan algoritma terhindar dari jebakan minimum lokal

(28)

Gambar 2.4 Algoritma Intelligent FA

iteratif dapat digunakan untuk mencapai nilai φ yang baik untuk masalah yang

dioptimalkan. Modifikasi algoritma FA ini dapat meningkatkan kinerja algoritma

secara signifikan. Dengan pilihan parameterα, β, γdan jumlah iterasikyang lebih

besar dapat mengurangi keacakan sampai solusi minimum global ditemukan.

Al-goritma IFA dapat meningkatkan reliabilitas dan efektifitas dari alAl-goritma. Dalam

beberapa kasus minimum global tidak dapat ditemukan dengan algoritma FA

bi-asa, tetapi dengan modifikasi ini menjadi mungkin (Fateen et al., 2014).

2.3 Manajemen Rantai Pasokan

Menurut Global Supply Chain Forum (GSCF), manajemen rantai pasokan

(29)

pengguna akhir hingga pemasok awal yang menyediakan produk, layanan, dan

in-formasi yang menambahkan nilai bagi pelanggan danstakeholder lainnya” (Chan

et al., 2003). Christoper (Christoper, 1998) menyatakan bahwa rantai pasokan

adalah jaringan organisasi yang melibatkan keterkaitanupstreamdandownstream

dalam proses dan aktivitas berbeda yang menghasilkan ”nilai” dalam bentuk

pro-duk dan servis. Rantai pasokan memainkan peran penting dalam sumber daya

korporasi, yang pada gilirannya memengaruhi aspek sosial, ekonomi dan

lingkung-an dari bisnis (Tate et al., 2010). Denglingkung-an asumsi demikilingkung-an, korporasi semakin

melihat isu rantai pasokan sebagai bagian dari program berkelanjutan. Koplin

et al. (Koplin et al., 2007) mengidentifikasikan dua alasan besar untuk hal ini.

Alasan pertama adalah bahwa korporasi saat ini diwajibkan bertanggung jawab

untuk masalah sosial dan lingkungan yang disebabkan oleh operasional rantai

pasokan. Alasan kedua adalah bahwa peningkatan saham dalam nilai korporasi

diciptakan pada level pemasok. Dalam lingkungan bisnis saat ini yang sangat

kompetitif, manajemen rantai pasokan yang efektif akan menjadi faktor penting

untuk mencapai keunggulan kompetitif. Akan tetapi, bagaimana integrasi

di-lakukan, artinya masih terdapat jurang terkait dengan pengukuran kinerja rantai

pasokan berkelanjutan (Vermeule dan Seuring, 2009; Krause et al., 2009;

Seur-ing dan Muller, 2008a). Storey et al. (Storey et al., 2006) lebih lanjut

men-jelaskan bahwa manajemen rantai pasokan dapat dilihat sebagai tren yang lebih

jauh melibatkan kerangkaoutsourcing, cross-boundarydan bentuk organisasi baru

(30)

sebagai komando dan kendali yang kaku.

Sejumlah tantangan dan kendala dalam penerapan sustainable supply chain

manajemen(sSCM) terkait dengan: (1) kurangnya pemahaman keterkaitan yang

kompleks antara aktivitas ekonomi, lingkungan dan sosial dan bagaimana hal

tersebut memengaruhi ekonomi, (2) komitmen investasi modal, (3) memonitor dan

mengelola risiko, (4) pengukuran kinerja, (5) transparansi informasi dan

penge-tahuan, (6) penyesuaian strategi korporasi dengan inisiatif sSCM dan (7) budaya

korporasi (Christoper, 1998; Linton et al., 2007; Seuring dan Muller, 2008b; Storey

et al., 2006). Kebanyakan riset tentang rantai pasokan berkelanjutan hanya

mem-bahas tentang ekonomi dan lingkungan, sangat sedikit yang memasukkan aspek

sosial dalam kajiannya.

Manajemen rantai pasokan berkelanjutan Sustainable Supply Chain

Mana-gement (sSCM) berawal dari akarnya yakni manajemen rantai pasokan (SCM).

Harland (Harland, 1996) mendefinisikan supply chain management sebagai

”ma-najemen jaringan saling terkait dalam bisnis untuk penyediaan produk akhir dan

paket layanan yang dibutuhkan oleh pelanggan akhir.” Pada tahap berikutnya

SCM diperluas dengan menambahkan aspeksustainability. Aspek tersebut

meru-pakan integrasi isu sosial, lingkungan dan ekonomi (Carter dan Roger, 2008).

Carter dan Roger (Carter dan Roger, 2011) mengidentifikasi empat faktor

pen-dukung atau fasilitator dari sSCM, yakni: (1) strategi secara holistik dan

(31)

mendukung strategi keseluruhan rantai pasokan, (2) manajemen risiko,

terma-suk contingecy planning untuk upstream dan downstream dalam rantai pasokan,

(3) budaya organisasi yang secara mendalam yang berakar dan mencakup

orga-nizational citizenship, dan mengandung standar etis yang tinggi dan ekspektasi

dengan memberi respek terhadap masyarakat (di dalam maupun di luar

organi-sasi) dan lingkungan alam, serta (4) transparansi dalam hal partisipasi proaktif

dan mengkomunikasikannya dengan pemangku kepentingan kunci dan

mempu-nyai traceability dan visibility baik upstream maupun downstream dalam rantai

pasokan, seperti terlihat pada Gambar 2.5 di bawah ini.

Gambar 2.5 Sustainable Supply Chain Management (Carter dan Roger, 2011)

Shrivasta (Shrivasta, 2007) mendefinisikan sustainability sebagai ”potensi

untuk mengurangi risiko jangka panjang terkait dengan penurunan sumber daya,

(32)

Selanjutnya, Sikdar (Sikdar, 2003) mengungkapkan sudut pandang makro yang

mengandung aspek sosial, lingkungan dan ekonomi yang mendefinisikan

sustaina-bility sebagai keseimbangan yang bijaksana antara kinerja ekonomi, perlindungan

lingkungan dan tanggung jawab sosial.

Dari sudut pandang makro rantai pasokan sefta untuk mencapai

keseim-bangan antara dimensi ekonomi, lingkungan dan sosial (dikenal dengan triple

bottom line) yang dikembangkan oleh Elkington (Elkington, 2004), Teuteber dan

Wittstruck (Teuteber dan Wittstruck, 2010) sSCM didefinisikan sebagai

penca-paian strategis dan terintegrasi oleh satu perusahaan dalam tujuan sosial,

ling-kungan dan ekonomi. Hal tersebut dicapai melalui koordinasi sistemik dari proses

bisnis yang saling terkait antar organisasi untuk meningkatkan kinerja ekonomi

jangka panjang dari perusahaan secara individu dan jaringan nilainya, seperti

dikemukakan oleh Carter dan Roger (Carter dan Roger, 2008). Gambar 2.6

be-rikut ini merupakan area dan cakupan dari sSCM yang disebut dengan ”House of

Sustainable Supply Chain Management”.

”Rumah” tersebut dibangun di atastriple bottom line yakni kinerja

ekono-mi, perlindungan lingkungan dan tanggung jawab sosial (Carter dan Roger, 2008;

Elkington, 2004). Ketiga dimensisustainability divisualisasikan sebagai pilar yang

dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan bangunan. Manajemen risk and

com-pliance membentuk fondasi dari bangunan. Untuk mencapai keuntungan jangka

(33)

Gambar 2.6 House of sSCM (Carter dan Roger, 2008)

digunakan sebagai titik awal untuk implementasi prinsip dan praktik

sustainabi-lity sepanjang rantai pasokan.

Sebagai tambahan, sSCM juga membutuhkan pengembangan nilai dan etika

di seluruh organisasi, lingkungan teknologi informasi yang efisien, fleksibilitas dan

konsep green serta penyesuaian strategi korporasi untuk mencapai pembangunan

yang berkelanjutan. Jika ukuran-ukuran tersebut dapat dijalankan, maka

orga-nisasi dapat melindungi jaringan terhadap ancaman dan risiko terkait

lingkung-an dlingkung-an sosial. Rumah sSCM tidak terbatas hlingkung-anya pada pengendalilingkung-an jaringlingkung-an

rantai pasokan, tetapi juga menerapkan manajemen teknologi informasi,

mana-jemen kepatuhan dan lingkungan serta sosial (Teuteber dan Wittstruck, 2010).

Kajian manajemen rantai pasokan terkait erat dengan green supply chain,

(34)

manufacturing dan product recovery, dan lain-lain (Bloemhof, 2005).

Area manajemen rantai pasokan dapat dibagi menjadi dua bidang yakni:

(i) konsep triple-P yang terdiri dari optimisasi profit (aspek ekonomi), people

(aspek sosial) dan kinerja terkait dengan planet (aspek lingkungan), yang

meru-pakan metrik untuk mengukur kinerja dariforward supply chain tradisional, dan

(ii) konsepclosed-loop supply chain management (CLSC) yang mengkombinasikan

forward danreverse supply chain dengan menutup aliran materi untuk membatasi

emisi gas dan limbah (Bloemhof, 2005). Perubahan cuaca, kelangkaan energi, dan

pertumbuhan penduduk yang pesat serta perkembangan teknologi memberikan

tekanan luar biasa terhadap kemampuan rantai pasokan global untuk

menyedi-akan barang dan layanan secara efektif dan efisien (Beamon, 2008).

Dalam literatur disebutkan bahwa terdapat dua kebutuhan riset lanjutan

dalam sSCM. Pertama, adanya kebutuhan berkelanjutan guna mengeksplorasi

pendekatan untuk mengintegrasikan ketiga pilar sustainability dari manajemen

rantai pasokan yakni dimensi lingkungan, ekonomi dan sosial. Kedua, adanya

ke-butuhan untuk mengembangkan sistem pengukuran kinerja untuk sSCM.

Selan-jutnya, studi literatur mengharapkan bahwa riset lanjutan harus bergerak di luar

dari kedua area pembahasan secara terpisah, melainkan harus mengarah kepada

pendekatan yang lebih terintegrasi. Pendekatan ini menekankan integrasi strategis

terhadap dimensi lingkungan, sosial dan ekonomi dari proses bisnis kunci secara

(35)

2.4 Fleksibilitas dalam Rantai Pasokan

Sejak tahun 1990-an, banyak perusahaan mencoba meningkatkan kinerja

ekonominya dengan menerapkan berbagai inisiatif dalam rantai pasokan.

Inisi-atif tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan (misalnya dengan

menawarkan produk lebih bervariasi, perkenalan produk baru yang lebih cepat,

memperbanyak saluran pemasaran), mengurangi biaya (dengan mengurangi

pa-sokan, e-commerce, lelang online, produksi off-shore manufacturing, sistem

pa-sokan just-in-time, dan vendor-managed inventory, mengurangi aset (dengan

out-sourcing manufacturing), pemanfaatan RFID dan GPS, serta logistik.

Inisi-atif tersebut akan bekerja efektif dalam kondisi stabil. Akan tetapi, dengan

meningkatnya jumlah jaringan rantai pasokan dan banyaknya pihak yang

terli-bat dalam rantai pasokan, mengakiterli-batkan rantai pasokan global tersebut menjadi

lebih ”panjang” dan lebih ”kompleks” yang pada akhirnya membuat manajemen

rantai pasokan semakin rumit dan membutuhkan tingkat fleksibilitas yang lebih

tinggi (Tang dan Tomlin, 2008). Rantai pasokan beroperasi dalam lingkungan

dinamis yang terdiri dari sekumpulan tujuan rantai pasokan, strategi keseluruhan

rantai pasokan, dan sistem ukuran kinerja.

Sejumlah penulis telah meneliti masalah bagaimana menggunakan proses

fleksibilitas dalam rantai pasokan. Iravani et al. (Iravani et al., 2005)

mem-perkenalkan konsep fleksibilitas untuk menyatakan kemampuan struktur

(36)

Tomlin, 2003) memberikan kerangka kerja untuk menganalisis keuntungan dari

fleksibilitas dalam sebuah rantai pasokanmultistage dan mengembangkan ukuran

fleksibilitas dan panduan untuk fleksibilitas investasi. Paper mereka menjawab

pertanyaan tentang struktur fleksibilitas seperti apa yang paling efisien dengan

syarat semua tahapan dalam rantai pasokan menggunakan struktur fleksibilitas

yang sama. Studi lain, diantaranya Fine dan Freund (Fine dan Freund, 1990),

Gupta et al. (Gupta et al., 1992), Suarez et al. (Suarez et al., 1995) dan Van

Mieghem (Van Mieghem, 1998). Tantangan yang dihadapi rantai pasokan saat ini

antara lain: pelanggan menuntut harga yang lebih murah, pergantian yang lebih

cepat, tingkat layanan yang tinggi, keterbukaan dan visibility terhadap semua

proses yang terjadi (Microsoft, 2009).

Fleksibilitas telah dianggap sebagai faktor utama untuk memenangkan

per-saingan dalam perper-saingan pasar yang semakin tinggi. Pujawan (Pujawan, 2004)

mengidentifikasikan lima dimensi penting dalam fleksibilitas yakni: sourcing

flex-ibility, product development flexflex-ibility, production flexflex-ibility, supply flexibility dan

delivery flexibility. Fleksibilitas dalam pengiriman produk terdiri dari: (1)

terda-pat mode transportasi berbeda dalam pengiriman barang ke pelanggan akhir, (2)

secara teknis dan ekonomis mudah menggabungkan beberapa produk dalam satu

kali pengiriman, (3) jumlah pengiriman minimum diperkecil, (4) tidak ada batasan

jumlah pengiriman dalam sebuah truk, kontainer atau angkutan lain, (5) dalam

(37)

transportasi berbeda, (6) dimungkinkan untuk memenuhi permintaan pelanggan

yang berasal dari gudang berbeda atau dimungkinkan untuk pengiriman barang

antar gudang atau antar retailer yang dikenal dengan istilah transhipment, (7)

pelanggan dimungkinkan untuk mengubah jumlah, jenis dan/atau tanggal

peng-iriman dalam waktu yang singkat dengan biaya pengpeng-iriman yang minimum.

Menurut Angel dan Perez (Angel dan Perez, 2005) dimensi fleksibilitas

ter-diri dari: (1) product flexibility, yakni kemampuan untuk menangani pesanan

yang tidak standar guna memenuhi spesifikasi pelanggan khusus dan menghasilkan

karakteristik produk dengan sejumlah fitur, opsi, ukuran dan warna, (2) volume

flexibility, yakni kemampuan dalam menaikkan dan menurunkan volume

produk-si secara efektif untuk memenuhi permintaan pelanggan yang secara langsung

memengaruhi kinerja rantai pasokan dengan mencegah kondisiout-of-stock untuk

produk dengan permintaan tinggi atau menghindarkan persediaan yang terlalu

tinggi, (3) routing flexibility, yakni kemampuan untuk memroses bagian tertentu

menggunakan mesin berbeda, penanganan material yang fleksibel, dan jaringan

transportasi yang berbeda; fleksibilitas ini mengurangi dampak negatif dari

keti-dakpastian lingkungan dan inefisiensi yang tak terlihat dalam proses produksi,

(4) delivery flexibility, yakni kemampuan untuk beradaptasi terhadap waktu

tun-da atas permintaan pelanggan jika pemasok mengirimkan produk ke pelanggan

dalam jumlah, tempat dan waktu yang tepat, (5) transhipment flexibility

(38)

fisik antara lokasi permintaan dan sumber tidak terlalu jauh, (6) sourcing

flexi-bility terkait dengan kemampuan perusahaan untuk mencari sumber lain untuk

komponen atau material khusus, (7)postponement flexibilitymengimplikasikan

ke-mampuan untuk menyimpan produk selama mungkin untuk memenuhi kebutuhan

pelanggan pada level berikutnya, (8) launch flexibility, yakni kemampuan untuk

memperkenalkan produk baru dari ragam produk dengan cepat yang

menginte-grasikan sejumlah aktivitas nilai sepanjang rantai pasokan, (9) access flexibility,

yakni kemampuan perusahaan menyediakan cakupan distribusi yang intensif dan

meluas, serta (10) dimensional flexibility yang cocok terhadap sejumlah industri

yakni tingkat respons terhadap pasar target.

Lee (Lee, 2004) dalam Triple-A Supply Chain, menekankan bahwa rantai

pasokan terbaik bukan hanya cepat dan cost effective, tetapi harus agile,

adapt-able dan semua kepentingan perusahaan harus tetap aligned. Agility mempunyai

tujuan untuk merespon perubahan jangka pendek dalam pasokan dan permintaan

dengan cara: (1) tetap memberikan informasi secara kontinu terkait pasokan dan

permintaan terhadap semua partner dalam rantai pasokan, (2) berkolaborasi

de-ngan pemasok dan pelanggan untuk mendesain ulang proses, komponen dan

pro-duk sedemikian hingga memberikan keunggulan dari saingan, (3) menyelesaikan

produksi hanya apabila diperoleh informasi yang akurat tentang keinginan

pelang-gan, dan (4) menyimpan persediaan yang sedikit untuk komponen yang tidak

(39)

adaptability mempunyai tujuan menyesuaikan rantai pasokan terhadap

perubah-an pasar yperubah-ang ditempuh melalui: (a) menelusuri perubahperubah-an ekonomi, khususnya

di negara berkembang, (b) menggunakan perantara untuk mendapatkan penjual

terpercaya di daerah yang kurang dikenal, (c) menciptakan fleksibilitas untuk

menjamin produk berbeda menggunakan komponen berbeda dan proses berbeda,

dan (d) menciptakan rantai berbeda untuk produk berbeda guna

mengoptimal-kan kemampuan masing-masing. Kemudian alignment mempunyai tujuan untuk

mengembangkan insentif kepada mitra dalam rantai pasokan, sehingga

mening-katkan kinerja keseluruhan rantai dengan cara: (i) menyediakan akses yang sama

kepada semua mitra terkait dengan data penjualan, perencanaan dan

perkira-an, (ii) memperjelas peran masing-masing mitra untuk menghindarkan konflik,

(iii) mendefinisikan ulang kemitraan untuk menanggung bersama risiko, biaya

dan penghargaan untuk meningkatkan kinerja rantai pasokan, dan (iv) menyusun

ulang insentif sehingga semua pemain dalam rantai pasokan memaksimalkan

ki-nerja rantai dan juga memaksimalkan keuntungan masing-masing dari kemitraan

tersebut.

2.5 Tantangan dalam Manajemen Rantai Pasokan

Ciri khas pasar global saat ini adalah tak terduga dan penuh risiko (IBM,

2010). Globalisasi mengakibatkan rantai pasokan semakin kompleks dan

selan-jutkan akan mengakibatkan terbukanya rantai pasokan terhadap gangguan dan

(40)

mengaki-batkan guncangan besar terhadap rantai pasokan. Lima tantangan menurut

la-poran ini adalah: (1) cost containment: perubahan harga cepat dan terus terjadi

mengguncang dan melemahkan kekuatan rantai pasokan dalam beradaptasi, (2)

visibility: membanjirnya informasi membuat pengambil keputusan berjuang

un-tuk memahami dan bertindak atas informasi yang akurat dan tepat, (3) risk:

manajemen risiko merupakan agenda penting setiap pengambil keputusan dalam

rantai pasokan, (4) customer intimacy: meskipun prinsip demand-driven sudah

meluas penggunaannya, perusahaan biasanya mempunyai hubungan yang lebih

baik terhadap pemasok dibandingkan dengan pelanggannya, dan (5)

globaliza-tion: berbeda dengan alasan semula, ternyata globalisasi terbukti lebih pada

pertumbuhan pendapatan dibandingkan penghematan biaya. Menurut laporan

ini, para pengambil keputusan mempersepsikan kelima tantangan di atas

memen-garuhi rantai pasokan dengan tingkat yang berbeda, seperti terlihat pada Gambar

2.7 berikut ini.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, salah satu upaya adalah dengan

membangun dan menerapkan Smarter Supply Chain. Hal ini dicapai dengan

menggunakan tiga konsep yakni: (1) instrumented - informasi yang

sebelum-nya diciptakan oleh manusia berubah menjadi machine-generated, penggunaan

teknologi akan semakin meluas yang dilengkapi dengan sensor cerdas, (2)

inter-connection - rantai pasokan secara keseluruhan saling terkait yang

(41)

Gambar 2.7 Lima Tantangan Teratas Rantai Pasokan Global (IBM, 2010)

besama-sama, dan (3) smart - sistem yang lebih cerdas akan mampu mengambil

keputusan secara otomatis tanpa campur tangan manusia.

Dengan menerapkan sistem lebih cerdas ini, perusahaan dapat

meningkat-kan level visibility sepanjang rantai nilai untuk beradaptasi dengan perubahan

lingkungan dan mengantisipasi kebutuhan mendesak, yang dikenal dengan sistem

Business Intelligence. Sistem ini dapat meningkatkan berbagai kinerja rantai

pa-sokan terkait dengan pengiriman barang dan material, pengurangan stok, waktu

siklus pemenuhan permintaan, akurasi prediksi, produktivitas secara keseluruhan,

penurunan biaya rantai pasokan, tingkat pemenuhan, dan realisasi kapasitas.

De-ngan demikian, maka proses integrasi antar pemain dalam rantai pasokan dapat

dibangun.

(42)

untuk mengurangi risiko yang disebabkan berbagai faktor. Chopra dan Sodhi

(Chopra dan Sodhi, 2004), Kleindorfer dan Saad (Kleindorfer dan Saad, 2005),

Rice dan Caniato (Rice dan Caniato, 2003), serta Sheffi (Sheffi, 2005)

menge-mukakan enam jenis risiko dalam rantai pasokan yang harus diatasi dengan

me-nerapkan fleksibilitas. Keenam risiko yang dimaksud adalah: supply risks, process

risks, demand risks, intelectual property risks, behavioral risks, dan political/social

risks. Terdapat dua ukuran umum dari risiko yakni: kemungkinan terjadinya

pe-ristiwa buruk dan implikasi negatif dari pepe-ristiwa tersebut. Bogataj dan Bogataj

(Bogataj dan Bogataj, 2007) mengembangkan pendekatan program linier

parame-ter untuk mengukur risiko rantai pasokan dalam hal gangguan penundaan

peng-iriman barang. Sejumlah peristiwa yang tidak diinginkan terkait dengan risiko

pasokan, proses, dan permintaan (termasuk peningkatan harga dalam rantai

pa-sokan, penurunan kemampuan rantai papa-sokan, ketimpangan antara permintaan

dalam perkiraan dengan permintaan aktual, dan lain-lain). Untuk mengatasi

risiko yang pertama terdapat dua mekanisme yang efektif yakni: berdasarkan

pada konsep menghindarkan risiko dan berdasarkan sejumlah prinsip Total

Qua-lity Management (TQM). Tang dan Tomlin (Tang dan Tomlin, 2008) lebih jauh

menawarkan strategi fleksibilitas dalam risiko biaya pasokan melaluimuliple

sup-pliers, risiko komitmen pasokan melalui kontrak pasokan yang fleksibel, risiko

proses melalui proses manufaktur yang fleksibel, serta risiko permintaan melalui

(43)

2.6 Transshipment dalam Rantai Pasokan

Inventory transshipment merupakan salah satu strategi yang menjanjikan

dalam memberikan fleksibilitas operasional untuk menghadapi akibat dari

per-mintaan tak pasti yang pada akhirnya dapat mengurangi biaya persediaan (Lien

et al., 2011). Transshipment antar pemain dalam eselon yang setingkat dalam

rantai pasokan dimaksudkan untuk (1) meningkatkan kemampuan memberikan

respon atas permintaan pelanggan, (2) memberikan fleksibilitas untuk

penyesua-ian siklus produksi dan pengiriman. Penelitpenyesua-ian tentangtransshipment fokus pada

keputusan operasional pada desain jaringan tetap : jumlah yang diperoleh melalui

transshipment antar lokasi dalam satu eselon dan jumlah yang diterima dari

pe-masok pada setiap lokasi. Herer et al. (Herer et al., 2006), meneliti masalah

transshipment dengan mempertimbangkan lokasi dengan variasi pada

perminta-an dperminta-an parameter biaya.

Selanjutnya, Taragas dan Vlachos (Taragas dan Vlachos, 2002) meneliti

kemungkinan waktu tunda replenishment adalah satu, sementara waktu tunda

transshipment dapat diabaikan dalam satu periode. Herer et al. (Herer et al.,

2006) membandingkan lima konfigurasi berbeda dalam kemampuantransshipment

dan menunjukkan nilaitransshipment pada masing-masing lokasi. Sementara Yu

et al. (Yu et al., 2005) meneliti jaringan transshipment dengan satu pemasok dan

tigaretailers dan membahas enam rancangan jaringan yang mungkin, yang

(44)

jaringan dari Van Mieghen dan Rudi (Mieghen dan Rudi, 2002) untuk menentukan

jumlah optimalretailer untuk tingkat fleksibilitas tertentu serta menganalisis

in-teraksi antara optimisasi jumlah pesanan dan peningkatan fleksibilitas

operasio-nal.

Chou et al. (Chou et al., 2006) memperkenalkan pendekatan/kerangka

yang robust untuk menganalisis sistem distribusi dengan strategi transshipment.

Mereka menunjukkan efisiensi komputasi untuk jaringan distribusi skala besar

dengan menganalisis dampak transshipment pada pengurangan biaya dari

sis-tem distribusi dengan berbagai konfigurasi dan karakteristik dari retailer.

Se-cara khusus, mereka menganalisis dua jenis konfigurasi yakni garis dan lingkaran

dengan membandingkan biaya penyimpanan, biaya transshipment dikaitkan

de-ngan jumlah permintaan baik untuk retailer yang homogen dan non-homogen.

Berdasarkan pengujian yang mereka lakukan diperoleh bahwa penghematan

bi-aya melaluitransshipment cukup substansial jika biaya penyimpanan lebih besar

dibandingkan dengan biayatransshipment dalam sistem distribusi yang besar.

Se-lanjutnya keuntungan yang diperoleh pada konfigurasi lingkaran lebih signifikan

dibandingkan dengan konfigurasi garis.

Tujuan dari masalah operasionaltransshipment adalah meminimumkan

eks-pektasi biaya per periode untuk sebuah desain jaringan dengan menggunakan

(45)

Par. Keterangan

N Himpunan lokasi retailer (nodes) i∈ {1, . . . ,N} K Himpunan link transshipment berarah (i, j)K yang

didefinisikan oleh konfigurasi K(N×N)

ci Biayatransshipment untuk satu unit pada sebuahlink

cs Biaya kekurangan stok untuk satu unit dalam satu periode

ch Biaya penyimpanan satu unit dalam persediaan dalam

satu periode

Peubah keputusan dideskripsikan sebagai berikut (Lien et al., 2011):

Peubah Keterangan

Si Order-up-to level pada lokasi i∈N

Xij Jumlah item untuk dikirimkan melaluitransshipment

pada link (i, j)N

Di Peubah acak yang menyatakan permintaan pada lokasi i∈N

dalam satu periode

Ii + Net surplus pada akhir periode (setelah transshipment)

pada lokasiiN

Ii − Net shortage pada akhir periode (setelahtransshipment)

pada lokasiiN

Awalnya kita mengoptimalkan X, matriks Xij untuk bentuk umum

order-up-to level, kemudian menunjukkan metode iterasi untuk menemukanorder-up-to

level yang optimal. Dalam setiap periode, untuk vektorS yang merupakan

order-up-to level dan permintaanD, diselesaikan dengan program linier berikut:

(46)

subject to:

X

i:(ij)∈N

Xij +Ii+−Ii− =Si−Di,∀i ∈N

X

i:(ij)∈N

Xij ≤Si,∀i ∈N

Xij ≥0,∀(i,j) ∈N

Ii+,−Ii−≥0,∀i ∈N (2.12)

Fungsi objektif – persamaan (2.11)– adalah meminimumkan total biaya

transshipment, kekurangan dan biaya penyimpanan dengan mengetahuiK, S, dan

D. Dengan kendala: (1) semua permintaan dipenuhi melaluireplenishment dan

transshipment atau backlogged; (2) membatasi jumlah transshipment; (3)

per-syaratan non-negatif untuk transshipment, persediaan dan kekurangan.

Penyele-saian model di atas diperoleh dengan menyelesaikan masalah operasional

Gambar

Gambar 2.1Algoritma Dasar FA
Gambar 2.2Algoritma FA Lebih Lengkap
Gambar 2.3Taksonomi Algoritma FA
Gambar 2.4Algoritma Intelligent FA
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil evaluasi teknis terlampir. Evaluasi harga dilakukan kepada penawaran yang memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis. 1) Unsur-unsur yang dievaluasi yaitu:

(2) Bupati menetapkan 5 (Lima) orang dari unsur masyarakat yang diusulkan oleh tim seleksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1) menjadi calon pimpinan

[r]

Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Padi di Kabupaten Karo.. Model

Teknik pengumpulan data wawancara mendalam (in-depth interview) dikarenakan peneliti ingin menggali informasi secara mendalam yang lengkap dan mendetail dari

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kurt Lewin yaitu berbentuk spiral

Defect Cacat Preparation Pemotongan kurang rapi Kesalahan pembacaan marking Kurangnya keahlian operator Mesin tidak beroperasi dengan baik Jarang dilakukan perawatan

Teknik analisis yang digunakan adalah sebagai berikut : (1) membaca dan memahami novel, (2) mengumpulkan data kutipan teks mengunakan metode karakterisasi, (3) mengelompokkan