BAB II
PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT
A. Persyaratan dan Prosedur Permohonan Pailit
1. Persyaratan permohonan pailit
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian syarat
adalah janji (sebagai tuntutan atau permintaan yg harus dipenuhi).19
a. Pailit ditetapkan apabila debitur mempunyai dua kreditur atau lebih dan
tidak mampu menbayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu.
Syarat-syarat
kepailitan sangat penting dalam suatu proses kepailitan, karena bila tidak
memenuhi syarat maka permohonan tersebut tidak akan dikabulkan oleh
pengadilan niaga. Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, ketentuan
dalam Pasal 1 ayat (2) UUK dan PKPU menyebutkan mengenai syarat-syarat
seorang dinyatakan pailit yaitu:
b. Paling sedikit ada 2 (dua) kreditur.
c. Ada utang. UUK dan PKPU tidak menentukan apa yang dimaksud dengan
utang. Dengan demikian para pihak yang terikat dengan suatu permohonan
19
pernyataan pailit dapat berselisih pendapat mengenai ada atau tidaknya
utang.
d. Utang harus dalam keadaan telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
e. Syarat cukup satu utang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. bunyi Pasal 2
ayat (2) UUK dan PKPU merupakan perubahan dari bunyi pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Kepailitan No. 4 Tahun 1998 dan
Faillissementsverordening Stb. 1905 No. 217 jo. S. 1906 No. 384 yang
merupakan peraturan terdahulu mengenai kepailitan dan PKPU.
f. Debitur harus dalam keadaan insolvent, yaitu tidak membayar lebih dari
50% utang-utangnya. Debitur harus telah berada dalam keadaan berhenti
membayar kepada krediturnya.
Pailit selalu dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari
seorang debitur atas utang-utangnya kepada kreditur yang telah jatuh waktu.
Menurut Pasal 1 angka 2 UUK dan PKPU pengertian debitur adalah orang yang
mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat
ditagih di muka pengadilan. Sedangkan pengertian kreditur menurut Pasal 1 angka
3 UUK dan PKPU adalah orang yang mempunya piutang karena perjanjian atau
undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Dengan kata lain debitur
adalah pihak yang memiliki utang terhadap kreditur dan kreditur adalah pihak
yang memiliki tagihan atau piutang terhadap debitur.20
Sebagai seorang yang mempunyai piutang, kreditur tentu saja mepunyai
hak untuk menagih utangnya kepada pihak debitur. Akan tetapi apabila pihak
debitur tidak mampu lagi untuk melunasi utang-utangnya maka kreditur dapat
20
mengajukan permohonan pailit kepada pengadilan niaga. Sesuai dengan ketentuan
pasal 2 UUK dan PKPU, pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit
adalah:
a. Debitur sendiri
Undang-undang memungkinkan seorang debitur untuk mengajukan
permohonan pernyataan pailit atas dirinya sendiri. Jika debitur masih terikat
dalam pernikahan yang sah, permohonan hanya dapat diajukan atas
persetujuan suami atau istri yang menjadi pasangannya (Pasal 4 ayat (1)
UUK dan PKPU.
b. Seorang kreditur atau lebih (Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU)
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU, kreditur yang
dapat mengajukan permohonan pailit terhadap debiturnya adalah kreditur
konkuren, kreditur preferen ataupun kreditur separatis.
c. Kejaksaan (Pasal 2 ayat (2) UUK dan PKPU)
Permohonan pailit terhadap debitur juga dapat diajuakan oleh
kejaksaan demi kepentingan umum. Pengertian kepentingan umum adalah
kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas,
misalnya;
1) debiur melarikan diri;
2) debitur menggelapkan bagian dari harta kekayaan;
3) debitur mempunyai utang kepada BUMN atau badan usaha lain yang
4) debitur mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari
masyarakat luas;
5) debitur tidak beriktikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan
masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau
6) dalam hal lainnya yang menurut kejaksaan merupakan kepentingan
umum dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2000 tentang
Permohonan Penyertaan Pailit untuk Kepentingan Umum, secara tegas
dinyatakan bahwa wewenang kejaksaan untuk mengajukan permohonan
pernyataan pailit adalah untuk dan atas nama kepentingan umum.
Kemudian Pasal 2 ayat (2) PP No. 17 Tahun 2000 tersebut
menyatakan bahwa kejaksaan dapat mengajukan permohonan pernyataan
pailit dengan alasan kepentingan umum, apabila:
1) Debitur mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
2) Tidak ada pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit.
d. Bank Indonesia
Permohonan pernyataan pailit terhadap bank hanya dapat diajukan
oleh Bank Indonesia berdasarkan penilaian kondisi keuangan dan kondisi
perbankan secara keseluruhan. UU No. 7 tahun 1992 yang telah diubah
dengan UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun
1992 tentang perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) memberikan
definisi tentang bank sebagai berikut: Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Pasal
1 butir 2 UU Perbankan).
e. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)
Permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan efek, bursa
efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan
penyelesaian hanya dapat diajukan oleh Bapepam. Ada beberapa istilah
yang diberikan definisi oleh UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modan
(selanjutnya disebut UUPM), antara lain:
1) Bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan
sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli
efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara
mereka (Pasal 1 butir 4 UUPM).
2) Lembaga kliring dan penjaminan adalah pihak yang menyelenggarakan
jasa kliring dan penjaminan transaksi bursa (Pasal 1 Butir 9 UUPM).
3) Lembaga penyimpanan dan penyelesaian adalah pihak yang
menyelenggarakan kegiatan kustodian, prusahaan efek dan pihak lain
(Pasal 1 butir 10 UUPM).
4) Perusahaan efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai
penjamin emisi efek, perantara perdagangan efek, dan/atau manajer
investasi (Pasal 1 butir 21 UUPM).
f. Menteri Keuangan
Permohonan pernyataan pailit terhadap Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang bergerak dibidang kepentingan publik hanya dapat diajukan
terhadap perusahaan asuransi reasuransi, dana pensiun diajukan oleh
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
2. Prosedur permohonan pailit
Pengertian prosedur menurut pendapat Mulyadi merupakan suatu urutan
kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen
atau lebih yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi
perusahaan yang terjadi berulang-ulang. Didalam suatu sistem, biasanya terdiri
dari beberapa prosedur dimana prosedur-prosedur itu saling terkait dan saling
mempengaruhi. Akibatnya jika terjadi perubahan maka salah satu prosedur, maka
akan mempengaruhi prosedur-prosedur yang lain. Dalam suatu proses kepailitan,
prosedur kepailitan dapat terjadi setelah dilakukan proses permohonan pailit.
Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya yang dapat
melakukan permohonan pailit adalah debirut sendiri, seorang kreditur, kejaksaan,
Bank Indonesia, Bapepam dan Mentri Keuangan. Dalam mengajukan suatu
permohonan pailit, terdapat 4 (empat) tahapan yang harus di lakukan, yaitu:
a. Tahap pendaftaran permohonan pailit
Permohonan pernyataan pailit iajukan kepada ketua pengadilan
niaga yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan debitur. Jika
debiturnya meninggalkan wilayah negara Indonesia, permohonan
pernyataan pailit diajukan ke pengadilan niaga yang daerah hukumnya
meliputi tempat permohonan pernyataan kepailitan diajukan ke pengadilan
niaga yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum debitur.21
Pemohon mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada ketua
pengadilan niaga melaui panitera. Panitera pengadilan niaga wajib
mendaftarkan permohonan tersebut pada tanggal permohonan yang
bersangkutan diajukan dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis
yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang
sama dengan tanggal pendaftaran.22
Sidang atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam
jangka waktu paling lambat 20 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
Namun atas permohonan dari debitur dan berdasarkan alasan yang cukup,
dapat ditunda persidangan paling lambat 25 hari terhitung sejak tanggal
permohonan didaftarkan.
Panitera segera mendaftar permohonan
tersebut pada hari itu juga dan kemudian menyampaikannya kepada ketua
pengadilan paling lambat 2 hari setelah permohonan didaftarkan.
Selanutnya, dalam waktu paling lambat 3 hari setelah tanggal permohonan
pernyataan pailit didaftarkan, pengadilan mempelajari permohonan tersebut
dan menerapkan hari sidang.
b. Tahap pemanggilan para pihak
Sebelum persidangan dimulai, pengadilan melalui juru sita
melakukan pemanggilan para pihak, antara lain: (1) wajib memanggil
debitur, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh kreditur,
kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam atau Menteri Keuangan; (2) dapat
memanggil kreditur, dalam hal permohonan pernyataan pailit yang
dilakukan oleh debitur (voluntary petition) dan terdapat keraguan bahwa
22
persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) UUK dan PKPU telah terpenuhi. Pemanggilan dilakukan oleh juru
sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang
pemeriksaan pertama diselenggarakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal
8 ayat (2) UUK dan PKPU.
c. Tahap persidangan atas permohonan pernyataan pailit
Dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal
permohonan pernyataan pailit didaftarkan, pengadilan mempelajari
permohonan dan menetapkan sidang. Sidang pemeriksaan atas permohonan
tersebut diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 hari setelah
tanggal permohonan didaftarkan. Pengadilan dapat menunda
penyelenggaraan sidang pemeriksaan sampai dengan paling lambat 25 hari
setelah tanggal permohonan didaftarkan dengan alasan atas permohonan
debitur dan berdasarkan alasan yang cukup seperti adanya surat dari dokter.
Pasal 10 ayat (1) UUK dan PKPU menyebutkan bahwa selama
putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan setiap kreditur,
kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam, atau Menteri Keuaangan dapat
mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk; (1) meletakkan sita
jaminan terhadap sebagian atau seluruhnya kekayaan debitur; (2) menunjuk
kurator sementara untuk mengawasi pengelolaan usaha debitur dan
pembayaran kepada kreditur, pengalihan, atau penggunaan kekayaan debitur
Pengadilan hanya dapat mengabulkan permohonan tersebut apabila
hal tersebut diperlukan guna melindungi kepentingan kreditur (Pasal 10 ayat
(2) UUK dan PKPU). Dalam ayat (3) selanjutnya dikatakan bahwa dalam
hal permohonan meletakkan sita jaminan tersebut dikabulkan, maka
pengadilan dapat syarat agar kreditur pemohon memberikan jaminan yang
dianggap wajar oleh pengadilan. Dari penjelasan pasal 10 ayat (3) UUK dan
PKPU selanjutnya menjelaskan bahwa jaminan hanya diperlukan apabila
pemohonnya adalah kreditur, sedangkan jika Bank Indonesia, Bapepam, dan
Menteri Keuangan yang bertindak sebagai pemohon, jaminan tersebut tidak
diperlukan.23
d. Tahap putusan atas permohonan pailit
Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat
fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk
dinyatakan pailit telah terpenuhi. Yang dimaksud dengan fakta atau keadaan
yang terbukti secara sederhana adalah adanya fakta dua atau lebih kreditur
dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar, sedangkan
perbedaan besarnya jumlah utang yang dialihkan oleh pemohon pailit dan
termohon pailit tidak menghalangi dijatuhinya putusan pernyataan pailit.
Putusan pengadilan niaga atas permohonan pernyataan pailit harus
diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan pernyataan
pailit didaftarkan. Waktu 60 hari (2 bulan) yang cukup singkat merupakan
suatu perwujudan atas asas peradilan yang bersifat cepat, murah, dan
sederhana. Pada undang-undang sebelumnya UU No. 4 Tahun 1998 Tentang
23
Kepailitan waktu yang ditetapkan lebih singkat yaitu 30 hari (1 bulan).
Dengan pertimbangan yang rasional maka, UUK dan PKPU memberikan
batasan 60 hari (2 bulan) dimana pengadilan wajib memberikan putusan
terhitung sejak tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan.
Putusan atas permohonan pernyataan pailit wajib diucapkan dalam
sidang terbuka untuk umum dan wajib memuat secara lengkap
pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut serta memuat pula:
1) Pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan
dan/atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk
mengadili; dan
2) Pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda dari hakim anggota
atau ketua majelis.
Salinan putusan pengadilan atas permohonan pernyataan pailit
wajib disampaikan oleh juru sita dengan surat kilat tercatata kepada debitur,
pihak yang mengajukan permohonan pailit, kurator, dan hakim pengawas
paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan atas permohonan
pernyataan pailit diucapkan.
B. Akibat Hukum Kepailitan
Kepailitan mengakibatkan seluruh kekayaan debitur serta segala sesuatu
yang diperoleh selama kepailitan berada dalam sitaan umum sejak putusan
pengadilan, ada beberapa harta debitur yang diberikan pengecualian berdasarkan
Pasal 22 UUK dan PKPU yaitu:24
1. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitur sehubungan
dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan
untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang digunakan oleh
debitur dan keluarganya, yang terdapat ditempat itu.
2. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai
penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu
atau uang tunjangan , sejauh yang ditentukan oleh hakim pengawas.
3. Uang yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi kewajiban memberi
nafkah menurut undang-undang.
Tanggal putusan tersebut dihitung sejak pukul 00.00 waktu setempat.
Sejak tanggal putusan pailit itu diucapkan, debitur yang pailit demi hukum tidak
mempunyai kewenangan lagi untuk menguasai dan mengurus harta kekayannya.
Akantetapi debitur tidak sepenuhnya kehilangan hak untuk mengurus harta
kekayaannya, debitur hanya kehilangan haknya dalam lapangan hukum harta
kekayaan. Dengan katalain debitur hanya kehilangan haknya terhadap harta pailit
saja. Yang dimaksud dengan harta pailit adalah objek pailit yang ada setelah
adanya putusan pailit dan selama kuputusan pailit itu berlangsung.
Kepailitan juga dapat memberikan akibat terhadap pasangan suami istri.
Dalam hal suami atau istri yang dinyatakan pailit, istri atau suaminya berhak
mengambil kembali semua benda bergerak dan tidak bergerak yang merupakan
harta bawaan dari istri atau suami dan hartanya yang diperoleh masing-masing
24
sebagai hadiah atau warisan. Jika benda milik istri telah dijual oleh istri atau
suami dan harganya belum dibayar atau uang hasil penjualan belum tercampur
dalam harta pailit maka istri atau suami berhak mengambil kembali uang hasil
penjualan tersebut. Sedangkan akibat kepailitan terhadap seluruh perikatan yang
dibuat oleh debitur yang terbit sesudah putusan pailit, tidak lagi dapat dibayar dari
harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit. ketentuan ini
dimuat dalam Pasal 25 UUK dan PKPU.
Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit
harus diajukan oleh atau terhadap kurator. Dalam hal tuntutan tersebut diajukan
atau diteruskan oleh atau terhadap debitur pailit maka apabila tuntutan tersebut
mengakibatkan suatu penghukuman terhadap harta pailit (Pasal 26 UUK dan
PKPU). Selama berlangsungnya kepailitan, tuntutan untuk memperoleh
pemenuhan perikatan dari harta pailit yang ditujukan terhadap debitur pailit,
hanya dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan (Pasal 27 UUK
dan PKPU).
Pasal 41 ayat (1) UUK dan PKPU dinyatakan secara tegas bahwa untuk
kepentingan harta pailit, segala perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan
pailit, yang merugikan kreditur dan yang dilakukan sebelum putusan pernyataan
pailit diucapkan dapat dimintai pembatalankepada pengadilan. Sedangkan Pasal
42 UUK dan PKPU memberikan batasan yang jelas mengenai perbuatan hukum
debitur. Dari ketentuan kedua pasal tersebut, dapat diketahui bahwa sistem
pembuktian yang dipakai adalah sistem pembuktian terbalik, yang artinya beban
pembuktian terhadap perbuatan hukum debitur (sebelum putusan pernyataan
melakukan perbuatan hukum dengan debitur apabila perbuatan hukum debitur
tersebut dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum putusan pernyataan
pailit dan membawa kerugian bagi kepentingan kreditur.
Dengan kata lain, apabila kurator menilai bahwa ada perbuatan ada
perbuatan hukum tertentu dari debitur dengan pihak ketiga dalam jangka waktu
satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit dimana perbuatan hukum tersebut
merugikan kepentingan kreditur, maka debitur dan pihak ketiga wajib
membuktikan bahwa perbuatan hukum tersebut wajib dilakukan oleh mereka dan
perbuatan hukum tersebut tidak merugikan harta pailit. sedangkan apabila
perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur dengan pihak ketiga dilakukan
lebih dari satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit, maka yang wajib
membuktikannya adalah kurator.
1. Akibat kepailitan terhadap perjanjian timbal balik
Subekti menerjemahkan istilah overeenkomst dari bahasa belanda
kedalam bahasa indonesia, yaitu “perjanjian”. Pasal 1313 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) memberikan definisi perjanjian
yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap suatu orang lain atau lebih.25
25
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R.
Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet. 33 (Jakarta: Pradnya Paramita, 2003), Pasal 1313.
Rumusan tersebut memberikan
konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak,
dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak lainnya
terdiri dari satu orang atau lebih. Bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum,
pihak tersebut dapat berupa satu atau lebih badan hukum.
Penjelasan mengenai perjanjian timbal balik dapat dilihat dari pasal 1314
KUHPerdata yaitu:
a. Satu perjanjian dibuat dengan Cuma-Cuma atau atas beban.
b. Suatu perjanjian dengan Cuma-Cuma adalah suatu perjanjian dengan mana
pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain,
tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
c. Suatu perjanjian atas beban, adalah suatu perjanjian yang mewajibkan
masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu.
Dari rumusan pasal di atas dapat diketahui bahwa suatu perjanjian dapat
bersifat sepihak dan perjanjian yang bersifat timbal balik. Perjanjian yang bersifat
sepihak yaitu perjanjian dimana hanya ada satu pihak yang mempunyai kewajiban
atas prestasi terhadap pihak lain. Contohnya perjanjian hibah. Sedangkan
perjanjian yang bersifat timbal balik adalah suatu perjanjian di mana kedua belah
pihak saling berprestasi. Dalam perjanjian timbal balik (bilateral), selalu ada hak
dan kewajiban disatu pihak yang saling berhadapan dengan hak dan kewjiban
dipihak lain. Contohnya perjanjian jual beli, sewa-menyewa, perjanjian kerja, dan
lain lain.26
Pasal 36 ayat (1) UUK dan PKPU menentukan bahwa dalam hal pada
saat putusan pernyataan pailit diucapkan, terdapat perjanjian timbal balik yang
26
belum atau baru sebagian dipenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian dengan
debitur dapat meminta kepada kurator untuk memberikan kepastian tentang
kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati
oleh kurator dan pihak tersebut. Dalam hal kesepakatan mengenai jangka waktu
tersebut tidak tercapai, hakim pengawas menetapkan jangka waktu tersebut (Pasal
36 ayat (2) UUK dan Kepailitan). Apabila dalam jangka waktu tersebut, kurator
tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan
perjanjian tersebut maka perjanjian berakhir dan pihak dalam perjanjian tersebut
dapat menuntut ganti rugi dan diperlakukan sebagai kreditur konkuren (Pasal 36
ayat (2) UUK dan PKPU.
Apabila kurator menyatakan kesanggupannya atas pelaksanaan perjanjian
tersebut, kurator wajib memberikan jaminan atas kesanggupan untuk
melaksanakan perjanjian tersebut. Pelaksanaan perjanjian tersebut tidak meliputi
perjanjian yang prestasinya harus dilaksanakan sendiri oleh debitur. Contohnya
apabila debitur seorang pelukis atau penyanyi dimana kurator diwajibkan untuk
melukis atau bernyanyi dalam hal tersebut tidak mungkin bagi kurator untuk
melaksanakan perjanjian.27
2. Akibat kepailitan terhadap perjanjian hibah
Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu
hidupnya dengan Cuma-Cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali,
menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima
penyerahan itu. Undang-undang tidak mengakui lain-lain hibah selain hibah-hibah
27
di antara orang-orang yang masih hidup. Hibah diatur dalam Bab ke-10 mulai dari
Pasal 1666 sampai dengan Pasal 1693 KUHPerdata.
Dari pengertian tersebut dapat dilihat bahwa hibah merupakan perjanjian
sepihak. Dalam kaitannya dengan akibat hukum dari kepailitan terhadap
perjanjian hibah diatur dalam Pasal 43 dan Pasal 44 UUK dan PKPU. berdasarkan
kedua pasal tersebut dapat diketahui bahwa hibah yang dilakukan debitur pailit
yang akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur dapat dimintai pembatalan
perjanjian hibah oleh kurator kepada pengadilan. Untuk melakukan pembatalan
perjanjian hibah tersebut perlu dibuktikan terlebih dahulu bahwa debitur
mengetahui perjanjian hibah tersebut mengakibatkan kerugian bagi kreditur.
3. Akibat kepailitan terhadap perjanjian sewa-menyewa
Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lain kenikmatan dari suatu
barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang
oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya. Kaita akibat
kepailitan terhadap perjanjian sewa-menyewa dapat dilihat dari ketentuan dalam
Pasal 38 UUK dan PKPU. Ketentuan pasal tersebut menyebutkan bahwa dalam
hal debitur telah menyewa suatu benda (dalam hal ini debitur tidak bertindak
sebagai penyewa), maka baik kurator maupun pihak yang menyewakan barang
dapat menghentikan perjanjian sewa, dengan syarat harus ada pemberitahuan
penghentian yang dilakukan sebelum berakhirnya perjanjian sewa tersebut sesuai
Jangka waktu pemberitahuan penghentian tersebut harus menurut
perjanjian atau kelaziman dalam jangka waktu adalah paling singkat 90 hari.
Dalam hal debitur telah membayar lunas uang sewa dimuka maka perjanjian sewa
tersebut tidak dapat dihemtikan lebih awal sebelum berakhirnya jangka waktu
yang telah dibayar uang sewa tersebut. Namun apabila uang sewa belum dibayar
atau belum lunas dibayar utang sewa debitur akan menjadi utang harta pailit
(Pasal 38 ayat (4) UUK dan PKPU) dengan demikian orang yang menyewakan
tersebut dapat menjadi kreditur konkuren.
4. Akibat kepailitan terhadap perjanjian dengan prestasi berupa penyerahan suatu
benda dagang
Apabila dalam perjanjian timbal balik telah diperjanjikan penyerahan
benda dengan yang biasa diperdagangkan dengan suatu jangka waktu, kemudian
pihak yang harus menyerahkan benda tersebut sebelum penyerahan dilaksanakan
dinyatakan pailit maka perjanjian menjadi hapus dengan diucapkannya putusan
pernyataan pailit, dan dalam hal pihak lawan dirugikan karena penghapusan maka
yang bersangkutan dapat mengajukan diri sebagai kreditur konkuren untuk
mendapat ganti rugi. Akan tetapi dalam hal harta pailit dirugikan karena
penghapusan perjanjian tersebut maka pihak lawan wajib membayar ganti rugi
tersebut..
5. Akibat kepailitan terhadap perjanjian kerja antara debitur pailit dengan pekerja
Penjelasan Pasal 39 ayat (1) UUK dan PKPU kepailitan menyatakan
bahwa ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja, kurator tetap berpedoman
pada peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan. Berdasarkan Pasal
(selanjutnya disebut UUTK) pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
emenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.
Akibat kepailitan terhadap perjanjian kerja antara debitur pailit dengan
pekerja dapat berupa putusnya hubungan kerja antar debitur pailit dengan
pekerjanya. Dalam UUK dan PKPU hanya terdapat satu pasal yang membahas
mengenai hubungan kerja antara debitur pailit dengan pekerja, yaitu Pasal 39
UUK dan PKPU.dari pasal tersebut dapat diketahui bahwa pemutusan hubungan
kerja pada saat debitur pailit dapat berasal dari inisiatif pekerja ataupun dari
kurator yang mengurus harta debitur pailit dengan catatan bahwa pemberhentian
tersebut harus mengindahkan jangka waktu yang disetujui oleh kedua belah pihak
atau pemberitahuan paling singkat 45 hari sebelumnya. Pengaturan mengenai
pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh pekerja menurut UUTK dapat
dilihat dalam Pasal 156 UUTK.
Berdasarkan Pasal 165 UUK dan PKPU menyebutkan bahwa kurator
dapat melakukan pemutusan hubungan kerja antara debitur pailit dengan pekerja,
dengan demikian jika kurator melakukan pemutusan hubungan kerja maka kurator
harus memperhatikan hak-hak pekerja baik berupa uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja maupun uang penggantian hak sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 156 UUK dan PKPU.
6. Akibat kepailitan terhadap hak jaminan dan hak istimewa
Sistem hukum jaminan indonesia mengenal 4 (empat) macam jaminan
a. Hipotek
Hipotek diatur dalam Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 Bab
XXI KUHPerdata, yang pada saat ini hanya diberlakukan untuk kapal laut
yang berukuran minimal 20 m2 dan sudah terdaftar di Syahbandar dan
pesawat terbang.
b. Gadai
Gadai diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 Bab XX
KUHPerdata, yang diberlakukan terhadap benda-benda bergerak.
c. Hak tanggungan
Hak tanggungan diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah, yang merupakan jaminan atas hak-hak atas tanah
tertentu berikut kebendaan yang melekat diatas tanah.
d. Fidusia
Hak fidusia diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996
tentang Jaminan Fidusia, yang objek jaminannya berupa benda-benda yang
tidak dapat dijaminkan dengan gadai, hipotek, dan hak tanggungan.
Berdasarkan Pasal 55 UUK dan PKPU kepailitan ditentukan bahwa
setiap kreditur pemegang jaminan gadai, fidusia, hak tanggungan, hipotek,
atau hak anggunan atas kebendaan lainnya dapat mengeksekusi haknya
seolah-olah tidak terjadi kepailitan, kecuali dalam hal penagihan suatu
piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 dan 137 UUK dan PKPU,
penagihannya dan hanya untuk mengambil pelunasan dari jumlah yang
diakui dari penagihan tersebut.
7. Akibat kepailitan terhadap gugatan (tuntutan hukum)
Akibat kepailitan terhadap gugatan terbagi atas 2 (dua) bagian yaitu:
a. Dalam hal debitur pailit sebagai penggugat
Selama proses kepailitan berlangsung, debitur pailit yang
mengajukan gugatan/tuntutan hukum terhadap tergugat, maka atas
permohonan tergugat, perkara harus ditangguhkan untuk memberikan
kesempatan kepada tergugat untuk memanggil kurator untuk mengambil
alih perkara dalam jangka waktu yang ditentukan oleh hakim. Dalam hal
kurator tidak mengindahkan panggilan atau menolak mengambil alih
perkara tersebut, tergugat berhak memohon agar perkaranya digugurkan.
b. Dalam hal debitur pailit sebagai tergugat
Gugatan atau tuntutan hukum yang diajukan terhadap debitur
sebagai tergugat sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban
dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan akan gugur demi hukum
dengan diucapkannya putusan pernyataan pailit (Pasal 29 UUK dan PKPU).
8. Akibat penyitaan terhadap penetapan penyitaan dan eksekusi pengadilan
Putusan pernyataan pailit berakibat pada segala penetapan pelaksanaan
pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitur yang telah dimulai
sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika itu tidak ada suatu putusan yang
dapat dilaksanakan. Debitur yang berada dalam penahanan (gijzeling) harus
Pasal 93 UUK dan PKPU. penahanan disini adalah penahanan perdata atau
gijzeling.Gijeling adalah suatu upaya paksa agar debitur memenuhi kewajibannya.
9. Akibat kepailitan terhadap perjumpaan utang (Kompensasi)
Penjumpaan utang adalah suatu cara untuk menghapuskan suatu
perikatan. Hal ini diatur dalam Pasal 1381 KUHPerdata. Pengertian penjumpaan
utang dapat dilihat dalam Pasal 1425 KUHPerdata yang menyebutkan
penjumpaan utang adalah jika dua orang saling berutang antara satu dengan yang
lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan, dengan mana utang-utang
antara kedua orang tersebut akan dihapuskan.
Pasal 1426 KUHPerdata menyebutkan bahwa perjumpaan utang adalah
terjadi demi hukum, bahkan tanpa sepengetahuan orang-orang yang berutang, dan
kedua utang itu satu menghaouskan yang lain dan sebaliknya. Dalam kepailitan
dimungkinkan seorang melakukan penjumpaan utang dengan syarat-syarat yang
ditentukan oleh undang-undang. Pasal 51 UUK dan PKPU memberikan hak
kepada setiap orang yang mempunya utang atau piutang terhadap debitur pailit
untuk memohon diadakannya penjumpaan utang, apabila utang atau piutang
tersebut diterbitkan sebelum putusan permohonan pailit diucapkan, atau akibat
yang dilakukannya dengan debitur pailit sebelum putusan pernyataan pailit
diucapkan. Perjumpaan utang juga daoat dilakukan oleh setiap orang yang
memperoleh utang atau piutang sebagai akibat dari pengalihan suatu utang atau
piutang dari pihak ke tiga. Semua utang yang diambil alih setelah putusan
pernyataan pailit diucapkan tidak dapat dijumakan (Pasal 52 ayat (2) UUK dan
10. Akibat kepailitan terhadap pengembalian benda yang merupakan bagian dari
harta debitur
Setiap orang yang telah menerima benda yang merupakan bagian dari
harta debitur yang tercakup dalam perbuatan hukum yang dibatalkan, harus
mengembalikan benda tersebut kepada kurator dan dilaporkan kepada hakim
pengawas. Dalam hal orang yang telah menerima benda tersebut tidak dapat
menerima benda yang telah diterima dalam keadaan semula wajib membayar
ganti rugi kepada harta pailit. hak pihak ketiga atas benda yang diperoleh dengan
itikad baik dan tidak dengan Cuma-Cuma, harus dilindungi.
11. Akibat kepailitan terhadap pembayaran dkepada debitur pailit
Pembayaran kepada debitur pailit dilakukan berdasarkan Pasal 50 UUK
dan PKPU yaitu:
a. Sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan tetapi belim diumumkan
Apabila setiap orang membayar kepada debitur pailit untuk
memenuhi perikatan yang terbit sebelum putusan pernyataan pailit
diucapkan maka orang tersebut dibebaskan terhadap harta pailit sejauh
tidak dibuktikan bahwa yang bersangkutan mengetahui adanya putusan
pernyataan pailit tersebut.
b. Sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan dan diumumkan
Apabila setiap orang membayar kepada debiur pailit untuk
memenuhi perikatan yang terbit sebelum putusan pernyataan pailit, maka
apabila orang yang membayar tersebut tidak dibebaskan dari harta pailit
pengumuman putusa,n pernyataan pailit yang dilakukan menurut undang –
undang tidak mungkin diketahui ditempat tinggalnya.
12. Akibat kepailitan terhadap pembayaran utang
Pembayaran suatu utang yang sudah dapat ditagih hanya dapat dibatalkan
apabila dibuktikan bahwa:
a. penerima pembayaran mengetahui bahwa permohonan pernyataan pailit
debitur sudah didaftarkan.
b. Dalam hal pembayaran tersebut merupakan akibat dari persekongkolan
antara debitur dengan maksud menguntungkan kreditur tersebut melebihi
kreditur lainnya28
Ketentuan Pasal 46 ayat (1) UUK dan PKPU ditemukan bahwa
pembayaran yang telah diterima oleh pemegang surat pengganti atau surat atas
tunjuk yang karena hubungan hukum dengan pemegang terdahulu wajib
menerima pembayaran. Pembayaran tersebut tidak dapat diminta kembali, maka
orang yang mendapat keuntungan sebagai akibat diterbitkannya surat pengganti
atau surat atas tunjuk.
13.Akibat kepailitan terhadap warisan
Sebagaimana telah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya bahwa
kepailitan mengakibatkan debitur pailit tidak dapat melakukan perbuatan hukum
dalam lapangan harta kekayaan termasuk persoalan waris. Oleh karena itu, kurator
harus bertindak mengurus persoalan suatu warisan yang jatuh kepada debitur
pailit. dari Pasal 40 UUK dan PKPU dapat diketahui bahwa jika dalam warisan
28
tersebut aktivanya lebih besar daripada pasivanya maka warisan tersebut boleh
diterima oleh kurator. Tetapi apabila warisan tersebut pasivanya lebih besar maka
kurator harus menolak warisan tersenbut.
14. Akibat kepailitan terhadap hak retensi (Hak menahan)
Menurut H.F.A. Vollmar hak menahan adalah hak untuk tetap memegang
benda milik orang lain samapi piutang si pemegang mengenai benda tersebut telah
lunas.29
C. Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit
Undang-undang kepailitan mengakui eksistensi hak retensi atau hak
menahan. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 61 UUK dan PKPU. dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa meskipun dengan adanya putusan kepailitan, kreditur
yang mempunyai hak retensi terhadap debitur pailit tetap diakui keberadaannya
sepanjang utang debitur pailit belum dibayar lunas. Selanjutnya Pasal 185 ayat (4)
UUK dan PKPU menyebutkan kurator berkewajiban membayar piutang kreditur
yang mempunyai hak untuk menahan suatu benda sehingga benda tersebut dapat
menguntungkan harta pailit.
Pengurusan harta pailit dilakukan oleh kurator dalam pengawasan hakim
pengawas (Pasal 65 dan Pasal 69 UUK dan PKPU). Pentingnya keberadaan hakim
pengawas dapat dilihat dari Keppres RI No. 97 Tahun 1999 Tentang Pembentukan
Pengadilan Niaga. Dalam Keppres ini dijelaskan, hakim pengawas adalah hakim
pada pengadilan niaga yang diangkat majelis hakim pemeriksa atau pemutus
perkara.
29
Dengan adanya pernyataan pailit, debitur demi hukum terhitung sejak
hari pernyataan pailit secara langsung kehilangan haknya untuk menguasai dan
mengurus kekayaan yang dimasukkan dalam kepailitan (Pasal 24 ayat (1) UUK
dan PKPU). Selanjutnya yang berhak mengurus harta debitur pailit adalah kurator.
Pengertian kurator menurut UUK dan PKPU adalah BHP atau orang perseorangan
yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitur
pailit di bawah pengawasan hakim pengawas sesuai dengan undang-undang ini
(Pasal 1 ayat (5) UUK dan PKPU)
Pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian kurator diatur dalam
Pasal 15 ayat UUK dan PKPU. Menurut ketentuan dalam pasal tersebut, kurator
dapat diusulkan oleh debitur ataupun kreditur dan tidak dibatasi berapa banyak
calon yang bisa di usulkan. Jadi baik kreditur ataupun debitur dapat mengajukan
lebih dari satu calon kurator ke pengadilan niaga. Selanjutnya pengadilan niaga
yang akan memutuskan siapa yang akan diangkat menjadi kurator dan berapa
jumlah kuratornya. Namun menurut pasal 71 ayat (1) UUK dan PKPU
menjelaskan bahwa pengadilan setiap waktu dapat mengabulkan usul penggantian
kurator, setelah memanggil dan mendengar kurator, dan mengangkat kurator lain
dan/atau mengangkat kurator tambahan atas: (1) permohonan kurator sendiri; (2)
permohonan kurator lainnya, jika ada; (3) usulan hakim pengawas; atau (4)
permintaan debitur pailit.
Sedangkan mengenai pemberhentian kurator, menurut Pasal 71 ayat (2),
pengadilan harus memberhentikan atau mengangkat kurator atas permohonan atau
atas usul kreditur konkuren berdasarkan putusan rapat kreditur yang
persyaratan putusan tersebut diambil berdasarkan suara setuju lebih dari setengah
jumlah kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat dan yang
mewakili lebih dari setengah jumlah piutang kreditur konkuren atau kuasanya
yang hadir dalam rapat.
Kepailitan meliputi seluruh harta kekayaan debitur pada sat pernyataan
pailit dilakukan. Sejak pernyataan pailit diumumkan, selanjutnya pengurusan dan
pemberesan harta debitur pailit diambil alih oleh kurator (Pasal 21 dan 25 UUK
dan PKPU). dalam melaksanakan tuganya melakukan pengurusan dan pemberesan
kurator memiliki tugas dan wewenang tersendiri yaitu:30
1. Melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit.
2. Mengumumkan putusan hakim tentang pernyataan pailt dalam berita negara
dan surat-surat kabar yang ditetapkan oleh hakim pengawas.
3. Menyelamatkan harta pailit, antara lain menyita barang-barang perhiasan
efek-efek, surat –surat berharga serta uang, dan menyegel harta benda si pailit atas
persetujuan hakim pengawas.
4. Menyusun inventaris harta pailit.
5. Menyusun daftar utang dan piutnag harta pailit.
6. Berdasarkan persetujuan panitia kreditur, kurator dapat melanjutkan usaha
debitur yang dinyatakan pailit.
7. Kurator berwenang untuk membuka semua surat dan kawat yang dialamatkan
kepada si pailit. kecuali surat atau kawat yang mengenai harta pailit diserahkan
keada si pailit.
30
8. Kurator berwenang untuk memberikan sejumlah uang nafkah bagi si pailit dan
keluarganya dengan izin hakim pengawas.
9. Atas persetujuan hakim pengawas, kurator dapat memindahtangankan
(menjual) harta pailit sepanjang diperlukan untuk menutup ongkos kepailitan.
10.Menyiapkan semua uang, barang-barang, efek dan surat berharga lainnya
kecuali bila hakim pengawas menetapkan cara penyimpanan yang lain.
11.Membungakan uang tunai yang tidak diperlukan untuk mengerjakan
penguusan.
12.Kurator setelah memperoleh nasihat dari panitia kredit, komite tersebut ada
dan dengan persetujuan hakim pengawas berwenang untuk membuat
perdamaian atau untuk menyelesaikan perkara secara baik.
13.Memanggil debitur untuk memberikan keterangan yang diperlukan oleh
kurator.
14.Memberikan salinan surat-surat, yang ditempatkan di kantornya yang dapat
dilihat dengan Cuma-Cuma oleh umum, kepada kreditur atas biaya kreditur
yang bersangkutan.
Selanjutnya Pasal 69 ayat (2) UUK dan PKPU menentukan bahwa dalam
melakukan tugasnya kurator tidak harus memperoleh persetujuan dari atau
penyampaian pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ
debitur dan dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, semata-mata dalam
rangka menungkatkan harta pailit.sehubungan dengan ketentuan pasal 72 UUK
dan PKPU menyebutkan kurator bertanggung jawab atas kelalaian atau
kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan yang
Kurator dapat digugat denngan wajib membayar ganti rugi apabila karena
kalalaiannya atau kesalahannya (dilakukan dengan sengaja) telah menyebabkan
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap harta pailit, terutama para kreditur
konkuren dirugikan. Berdasarkan penjelasan tersebut jelaslah betapa besar peran
dan tanggung jawab kurator dalam mengurus dan memaksimalkan pengurusan
dan pemberesan harta pailit.
Kurator adalah perseorangan atau persekutuan perdata yang memiliki
keahlian khusus sebagaimana diperlukan untuk mengurus dan membereskan harta
pailit dan telah terdaftar pada Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Dalam menjalankan tugasnya kurator tidak hanya menyelamatkan harta pailit
tetapi juga sedapat mungkin bisa meningkatkan nilai harta pailit tersebut.
Kurator dituntut untuk memiliki integritas yang berpedoman pada
kebenaran dan keadilan serta seharusnya menaati standar profesi dan etika. Hal ini
untuk menghindari adanya benturan kepentingan dengan debitur maunpun
kreditur. Namun pada prakteknya, kerja kurator menjadi terhalang oleh
permasalahan seperti debitur pailit tidak mengacuhkan putusan pengadilan bahkan
menolah untuk dieksekusi.
1. Pengurusan harta pailit
Seperti yang telah di jelaskan pada pembahsan sebelumnya, hakim
pengawas dan kurator memiliki peran yang sangat penting dalam pengurusan dan
pemberesan harta pailit. Dalam UUK dan PKPU tidak menyebutkan dengan jelas
mengenai pengertian pengurusan, namun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah menginventarisasi, menjaga dan memelihara agar harta pailit tidak
berkurang dalam jumlah, nilai dan bahkan bertambah dalam jumlah dan nilai. Jika
ternyata kemudian putusan pailit tersebut dibatalkan oleh, baik putusan kasasi atau
peninjauan kembali , maka segala perbuatan yang telah dilakukan oleh kurator
sebelum atau pada tanggal kurator menerima pemberitahuan tentang putusan
pembatalan, tetap sah dan mengikat bagi debitur pailit.. Tahap pengurusan harta
pailit adalah jangka waktu sejak debitur dinyatakan pailit. Kurator yang ditetapkan
dalam putusan pailit segera bertugas untuk melakukan pengurusan dan
penguasaan boedel pailit. ada beberapa tahapan dalam pengurusan harta pailit,
yaitu:31
a. Pembentukan panitia kreditur dan rapat kreditu.
pada awalnya pengadilan membentuk panitia kreditur sementara
yang terdiri atas 3 (tiga) orang yang dipilih dari kreditur yang dikenal
dengan maksud memberikan nasihat kepada kurator. Panitia kreditur adalah
pihak yang mewakili pihak kreditur sehingga panitia kreditur tentu akan
memperjuangkan segala kepentingan hukum dari pihak kreditur32
Setelah ditetapkannya panitia kreditur tetap, selanjutnya dilakukan
rapat kreditur. Ada 2 (dua) jenis rapat kreditur yaitu rapat kreditur yang .
Kedudukan panitia kreditur sementara ini akan berubah menjadi panitia
kreditur tetap setelah pencocokan utang selesai dilakukan. Hal ini
ditegaskan dalam Pasal 80 UUK dan PKPU yang menyebutkan setelah
pencocokan utang selesai dilakukan hakim pengawas wajib menawarkan
keapda kreditur untuk membentuk panitia kreditur tetap.
31
Sunarmi. Hukum Kepailita, (Medan, USU Press, 2009), hlm. 19
wajib diselenggarakan dan rapat kreditur yang diselenggarakan setiap saat,
juka memang diperlukan. Dalam rapat kreditur, hakim pengawas bertindak
sebagai ketua dan kurator wajib hadir dalam setiap rapat kreditur (Pasal 85
UUK dan PKPU). Pasal 86 UUK dan PKPU menyatakan bahwa hakim
pengawas menentukan hari, tanggal, waktu dan tempat rapat kreditur
pertama yang harus diselenggarakan paling lambat dalam jangka waktu 30
hari setelah tanggal putusan pailit diucapkan. Dalam jangka waktu paling
lambat 5 (lima) hari setelah putusan pailit diterima oleh hakim pengawas
dan kurator, hakim pengawas wajib memberitahukan penyelenggaraan rapat
kreditur kepada kreditur yang dikenal dengan surat tercatat melalui kurir,
dan dengan iklan paling sedikit dalam 2 (dua) surat kabar harian (Pasal 86
UUK dan PKPU).
b. Penahanan debitur pailit
Pengadilan dapat memerintahkan supaya debitur pailit ditahan baik
itu ditempatkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) maupun di rumahnya
sendiri dibawah pengawasan jaksa yang ditunjuk oleh hakim pengawas atas
usulan dari hakim pengawas, permintaan kurator, atau atas permintaan
seorang kreditur atau lebih. Masa penahanan berlaku paling lama 30 hari
terhitung sejak penahanan dilaksanakan. Masa penahanan dapat
diperpanjang 30 hari atas usul hakim pengawas atau atas permintaan
kurator atau seorang kreditur atau lebih setelah mendengar hakim pengawas.
Penahanan dibebankan kepada harta pailit (Pasal 93 UUK dan PKPU).
Permintaan untuk menahan debitur pailit harus dikabulkan, apabila
sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaumana dimaksud dalam Pasal 98,
Pasal 110 dan Pasal 121 ayat (1) dan (2) UUK dan PKPU. Berkaitan dengan
harta pailit, apabila diperlukan maka debitur pailit dapat diambil dari tempat
tahanan untuk dibawa ketempat tersebut. Perintah untuk ini di laksanakan
oleh kejaksaan. Selama kepailitan, debitur tidak diperbolehkan
meninggalkan tempat tinggalnya tanpa izin dari hakim pengawas (Pasal 97
UUK dan PKPU).
c. Penyegelan harta pailit
Kurator dapat meminta penyegelan harta pailit kepada pengadilan,
berdasarkan alasan untuk mengamankan harta pailit, melalui hakim
pengawas. Penyelenggaraan dilakukan oleh juru sita di tempat harta tersebut
berada dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi yang salah satu diantaranya adalah
wakil pemerintah daerah setempat (Pasal 99 UUK dan PKPU). yang
dimaksud dengan wakil dari pemerintah daerah adalah lurah atau kepala
desa atau yang disebut dengan nama lain.
d. Pencatatan/pendaftaran harta pailit
Kurator harus membuat pencatatan harta pailit paling lambat 2
(dua) hari setelah menerima surat putusan pengangkatannya sebagai kurator.
Pencatatan dapat dilakukan di bawah tangan oleh kurator dengan
persetujuan hakim pengawas anggota panitia kreditur sementara dapat
mengnhadiri pencatatan tersebut. (Pasal 100 UUK dan PKPU). Informasi
pertama yang akan diperoleh tentang harta kekayaan debitur adalah dari
pengadilan niaga akan menyebutkan baik harta kekayaan maupun utang
debitur dan siapa-siapa yng menjadi krediturnya.
Selain itu, informasi mengenai harta kekayaan debitur dapat
diketahui dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), kantor-kantor bank, baik
bank swasta maupun negeri untuk mengetahui simoanan debitur.
e. Melanjutkan usaha debitur
Melanjutkan usaha debitur pailit atas persetujuan panitia kreditur
sementara walaupun ada kasasi atau peninjauan kembalki. Bila tidak ada
panitia kreditur sementara maka diperlukan izin hakim pengawas. (Pasal
104 UUK dan PKPU).
f. Membuka surat-surat dan telegram debitur pailit
Kurator berwenang untuk membuka surat dan telegram yang
dialamatkan kepada debitur pailit. surat atau telegram yang tidak berkaitan
dengan harta pailit harus segera di sampaikan kepada debitur pailit. semua
surat pengaduan dan keberatan yang berkaitan dengan harta pailit ditujukan
kepada kreditur (Pasal 105 UUK dan PKPU).
g. Mengalihkan harta pailit
Pengalihan dapat dilakukan sepanjang itu diperlukan intuk
menutup biaya kepailitan atau apabila penahanannya akan mengakibatkan
kerugian kapada harta pailit meskipun ada kasasi dan peninjauan kembali.
Uang, perhiasan, efek dan surat berharga lainnya wajib disimpan
oleh kurator, kecuali ditentukan oleh hakim pengawas. Uang tunai wajib
disimpan di bank (Pasal 108 UUK dan PKPU).
i. Mengadakan perdamaian
Mengadakan perdamaian guna mengakhiri suatu perkara yang
sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara. (Pasal 109 UUK
dan PKPU). yang dimaksud dengan perdamaian perkara adalah perkara
yang sedang berjalan di pengadilan.
j. Melakukan pemanggilan kepada kreditur.
Pemanggilan kepada kreditur ini diperlukan untuk memasukkan
bukti-bukti tagihan kepada kurator. Dalam hal ini hakim pengawas akan
menentukan batas akhir penjualan tagihan, batas akhir verifikasi pajak, hari,
tanggal, waktu dan tempat rapat kreditur untuk melakukan rapat pencocokan
piutang. Pemanggilan tersebut dapat dilakukan dengan surat dan
pengiklanan dalam surat kabar umum sebagai maksud dalam Pasal 15 ayat
(4) UUK dan PKPU.
k. Mendaftarkan tagihan para kreditur
Setelah para kreditur memasukkan tagihan-tagihannya, maka
kurator akan mencocokan dengan catatan yang telah dibuat sebelumnya dan
keterangan debitur pailit. berunding dengan kreditur jika terdapat keberatan
terhadap penagihan yang diterima. Tagihan-tagihan yang disetujui aka
dimasukan kedalam sebuah daftar yang disebut dengan “Daftar Piutang
akan dimasukan kedalam sebuah daftar tersendiri beserta alasan-alasannya.
Dalam cacatan tersebut disebutkan pula cacat apakah termasuk piutang yang
diistimewakan atau yang di jamin dengan gadai, fidusia, hak tanggungan,
hipotek hak agunan atas kebendaan lainnya atau hak untuk menahan benda
bagi tagihan yang bersangkutan dapat dilaksanakan.
Daftar tagihan tersebut diletakkan di papan pengumuman selama 7
(tujuh) hari untuk dapat dilihat oleh yang berkepentingan atau siapaun yang
menghendakinya. Peletakan daftar tersebut diberitahukan kepada seluruh
kreditur oleh kurator serta memberitahukan bahwa debitur ada menasukkan
rencana perdamaian kepada kurator (Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118 dan
Pasal 119 UUK dan PKPU).
l. Rapat pencocokan
Jawal rapat pencocokan ditetapkan oleh hakim pengawas. Hakim
pengawas hadir dalam rapat pencocokan dan bertindak sebagai pemimpin
rapat yang dihadiri oleh kurator, para kreditur dan oleh debitur. Kehadiran
debitur dalam rapat pencocokan piutang sangat penting, karena debitur
dapat memberikan keterangan yang diminta oleh hakim pengawas mengenai
sebab musabab kepailitan dan keadaan harta pailit. debitur lebih mengetahui
dan dapat memberikan keterangan –keterangan tentang kebenaran dari
piutang-piutang kreditur kepadanya, siapa-siapa yang menjadi kreditur
dalam kepailitan dan besarnya tagihan dari masing-masing kreditur.
Hakim pengawas membacakan “Daftar Piutang Yang Diakui
memberikan keterangan-keterangan tentang status dari para kreditur, apakah
sebagai kreditur separatis, kreditur preferen, ataupun kreditur konkuren.
Namun, apabila dalam rapat pencocokan tidak ditawarkan rencana
perdamaian, rencana perdamaian tidak di terima atau pengesahan
perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah memperoleh hukum
tetap maka demi hukum harta pailit dalam keadaan insolvensi
m.Memberitahukan hasil rapat pencocokan piutang kepada kreditur.
Setelah berakhirnya pencocokan piutang, kurator wajib
memberikan laporan mengenai keadaan harta pailit, dan selanjutnya kepada
kreditur wajib diberikan semua keterangan yang diminta oleh mereka.
Laporan mengenai harta pailit serta berita acara rapat pencocokan piutang
wajib disediakan di kepaniteraan dan kantor kurator agar dapat diketahui
oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
2. Pemberesan Harta Pailit
Kurator dalam kepailitan adalah pihak yang telah ditetapkan oleh
undang-undang untuk melakukan penguasaan dan pengurusan harta pailit.
Sedangkan pemberesan merupakan salah satu tugas yang dilakukan oleh kurator
terhadap pengurusan harta debitur pailit, dimana pemberesan baru dapat dilakukan
setelah debitur pailit benar-benar dalam keadaan tidak mampu membayar
(insolvensi) setelah adanya putusan pernyataan pailit.33
Kurator memulai pemberesan harta pailit setelah harta pailit dalam
keadaan tidak mampu membayar dan usaha debitur dihentikan. Kurator
memutuskan cara pemberesan harta pailit dengan selalu memperhatikan nilai
terbaik pada waktu pemberesan.Konsekuensi yuridis dari insolven debitur pailit
adalah harta pailit akan segera dilakukan pemberesan. Kurator akan mengadakan
pemberesan dan menjual harta pailit dimuka umum atau di bawah tangan serta
menyusun daftar pembagian dengan ijin Hakim Pengawas, Hakim Pengawas juga
dapat mengadakan rapat kreditur untuk menentukan cara pemberesan. ada
beberapa tahapan yang dilakukan dalam proses pemberesan harta pailit, yaiut:34
a. Mengusulkan dan melaksanakan penjualan harta pailit
Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 15 ayat (1), kurator
harus memulai pemberesan dan menjual semua harta pailit tanpa perlu
memperoleh perseujuan atau bantuan debitur apabila:
1) Usul untuk mengurus perusahaan debitur tidak diajukan dalam jangka
waktu yang telah ditentukan atau usul tersebut telah diajukan tetapi
ditolak.
2) Pengurusan terhadap perusahaan debitur dihentikan (Pasal 184 UUK dan
PKPU).
Dalam rangka membiayai tindakan-tindakan pengurusan dan
pemberesan termasuk jasa kurator diperlukan dana dan dana tersebut
diperoleh dari hasil penjualan harta kekayaan pailit baik barang-barang
bergerak maupun tidak bergerak. Semua benda harus dijual dimuka umum
sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam peraturan
34
undangan. Bila penjualan di muka umum tidak tercapai maka dapat
dilakukan penjualandi bawah tangan dengan izin hakim pengawas (Pasal
185 UUK dan PKPU).
Semua benda yang tidak segera atau sama sekali tidak dapat
dibereskan maka kurator yang memutuskan tindakan yang harus dilakukan
terhadap benda tersebut atas izin hakim pengawas. Izin hakim pengawas ini
dituangkan dalam suatu penetapan. Izin penetapan ini diperoleh setelah
kurator terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk melakukan
penjualan harta pailit dan dapat dilakukan secara lelang didepan umum
maupun secara di bawah tangan.
b. Membuat daftar pembagian
Kurator wajib menyusun suatu daftar pembagian untuk dimintakan
persetujuan pada hakim pengawas. Daftar pembagian memuat rincian
penerimaan dan pengeluaran termasuk didalamnya upah kurator, nama
kreditur, jumlah yang dicocokkan dari tiap-tiap piutang dan bagian yang
wajib diterimakan kepada kreditur. Daftar bagian ini dapat dibuat sekali atau
lebih dari sekali dengan memperhatikan kebutuhan. Daftar pembagian yang
telah disetujui oleh hakim pengawas wajib disediakan di kepaniteraan
pengadilan agar dapat dilihat oleh kreditur selama tenggang waktu yang
ditetapkan oleh hakim pengawas pada waktu daftar tersebut disetujui dan
diumumkan oleh kurator dalam surat kabar. Daftar pembagian ini dapat
dilawan oleh kreditur dengan mengajukan surat keberatan disertai alasan
Hakim pengawas akan menetapkan hari untuk memeriksa perlawanan
disidang pengadilan yang terbuka untuk umum.
Dalam sidang tersebut hakim pengawas memberi laporan tertulis,
sedangkan kurator dan setiap kreditur atau kuasanya dapat mendukung atau
membantah daftar pembagian tersebut dengan mengemukakan alsannya.
Atas alasan tersebut dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari wajib
memberikan putusan yang disertai dengan pertimbangan hukum yang
cukup. Terhadap putusan pengadilan ini dapat diajukan permohonan kasasi.
Setelah berakhirnya tenggang waktu untuk melihat daftar
pembagian atau setelah putusan akibat diajukan perlawanan diucapkan,
kurator wajib segera membayar pembagian yang telah ditetapkan.
Selanjutnya, setelah kurator selesai melaksanakan pembayaran kepada
masing-masing kreditur berdasarkan daftar pembagian maka berakhirlah
kepailitan. Kurator melakukan pengumuman mengenai berakhirnya
kepailitan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan surat kabar.
Kerentuan mengenai berakhirnya kepailitan ini terdapat dalam (Pasal 201
dan 202 UUK dan PKPU).
c. Memuat daftar perhitungan dan pertanggungjawaban pengurusan dan
pemberesan kepailitan kepada hakim pengawas
Kurator wajib memberikan pertanggungjawaban mengenai
pengurusan dan pemberesan yang telah dilakukannya kepada hakim
dan dokumen mengenai harta pailit wajib diserahkan kepada debitur dengan
tanda bukti penerimaannya. (Pasal 202 ayat (3) dan (4) UUK dan PKPU).
Bila sudah diadakan pembagian penutup, ada pembagian yang
tadinya dicadangkan jatuh kembali dalam harta pailit atau apabila ternyata
masih terdapat bagian harta pailit yang sewaktu diadakan pemberesan tidak
diketahui maka atas perintah pengadilan, kurator membereskan dan
membaginya berdasarkan daftar pengadilan yang dahulu (Pasal 203 UUK
dan PKPU)
Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan dan kelalaiannya
dalam melaksanakan tugas pengurusan tugas dan/atau pemberesan harta
pailit yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit. (Pasal 72 UUK dan