BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Adat dan tradisi merupakan ciptaan setiap etnis di Indonesia, bahkan bangsa di duniapun memiliki ciri dan keunikan dalam tradisinya. Tradisi itu akan tetap hidup apabila kebudayaan tersebut diwariskan secara terus menerus kepada satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya tidak bersifat statis melainkan dinamis yang akan selalu berubah seiring bergantinya zaman sesuai dengan kebutuhan masyarakat pendukungnya. Budaya yang tidak mampu menyeimbangkan perubahan kebutuhan pendukungnya akan ditinggalkan oleh generasi berikutnya. Akibatnya, budaya perlahan-lahan akan terlupakan dan mati.
Menurut Koentjraningrat, budaya adalah sesuatu yang hidup, berkembang dan sesuatu yang bergerak menuju titik tertentu. Menurut konsep antropologi, kebudayaan berarti segala keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dipelajari manusia. Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, buddhaya yakni bentuk jamak dari buddhi yang berarti akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal.1
Menurut J.J.Hoenigman2
1. Gagasan (Wujud ideal)
, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
1 Fakhrizal, Fakhri. 2013.
Tradisi Puoko Pada Masyarakat Melayu Batu Bara. Departemen Sastra Daerah. Program Studi Bahasa dan Sastra Melayu. Fakultas Ilmu Budaya. USU. Medan. (Skripsi) 2
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, sebagainya yang sifatnya kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
2. Aktivitas (Tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling denga tata kelakuan. Sifatnya diamati dan didokumentasikan.
3. Artefak (Karya)
Etnik Melayu memiliki seni pembangunan rumah tradisional yang disebut dengan “Seni Bina”. Rumah tidak hanya dijadikan tempat tinggal, tetapi juga sebagai lambang kesempurnaan hidup. Dalam etnik Melayu, rumah merupakan penanda status apakah seseorang bertanggung jawab terhadap keluarganya atau tidak.
Masyarakat Melayu Batu Bara selalu berusaha mendirikan rumah walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana. Orang tua-tua mengatakan “kalau manusia tidak berumah, seperti beruk buta di dalam rimba”. Ungkapan ini sangat memalukan bagi orang Melayu, bukan saja bagi pribadinya sendiri, tetapi juga bagi keluarga dan kerabatnya.
Masyarakat Melayu Batu Bara menginginkan rumah kediaman yang baik dan sempurna yang bangunan fisiknya memenuhi ketentuan adat dan rumah tersebut dapat mendatangkan kebahagiaan, kenyamanan, kedamaian dan ketentraman.
adalah letak kamar laki-laki dan kamar perempuan haruslah berbeda sesuai dengan norma agama Islam.
Tiang dan atap merupakan bagian terpenting dalam bangunan karena keduanya adalah pondasi pada sebuah rumah. Atap merupakan bagian yang difungsikan sebagai pelindung di dalam rumah dan tiang difungsikan sebagai penopang pada sisi bangunan rumah.
Rumah tradisioanl Melayu Batu Bara mengandung unsur estetika yang dapat dilihat dari bentuk gaya maupun struktur bangunan, pewarnaan dinding, serta ukiran ornamen yang dianggap mewakili suatu zaman pada daerah Melayu.
Masyarakat Melayu Batu Bara umumnya adalah pelaut dan membuat kapal ataupun perahu. Oleh karena itu, istilah yang terdapat pada sebuah rumah panggung banyak kemiripannya dengan istilah pada sebuah perahu. Misalnya, tiang yang dapat diartikan sebagai tonggak panjang untuk menyokong rumah maupun untuk memasang layar pada perahu. Lantai yang diartikan sebagai bagian bawah ruangan di rumah maupun sebagai geladak perahu. Selain itu, sebuah tebar layar yang bermakna kain yang dibentangkan untuk menadah angin di perahu, pada rumah panggung Melayu Batu Bara menunjukkan bagian ujung rumah yang berbentuk segitiga yang menutupi ruang antara dua kayu yang dipasang bersilang. Kesederhanaan pembuatan kapal ataupun perahu dapat dianggap memiliki kesamaan dengan cara membuat rumah panggung. Sehingga dapat dikatakan bahwa rumah panggung bagaikan perahu yang terapung di darat.
nenek moyang kita zaman dahulu. Tetapi warisan arsitektur ini merupakan warisan yang khas bagi masyarakat Melayu.
Dari latar belakang di atas, penulis memilih judul “Estetika Rumah Panggung Melayu Batu Bara” sebagai judul skripsi karena ingin mengungkapkan keindahan yang ada pada rumah panggung. Tentu saja penulis juga ingin memberi tahukan kepada masyarakat banyak bahwa rumah tradisonal Melayu yaitu rumah panggung yang keberadaannya hampir terkikis dan dilupakan mengingat model rumah pada saat ini berbentuk gaya Eropa. Penulis berharap besar kepada masyarakat Melayu untuk menjaga dan melestarikan budaya nenek moyang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis membuat beberapa rumusan masalah didalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah struktur rumah panggung Melayu Batu Bara?
2. Nilai estetika apa yang terdapat pada rumah panggung Melayu Batu Bara?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui struktur rumah panggung Melayu Batu Bara.
2. Mengetahui nilai estetika yang ada pada arsitektur rumah panggung Melayu Batu Bara.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan.
2. Dapat dijadikan sumber referensi oleh generasi muda dalam mencari pengetahuan untuk mencari keunggulan dan norma-norma adat istiadat dalam membangun rumah panggung Melayu Batubara.
3. Sebagai upaya dalam pelestarian budaya yang sudah mulai terkikis zaman. 4. Memelihara bangunan khas Melayu agar tetap bertahan di zaman modernisasi