• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sikap Bahasa Masyarakat Melayu di Kabupaten Batu Bara pada Ranah Rumah dan Transaksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Sikap Bahasa Masyarakat Melayu di Kabupaten Batu Bara pada Ranah Rumah dan Transaksi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Sikap Bahasa Masyarakat Melayu di Kabupaten Batu Bara pada Ranah Rumah dan Transaksi

Rozanna Mulyani

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Email: rozanna_mulyani@yahoo.co.id

Abstrak

Makalah ini berjudul Sikap Bahasa Masyarakat Melayu di Kabupaten Batu Bara Pada Ranah Rumah dan Transaksi dalam penelitian ini akan digunakan ilmu sosiolinguistik sebagai pendekatan untuk memecahkan masalah yang ada, yaitu bagaimana sikap bahasa masyarakat Melayu di Kabupaten Batu Bara pada ranah rumah dan transaksi, kemudian faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi sikap itu, Teori Fishman (1972:442) tentang ranah bahasa akan digunakan sebagai teori dalam penelitian ini, adapun metode yang digunakan adalah memakai metode kualitatif, lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, untuk teknik pengumpulan data di lapangan maka peneliti menggunakan observasi dan wawancara.

Hasil yang telah terhimpun akan dianalisis dan disajikan dalam bentuk uraian kata-kata, temuan penelitian ini adalah bahwa masyarakat di Kabupaten Batu Bara memiliki sikap positif terhadap bahasa daerahnya jika dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Faktor yang mempengaruhi seperti sosial budaya masyarakat menjadi faktor yang mempengaruhi sikap bahasa masyarakat Melayu di Kabupaten Batu Bara sehingga menunjukkan hasil yang beragam.

Kata Kunci: Sikap Bahasa, Masyarakat Melayu, Kabupaten Batu Bara.

PENDAHULUAN

Negara Indonesia terkenal dengan macam ragam budaya dan bahasanya, Ethnologue: Language of The World mencatat bahwa Indonesia memiliki 726 jenis bahasa daerah dan merupakan negara terbanyak kedua dalam jumlah bahasa daerahnya setelah Papua New Guinea yang memiliki 842 bahasa daerah, ini berarti mengisyaratkan bahwa masyarakat Indonesia rentan dengan yang namanya permasalahan bahasa karena Indonesia memiliki bahasa daerah yang sangat banyak (Sitinjak, 2016 : 1).

Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu daerah yang ada di Sumatera Utara, penduduk aslinya adalah masyarakat Melayu, namun seiring perkembangan zaman masyarakatnya menjadi majemuk, ini tampak dari suku masyarakat yang ada di daerah tersebut antara lain Jawa, Melayu, Tionghoa, Mandailing, Karo, minang dan sebagainya.

Kemajemukan latar belakang budaya yang ada ini membawa masyarakat tersebut hampir dipastikan berkomunikasi memakai tiga kategori bentuk, yang pertama Intra Language Variation yang kedua Alih kode

(Code Switcing) dan yang ketiga Campur code (Code Mixing) (Rokhman, 2003).

Berangkat dari kemajemukan budaya masyarakat yang ada di Kabupaten Batu Bara maka Kabupaten Batu Bara berpotensi memiliki permasalahan bahasa yang serius salah satunya terjadi kebocoran diglosia pada ranah tertentu, selain terjadinya kebocoran diglosia, potensi yang terjadi adalah sikap bahasa masyarakat Melayu terhadap bahasa daerah mereka sendiri akan berubah yaitu bahasa Melayu.

Fasold (dalam Merti, 2010:03) menjelaskan bahwa di dalam masyarakat aneka bahasa sangat mungkin terjadi situasi diglosik.

Dalam situasi seperti itu, kemungkinan besar beberapa bahasa terlibat di dalamnya dan ada kemungkinan setiap warga menjadi dwibahasawan, baik secara aktif maupun pasif, karena dalam repertoarnya terdapat beberapa bahasa sehingga, warga dapat melakukan pilihan bahasa.

Keanekaragaman bahasa pada sebuah daerah yang heterogen mungkin saja

(2)

menjadi gejala yang dapat menumbuhkan sikap bahasa positif atau negatif pada masyarakat tertentu, kenyataan menunjukkan bahwa sikap bahasa seseorang tidak sama ini dapat dikarenakan oleh beberapa faktor antara lain, latar belakang sosial, pendidikan, ekonomi dan kebudayaan.

Anderson (1974:47) membagi sikap bahasa menjadi dua jenis, menjadi sikap bahasa dan sikap nonbahasa. Menurutnya, sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberikan kecenderungan seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu, dengan cara yang disenanginya, adapun reaksi yang ditimbulkan dapat berupa sikap positif dan sikap negatif.

Sedangkan sikap nonbahasa yang beliau maksud adalah seperti sikap politik, sikap sosial dan sikap estetis.

Selanjutnya Edward 1994: 97-98 (dalam Sugiyono, 2010: 183) menyatakan bahwa konsep sikap merupakan disposisi untuk bertindak suka atau tidak suka terhadap suatu objek yaitu, perasaan, pengetahuan, dan perilaku.

Richard 1992: 199 (dalam Sugiyono) menyatakan bahwa sikap bahasa menyangkut cerminan kesan terhadap kesulitan dan kemudahan dalam mempelajari bahasa, tingkat kepentingan, keindahan dan status sosial bahasa yang dipelajari. Sikap bahasa itu dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu sikap terhadap bahasa dan sikap berbahasa. Sikap terhadap bahasa penekanannya tertuju pada tanggung jawab dan penghargaannnya terhadap bahasa, sedangkan sikap berbahasa ditekankan kesadaran diri dalam menggunakan bahasa secara tertib (Pateda, 1987:30).

Menurut Gerungan (1991: 149) Seseorang bebas memilih dan menggunakan suatu bahasa, tetapi sekarang ini terdapat banyak faktor yang membatasi seseorang untuk menggunakan bahasa dalam suatu lingkungan masyarakat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap bahasa tersebut adalah faktor intern (yang ada dalam diri manusia) yaitu perasaan

sebagai suatu hal yang dapat mempengaruhi sikap atau sering disebut dengan emosi perasaan.

Sedangkan faktor yang kedua adalah faktor eksternal atau sering disebut dengan faktor yang berasal dari lingkungan yang sering disebut dengan kebudayaan ataupun tradisi kehidupan suatu kelompok masyarakat.

Kondisi sososial kebahasaan yang terjadi pada masyarakat yang heterogen dan multikultural dapat dikaji dengan pendekatan ilmu linguistik yaitu ilmu sosiolinguistik.

Dalam kajiannya sosiolinguistik berusaha mengkaji segala penomena kebahasaan yang terjadi pada masyarakat sosial sehingga pada penelitian ini sesuai dengan judul yang telah diangkat yaitu Sikap Bahasa Masyarakat Melayu di Kabupaten BatubaraPada Ranah Rumah dan Transaksi maka akan digunakan ilmu sosiolinguistik sebagai pendekatan untuk memecahkan masalah yang ada.

Teori yang dikemukaan oleh Fishman (1972:442) mendeskripsikan “Ranah” sebagai gambaran abstrak sosial budaya dari topik komunikasi sesuai dengan struktur sosial lapisan suatu komunitas tutur.

Fishman mengemukakan beberapa ranah diantaranya ranah (1) rumah/ keluarga dan (2) ranah transaksi, peneliti memilih dua ranah ini untuk membuktikan sikap bahasa karena ranah rumah merupakan benteng terahir dari ranah pembuktian dari sikap bahasa sedangkan ranah transaksi merupakan domain yang bayak memiliki potensi pengaruh eksternal dan internal bahasa sehingga memungkinkan akan menimbulkan gejala gejala yang mempengaruhi sikap bahasa.

Teori yang di kemukaan oleh Fishman yaitu teori Ranah/ Domain dianggap dapat menjadi pisau analisis dalam penelitian Sikap bahasa ini dengan melakukan observasi pada kedua ranah tersebut.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka adapun rumusan masalah penelitian ini yaitu (1) Bagaimana Sikap

(3)

Bahasa Masyarakat Melayu di Kabupaten Batubara pada ranah Rumah/Keluarga dan Transaksi dan (2) Faktor-Faktor apa saja yang mempengaruhi sikap bahasa Masyarakat Melayu di Kabupaten Batu Bara.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan Penelitan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang bagai mana sikap bahasa masyarakat Melayu di Kabupaten Batu Bara pada ranah Rumah dan Trasnsaksi kemudian akan diambil kesimpulan faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi sikap bahasa masyarakat Melayu di Kabupaten Batu Bara pada ranah rumah dan transaksi.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara akademis diharapkan bermanfaat sebagai rujukan dalam penelitian sejenis.

Sikap Bahasa

Moeliono (1985:112) menjelaskan tentang sikap berdasrkan Fungsi (1) sikap kesetiaan, fungsi sikap ini adalah fungsi pemersatu dan fungsi pemberi kekhasan. (2) sikap kebanggaan bahasa, fungsi sikap ini adalah fungsi pemberi wibawa. (3) sikap kesadaran akan norma dan kaidah bahasa baku, fungsi sikap bahasa ini adalah sebagai kerangka acuan.

Karsana (2009:78) mengungkapkan bahwa sikap positif terhadap bahasa dapat dilihat dari perilaku orang tersebut selalu menggunakan bahasanya dalam kegiatan sehari-hari, menguasai bahasanya, dan tidak terpengaruh dialek bahasa lain.

Ada beberapa kajian terdahulu yang berhubungan dengan sikap bahasa yang menjadi acuan dan memberikan bermacam jenis kontribusi yang berbeda sehingga menambah wawasan dan cara pandang peneliti.

Adapun beberapa kajian terdahulu yang mengkaji tentang Sikap bahasa antara lain:

Gusnawati, Firtawahyudi dan Makum (2017) dalam karyanya ilmiahnya yang berjudul Sikap Bahasa Dan Pola Pewarisan

Keluarga Kawin Campur Kabupaten Maros:

Pendekatan Sosiolinguistik, menyimpulkan bahwa kesetiaan responden terhadap bahasa ibunya dalam tahap setiap mayoritas masih menunjukkan setia, dengan memperbolehkan orang berbahasa daerah walaupun tidak lancar, bahasa daerah masih dibutuhkan dalam komunikasi, dan berbahasa Indonesia dianggap tidak perlu dalam lingkungan keluarga.

Sobara dan Ardiyani (2013) dalam karya ilmiahnya yang berjudul Sikap Bahasa Mahasiswa Laki – Laki Dan Perempuan Di Jurusan Sastra Jerman Universitas Negeri Malang, menyimpulkan :

Kesetiaan pada bahasa baik pada responden laki-laki maupun responden perempuan positif. Kedua kelompok sama- sama memberikan tanggapan yangpositif terhadap pernyataan-pernyataan dalam bahasa Jerman untuk merespon pembicaraan lawan bicara. Perbedaan terletak pada pernyataan yang tidak langsung dan langsung.

Kutubi (2010) dalam karya ilmiahnya yang berjudul Sikap Bahasa Penutur Jati Bahasa Lampung, menyimpulkan bahwa kajian sikap bahasa ini terarah pada dua hal.

Pertama, sikap bahasa orang Lampung terhadap bahasa Lampung dan ragam bahasa Lampung itu sendiri, misalnya mencakupi sikap negatif atau positif.

Kedua, sikap yang dimanifestasikan dalam ragam bahasa, misalnya penggunaan bahasa lisan, penggunaan bahasa tulis (keberaksaraan, kesastraan), penggunaan bahasa pada ranah publik dan pribadi dan lebih spesifik ranah penggunaan bahasa;

penggunaan bahasa di dunia pendidikan:

bahasa pengajaran, pendidikan bilingual, dan pembelajaran bahasa asing.

Wardani, Gosong dan Artawan (2013) dalam karya ilmiahnya yang berjudul Sikap Bahasa Siswa Terhadap Bahasa Indonesia:

Studi Kasus di SMA Negeri 1 Singaraja, menyimpulkan Kecenderungan aspek konatif sikap bahasa siswa SMAN 1 Singaraja berada pada kategori negatif, Kecenderungan aspek konatif sikap bahasa siswa SMAN 1 Singaraja yang berada pada kategori negatif tersebut

(4)

terutama berkaitan dengan kesadaran akan norma bahasa.

Hal tersebut terlihat dari tingginya frekuensi penggunaan bahasa Indonesia ragam nonbaku dalam komunikasidi ranah formal, yang menuntut penggunaanragam bahasa Indonesia baku dan gejala interferensi yang tampak pada tuturan siswa.

Riyanti (2017) dalam kajian ilmiahnya yang berjudul Sikap Terhadap Bahasa Indonesia Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Tulang Bawang Udik Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun Pelajaran 2016/2017 dan Implikasinya Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SMA, menyimpulkan beberapa faktor.

Faktor-faktor tersebut adalah (1) faktor pengalaman dan pengetahuan (2) faktor emosional, (3) faktor lingkungan, dan (4) faktor media massa. Faktor pengalaman menjadi faktor yang paling dominan dalam terbentuknya sikap siswa terhadap bahasa Indonesia. Kemudian, faktor emosi, faktor media massa, dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan menjadi faktor terendah yang mempengaruhi sikap siswa terhadap bahasa Indonesia.

Dari beberapa kajian di atas maka sikap bahasa dapat melambangkan kesetiaan, kebanggaan dan kesadaran norma, kemudian sikap bahasa masyarakat dapat dikatakan positif jika bahasa tersebut selalu menggunakan bahasanya dalam kegiatan sehari-hari, menguasai bahasanya, dan tidak terpengaruh dialek bahasa lain.

METODE PENELITIAN Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pemgumpulan data pengamatan langsung (participan observation), merekam dan wawancara. alat rekam, camera, buku catatan. Berikut tahapan-tahapan yang harus dilakukan peneliti untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas (Arikunto, dkk, 2006:18):

1. Tahap perencanaan; yaitu proses pengembangan analisis secara kritis dari informasi yang diterima.

2. Tahap tindakan; proses pengambilan tindakan untuk mengimplementasikan perencanaan.

3. Tahap observasi; proses pengamatan terhadap dampak informasi secara kritis terhadap konteks target penelitian.

4. Tahap refleksi; proses perefleksian terhadap dampak yang terjadi pada masa yang akan datang.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara, dimana daerah ini adalah daerah yang identik dengan budaya serta masyarakat Melayu.

Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil menggunakan metode kualitatif yang hasil datanya berupa rekaman dan catatan yang diambil dari hasil observasi dan rekaman. hasil akan disajikan dalam bentuk percakapan pada setiap ranah yang telah ditentukan sebelumnya, data ini merupakan data primer karena langsung diambil dari sumbernya yaitu masyarakat asli Melayu yang ada di Kabupaten Batu Bara.

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode Survei. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan) (Sugiono, 2013:6).

Untuk menjaga kealamiahan data yang diperoleh maka penelitian mengumpulkan data yang dibutuhkan melalui teknik pengumpulan data yang peneliti lakukan terdiri dari dua teknik.

Kemudian jika data sudah terkumpul dianalisis secara deskriptip kulitatif, adapun dua teknik pengumpulan data tersebut sebagai berikut:

Observasi

Nawawi (1995: 94) mengatakan metode observasi adalah cara pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan dan mencatat gejala-gejala yang tampak pada objek penelitian yang pelaksananya langsung

(5)

pada tempat suatu peristiwa, Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mendengarkan, merekam serta bercakap-cakap disertai dengan mencatat.

Peneliti berperan sebagai peneliti dan peserta tutur. Dalam kedua peran itu peneliti berusaha menempatkan posisi utamanya sebagai peneliti yang sedang melakukan proses pengumpulan data.

Peran sebagai peserta tutur dilakukan peneliti untuk menghindari kecurigaan informan terhadap peneliti sehingga dapat terjadi kewajaran dalam peristiwa tutur yang alami. Peneliti langsung terjun ke lokasi penelitian untuk mengamati fenomena kebahasaan yang berkaitan dengan upaya- upaya pemertahanan bahasa serta faktor penunjang dan penghambat Sikap bahasa Melayudi Kabupaten Batu Bara, yang direkam secara audio visual dan juga melakukan pencatatan atas fenomena kebahasaan yang ada.

Hasil dari observasi ini adalah berupa rekaman dan catatan fenomena kebahasaan yang terjadi pada masyarakan sesuai dengan ranah atau domain yang telah ditentukan oleh peneliti dianalisis dengan pendekatan metodologi kualitatif untuk menjawab pada ranah apa saja bahasa Melayu di Kabupaten Batu Bara digunakan dan faktor – faktor apakah yang menunjang dan menghambat sikap bahasa masyarakat Melayu di Kabupaten Batu Bara.

Wawancara

Koentjaraningrat (1997: 162) mengatakan wawancara dalam suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia serta pendiriannya dalam suatu masyarakat yang sekaligus merupakan pembantu utama metode observasi.

Dari pernyataan tersebut bisa disimpulkan bahwa wawancara adalah suatu proses tanya jawab antara peneliti dan subjek penelitian dan merupakan salah satu cara untuk menggali informasi demi mendapatkan data yang dibutuhkan untuk melengkapi data yang dianggap masih kurang lengkap.

Wawancara dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang kurang bisa diamati pada saat observasi. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan disusun dengan pedoman tertentu mengacu pada aspek atau hal-hal yang akan diteliti, dalam hal ini adalah sikap bahasa masyarakat Melayu di Kabupaten Batu Bara.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dalam bentuk uraian deskriptip kualitatif, Proses analisis data dalam penelitian ini diawali dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, hasil observasi dan wawancara.

Dengan cara deskriptip kualitatif, data dan informasi yang diperoleh dari lapangan yang sesuai dengan masalah penelitian, diseleksi kemudian dideskripsikan secara kualitatif.

Penggunaan metode kualitatif dengan melakukan observasi langsung kepada masyarakat tutur yaitu dengan merekam, mencatat, serta mengamati masyarakat yang diteliti saat berbincang-bincang dan tidak menutup kemungkinan melakukan wawancara untuk melengkapi data yang dibutuhkan. Hasil rekaman, catatan dan pengamatan akan dianalisis sesuai hasil data yang telah dikumpulkan dari awal menjadi singkron.

Penyajian Data

Tahap akhir dari seluruh proses penelitian ini adalah penyajian hasil analisis data. Penyajian hasil penelitian tentang Sikap bahasa masyarakat Melayu di Kabupaten Batu Bara, dilakukan secara informal (naratif) yaitu berupa uraian, kata-kata.

HASIL DAN PEMBAHASAN Ranah Rumah/ Keluarga

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap bahasa masyarakat Melayu di Kabupaten Batu Bara terhadap bahasa Melayu di ranah rumah masih positif.

Bentuk sikap bahasa ini tampak ketika para penutur menggunakan bahasa Melayu di ranah rumah sebagai alat kumunikasi, ini menunjukkan sikap positif terhadap bahasa

(6)

Melayu, di bawah ini ada beberapa uraian atau deskripsi komunikasi masyarakat Melayu di ranah rumah/ keluarga :

Anak : Isok balek sekolah, aku maen ke umah kawanku yo mak.

(Besok setelah pulang sekolah saya ingin berkunjung ke rumah teman saya Ibu)

Ibu : Iyo tapi tak sampe magrib baleknya.

Kalau udah kelua lupo waktu balek kau.

(Iya, tapi jangan pulangnya sampai magrib, biasanya kalau sudah ke luar kadang lupa waktu )

Anak : iyo mak.

(Iya Ibu)

Percakapan di atas merupakan percakapan antar anak dan orang tuayang ada di ranah rumah, mereka menggunakan bahasa Melayu dalam berkomunikasi ini menunjukkan bahwa mereka masih bersikap positif terhadap bahasa Melayu.

Ayah: Gek mano semalam dek, mengapo bekelai anak kita ni di sekola

(bagaimana semalam dek, kenapa semalam anak kita berantam di sekolah)

Ibu : iyo tadi udah kesekola nyo bang, udah di kombokan samo gurunyo dan Alhamdulillah uda selosai

(Iya, tadi saya sudah kesekolah anak kita bang, udah diurus sama gurunya dan Alhamdulillah sudah selesai)

Percakapan di atas merupakan percakapan antar orang tua yang ada di ranah rumah, antar sesama orang tua juga masi bersikap positif terhadap bahasa Melayu ini tampak saat mereka menggunakan bahasa Melayu dan dalam berkomunikasi.

Anak 1 : Woy yok lah main iyo-iyo, odan bekawan samo dio yo

(Heii.. kita main tali yuk, Saya berkelompok dengan dia )

Anak 2 : odan samo diyo (Saya dengan dia)

Anak 1 : ayoklah kalian yang jago yo (Ayoklah mulai, kalian yang jaga ya)

Anak 2 :Bah mano bisa gitu, main suit dulu lah, siapo kala dio yang jago

(oh.., tidak bisa begitu, kita main suit dulu, siapa yang kalah dia yang jaga)

Percakapan di atas merupakan percakapan antar anak yang ada di ranah rumah, mereka menggunakan bahasa Melayu dan dalam berkomunikasi.

Dari deskripsi di atas tampak bahwa pengunaan bahasa Melayu secara konsisten yang digunakan oleh masyarakat Melayu di ranah rumah/ keluaraga menunjukkan bahwa masayarakat Melayu memiliki sikap bahasa yang positif terhadap bahasa Melayu.

Jika dilakukan kembali pengujian sikap bahasa dengan menghadirkan orang ketiga (dalam hal ini maksud orang ketiga adalah orang yang masih belum mereka kenal) ternyata mereka tetap menunjukkan sikap positif terhadap bahasa Melayu walaupun orang ketiga tersebut ikut bergabung berkomunikasi dengan mereka, dibawah ini beberapa deskripsi tuturan di ranah rumah dengan menghadirkan orang ketiga saat mereka melakukan komunikasi dalam hal ini peneliti berperan sebagai orang ketiga :

Ayah : Apo ondak kamu kekampung ni ? (Apa yang hendak kaulakukan di kampung ini)

Peneliti : Penelitian bahasa pak.

Ayah : penelitian baso, penelitian baso apa ? (Penelitian bahasa, bahasa apa ?)

Peneliti : bahasa Melayu Batu Bara pak.

Ayah : jadi apa yang biso kami bantu ? (Jadi apa yang bisa kami bantu)

Ayah : kau bikinkan ae dulu untuk tamu kito ini.

(Kau buatkan dulu teh untuk tamu kita )

(7)

Istri : iyo bah (Iya Ayah).

Ayah : Abah teh pait ajo, kental teh nyo buatkan yo.

(Ayah teh pahit saja, teh nya buat kental)

Percakapan di atas merupakan percakapan antar orang tua yang dihadiri orang ketiga yang ada di ranah rumah, mereka menggunakan bahasa Melayu dan dalam berkomunikasi sesekali mereka melakukan campur kode pada orang ketiga.

Tampak pada tuturan yang dilakukan si Ayah di atas bahwa kata “Apo” berganti menjadi kata “Apa” ini membuktikan terjadinya campur kode.

Peneliti : lagi apa itu dek ?

Anak : lagi ngojikan tugas sekola, payah botul, poneng kepalo odan, ngojokannyo (sedang mengerjakan tugas sekolah, susah benar, pening kepala saya mengerjakannya)

Ibu : makonyo belaja biak pandai, tengoklah abang kau ni, sekola dio di medan, keono dio tu uda pandai dan rajin balaja.

(makanya belajar agar pandai, lihat abang mu ini, dia sekolah di Medan, karna dia pandai dan rajin belajar )

Ibu : pening dio ngerjakan tugas sekolanyo

(Pening kepalanya mengerjakan tugas sekolah )

Peneliti : oh..iya bu ya.

Percakapan di atas percakapan antar anak dan orang tua yang dihadiri orang ketiga yang ada di ranah rumah, mereka menggunakan bahasa Melayu dan dalam berkomunikasi sesama mereka, namun saat berkomunikasi dengan orang ketiga justru orang tua yang sesekali melakukan campur

kode saat berkomunikasi dengan orang ketiga, sedangkan si anak tetap menggunakan bahasa Melayu sehingga orang tua berusaha memberi penjelasan berbentuk campur kode agar pihak ketiga mengerti pesan yang disampaikan oleh si anak.

Jika dilihat berdasarkan fungsi Sikap bahasa yang ada di ranah rumah merupakan sikap kesetiaan bahasa ini tampak jelas bahwa mereka lebih suka memakai bahasanya sendiri dan bersedia menjaganya terhadap pengaruh bahasa asing yang berlebih-lebihan.

Selain itu mereka juga memiliki Sikap kebanggaan bahasa bertautan dengan ikatan emosional pribadi pada bahasa Melayu.

Ranah Transaksi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap bahasa masyarakat Melayu di Kabupaten Batu Bara terhadap bahasa daerahnya di ranah transaksi masih positif dan cenderung bervariasi.

Bentuk sikap bahasa ini tampak ketika para penutur menggunakan bahasa Melayu di ranah transaksi dalam hal ini peneliti berperan sebagai pembeli di bawah ini ada beberapa uraian atau deskripsi komunikasi masyarakat Melayu di ranah transaksi :

Peneliti :Kak Beli

Pedagang :Ondak Boli apa Oba ? (kamu Mau beli apa ?)

Peneliti : Beli rokok Kak

Pedagang:Ondak Bosa apo kocik ? (Mau yang besar atau yang kecil)

Peneliti : Apa kak ?

Pedagang : Yang besar atau yang kocil ? (Yang besar atau yang kecil)

Peneliti : Yang besar kak berapa harganya

Pedagang : Dua pulu rogonya, ini baleknyo (harganya dua puluh ribu, ini balikan uangnya)

(8)

Percakapan di atas merupakan percakapan pembeli dan penjual di ranah transaksi, pedagang yang merupakan masyarakat Melayu sedangkan pembeli adalah peneliti, dalam melakukan teransaksi pedagang menggunakan campur kode sehingga pembeli sebagai orang ketiga sedikit kesulitan memahami maksud yang disampaikan, percakapan di atas terjadi pada pedagang kaki lima.

Pedagang 1 : jam beapo kakak semalam tutup?

(Jam berapa kakak menutup dagangan kakak semalam ?)

Pedagang 2 :jam limo potang, kenapo kau tak jualan semalam

(Jam 5 sore, kenapa kamu semalam tidak berdagang ?)

Pedagang 1 : Anak Odan yang paling kocik tu domam kak, tidak ado yang jago.

(Anakku yang paling keci demam dan tidak ada yang menjaganya)

Pedagang 2 : Uda sombu dio sekaang.

(apakah dia sudah sembuh ?)

Pedangang 1 : uda mulai sombu tadi udah bisalah pulak maen-maen di halaman amo absngnyo

(Sudah mulai sembuh, tadi dia sudah bisa bermain dihalaman rumah dengan abang nya)

Percakapan di atas merupakan percakapan antar pedagang yang ada di ranah transaksi, mereka menggunakan bahasa Melayu dan dalam berkomunikasi dengan atau tampa hadirnya orang ketiga diantara mereka, percakapan ini terjadi di pasar.

Dari deskripsi di atas tampak bahwa sikap bahasa Melayu masyarakat pada ranah transaksi di satu sisi masihmasih bersikap positif, namun jika di lihat di ranah transaksi lain ternyata terjadi campur kode di ranah transaksi ini bisa di lihat dari deskripsi komunikasi yang ada di bawah ini :

Pedagang :mau boli apo pak Peneliti :Membeli laptop

Pedagang :ini paling terbaru dan lumayan muah harganya

Peneliti : kalau yang ini ?

Pedagang : Bapak mau beli merk apo Peneliti : Merk apa aja yang ada pak ? Pedagang : kito ado semua merk

Percakapan di atas merupakan percakapan antar pedagang dan pembeli yang ada di ranah transaksi, pedagang melayani pembelinya menggunakan campur kode dan cenderung menggunakan bahasa Indonesia, percakapan ini terjadi di salah satu toko jualan elektronik, fenomena kebahasaan ini menjadi cukup berbeda dengan rekaman komunikasi yang lain yang mana pada beberepa deskripsi komunikasi di atas justru penutur bahasa Melayu cenderung bersikap positif terhadap bahasa Melayu namun pada kasus ini cenderung si pedagang lebih banyak mencampur kodekan kedalam bahasa Indonesia.

Meliat kondisi ini peneliti melakukan beberapa wawancara kepada pedagang untuk mengorek informasi, ternyata mobilitas pedagang ini sangat tinggi sehingga campur kode yang ia gunakan dalam berkomunikasi merupakan efek dari mobilitas yang telah ia lakukan selama ini.

Dari beberapa pemaparan diatas ternyata sikap bahasa masyarakat Melayu di Kabupaten Batu Bara masih dapat di katakna bersikap positif terhadap bahasa daerahnya, walaupun dibeberapa kondisi mereka kadang menggunakan alih kode atau campur kode, itu semuanya terjadi semata mata karena faktor batin yang mendorong untuk menghargai hadirnya orang ketiga dalam sebuah komunikasi.

Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Bahasa Masyarakat Melayu di Kabupaten Batu Bara

Dari hasil penelitian, ternyata faktor yang dapat mempengaruhi sikap bahasa masyarakat antara lain: Status sosial Ekonomi, Pendidikan, Pekerjaan, Mobilitas, Teknologi, Transmigrasi, dan Faktor Batin/ Emosidari beberapa fator ini sebenarnya masih ada

(9)

beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi sikap berbahasa masyarakat.

Faktor ekonomi dapat mempengaruhi sikap bahasa karena dengan berubahnya kondisi ekonomi seseorang secara otomatis akan merubah pola hidupnya pula, pola hidup atau kebiasaan ini yang nantinya akan merubah sebuah sikap bahasa, contohnya merasa gengsi menggunakan bahasa daerah karena dianggap kampungan dan kelas bawah.

Faktor Pendidikan adalah faktor yang paling menonjol sebab selama menjalani pendidikan pengaruh bahasa pengantar yang digunakan saat proses belajar mengajar adalah bahasa Indonesia kemudian pendalaman bahasa lain dalam beberapa mata pelajaran yang ada selama pendidikan seperti bahasa Inggris merupakan salasatu faktor yang mempengaruhi sikap bahasa.

Selain faktor pendidikan, faktor Pekerjaan dan tingkat kekayaan seseorang juga memiliki pengaruh sehingga dapat dimungkinkan mempengaruhi sikap bahasa masyarakat Batu Bara.

Faktor pekerjaan biasanya mempenga- ruhi sikap bahasa dikalangan masyarakat produktif atau masih memiliki pekerjaan, faktor pekerjaan memiliki variasi dalam mempengaruhi sikap bahasa tergantung pada tempat pekerjaan yang digeluti oleh pengguna tutur, jika dibandingkan sikap bahasa si penutur yang bekerja di pasar, disebuah perusahaan perbankan dan seorang yang pekerja di pemerintahan maka akan berbeda sikap bahasanya ini lah yang menunjukkan variasi sikap kebahasaan pada faktor pekerjaan.

Faktor mobilitas merupakan faktor yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan sikap bahasa masyarakat, ini terjadi karena kebiasaan yang sering dilakukan oleh orang yang memiliki mobilitas tinggi, semakin tinggi mobilitas seseorang maka semakin banyak pula orang - orang yang akan ia temui dan semakin tinggi pula campur kode bahkan alih kode yang ia lakukan sehingga menjadi biasaan yang dapat mempengaruhi sikap bahasa.

Faktor teknologi merupakan faktor yang banyak mempengaruhi anak muda dan remaja, teknologi mengantarkan masyarakat dalam sebuah kemajuan dan mempermudah masyarakat namun disadari atau tidak teknologi juga banyak mempengaruhi sikap bahasa baik dari media televisi, internet dan hand phone. Teknologi mendorong masyarakat mendapatkan informasi, istilah, dan peradapan kehidupan yang baru pada masyarakat sehingga hampir dipastikan memiliki pengaruh yang besar terhadap sikap bahasa masyarakat.

Faktor transmigrasi merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan gesekan- gesekan kebudayaan yang baru yang tumbuh di suatu tempat, gesekan budaya ini secara otomatis akan berimbas pada terjadinya interfrensi atau akulturasi kebudayan pada daerah tertentu sehingga terjadilah alih kode atau campur kode dalam berkomunikasi.

Faktor batin/ emosi merupakan faktor yang haya dapat di rasakan oleh pengguna tutur sebagai upaya rasa tenggang rasa terhadap lawan tutur, faktor batin ini sering terjadi ketika hadir orang ketiga diantara pengguna tutur saat melakukan komunikasi, faktor batin akan mempengaruhi dan mendorong pengguna tutur untuk melakukan campur kode atau alih kode untuk menghargai orang ketiga yang hadir saat komunikasi berlangsung.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini maka disimpulkan bahwa sikap bahasa masyarakat Melayu di Kabupaten Batu Bara pada ranah rumah dan transaksi, masih memiliki sikap positif terhadap bahasa Melayu, sikap bahasa tersebut tampak dari konsistensi pengguna tututur dalam menggunakan bahasa Melayu saat melakukan komunikasi.

Karsana (2009:78) mengungkapkan bahwa sikap positif terhadap bahasa dapat dilihat dari perilaku orang tersebut selalu menggunakan bahasanya dalam kegiatan sehari-hari, menguasai bahasanya, dan tidak terpengaruh dialek bahasa lain.

(10)

Namun sikap bahasa terkadang juga bisa berubah dikarenakan beberapa faktor yang mempengaruhinya.

Faktor yang mempengaruhi sikap bahasa masyarakat Melayu di Kabupaten Batu Bara antara lain yaitu: Sosial Ekonomi, pendidikan, mobilitas, pekerjaan, teknologi, imigrasi, dan Faktor batin/ emosi.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Edmud A. 1974. Languange Atitudes, Belief, Valeu: A Study Linguistic Cognitive Framework. A Desertation of Georgetown University.

Washington. D.C.

Arikunto, S. 2016. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Fishman, JA. 1992. The Sosiology of language.

Rowley Massachasetts: New Buy House Publisher.

Gerungan 1991. Psikologi Sosial. Bandung: PT.

ERESCO

Gusnawati, Firtawahyudi dan Makum. 2017.

Sikap Bahasa Dan Pola Pewarisan Keluarga Kawin Campur Kabupaten Maros: Pendekatan Sosiolinguistik, di akses di http://repository.unhas.ac.id/

handle/123456789/24859.

Karsana, Deni. 2009. Kesetiaan Berbahasa Etnik Sunda di Daerah Istimewa. Tesis, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Koentjaranigrat. 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kutubi.2010. Sikap Bahasa Penutur Jati Bahasa Lampung, Masyarakat Linguistik Indonesia. Tahun ke 28, no 1, Februari 2010, 41-45.

Moeliono, Anton M. 1985. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Ancangan Alternatif di dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Merti, Ni Made. 2010. Pemertahanan Bahasa Bali dalam Masyarakat Multi Kultural di

Kota Denpasar.Tesis. Denpasar:

Universitas Udayana.

Nawawi, H. Handari. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik.

Bandung. Angkasa.

Riyanti, Wahyu. 2017.Sikap Terhadap Bahasa Indonesia Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Tulang Bawang Udik Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun Pelajaran 2016/2017 dan Implikasinya Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Lampung. Fakultas Keguruan dan ilmu PendidikanUniversitas Lampung.

Rokhman, Fatur. 2003. Pemilihan Bahasa Pada Masyarakat Dwibahasa: Kajian Sosiolinguistik di Bayumas. Disertasi.

Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Sitinjak, Dedy Rahmad. 2016. Pemertahanan Bahasa Melayu di Kota Tanjungbalai.

Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sobara, Iwan. dan Ardiyani, Dewi Kartika.

2013.Sikap Bahasa Mahasiswa Laki – Laki Dan Perempuan Di Jurusan Sstra Jeeman Universitas Negeri Malang.

Jurnal Bahasa dan seniVol 41. No 1.

2013.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiono 2013. Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alpabeta.

Wardani, K. Devi Kalfika Anggria Wardani.

Gosong, M dan Artawan, G. 2013.Sikap Bahasa Siswa Terhadap Bahasa Indonesia: Studi Kasus di SMA Negeri 1 Singaraja, Jurnal Penelitian Pascasarjana UNDIKSHA. Vol 2 3013.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kondisi fisik rumah penduduk sekitar penderita malaria di desa Bagan dalam Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi pesta lemet bagi masyarakat Melayu di desa Kwala Sikasim, kecamatan Sei Balai, kabupaten Batu Bara memiliki nilai

Model ranah kategori formal Model ranah kategori tidak formal Jumlah penduduk pelbagai kaum di pekan Spaoh Jumlah penduduk Melayu di pekan Spaoh Jumlah populasi dan sampel kajian

kualitas pelayanan pada Rumah Sakit Umum Daerah Batu Bara semakin baik kedepannya dan masih perlu adanya pembangunan infrastruktur jalan yang memadai menuju RSUD Batu Bara..

Lubis, Joharis, 2012, Sejarah Melayu Batu Bara, Jakarta : Halaman

Fokus penelitian ini adalah di ranah mana saja bahasa Melayu bertahan, bagaimana kondisi pemertahanan bahasa Melayu, dan apa faktor penunjang dan penghambat

Fokus penelitian ini adalah di ranah mana saja bahasa Melayu bertahan, bagaimana kondisi pemertahanan bahasa Melayu, dan apa faktor penunjang dan penghambat

“Harapan Kita supaya perempuan dan laki-laki di Kabupaten Batu Bara memiliki hak yang sama. Karena dengan banyaknya faktor-faktor kesenjangan di Batu Bara ini tentu