BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konseptual
Pada Penelitian ini kerangka konseptual yang dikembangkan oleh peneliti
berdasarkan latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian dan landasan
teori dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini :
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
Dari kerangka konseptual diatas, peneliti ingin meneliti pengaruh waktu
penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah
terhadap penyerapan anggaran dengan perubahan anggaran sebagai variabel
moderating.
Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya (X2) Waktu Penetapan
Anggaran (X1)
Pendapatan Asli Daerah (X3)
Perubahan Anggaran (Z)
Dalam hubungan keagenan di pemerintahan antara eksekutif dan legislatif,
eksekutif adalah agen dan legislatif adalah prinsipal. Dalam konteks penyusunan
anggaran, eksekutif (agen) akan membuat usulan kebijakan anggaran dan
legislatif (prinsipal) memiliki kekuasaan untuk menerima atau menolak usulan
tersebut. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya muatan kepentingan dalam
anggaran tersebut. Usulan yang diajukan oleh eksekutif mengutamakan
kepentingan eksekutif untuk memperbesar agensinya, baik dari segi finansial
maupun nonfinansial, sementara legislatif juga mempergunakan anggaran untuk
memenuhi self interest-nya. Konflik kepentingan (conflicts of interest) yang
terjadi dalam proses penyusunan anggaran antara eksekutif dan legislatif akan
berdampak pada ketepatan waktu pengesahan anggaran yang pada akhirnya akan
mempengaruhi penyerapan anggaran pemerintah.
Disisi lain, salah satu dampak yang ditimbulkan dari penerapan teori
keagenan adalah prilaku oportunistik (opportunistic behaviour) yang terjadi
karena pihak agensi memiliki informasi yang lebih banyak daripada pihak
prinsipal (asimetri informasi). Eksekutif akan memiliki kecenderungan
mengusulkan anggaran belanja yang lebih besar dari yang aktual terjadi saat ini.
Sebaliknya, untuk anggaran pendapatan, eksekutif cenderung mengusulkan target
yang lebih rendah agar ketika realisasi dilaksanakan, target tersebut lebih mudah
dicapai. Usulan anggaran yang mengandung kesenjangan (slack) tersebut
merupakan gambaran adanya asimetri informasi antara eksekutif dan legislatif.
Kesenjangan anggaran (budget slack) tersebut terjadi karena eksekutif (agen)
menginginkan posisi relatif aman dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
anggaran pada akhir tahun anggaran, besarnya sisa anggaran tahun sebelumnya
akan menambah beban pemerintah tahun berjalan sehingga akan mempengaruhi
penyerapan anggaran pemerintah.
Sedangkan teori peacock & wiseman menyatakan bahwa pemerintah
senantiasa memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan memperbesar
penerimaan dari pajak. Pajak yang merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli
Daerah (PAD) diharapkan mampu memberi kontribusi dalam upaya pemerintah
membiayai daerahnya. Seiring dengan dilaksanakannya otonomi daerah, setiap
daerah diharapkan mampu menjadi lebih mandiri sehingga dapat melepaskan atau
mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat. Namun, jika besarnya
pengeluaran pemerintah daerah tidak diikuti dengan penerimaan daerah yang
memadai akan mengakibatkan tekanan fiskal bagi derah tersebut. Sedangkan
perubahan anggaran diharapkan mampu untuk menjembatani rencana keuangan
dengan perkembangan-perkembangan yang terkini.
Berdasarkan teori dan kerangka konsep diatas, maka dapat diduga bahwa:
waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahu sebelumnya dan pendapatan asli
daerah akan mempengaruhi penyerapan anggaran dan perubahan anggaran dapat
memoderasi hubungan antara waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun
sebelumnya dan pendapatan asli daerah dengan penyerapan anggaran.
3.1.1. Hubungan antara Waktu Penetapan Anggaran dengan Penyerapan Anggaran
Waktu penetapan anggaran yang diputuskan bersama oleh Dewan
pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah yaitu paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah
dapat dengan segera melakukan perencanaan teknis terhadap kegiatan yang akan
dilakukan pada tahun yang akan datang.
Fenomena yang terjadi adalah banyak pemerintah daerah yang belum
mampu memenuhi tenggat waktu sebagimana diatur dalam peraturan pemerintah
tersebut. Data dari Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian
Dalam Negeri mencatat bahwa pada tahun anggaran 2012, terdapat 234 kabupaten
dan kota yang mengalami keterlambatan dalam menetapkan APBD dan pada
tahun anggaran 2013 terdapat 185 kabupaten dan kota yang mengalami
keterlambatan.
Kenyataan akan pemerintah daerah yang terlambat menetapkan APBD ini
menunjukkan lemahnya kondisi pengelolaan keuangan daerah di Indonesia,
karena menurut kementerian dalam negeri, salah satu indikator utama untuk
mengukur kinerja pengelolaan keuangan daerah adalah ketepatan waktu dalam
penetapan APBD. Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Indonesia
Budgeting Center (IBC), salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya
penyerapan anggaran di daerah adalah dari segi regulasi yaitu lambatnya
penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Keterlambatan penetapan anggaran akan menyebabkan proses administrasi
untuk pelaksanaan kegiatan juga akan terlambat. Mekanisme pengadaan barang
penandatangan kontrak dengan suppliers dan pihak ketiga sebagai pelaksana
(kontraktor) juga terlambat, sementara di sisi lain, batas waktu penyelesaian
projects tidak dapat diundur. Pada akhirnya akan banyak kegiatan dan projects
tidak bisa dilaksanakan secara tuntas sampai akhir periode anggaran atau sebagian
harus dibatalkan karena tidak mungkin dapat diselesaikan dalam waktu yang
singkat. Dengan demikian, keterlambatan dalam penetapan anggaran akan
mempengaruhi serapan anggaran pada akhir tahun (Abdullah, et.al, 2015).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arif dan Halim
(2013) pada kabupaten/kota di Provinsi Riau yang menyatakan bahwa lambatnya
pengesahan APBD merupakan faktor yang paling mendominasi terjadinya
minimnya penyerapan APBD dan Penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2011)
yang menunjukan waktu penetapan APBD yang tidak sesuai dengan batas waktu
yang ditetapkan akan berimplikasi pada keterlambatan daya serapan anggaran
APBD.
3.1.2. Hubungan antara Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya dengan Penyerapan Anggaran
Pelampauan pendapatan ataupun penghematan belanja pada realisasi
APBD sebelumnya akan menghasilkan sisa dana. Sisa dana ini merupakan Sisa
Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) sebagai estimasi dari perhitungan APBD
sebelum tahun anggaran berakhir. Semakin besar SiLPA, menunjukan
kekurangcermatan penganggaran atau perencanaan yang kurang baik serta adanya
belanja menunjukan porsi belanja yang tertunda atau anggaran yang tidak
terserap.
Kenyataan yang terjadi saat ini, sisa anggaran setiap tahun ada dalam
laporan pemerintah. Meskipun mencerminkan ketidakakuratan dalam
penganggaran pemerintah daerah, keberadaan sisa anggaran tahun sebelumnya
penting untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan atas proyek yang tidak dapat
didanai dari pendapatan pemerintah daerah tahun berjalan. Disisi lain, sisa
anggaran akan menambah beban kerja pemerintah daerah karena berimplikasi
semakin banyak program dan kegiatan yang akan dilaksanakan selama tahun
anggaran berkenaan.
Menurut Abdullah (2013), besaran sisa anggaran tahun lalu yang menjadi
penerimaan pembayaran pada tahun berjalan akan menjadi beban pada tahun
anggaran berjalan khususnya untuk kegiatan (proyek) luncuran. Seharusnya
satuan kerja hanya melaksanakan kegiatan yang murni direncanakan untuk tahun
berjalan, namun karena ada kegiatan (proyek) yang belum selesai pada tahun lalu,
maka serapannya dilanjutkan pada tahun berjalan. Dengan demikian, sisa
anggaran tahun sebelumnya akan menambah beban tahun anggaran berjalan,
sehingga menyebabkan serapan anggaran menjadi menurun. Semakin besar beban
kerja yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah, maka kemungkinan
anggaran yang tersisa atau tidak terealisasi juga akan semakin besar.
Penelitian yang dilakukan oleh abdullah,et.al.(2015) menyatakan bahwa
secara parsial, sisa anggaran tahun sebelumnya berpengaruh (negatif) terhadap
3.1.3. Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dengan Penyerapan Anggaran
Pemerintah daerah diharapkan dapat menggali potensi yang ada di
daerahnya, sehingga pendapatan asli daerahnya dapat digunakan untuk membiayai
belanja daerah, khususnya yang berkaitan langsung dengan belanja publik ataupun
peningkatan prasarana yang mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi
daerah. Pada gilirannya harapan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dapat
terpenuhi (Muda, 2012).
Semakin besar sumber pendapatan yang berasal dari potensi daerah (bukan
sumber pendapatan dari bantuan) maka daerah akan semakin leluasa untuk
mengakomodasikan kepentingan masyarakatnya tanpa muatan kepentingan
pemerintah pusat yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah.
Pemerintah daerah yang memiliki pendapatan asli daerah yang tinggi maka
pengeluaran untuk alokasi belanja daerahnya juga semakin tinggi, semakin besar
dana yang diterima melalui pendapatan asli daerah maka semakin besar pula dana
yang harus di alokasikan dalam belanja daerah.
Penyusunan anggaran belanja pemerintah daerah tidak terlepas dari target
pendapatan asli daerah yang akan dicapai oleh pemerintah daerah. Dalam
penyusunan anggaran belanja, pemerintah daerah selalu memperhitungkan
pendapatan asli daerah yang akan diperoleh untuk memenuhi kebutuhan
belanjanya. Oleh karena itu, jika target yang telah ditetapkan pada awal tahun
anggaran tidak tercapai maka hal tersebut akan mempengaruhi realisasi belanja
kegiatan/proyek tidak tersedia atau tidak mencukupi dan pada akhirnya hal ini
akan menyebabkan turunnya penyerapan anggaran.
Penelitian yang dilakukan oleh Abdullah dan Halim (2003) menyatakan
bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh terhadap belanja daerah, dimana
belanja daerah merupakan semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun
berjalan atau disebut juga penyerapan anggaran. Hasil yang sama juga diperoleh
dari penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2010) yang menyatakan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
belanja daerah. Hal ini sesuai dengan teori yang telah dikemukakan diatas.
3.1.4. Hubungan antara Perubahan Anggaran dengan Penyerapan Anggaran
Keterlambatan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) akan mengakibatkan berkurangnya waktu bagi eksekutif untuk
merealisasikan program kegiatan dan pembangunan yang telah direncanakan.
Selain itu, keterlambatan dalam menetapkan APBD juga dapat menimbulkan
kerugian bagi pemerintah daerah yaitu berupa sanksi penundaan dana
perimbangan dari pemerintah pusat. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap
penyerapan anggaran pemerintah daerah. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian
anggaran sebelum berakhirnya periode tahun anggaran melalui Perubahan
memperbaiki dan merealisasikan program kegiatan dan pembangunan yang belum
tercapai, terutama yang berhubungan dengan pelayanan publik.
Di sisi lain, perubahan dalam pembiayaan terjadi ketika asumsi yang
ditetapkan pada saat penyusunan APBD harus direvisi. Ketika besaran realisasi
surplus/defisit dalam APBD berjalan berbeda dengan anggaran yang ditetapkan
sejak awal tahun anggaran, maka diperlukan penyesuaian dalam anggaran
penerimaan pembiayaan, setidaknya untuk mengkoreksi penerimaan yang
bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya
(Abdullah,2013).
Sedangkan tuntutan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi tekanan fiskal yang salah satunya
dilakukan dengan cara menggali potensi penerimaan pajak. Target penerimaan
yang telah ditetapkan pada awal tahun anggaran bisa berubah karena beberapa
sebab, diantaranya karena prediksi penerimaan yang kurang tepat, perubahan
kebijakan tentang pajak dan retribusi daerah dan penyesuaian target berdasarkan
perkembangan terkini, untuk menyelaraskan hal tersebut maka perlu dilakukan
perubahan anggaran agar pada akhir tahun target tersebut dapat tercapai.
Dari uraian diatas, maka perubahan anggaran dipilih sebagai pemoderasi
hubungan waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan
pendapatan asli daerah dengan penyerapan anggaran. Dengan kata lain, perubahan
anggaran memiliki hubungan dengan penyerapan anggaran. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Viona (2015), menyatakan bahwa perubahan
3.2. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang
akan diuji kebenarannya melalui analisis data yang relevan. Berdasarkan rumusan
masalah, landasan teori, hasil penelitian terdahulu, dan kerangka konsep, maka
peneliti merumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:
1. Waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan
asli daerah berpengaruh terhadap penyerapan anggaran baik secara simultan
maupun parsial pada pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara.
2. perubahan anggaran dapat memoderasi hubungan antara waktu penetapan
anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah dengan
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Berdasarkan tingkat ekplanasinya, yang bertujuan menjelaskan kedudukan
variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel
yang lain (Sugiyono, 2005), Maka jenis penelitian ini adalah penelitian asosiatif/
hubungan. Pada penelitian ini bentuk hubungan yang digunakan adalah hubungan
kausal atau hubungan sebab akibat.
4.2. Lokasi Penelitian dan Jadwal Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Provinsi Sumatera Utara yang dimulai dari
bulan Februari 2016 sampai dengan Agustus 2016. Rincian jadwal penelitian
dapat dilihat pada lampiran 1.
4.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemerintah kabupaten/kota di
Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari 25 kabupaten dan 8 kota dengan periode
amatan tahun 2011-2014. Seluruh populasi dijadikan sampel penelitian atau
dengan kata lain penelitian sensus.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk melakukan
sekunder, yaitu data yang dikumpulkan secara rutin oleh instansi tertentu yang
kemudian digunakan oleh peneliti (Lubis, 2012). Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kombinasi antara data time series dan data cross section atau
disebut juga dengan pooled data. Data time series adalah data yang secara
kronologis disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu dan data cross
section adalah data yang dikumpulkan pada suatu titik waktu. Pada penelitian ini
peneliti menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Biro Keuangan
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
4.5. Defenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
Defenisi operasional merumuskan secara ringkas dan jelas tentang definisi
variabel dan indikatornya bila ada sehingga mudah untuk dipahami (secara
kualitatif) dan mudah untuk diukur (secara kuantitatif) (Lubis, 2012).
Variabel operasional yang akan dijelaskan dalam penelitian ini terdiri dari
variabel dependen, variabel independen dan variabel moderating. Variabel
dependennya adalah penyerapan anggaran, variabel independen adalah waktu
penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah
sedangkan variabel moderatingnya adalah perubahan anggaran.
Penyerapan anggaran adalah seluruh pengeluaran belanja pemerintah
daerah yang dapat direalisasikan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam
APBD. Parameter yang digunakan untuk variabel ini adalah realisasi belanja
sampai dengan akhir tahun anggaran dan diukur dengan skala rasio.
Waktu penetapan anggaran adalah tanggal dimana Anggaran Pendapatan
variabel ini adalah terlambat bila melewati tanggal 31 desember tahun berjalan
dan tidak terlambat bila tidak melewati tanggal 31 desember tahun berjalan, dan
diukur dengan skala rasio.
Sisa anggaran tahun sebelumnya adalah besaran sisa anggaran tahun lalu
yang terdapat dalam APBD tahun berjalan. Parameter yang digunakan untuk
variabel ini adalah besaran SiLPA dalam APBD murni yang diukur dengan skala
rasio.
Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Parameter yang digunakan untuk variabel ini adalah realisasi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sampai dengan akhir tahun anggaran dan diukur
dengan skala rasio.
Perubahan anggaran adalah perubahan yang dilakukan terhadap APBD
yang bertujuan untuk menyesuaikan anggaran terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi setelah tanggal penetapan APBD murni. Parameter yang digunakan
untuk variabel ini adalah selisish antara anggaran belanja setelah perubahan
dengan anggaran belanja dalam APBD murni yang diukur dengan skala rasio.
Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Operasional Parameter Skala
Penyerapan Anggaran (Y)
Seluruh pengeluaran belanja pemerintah daerah yang dapat direalisasikan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam APBD Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di tetapkan
Terlambat bila melewati tanggal 31 desember tahun berjalan dan sebaliknya.
Rasio
Sisa Anggaran Tahun
Sebelumnya (X2)
Besaran sisa anggaran tahun lalu yang terdapat dalam APBD tahun berjalan
Besaran SiLPA dalam APBD murni
Pendapatan Asli Daerah (X3)
pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
Perubahan terhadap APBD yang bertujuan untuk menyesuaikan
4.6. Model dan Teknik Analisis Data 4.6.1. Model Analisi Data
Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini analisis regresi
linier berganda dengan tujuan untuk melihat secara langsung pengaruh variabel
independen (waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan
pendapatan asli daerah) terhadap variabel dependen (penyerapan anggaran).
Penelitian ini melakukan pengolahan data dengan menggunakan program SPSS
(Statistical Package for Social Science). Tingkat signifikansi yang digunakan
dalam penelitian ini sebesar 5% atau α = 0,05 dengan pengujian hipotesis
menggunakan estimasi Ordinary Least Squares (OLS).
4.6.2. Teknis Analisis Data
Gambaran umum tentang karakteristik data dapat kita lihat dengan
menggunakan statistik deskriptif. Selain itu, untuk dapat melakukan analisis
regresi berganda dengan menggunakan SPSS, terlebih dahulu perlu dilakukan uji
asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi uji normalitas, uji multikolonieritas, uji autokorelasi dan uji
4.6.2.1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah penerapan metode statistik untuk
mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan menganalisis data kuantitatif secara
deskriptif. Hasil dari statistik deskriptif akan menunjukan gambaran umum dan
karakteristik data yang diolah seperti nilai minimum, maximum, mean, standar
deviasi dan lain-lain.
4.6.2.2. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui
bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk
jumlah sampel kecil (Ghozali, 2013). Pengujian normalitas yang dapat digunakan
adalah uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).
Kriteria pengambilan keputusan dari uji Kolmogorov-Smirnov (K-S)
adalah sebagai berikut:
- Jika signifikansi < 0,05 maka distribusi data tidak normal, sebaliknya
- Jika signifikansi ≥ 0,05 maka distribusi data normal.
4.6.2.3. Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel independen (Ghozali, 2013).
Factor (VIF) dan tolerance. Nilai yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya
multikoleniaritas adalah nilai tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10.
4.6.2.4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi muncul
karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya
(Ghozali, 2013). Pengujian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji
Durbin Watson (Durbin-Watson Test).
4.6.2.5. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain (Ghozali, 2013). Jika varians dari residual satu pengamatan
ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda
disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi
heteroskedastisitas. Cara untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada suatu
model dapat dilihat dari pola gambar scatter plot.
4.6.3. Pengujian Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen. Penelitian ini melakukan
berganda. Persamaan model regresi linier berganda yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1. Hipotesis pertama :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3+ Ɛ
Y = Penyerapan Anggaran
X1 = Waktu Penetapan Anggaran
X2 = Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya
X3 = Pendapatan Asli Daerah Ɛ = Nilai residual
a = Konstanta
b = Koefisien Regresi
2. Hipotesis kedua :
Pengujian variabel moderating menggunakan uji residual untuk menghindari
terjadinya multikolonieritas yang tinggi antar variabel independen (Ghozali,
2013).
Persamaan regresinya sebagai berikut:
Z = a + b1X1 + b2X2 + b3X3+ Ɛ
|ε| = a + b4 Y
Dimana:
Y = Penyerapan Anggaran
Z = Perubahan Anggaran
X1 = Waktu Penetapan Anggaran
X2 = Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya
Ɛ = Nilai Residual
a = Konstanta
b = Koefisien Regresi
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan koefisien
determinasi (R2), uji F, uji t dan uji residual.
4.6.3.1. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien
determinasi bernilai antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi
variabel dependen (Ghozali, 2013).
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias
terhadap jumlah variabel independen yang dimasukan kedalam model. Oleh
karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai adjusted R2 pada saat mengevaluasi mana model regresi terbaik.
4.6.3.2. Uji Statistik F
Uji Statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terdahap variabel dependen/terikat (Ghozali, 2013). Kriteria pengujian yang
1. Ho diterima dan Ha ditolak bila nilai sig > α (0,05) artinya secara simultan
semua variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen.
2. Ho ditolak dan Ha diterima bila nilai sig < α (0,05) artinya secara simultan
semua variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
4.6.3.3. Uji Statistik t
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu
variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi
variabel terikat/dependen (Ghozali, 2013). Kriteria pengujian yang digunakan
adalah sebagai berikut :
1. Ho diterima dan Ha ditolak bila nilai sig > α (0,05) artinya secara parsial suatu
variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
2. Ho ditolak dan Ha diterima bila nilai sig < α (0,05) artinya secara parsial suatu
variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
4.6.3.4. Uji Residual
Analisis residual menguji pengaruh deviasi (penyimpangan) dari suatu
model, yang fokusnya adalah ketidakcocokkan (lack of fit) yang dihasilkan dari
deviasi hubungan linier antar variabel independen (Ghozali, 2013). Pengujian
variabel moderating di dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan metode
uji residual untuk menghindari terjadinya multikolonieritas yang tinggi antar
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Statistik Deskriptif
Sampel penelitian terdiri dari 33 (tiga puluh tiga) kabupaten/kota sebagai
cross section dan tahun amatan penelitian selama 4 (empat) tahun sebagai data
time series sehingga diperoleh 132 (seratus tiga puluh dua) data observasi dengan
statistik deskriptif sebagai berikut:
Tabel 5.1 Statistik Deskriptif Data Penelitian
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Penyerapan
Anggaran 132 257.20 3723.64 780.1762 564.36646
Waktu Penetapan
Sumber: Hasil penelitian, 2016
Berdasarkan output statistik deskriptif data penelitian pada tabel 5.1, maka
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penyerapan Anggaran (Y)
Penyerapan anggaran yang terendah selama tahun 2011-2014 adalah sebesar
Rp.257,2 milyar di Nias Barat pada tahun 2011 dan yang tertinggi sebesar
selama tahun 2011-2014 adalah sebesar Rp.780,17 milyar dengan tingkat
penyimpangan standar sebesar Rp.564,36 milyar. Adanya kesenjangan ini
disebabkan oleh perbedaan jumlah APBD di setiap daerah.
2. Waktu Penetapan Anggaran (X1)
Variabel waktu penetapan anggaran merupakan variabel Dummy, sehingga
memiliki nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 1 dengan nilai rata-rata sebesar
0,29 dan tingkat penyimpangan standar sebesar 0,45 yang berarti bahwa lebih
banyak daerah yang terlambat dalam menetapkan APBD daripada daerah yang
tepat waktu dalam menetapkan APBD.
3. Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya(X2)
Sisa anggaran tahun sebelumnya yang terendah selama tahun 2011-2014
adalah sebesar Rp.0,27 milyar di Mandailing Natal pada tahun 2011 dan yang
tertinggi sebesar Rp.406,21 milyar di Serdang Bedagai pada tahun 2012.
Rata-rata sisa anggaran tahun sebelumnya selama tahun 2011-2014 adalah sebesar
Rp.39,74 milyar dengan tingkat penyimpangan standar sebesar Rp.52,20
milyar. Adanya kesenjangan ini disebabkan oleh perbedaan jumlah APBD di
setiap daerah dan kemampuan daerah dalam mengatur keuangannya.
4. Pendapatan Asli Daerah (X3)
Pendapatan asli daerah yang terendah selama tahun 2011-2014 adalah sebesar
Rp.2,76 milyar di Nias Barat pada tahun 2011 dan yang tertinggi sebesar
Rp.1.384,25 milyar di Medan pada tahun 2014. Rata-rata pendapatan asli
daerah selama tahun 2011-2014 adalah sebesar Rp.79,27 milyar dengan tingkat
disebabkan oleh perbedaan sumber saya setiap daerah dan kemampuan daerah
dalam menggali potensi PAD yang ada.
5. Perubahan Anggaran (Z)
Perubahan anggaran yang terendah selama tahun 2011-2014 adalah sebesar
Rp.0 di Karo pada tahun 2011, 2012 dan 2014, Labuhan Batu pada tahun 2013,
Medan pada tahun 2014 dan yang tertinggi sebesar Rp.622,04 milyar di
Asahan pada tahun 2013. Rata-rata perubahan anggaran selama tahun
2011-2014 adalah sebesar Rp.76,47 milyar dengan tingkat penyimpangan standar
sebesar Rp.88,91 milyar. Adanya kesenjangan ini disebabkan oleh perubahan
kebijakan daerah untuk menyesuaikan rencana keuangannya dengan
perkembangan yang terjadi.
5.1.2. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Untuk pengujian
normalitas data, digunakan pendekatan analisis statistik dengan menggunakan
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test.
Tabel 5.2 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 132
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 254.33029195
Most Extreme Differences
Absolute .131
Positive .131
Negative -.094
Test Statistic .131
Asymp. Sig. (2-tailed) .000c
Hasil uji normalitas dengan menggunakan One-Sample
Kolmogorov-Smirnov Test pada tabel 5.2 menunjukan bahwa nilai signifikansi pada Asymp.
Sig.(2-tailed) sebesar 0,000. Oleh karena nilai Asymp. Sig. (2-tailed) <0,05, maka
dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi tidak normal.
5.1.3. Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Untuk pengujian
multikolonieritas, digunakan pendekatan analisis statistik dengan menggunakan
nilai Variance Inflation Factor (VIF).
Tabel 5.3 Hasil Uji Multikolinieritas
Model
Sumber: Hasil penelitian, 2016.
Hasil uji multikolonieritas pada tabel 5.3 menunjukan bahwa nilai
Variance Inflation Factor (VIF) dari masing-masing variabel independen dibawah
angka 10 (VIF <10). Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa pada model tidak
terjadi masalah multikolonieritas.
5.1.4. Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
Tabel 5.4 Hasil Uji Autokorelasi dengan Durbin-Watson Test
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .893a .797 .792 257.29346 2.070
a. Predictors: (Constant),PAD, WPA, SATS b. Dependent Variable: SA
Sumber: Hasil penelitian, 2016.
Pada tabel 5.4 dapat dilihat bahwa nilai Durbin-Watson 2,070 lebih besar
dari batas atas (du) 1,760dan kurang dari 4-1,760 (4-du), maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada autokorelasi positif atau negatif atau dapat disimpulkan tidak
terdapat autokorelasi.
5.1.5. Uji Heteroskedastisitas
Dari grafik plot pada gambar 5.1 terlihat bahwa titik-titik tidak menyebar
secara acak dan membentuk suatu pola tertentu, maka dapat disimpulkan bahwa
terjadi heterokedastisitas dalam model regresi.
5.1.6. Uji Normalitas Setelah Transformasi
Uji normalitas setelah dilakukan transformasi data ke dalam bentuk Ln
dapat dilihat dari hasil analisis statistik berikut ini.
Tabel 5.5 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Setelah Transformasi
Unstandardized Residual
N 132
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation .23389090
Most Extreme Differences
Absolute .050
Positive .047
Negative -.050
Test Statistic .050
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
Sumber: Hasil penelitian, 2016.
Hasil uji normalitas dengan menggunakan One-Sample
Kolmogorov-Smirnov Test pada tabel 5.5 menunjukan bahwa nilai signifikansi pada Asymp.
Sig.(2-tailed) sebesar 0,200. Oleh karena nilai Asymp. Sig. (2-tailed) >0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal.
5.1.7. Uji Multikolonieritas Setelah Transformasi
Uji multikolonieritas setelah dilakukan transformasi data ke dalam bentuk
Ln dapat dilihat dari hasil analisis statistik berikut ini.
Tabel 5.6 Hasil Uji Multikolinieritas Setelah Transformasi
Model
Hasil uji multikolonieritas pada tabel 5.6 menunjukan bahwa nilai
Variance Inflation Factor (VIF) dari masing-masing variabel independen dibawah
angka 10 (VIF <10). Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa pada model tidak
terjadi masalah multikolonieritas.
5.1.8. Uji Autokorelasi Setelah Transformasi
Uji autokorelasi setelah dilakukan transformasi data ke dalam bentuk Ln
dapat dilihat pada tabel 5.7 yang menunjukan nilai Durbin-Watson 2,105 yaitu
lebih besar dari batas atas (du) 1,760 dan kurang dari 4-1,760 (4-du), maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi positif atau negatif atau dapat
disimpulkan tidak terdapat autokorelasi.
Tabel 5.7 Hasil Uji Autokorelasi dengan Durbin-Watson Test Setelah Transformasi
a. Predictors: (Constant), LnPAD, LnSATS, WPA b. Dependent Variable: LnSA
Sumber: Hasil penelitian, 2016.
5.1.9. Uji Heteroskedastisitas Setelah Transformasi
Uji Heteroskedastisitas setelah dilakukan transformasi data ke dalam
bentuk Ln dapat dilihat pada Gambar 5.2 Grafik plot menunjukan bahwa titik-titik
menyebar secara acak, tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas, serta
tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat
Gambar 5.2 Scatterplot Setelah Transformasi
5.2. Pengujian Hipotesis Pertama
Setelah diketahui bahwa tidak ada uji asumsi klasik yang dilanggar, maka
pengujian hipotesis dengan analisis linier berganda sudah dapat dilakukan. Uji
statistik F digunakan untuk melihat pengaruh seluruh variabel independen secara
simultan dan uji statistik t digunakan untuk melihat pengaruh masing-masing
variabel independen secara parsial.
5.2.1. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai yang
mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen
Tabel 5.8 Koefisien Determinasi
a. Predictors: (Constant), LnPAD, LnSATS, WPA b. Dependent Variable: LnSA
Sumber: Hasil penelitian, 2016.
Dari tabel 5.8 diketahui bahwa nilai R2 sebesar 0,784 atau 78,4%. Namun kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap
jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model sehingga banyak
peneliti yang menganjurkan untuk menggunakan nilai adjusted R2 untuk mengevaluasi model regresi terbaik. Nilai Adjusted R2 pada penelitian ini sebesar
0,779 atau 77,9% yang berarti bahwa variasi variabel dependen dapat dijelaskan
oleh variasi dari ketiga variabel independen. Sedangkan sisanya sebesar 22,1%
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.
5.2.2. Uji Statistik F
Uji statistik F dimaksudkan untuk menjelaskan pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen secara simultan. Pada penelitian ini, uji
statistik F bertujuan untuk melihat pengaruh waktu penetapan anggaran, sisa
anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah terhadap penyerapan
anggaran secara simultan.
Dari hasil uji statistik F pada Tabel 5.9 diketahui bahwa nilai signifikansi
Sig = 0,000 < α = 0,05 yang berarti Ho ditolak atau hipotesis yang diajukan
diterima. Hal ini berarti variabel independen secara simultan berpengaruh
Tabel 5.9 Uji Statistik F
a. Dependent Variable: LnSA
b. Predictors: (Constant), LnPAD, LnSATS, WPA
Sumber: Hasil penelitian, 2016.
5.2.3. Uji Statistik t
uji statistik t digunakan untuk melihat bagaimana pengaruh waktu
penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah
terhadap penyerapan anggaran secara parsial yang dapat dilihat pada tabel 5.10.
Tabel 5.10 Uji Statistik t
Model
a. Dependent Variable: LnSA Sumber: Hasil penelitian, 2016.
Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 5.10 dapat diuraikan pengaruh
masing-masing variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen
sebagai berikut:
a. Variabel waktu penetapan anggaran (WPA) memiliki nilai sig = 0,839 > 0,05
maka dapat dinyatakan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak, yang berarti bahwa
secara parsial, waktu penetapan anggaran tidak berpengaruh terhadap
b. Variabel sisa anggaran tahun sebelumnya (LnSATS) memiliki nilai
sig=0,028<0,05 maka dapat dinyatakan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima,
yang berarti bahwa secara parsial, sisa anggaran tahun sebelumnya
berpengaruh terhadap penyerapan anggaran pada tingkat signifikansi α = 0,05.
c. Variabel pendapatan asli daerah (LnPAD) memiliki nilai sig=0,000 < 0,05
maka dapat dinyatakan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa
secara parsial, pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap penyerapan
anggaran pada tingkat signifikansi α = 0,05.
Penguijan hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis regresi linier
berganda yang dilakukan setelah memenuhi uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik
telah dipenuhi setelah data ditransformasikan kedalam bentuk Logaritma Natural
(Ln). Berdasarkan data pada tabel 5.10 dapat diformulasikan persamaan regresi
linier berganda antara variabel independen terhadap variabel dependen sebagai
berikut:
LnSA = 5,127 + 0,010 WPA - 0,039 LnSATS + 0,426 LnPAD Keterangan:
SA = Penyerapan Anggaran
WPA = Waktu Penetapan Anggaran
SATS = Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya
PAD = Pendapatan Asli Daerah
Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa koefisien dari variabel
independen waktu penetapan anggaran bernilai positif tetapi nilai signifikansinya
tidak signifikan yang berarti tidak berpengaruh terhadap penyerapan anggaran.
yang berarti hubungan antara sisa anggaran tahun sebelumnya terhadap
penyerapan anggaran adalah berbanding terbalik, sehingga jika semakin besar sisa
anggaran tahun sebelumnya maka penyerapan anggaran akan semakin rendah.
Sedangkan koefisien variabel pendapatan asli daerah bernilai positif dan
signifikan yang berarti bahwa hubungan antara pendapatan asli daerah terhadap
penyerapan anggaran berbanding lurus, sehingga jika pendapatan asli daerah
suatu daerah meningkat maka penyerapan anggaran juga akan meningkat.
5.3. Pengujian Hipotesis Kedua
Sebelum melakukan uji residual, maka terlebih dahulu harus melakukan
uji variabel moderating dengan meregresikan semua variabel independen terhadap
variabel moderating.
Tabel 5.11 Uji Statistik t Variabel Moderating
Model
a. Dependent Variable: LnPA Sumber: Hasil penelitian, 2016.
Berdasarkan data pada tabel 5.11 dapat diformulasikan persamaan regresi
linier berganda sebagai berikut:
LnPA = 2,973 + 0,183 WPA - 0,133 LnSATS + 0,347 LnPAD Keterangan:
PA = Perubahan Anggaran
SATS = Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya
PAD = Pendapatan Asli Daerah
5.3.1. Uji Residual
Untuk menentukan variabel perubahan anggaran sebagai variabel
pemoderasi hubungan antara variabel penyerapan anggaran dengan variabel waktu
penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah,
maka perlu dilakukan uji residual.
Tabel 5.12 Uji Residual Model
a. Dependent Variable: AbsRes Sumber: Hasil penelitian, 2016.
Berdasarkan data pada tabel 5.12 dapat diformulasikan persamaan sebagai
berikut:
|ε| = 0,321 + 0,079 LnSA Keterangan:
|ε| = Absolut residual (AbsRes)
SA = Penyerapan anggaran
Pada tabel 5.12 diketahui bahwa nilai signifikansi sig=0,584 > 0,05 dan
nilai koefisien parameternya positif. Maka dapat disimpulkan bahwa perubahan
anggaran bukan variabel pemoderasi hubungan antara waktu penetapan anggaran,
sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah dengan penyerapan
5.4. Pembahasan
Dari hasil pengujian hiptesis dapat disimpulkan bahwa secara simultan
waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli
daerah berpengaruh terhadap penyerapan anggaran. Secara parsial waktu
penetapan anggaran tidak berpengaruh terhadap penyerapan anggaran sedangkan
sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap
penyerapan anggaran.
5.4.1. Pengaruh waktu penetapan anggaran terhadap penyerapan anggaran Hasil uji statistik t atas pengaruh variabel waktu penetapan anggaran
terhadap penyerapan anggaran menunjukan bahwa waktu penetapan anggaran
tidak berpengaruh terhadap penyerapan anggaran. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh oleh Abdullah,et.al.(2015), yang melakukan penelitian pada
pemerintah daerah kabupaten/kota di Aceh yang menyatakan bahwa waktu
penetapan anggaran tidak berpengaruh terhadap serapan anggaran. Namun, hal ini
bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arif dan Halim (2013) pada
kabupaten/kota di Provinsi Riau yang menyatakan bahwa lambatnya pengesahan
APBD merupakan faktor yang paling mendominasi terjadinya minimnya
penyerapan APBD dan Penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2011) yang
menunjukan waktu penetapan APBD yang tidak sesuai dengan batas waktu yang
ditetapkan akan berimplikasi pada keterlambatan daya serapan anggaran APBD.
Secara teoritis keterlambatan penetapan anggaran akan menyebabkan
proses administrasi untuk pelaksanaan kegiatan juga akan terlambat. Mekanisme
sehingga penandatanganan kontrak dengan suppliers dan pihak ketiga sebagai
pelaksana (kontraktor) juga terlambat, sementara di sisi lain, batas waktu
penyelesaian projects tidak dapat diundur. Pada akhirnya akan banyak kegiatan
dan projects tidak bisa dilaksanakan secara tuntas sampai akhir periode anggaran
atau sebagian harus dibatalkan karena tidak mungkin dapat diselesaikan dalam
waktu yang singkat. Dengan demikian, keterlambatan dalam penetapan anggaran
akan mempengaruhi serapan anggaran pada akhir tahun (Abdullah,et.al, 2015).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Biro Keuangan Provinsi Sumatera
Utara, keterlambatan waktu penetapan anggaran yang dialami oleh kabupaten/kota
di Provinsi Sumatera Utara tidak sampai berbulan-bulan tetapi masih dalam
hitungan hari sehingga kemungkinan tidak sampai mengganggu jadwal
pelaksanakan kegiatan dan projects yang telah ditetapkan sebelumnya. selain itu,
pada awal tahun anggaran pemerintah daerah juga lebih cenderung masih belum
terlalu banyak melaksanakan kegiatan dan projects.
5.4.2. Pengaruh sisa anggaran tahun sebelumnya terhadap penyerapan anggaran
Hasil uji statistik t atas pengaruh variabel sisa anggaran tahun sebelumnya
terhadap penyerapan anggaran menunjukan bahwa sisa anggaran tahun
sebelumnya berpengaruh terhadap penyerapan anggaran yang dapat dilihat dengan
nilai sig < α maka dapat dinyatakan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, yang
berarti bahwa secara parsial, sisa anggaran tahun sebelumnya berpengaruh
terhadap penyerapan anggaran. Nilai koefisien sisa anggaran tahun sebelumnya
sebelumnya maka akan semakin menurunkan penyerapan anggaran pemerintah
daerah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Abdullah,et.al.(2015) yang menyatakan bahwa secara parsial, sisa anggaran tahun
sebelumnya berpengaruh (negatif) terhadap serapan anggaran. Menurut Abdullah
(2013), besaran sisa angaran tahun lalu yang menjadi penerimaan pembayaran
pada tahun berjalan akan menjadi beban pada tahun anggaran berjalan khususnya
untuk kegiatan (proyek) luncuran. Seharusnya satuan kerja hanya melaksanakan
kegiatan yang murni direncanakan untuk tahun berjalan, namun karena ada
kegiatan (proyek) yang belum selesai pada tahun lalu, maka serapannya
dilanjutkan pada tahun berjalan. Dengan demikian, sisa anggaran tahun
sebelumnya akan menambah beban tahun anggaran berjalan, sehingga
menyebabkan serapan anggaran menjadi menurun. Semakin besar beban kerja
yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah, maka kemungkinan anggaran
yang tersisa atau tidak terealisasi juga akan semakin besar.
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa besaran sisa anggaran tahun
sebelumnya memiliki dampak negatif terhadap serapan anggaran pada pemerintah
daerah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara pada tahun berikutnya. Oleh
karena itu, kajian tentang komponen-komponen sisa anggaran tahun sebelumnya
dan kaitannya dengan kapasitas SKPD dalam melaksanakan kegiatan harus dibuat
dengan baik pada saat penyusunan anggaran, sehingga bisa mengurangi risiko
5.4.3. Pengaruh pendapatan asli daerah terhadap penyerapan anggaran Hasil uji statistik t atas pengaruh variabel pendaptan asli daerah terhadap
penyerapan anggaran menunjukan bahwa pendaptan asli daerah berpengaruh
terhadap penyerapan anggaran. Nilai koefisien pendaptan asli daerah bertanda
positif yang berarti bahwa semakin besar pendaptan asli daerah akan semakin
meningkatkan penyerapan anggaran pemerintah daerah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Abdullah dan Halim (2003) yang menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah,
berpengaruh terhadap belanja daerah, dimana belanja daerah merupakan semua
pengeluaran kas daerah dalam periode tahun berjalan atau disebut juga
penyerapan anggaran. Sejalan dengan penelitian tersebut, penelitian yang
dilakukan oleh Kurniawati (2010), menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah
(PAD) berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah. Hal ini
mengindikasikan bahwa capaian target realisasi pendapatan asli daerah memiliki
dampak positif terhadap serapan anggaran karena penerimaan pendapatan asli
daerah digunakan sebagai salah satu sumber pembiayaan daerah untuk
mendukung penyediaan prasarana dan sarana daerah yang akan berdampak
terhadap kesejahteraan masyarakat dan diindikasikan dengan pertumbuhan
ekonomi yang meningkat.
Peningkatan ekonomi masyarakat mempengaruhi pendapatan asli daerah
diantaranya peningkatan penerimaan pajak dan retribusi daerah dari usaha
yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan penyediaan
sarana dan prasarana publik yang berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat
dan seterusnya hingga dapat meningkatan pendapatan asli daerah kembali.
Dengan pendapatan asli daerah yang besar maka belanja pemerintah dapat
dibiayai sendiri melalui pendapatan asli daerah tanpa harus menunggu bantuan
pemerintah pusat, sehingga proses percepatan pembangunan, penyediaan fasilitas
pelayanan publik dapat terlaksana dengan cepat. Peningkatan kualitas layanan
publik akan mampu meningkatkan kontribusi publik terhadap pembangunan
melalui peningkatan pendapatan asli daerah (Mardiasmo, 2002).
5.4.4. Peranan perubahan anggaran dalam memoderasi hubungan antara waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah dengan penyerapan anggaran.
Hasil uji residual pada penelitian ini menunjukan bahwa koefisien
parameter bernilai positif dan tidak signifikan, artinya perubahan anggaran bukan
merupakan pemoderasi hubungan antara waktu penetapan anggaran, sisa anggaran
tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah dengan penyerapan anggaran.
Ada beberapa alasan mengapa perubahan anggaran perlu dilakukan,
diantaranya (1) keterlambatan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) akan mengakibatkan berkurangnya waktu bagi eksekutif untuk
merealisasikan program kegiatan dan pembangunan yang telah direncanakan, (2)
besaran realisasi surplus/defisit dalam APBD berjalan berbeda dengan anggaran
yang ditetapkan sejak awal tahun anggaran, (3) target penerimaan yang telah
yang kurang tepat, perubahan kebijakan tentang pajak dan retribusi daerah dan
penyesuaian target berdasarkan perkembangan terkini.
Ketiga masalah diatas jika dibiarkan akan mengganggu kinerja pemerintah
sampai akhir tahun anggaran. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan ataupun
penyesuaian dengan cara perubahan anggaran. Namun, jika waktu penetapan
perubahan anggaran sudah mendekati akhir tahun anggaran maka waktu yang
tersedia untuk melaksanakan kegiatan dari hasil perubahan anggaran tersebut juga
sangat terbatas sehingga pada akhirnya akan banyak juga kegiatan dan projects
tidak bisa dilaksanakan secara tuntas sampai akhir periode anggaran atau sebagian
harus dibatalkan karena tidak mungkin dapat diselesaikan dalam waktu yang
singkat. Hal inilah yang diduga menjadi penyebab perubahan anggaran tidak
dapat memoderasi hubungan antara waktu penetapan anggaran, sisa anggaran
tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah dengan penyerapan anggaran pada
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan analisis yang telah diuraikan
pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang diperoleh adalah:
1. a. Waktu penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan
pendapatan asli daerah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
penyerapan anggaran pada pemerintah kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara.
b. Secara parsial waktu penetapan anggaran tidak berpengaruh terhadap
penyerapan anggaran, sedangkan sisa anggaran tahun sebelumnya
berpengaruh negatif terhadap penyerapan anggaran dan pendapatan asli
daerah berpengaruh positif terhadap penyerapan anggaran pada pemerintah
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
2. Peubahan anggaran tidak dapat memoderasi hubungan antara waktu penetapan
anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli daerah dengan
penyerapan anggaran pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
6.2. Keterbatasan Penelitian
Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain :
1. Penelitian ini hanya menggunakan tahun amatan penelitian selama 4 (empat)
2. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini hanya kabupaten/kota yang ada
di Provinsi Sumatera Utara (33 Kabupaten/Kota).
3. Penelitian ini hanya menggunakan 3 (tiga) variabel independen, yaitu: waktu
penetapan anggaran, sisa anggaran tahun sebelumnya dan pendapatan asli
daerah.
6.3. Saran
Berdasarkan keterbatan penelitian yang diuraikan diatas, maka disarankan
kepada peneliti selanjutnya untuk:
1. Menambah tahun amatan penelitian.
2. Menambah populasi yang digunakan dalam penelitian, jika
memungkinkan populasinya adalah seluruh kabupaten/kota yang ada di
pulau sumatera atau Indonesia.
3. Menambah variabel lain seperti: waktu penetapan perubahan anggaran,