BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemilihan Waktu Pergerakan
2.1.1 Umum
Dewasa ini jaringan jalan di kota besar di Indonesia mengalami permasalahan transportasi yang sangat kritis seperti kemacetan lalu lintas yang disebabkan oleh
tingginya tingkat urbanisasi, pertumbuhan ekonomi, kepemilikan kenderaan, serta berbaurnya peranan fungsi jalan arteri, kolektor dan lokal sehingga jaringan jalan
tidak dapat berfungsi secara efisien.
Proses pengalokasian pergerakan tersebut menghasilkan suatu pola pergerakan yang arus pergerakannya dapat dikatakan berada dalam keadaan seimbang jika setiap pelaku perjalanan tidak dapat lagi mencari rute dan waktu pergerakan yang lebih baik untuk mencapai zona tujuannya karena mereka telah melakukan pergerakan terbaik yang telah tersedia. Kondisi ini disebut kondisi keseimbangan jaringan jalan.
2.1.2 Waktu Pergerakan
Ada beberapa konsep dasar yang melatarbelakangi keterkaitan dalam
pembentukan sistem jaringan. Konsep tersebut dibagi dalam dua bagian, yakni:
1. Konsep pergerakan tidak-spasial (tanpa batas ruang) di dalam kota misalnya yang menyangkut pertanyaan mengapa orang melakukan perjalanan, kapan orang melakukan, dan jenis angkutan yang digunakan.
2. Konsep pergerakan spasial (dengan batas ruang) di dalam kota, termasuk pola tata guna lahan, pola perjalanan orang, dan pola perjalanan angkutan barang.
Tabel 2.1. Klasifikasi Pergerakan Orang di Perkotaan Berdasarkan Maksud Pergerakan (Tamin, 2000)
Aktivitas Klasifikasi Perjalanan Keterangan I. Ekonomi 2. Yang berkaitan dengan
bekerja
3. Ke dan dari toko dan keluar untuk keperluan pribadi yang berkaitan dengan belanja atau bisnis pribadi
Jumlah orang yang bekerja tidak tinggi, sekita 40%-50% penduduk. Perjalanan yang berkaitan dengan pekerja termasuk:
a. Pulang ke rumah b. Mengangkut barang c. Ke dan dari rapat
Pelayanan hiburan dan rekreasi diklarifikasi secara terpisah, tetapi pelayanan medis, hukum dan kesejahteraan termasuk disini.
pertemuan bukan di rumah
Kebanyakan fasilitas terdapat dalam lingkungan keluarga dan tidak menghasilkan banyak perjalanan. Butir 2 juga terkombinasi dengan perjalanan dengan maksud hiburan.
III. Pendidikan 1. Ke dan dari sekolah, kampus dan lain-lain.
Hal ini terjadi pada sebagian besar penduduk yang berusia 5-22 tahun. Di negara sedang berkembang jumahnya sekitar 85% penduduk.
IV. Rekreasi dan Hiburan
1. Ke dan dari tempat rekreasi
2. Yang berkaitan dengan
perjalanan dan berkendaraan untuk rekreasi
Mengunjungi restoran, kunjungan sosial, termasuk perjalanan pada
hari libur
V. Kebudayaan 1. Ke dan dari tempat Ibadah
2. Perjalanan bukan
hiburan ke dan dari daerah budaya serta pertemuan politik
Di lain hal waktu tempuh dan jarak sesungguhnya dalam kejadian sehari-hari di lapangan sering dijumpai tidak selalu sebanding, ini disebabkan oleh adanya jarak yang panjang, waktu tempuhnya cepat, tetapi ada pula jarak yang pendek justru sebaliknya (waktu tempuhnya lama). Penyebabnya barangkali terletak pada kondisi ruas jalan atau rute yang dilewati seperti, ruas jalannya padat atau macet, atau ruas jalannya jelek (pemukimannya berlubang-lubang, jalan tanah, kerikil, dan lain-lain).
2.1.3 Faktor Penentu Pemilihan Rute
Seperti pemilihan moda, pemilihan rute juga dipengaruhi oleh beberapa alternatif seperti terpendek, tercepat, termurah, dan juga di asumsikan bahwa pengguna jalan mempunyai informasi yang cukup (tentang kemacetan jalan) sehingga mereka dapat menentukan rute yang terbaik. Untuk angkutan umum, rute telah di tentukan berdasarkan moda transportasi (misal, bus dan kereta api mempunyai rute yang tetap).
Dalam kasus ini pemilihan moda dan rute dilakukan bersama-sama. Untuk kenderaan pribadi, di asumsikan bahwa orang memilih moda dulu baru rutenya. Ada beberapa faktor penentu utama pemilihan rute yaitu:
1. Waktu tempuh
2. Nilai waktu
Nilai waktu adalah sejumlah uang yang disediakan seseorang untuk dikeluarkan (atau dihemat) untuk menghemat satu unit perjalanan. Nilai waktu biasanya sebanding dengan pendapatan perkapita, merupakan perbandingan yang tetap dengan tingkat pendapatan. Ini didasari bahwa waktu perjalanan tetap konstan sepanjang waktu, relatif terhadap pengeluaran konsumen. Ini merupakan asumsi yang agak berani karena sedikit atau tidak adanya data empirik yang menyokongnya.
3. Biaya perjalanan
Biaya perjalanan dapat dinyatakan dalam bentuk uang, waktu tempuh, jarak atau gabungan ketiganya yang biasa disebut biaya gabungan. Dalam hal ini diasumsilan bahwa total biaya perjalanan sepanjang rute tertentu adalah jumlah dari biaya setiap ruas jalan yang dilalui.
4. Biaya operasi kenderaan
2.2 Studi Waktu Perjalanan dan Tundaan
2.2.1 Waktu Perjalanan
Waktu perjalanan (Travel Time) didefinisikan sebagai total/keseluruhan waktu yang dibutuhkan oleh suatu moda/kendaraan untuk menempuh suatu rute perjalanan dari daerah asal menuju daerah tujuan. Untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk perjalanan ini maka dibutuhkan perhitungan nilai waktu perjalanan, dimana perhitungan ini menghasilkan data berupa waktu yang dibutuhkan untuk menjalani suatu ruas jalan, kecepatan kendaraan dan juga tundaan.
2.2.2 Kecepatan
Kecepatan (speed) adalah jarak yang dapat ditempuh suatu kenderaan pada suatu ruas jalan per satuan waktu. Satuan yang umum digunakan di Indonesia adalah kilometer/jam.
2.2.3 Tundaan
Tundaan (delay) adalah waktu yang hilang akibat gangguan terhadap arus lalu-lintas atau pengaturan sistem arus lalu lalu-lintas.
Jenis-jenis tundaan sebagai berikut:
a. Operational Delay (akibat friction) Ada dua jenis, yaitu:
2. Internal Friction adalah tundaan yang diakibatkan oleh gangguan dalam arus itu sendiri, misalnya terdapatnya volume lau lintas yang tinggi, kapasitas ruas jalan yang terbatas dan lain-lainya.
b. Fixed Delay
Pada bagian ini terdapat tundaan yang disebabkan oleh adanya pengaturan alat lalulintas seperti: Traffic Light dan rambu stop pada perlintasan Kereta api.
i. Kemacetan
Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati 0 km/jam atau bahkan menjadi 0 km/jam sehingga mengakibatkan terjadinya antrian. Terjadinya kemacetan dapat dilihat dari nilai derajat kejenuhan yang terjadi pada ruas jalan yang ditinjau, dimana kemacetan terjadi jika nilai derajat kejenuhan tercapai lebih dari 0.8 (MKJI, 1997).
Kemacetan pada dasarnya adalah persoalan lalu lintas, namun hal itu dapat terjadi sebagai akibat kesalahan perencanaan perangkutan, yakni dalam menentukan kebijakan pilihan moda (modal split) dan atau pembebanan jaringan (traffic asignment). Dengan kata lain, kemacetan bukan semata-mata masalah perlalulintasan melainkan dapat saja berakar pada sektor perangkutan. Oleh karena itu, di samping upaya
membuat V/C < 1, upaya melalui sektor perangkutan pun perlu dilakukan (Warpani, 2002).
Dalam upaya agar V/C < 1, maka yang perlu dilakukan adalah pengelolaan perlalulintasan melalui berbagai rekayasa lalu lintas seperti menerapkan kebijakan lalu lintas satu arah, membangun median jalan, membangun pulau lalu lintas, memasang lampu lalu lintas, atau membuat marka jalan. Upaya rekayasa ini bertujuan meningkatkan kapasitas ruas jalan tertentu guna melancarkan arus lalu lintas, sehingga pemborosan biaya akibat kemacetan dapat ditekan sampai titik minimal.
2.3 Karakteristik Arus pada Ruas Jalan
2.3.1. Volume (Q)
Volume (Q) adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu penampang/potongan jalan dalam priode tertentu atau jumlah kendaraan persatuan waktu. Volume dapat dinyatakan dalam kendaraan/jam, kendaraan/menit dan lain-lain. Perbedaan antara volume dan besar arus yaitu, volume adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu penampang tertentu pada suatu ruas jalan tertentu per satuan waktu tertentu, sedangkan besar arus mewakili jumlah kendaraan yang melewati suatu titik selama interval waktu kurang dari satu jam tetapi dinyatakan dalam jam.
2.3.2. Kecepatan (V)
Kecepatan (V) adalah laju perjalanan dalam jarak per satuan waktu. Satuan yang digunakan adalah kilometer/jam, mil/jam, meter/detik. Kecepatan terdiri dari kecepatan bergerak, kecepatan perjalanan dan kecepatan setempat.
2.3.3. Kerapatan/kepadatan (D)
2.3.4 Hubungan antara Volume, Kecepatan dan Kerapatan
Hubungan dasar antara ketiga parameter arus lalu lintas dinyatakan dalam volume, kecepatan dan kepadatan yang saling terkait antara satu sama lain sehingga memunculkan kurva yang memperlihatkan bagaimana pengaruh kepadatan terhadap kenaikan dan penurunan volume dan kecepatan kenderaan pada jalan raya yang terjadi pada waktu normal terlebih pada saat jam sibuk seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Hubungan antara Kecepatan dengan Kepadatan
Gambar 2.2. Hubungan antara Arus dengan Kepadatan
Gambar 2.2 memperlihatkan bahwa bertambahnya arus lalu lintas berakibat kecepatan rata-rata ruang akan berkurang sampai kerapatan/kepadatan Kritis (volume maksimum) tercapai. Setelah kerapatan kritis tercapai, maka kecepatan rata-rata ruang dan volume akan berkurang. Kurva di atas menunjukkan bahwa pada kondisi jam sibuk nilai arus maksimumnya akan bertambah, hingga nilai kepadatannya maksimum.
Gambar 2.3. Hubungan antara Kecepatan dengan Arus Kendaraan
Kurva di atas menggambarkan bahwa kecepatan kendaraan akan meningkat naik hingga pada arus maksimum kendaraan, setelah itu kecepatan kendaraan akan kembali turun setelah melewati arus maksimum kendaraan.
2.4 Metode Survei Waktu Tempuh Kenderaan
Di dalam studi ini, survei waktu tempuh kenderaan yang diperoleh adalah kecepatan seketika (spot speed). Pengukuran spot speed dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain:
2.4.1. Manual count
Manual count adalah pencatatan waktu tempuh kenderaan yang dijadikan
sebagai contoh dalam penelitian yang disebut dengan kenderaan contoh untuk melewati segmen/penggal jalan pada saat dilaksanakan pengamatan. Pencatatan waktu tempuh ini dilakukan dengan menghidupkan stopwatch pada saat roda depan melewati garis injak pertama, seterusnya mengikuti lajur kenderaan, dan stop wath diamatikan tepat saat roda kederaan tersebut melewati garis injak kedua.
2.4.2. Enescope
Enescope adalah kotak cermin yang berbentuk cermin dengan berbentuk L.
Alat ini diletakkan di pinggir jalan untuk membelokkan garis pandangan ke arah tegak lurus jalan. Pengamatan di satu ujung potong jalan dan enescope jika digunakan dua enescope. Pengukuran waktu tempuh digunakan alat stopwatch yang dimulai pada saat
kenderaan melewati pengamat dan dihentikan pada saat kenderaan melewati enescope. 2.4.3. Radar meter
2.4.4. Pemotretan
Dalam metode ini kamera foto mengambil gambar pada interval waktu yang ditetapkan. Gambar-gambar yang diperoleh dari hasil survei diproyeksikan dengan menggunakan alat proyektor ke suatu layer yang sudah mempunyai pembagian skala, dengan demikian perpindahan skala dengan perpindahan masing-masing kenderaan dapat dihitung.
2.5. GPS Tracker
Global posisioning system (GPS) adalah satu-satunya sistem navigasi satelit yang berfungsi dengan baik. System ini menggunakan 24 satelit yang mengirimkan sinyal gelombang mikro ke bumi.sinyal ini diterima oleh alat penerima di permukaan dan digunakan untuk menentukan posisi, kecepatan, arah, dan waktu. System navigasi pada GPS saat ini banyak digunakan untuk sistem transportasi yang berbentuk sebuah alat yang biasa disebut dengan GPS Tracker.
2.5.1 Cara Kerja Pesawat Penerima GPS
Satelit GPS secara umum memancarkan dua macam sinyal gelombang mikro yaitu L1 da L2. L1 dengan frekwensi 1575,42 Mhz yang membawa pesan navigasi dan sinyal kode SPS (Standart Posisioning Service). L2 dengan frekwensi 1227,60 Mhz yang digunakan untuk mengukur keterlambatan pada lapisan ionosfer dengan menggunakan penerima PPS (Precise Positioning Service).
Tiga kode binary digunakan untuk menggeser free sinyal L1 dan L2 yang ditransmit oleh sebuah satelit GPS. Ketiga macam kode binary itu adalah sebagai berikut:
1. Modulasi kode C/A (Coarce Acquisition) pada fase L1. Kode C/A ini dikirim secara berulang setiap satu Mhz PRN (Pseudo Random Noise). Kode C/A PRN ini berbeda untuk setiap satelit GPS yang merupakan identifikasi untuk satelit tersebut. Modulasi kode C/A ini yang digunakan sebagai dasar untuk penggunaan GPS pada masyarakat Sipil.
2. Modulasi kode P (pricise) pada kedua sinyal L1 dan L2. Kode P ini sangat panjang sampai 7 hari pada 10 Mhz PRN. Pada penggunaan Anti-Spoofing (AS) kode ini di transkripsi ke dalam kode untuk setiap chanel penerima dan digunakan untuk keperluan pemakai tertentu saja dengan Cryptoghrapic-key. Kode P (Y) ini menjadi dasar penggunaan pada PPS (Pricise Positioning Service).
parameter lainnya. Pesawat penerima GPS menggunakan sinyal satelit untuk melakukan triangulasi posisi yang hendak ditentukan dengan cara mengukur lama perjalanan waktu sinyal ke satellite, kemudian mengalikannya dengan kecepatan cahaya untuk menentukan secara cepat seberapa jauh pesawat penerima GPS dari setiap satelit. Dengan mengunci sinyal yang ditransmit oleh satelit minimum 3 sinyal dari satelit yang berbeda, pesawat penerima GPS dapat manghitung posisi tetap sebuah titik yaitu posisi lintang dan bujur bumi (Lattitude and Longitude) atau sering disebut dengan 2D fix. Penguncian sinyal satelit yang keempat membuat pesawat penerima GPS dapat menghitung posisi ketinggian.
2.6. Tata Cara Survei
Titik awal dan titik akhir dari rute yang disurvei perlu diidentifikasi terlebih dahulu untuk memperkirakan kondisi lalu-lintas yang ada. Titik-titik antara di sepanjang rute perlu juga diidentifikasi yang dapat dipakai sebagai titik kontrol. Stop watch dimulai pada titik awal survei. Selanjutnya kendaraan contoh dikendarai di sepanjang rute sesuai dengan perkiraan kriteria operasi yang diambil. Ketika kendaraan berhenti atau terpaksa bergerak sangat lambat, karena kondisi yang ada, maka stop watch kedua digunakan untuk mencatat waktu hambatan yang dialami. Masing-masing lokasi, lamanya dan penyebab hambatan dicatat pada lembar kerja lapangan.
serta jarak pada masing-masing seksi dapat diperoleh dari odometer kendaraan contoh. Dianjurkan untuk melakukan survei sebanyak 6 kali perjalanan. Apabila jumlah tersebut tidak dapat dicapai, di dalam praktek dapat dilaksanakan selama 3 kali perjalanan.
a. Pengenalan Metode Travel Time Reliability Dalam Penentuan Waktu Perjalanan
2.7.1 Umum
Hampir semua orang berusaha untuk mencapai tujuan mereka tepat pada waktunya, sayangnya pergerakan itu dilakukan hampir pada saat yang bersamaan, biasanya selama jam puncak, pelaku perjalanan umumnya sudah terbiasa dengan kemacetan tiap harinya dan sudah mempersiapkan untuk hal tersebut. Karena setiap orang menginginkan satu satuan waktu yang tetap, yang mereka gunakan dalam perancanaan perjalanan mereka yaitu waktu yang tetap dari hari ke hari atau dari waktu ke waktu dalam satu hari. Dengan kata lain, setiap orang menginginkan suatu perjalanan yang jika hari ini memakan waktu setengah jam, setengah jam besok, dan seterusnya, maka perlu sebuah ukuran yang dapat diandalkan sehingga masalah-masalah seperti di atas tidak terjadi.
Pelaku perjalanan kurang mentolerir tundaan yang tidak terduga (unexpected delays) dikarenakan tundaan ini memiliki konsekuensi yang lebih besar dibandingkan
beberapa hari terburuk yang mereka habiskan di lalu lintas, dibanding waktu rata-rata dalam setahun.
Gambar 2.5. Perhitungan Waktu Tempuh Rata-rata didapat data yang kurang lengkap
Reliability merupakan suatu ukuran yang dapat dipercaya atau ukuran yang
dapat diandalkan untuk melakukan sesuatu. Namun untuk Travel Time Reliability tujuannya adalah untuk mencari waktu keandalan dalam melakukan suatu perjalanan untuk suatu alasan ataupun pekerjaan dari suatu zona menuju zona lain pada rute tertentu. Reliability Travel Time sangat erat kaitannya dengan masalah kemacetan, dimana terdapat berbagai macam gangguan atau tundaan yang dapat mengakibatkan
keterlambatan atau kehilangan waktu perjalanan setiap hari, dimana bila ini terjadi dalam skala besar maka sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat perekonomian (Susilawati, 2010). Perbedaan kecil dan besar akibat pengaruh waktu tempuh rata-rata dapat diperhatikan pada Gambar 2.6.
2.7.2 Skema Umum Penggunaan Reliability
Untuk mengukur waktu keandalan perjalanan relative baru, namun beberapa pengukuran telah terbukti efektif, berikut beberapa metode cara pengukuran keandalan waktu perjalanan yang paling efektif:
1. Persentile ke-95. Persentile ke-95 adalah waktu perjalanan yang dianggap paling sibuk pada arus lalulintas (TTI, 2006). Perhitungan nilai percentile ke-95 didapat dari data waktu perjalanan pada pengamatan/penelitian.
Rumus Persentil:
Travel Time Window = Waktu Rata-Rata Perjalanan ± Standart Deviasi
perjalanan
Buffer Time = (Buffer indek) x (Waktu Rata-Rata Perjalanan)
time
Planning Time = Planning Time Indeks x Free Flow Time 2. Rumus Lomax dan Van Lint
yang agar para pengguna jalan bisa sampai ke tujuan tepat waktu. Yang termasuk dalam perhitungan Reliability Lomax dan Van Lint adalah:
1. Statistical Range
Menunjukkan waktu tempuh tersering dialami, umumnya statistik dari deviasi standar untuk menunjukkan perkiraan dari kondisi transportasi yang mungkin dialami oleh pelaku perjalanan. Pengukuran ini umumnya menggambarkan pengukuran variabilitas.
2. Travel Time Window
Deviasi standar dari waktu tempuh yang dikombinasikan dengan waktu tempuh rata-rata dari sejumlah pengukuran untuk menciptakan pengukuran keandalan dan variasi. Penjumlahan dan pengurangan dari waktu tempuh rata-rata akan memberikan sebesar mana nilai waktu tempuh akan bervariasi. Penggunaan standar deviasi akan meliputi 68% data yang dianalisa.
3. Percent Variation
4. Variability Index
Digunakan untuk melihat keandalan yang teraplikasi lebih dari satu pengukuran. indeksnya dihitung sebagai sebuah rasio dari perbedaan dari selang kepercayaan di atas dan di bawah 95% dari periode sibuk dan tidak sibuk. Perbedaan interval (mewakili 2 deviasi standar di atas dan di bawah rata-rata) dalam periode sibuk umumnya lebih besar dari periode tidak sibuk sehingga variability index memiliki nilai rasio lebih besar dari 1.
5. Buffer Time Measures
Menunjukkan efek dari kondisi perjalanan yang tidak beraturan dimana harus diberi waktu tambahan agar pelaku perjalanan bisa mencapai tempat tujuannya tepat waktu dalam tingkat persentase yang tinggi. Atau praktisnya ”saya harus memberikan waktu yang cukup supaya saya bisa mencapai tempat tujuan (dalam persen) tepat pada waktunya”. Pengukuran ini umumnya menggambarkan pengukuran reliability.
6. Buffer Time
Besarnya waktu ekstra dalam menit yang dibutuhkan oleh seorang pelaku perjalanan agar tiba sampai ke tempat tujuannya tepat pada waktunya.
7. Buffer Index
Dimaksudkan adalah besarnya persentase waktu ekstra yang dibutuhkan terhadap berbagai hambatan yang terjadi dalam perjalanan.
8. Planning Time Index
9. Tardy Trip Indicators
Menjawab pertanyaan ”seberapa sering pelaku perjalanan tidak menerima keterlambatan?” Pengukuran waktunya bisa dari persentase waktu perjalanan, peningkatan waktu dalam menit diatas ratarata atau nilai mutlak dalam menit. Pengukuran ini umumnya menggambarakan pengukuran reliability.
10. Florida Reliability Index
Merupakan pengukuran menggunakan persentase dari puncak waktu tempuh rata-rata untuk memperkirakan batas dari waktu tempuh tambahan yang masih diizinkan, jumlah dari waktu tempuh tambahan dan waktu rata-rata menunjukkan waktu perkiraan. Waktu perkiraan tambahan itu sendiri yaitu 5%, 10%, 15%, dan 20% dari waktu tempuh rata-rata.
11. On Time Arrival
Persentase dari ambang batas keterlambatan yang mengindikasikan bahwa waktu tempuh masih dapat disebut andal.
12. Misery Index
13. Probabilistic Measures
Menunjukkan probabilitas dari perjalanan asal tujuan bisa berhasil dengan pemberian waktu interval dan berada pada level servis yang spesifik. Pada pengukuran ini diberi batas ambang untuk membedakan waktu tempuh andal dan tidak andal.
14. Skew and Width Measures
Percobaan untuk mengukur skew dan width dari distribusi waktu tempuh perjalanan menggunakan persentil. Skew yang besar menunjukkan probabilitas dari waktu tempuh yang ekstrim (relatif ke nilai tengah) tinggi, sedangkan width yang besar mengindikasikan lebar data (atau width) atau distribusi waktu tempuh relatif besar ke nilai tengahnya.
15. λvar dan λskew
λskew ≈ 1 dan λvar ≤ 0.1 maka didapatkan kondisi arus bebas terjadi, waktu tempuh termasuk andal. untuk λskew << 1 dan λvar >> 0.1 (padat), waktu
Tabel 2.2 Perhitungan waktu tempuh keandalan (berdasar rumus Lomax dan Van Lint)
Kategori Nama Rumus
Statistical Range
Travel time
Average travel time ± Standart deviation Window
Buffer time 95 th Percent travel time - Average travel time Buffer
95 th Percent travel time indeks Time Indeks
Tardy trip Indicators
Florida
100% - (percent of trips with travel times greater than expected) Realibity
Indeks On – time
Arrival
100% - (percent of travel rates greater than 110% of the average
travel rate)
Probabilistic Probabilistic Tr ( travel time > α. Travel time threshold)
Skew and