i Oleh ROHMANSYAH
01011300057
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUSI RAWAS
i Oleh ROHMANSYAH
01011300057
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pertanian Pada
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUSI RAWAS
ii
PRE NURSERY PADA MEDIA TANAH GAMBUT
Oleh ROHMANSYAH
01011300057
Telah diterima untuk memenuhi sebagai persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Pembimbing I Lubuklinggau, Agustus 2017
Fakultas Pertanian
Universitas Musi Rawas
Ir. John Bimasri , M.Si Dekan
Pembimbing II
Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq. ) Pre Nursery pada Media Tanah Gambut ini telah di uji dan dipertahankan didepan Sidang Panitia Ujian Sarjana di :
Progam Studi : Agroteknologi
Fakultas : Pertanian Universitas Musi Rawas Tanggal : 01 Agustus 2017
Tim Penguji :
1. Ir. John Bimasri , M.Si Ketua 1. ______________
2. Sutejo , S.TP., M.Si Sekretaris 2. ______________
3. Ir. Holidi , M.Si Anggota 3. ______________
4. Nely Murniati , SP., M.Si Anggota 4. ______________
Disahkan Oleh
Fakultas Pertanian Prodi Agroteknologi
Dekan Ketua
Nama : Rohmansyah
Tempat / Tanggal Lahir : Sukarami, 13 Februari 1993
Program Studi : Agroteknologi
NPM : 01011300057
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa :
1. Seluruh data dan informasi, interpretasi serta pernyataan dalam penulisan yang disajikan dalam karya ilmiah ini, kecuali yang disebutkan sumbernya
adalah hasil pengamatan, penelitian, pengolahan, serta pemikiran saya dengan
pengarahan dari pembimbing yang ditetapkan.
2. Karya ilmiah yang saya tulis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik, baik Universitas Musi Rawas maupun di
Perguruan Tinggi lainya.
Demikianlah pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya dan apabila
dikemudian hari ditemukan adanya bukti ketidak benaran dalam pernyataan
diatas, maka saya bersedia menerima sanksi akademis berupa pembatalan gelar
yang saya peroleh melalui pengajuan karya ilmiah ini.
Lubuklinggau, 02 Agustus 2017
Yang Membuat Pernyataan
Rawas Provinsi Sumatra Selatan pada tanggal 13 Februari 1993 merupakan anak
keempat dari lima bersaudara pasangan Bapak Jamiludin dan Ibu Siti Fatimah.
Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Muara Rengas
Kabupaten Musi Rawas pada tahun 2006, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di
SMP Negeri Semangus Kabupaten Musi Rawas pada tahun 2009 dan Sekolah
Menengah Atas di SMA Negeri Muara Lakitan Kabupaten Musi Rawas jurusan
Ilmu Pengetahuan Sosial pada tahun 2012.
Pada tahun 2013 penulis melanjutkan kuliah jenjang S1 pada Universitas Musi
Rawas Fakultas Pertanian dengan mengambil Program Studi Agroteknologi.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Praktek Lapang (K2PL) di PT. Mura Bibit
Lestari Kecamatan Muara Kelingi Kabupaten Musi Rawas dari tanggal 10 Juni
sampai dengan 10 Agustus 2016.
Pada tahun 2017penulis melaksanakan penelitian dengan judul ‘’Pengaruh Dosis
Pupuk NPK dan Dolomit terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit ( Elaeis
guineensis Jacq. ) Pre Nursery pada Media Tanah Gambut ”di Desa Semangus
Baru Kecamatan Muara Lakitan Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera
Perjuangan saat ini akan menentukan hidup di masa depan. Tetap semangat, berdo a dan kerja keras
Bong Chandra
Ketahuilah bahwa orang sukses tidaklah sehebat yang kita bayangkan, mereka hanya sedikit lebih cepat dan sedikit
lebih berani
Ku persembahkan karya sederhana ini untuk :
Teristimewa Bapakku Jamiludin dan Ibuku Siti Fatimah yang selalu memberikan yang terbaik kepada ananda dalam keadaan apapun. Ananda bersyukur mempunyai orang tua hebat dan luar biasa seperti Bapak dan Ibuk.
Ketiga Kakakku Firmansyah, S. Pd, Nurdiansyah dan Siti Dzulaiha yang selalu membimbing dan memberikan semangat demi kesuksesan diriku.
Adikku Nur Rhomadhon yang telah membuat diriku selalu bersemangat.
Kekasihku Candra Lestari yang senantiasa memberikan dukungan, semangat dan do anya untuk keberhasilan ini.
Sahabat seperjuanganku yang hebat, terutama Agus Santoso dan seluruh sahabat terbaikku yang akan terkenang hingga akhir hayat nanti, semoga sukses selalu untuk kalian semua.
PRE NURSERY PADA MEDIA TANAH GAMBUT
ROHMANSYAH NPM. 01011300057
Dibimbing Oleh Ir. JOHN BIMASRI , M.Si
SUTEJO , S.TP., M.Si
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk NPK dan Dolomit terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pre Nursery pada media tanah gambut. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Semangus Baru Kecamatan Muara Lakitan Kabupaten Musi Rawas, dengan ketinggian tempat lebih kurang 85 meter di atas permukaan laut (mdpl) yang dilaksanakan dari bulan Januari 2017 sampai bulan April 2017.
Penilitian ini menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial, yang terdiri dari dua faktor perlakuan yang diulang tiga kali. Perlakuan yang dicobakan adalah sebagai berikut: 1. Dosis pupuk NPK (P) sebanyak 3 taraf, yaitu : P1 : 2,5 g / Polybag, P2 : 5,0 g / Polybag, P3 : 7,5 g / Polybag, 2. Dosis Dolomit (D) sebanyak 3 taraf, yaitu : D1 : 5,0 g / Polybag, D2 : 10 g / Polybag, D3 : 15 g / Polybag. Adapun peubah yang diamati dalam peneitian ini yaitu 1). Tinggi tanaman (cm), 2). Jumlah daun (helai), 3). Diameter bol (mm), 4). Luas daun (cm²), 5). Bobot basah bibit (g), 6). Bobot basah akar (g), 7). Bobot kering bibit (g), 8). Bobot kering akar (g). Hasil penelitian
iii
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul“Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Dolomit terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq. ) Pre Nursery pada Media Tanah Gambut”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. John Bimasri, M.Si selaku
pembimbing Pertama dan Bapak Sutejo, S.TP., M.Si selaku pembimbing Kedua
yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat penulis
selesaikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu
dosen serta rekan-rekan mahasiswa program studi Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Musi Rawas Lubuklinggau yang telah banyak membantu
dan memberikan dukungan moral dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna sebagaimana yang
diharapkan, sehingga kritik, saran dan masukan akan sangat membantu penulis
dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
khusus dan pembaca pada umumnya. Amin...
Lubuklinggau, 02 Agustus 2017
iv
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penelitian... 6
1.3. Hipotesis... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 7
2.1. Botani Kelapa Sawit... 7
2.1.1. Kecambah... 7
2.1.2. Akar... 8
2.1.3. Batang dan Daun ... 8
2.1.4. Bunga dan Buah ... 9
2.2. Sistematika Tanaman Kelapa Sawit ... 10
2.3. Jenis Kelapa Sawit ... 11
2.4. Pembibitan... 11
2.4.1. Pembibitan Awal (Pre Nursery) ... 12
2.4.2. Pembibitan Utama (Main Nursery) ... 15
2.5. Syarat Tumbuh ... 17
2.5.1. Iklim ... 17
v
BAB III. PELAKSANAAN PENELITIAN ... 25
3.1. Tempat dan Waktu ... 25
3.2. Bahan dan Alat ... 25
3.3. Metode Penelitian ... 25
3.4. Cara Kerja ... 29
3.4.1. Persiapan Lahan ... 29
3.4.2. Persiapan Media Tanam ... 30
3.4.3. Aplikasi Pupuk NPK ... 30
3.4.4. Aplikasi Dolomit ... 31
3.4.5. Pemeliharaan ... 31
3.5. Parameter yang Diamati ... 32
3.5.1. Tinggi Tanaman (cm) ... 32
3.5.2. Jumlah Pelepah Daun ... 33
3.5.3. Diameter Bol (mm) ... 33
3.5.4. Luas Daun (cm²)... 33
3.5.5. Bobot Basah Bibit (g) ... 33
3.5.6. Bobot Basah Akar (g) ... 34
3.5.7. Bobot Kering Bibit (g) ... 34
vi
4.1.2. Jumlah Pelepah Daun (helai)... 38
4.1.3. Diameter Bol (cm)... 39
4.1.4. Luas Daun (cm²)... 41
4.1.5. Bobot Basah Bibit (g)... 42
4.1.6. Bobot Basah Akar (g)... 43
4.1.7. Bobot Kering Bibit (g) ... 45
4.1.8. Bobot Kering Akar (g) ... 46
4.2. Pembahasan ... 47
4.2.1. Pengaruh Pupuk NPK (P)... 47
4.2.2. Pengaruh Dolomit (D) ... 52
4.2.3. Pengaruh Interaksi Pupuk NPK dengan Dolomit (PD)... 54
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58
5.1. Kesimpulan... 58
5.2. Saran... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 59
vii
3.1. Kombinasi Perlakuan Dosis Pupuk NPK dan Dolomit... 26
3.2. Teladan Analisis Keragaman RAK faktorial ... 27
3.3. Dosis dan Jadwal Pemberian Pupuk NPK ... 31
4.1. Hasil Analisis Keragaman Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Dolomit terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis gueneensis Jacq.) Pre Nursery pada Media Tanah Gambut ... 35
4.2. Hasil Uji BNJ dan Tabulasi Perlakuan Dosis Pupuk NPK dan
Dolomit terhadap Tinggi Tanaman (cm) ... 37
4.3. Hasil Uji BNJ dan Tabulasi Perlakuan Dosis Pupuk NPK dan
Dolomit terhadap Jumlah Pelepah Daun (helai) ... 38
4.4. Hasil Uji BNJ dan Tabulasi Perlakuan Dosis Pupuk NPK dan
Dolomit terhadap Diameter Bol ... 40
4.5. Hasil Tabulasi Perlakuan Dosis Pupuk NPK dan Dolomit terhadap Luas Daun (cm²) ... 41
4.6. Hasil Uji BNJ dan Data Tabulasi Perlakuan Dosis Pupuk NPK dan
Dolomit terhadap Bobot Basah Bibit (g) ... 42
4.7. Hasil Uji BNJ dan Tabulasi Perlakuan Dosis Pupuk NPK dan
Dolomit terhadap Bobot Basah Akar (g) ... 44
4.8. Hasil Uji BNJ dan Tabulasi Perlakuan Dosis Pupuk NPK dan
Dolomit terhadap Bobot Kering Bibit (g) ... 45
4.9. Data Tabulasi Perlakuan Dosis Pupuk NPK dan Dolomit terhadap Bobot Kering Akar (g) ... 46
viii
1. Kandungan Hara Pupuk NPK ... 65
2. Kandungan Hara Dolomit ... 66
3. Denah Penelitian ... 67
4. Standar Mutu Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit Pre Nursery ... 68
5. Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman (cm)... 69
6. Analisis Keragaman Tinggi Tanaman... 69
7. Hasil Pengamatan Jumlah Pelepah Daun (helai) ... 70
8. Analisis Keragaman Jumlah Pelepah Daun ... 70
9. Hasil Pengamatan Diameter Bol (cm)... 71
10. Analisis Keragaman Diameter Bol ... 71
11. Data Berat Total Daun Tanaman Sampel (g) ... 72
12. Data Berat Sampel Daun Daun / 10 cm² (g) ) ... 72
13. Hasil Perhitungan luas Daun (cm²) ... 73
14. Analisis Keragaman luas Daun ... 73
15. Hasil Pengamatan Bobot Basah Bibit (g) ... 74
16. Analisis Keragaman Bobot Basah Bibit... 74
17. Hasil Pengamatan Bobot Basah Akar (g) ... 75
18. Analisis Keragaman Bobot Basah Akar ... 75
19. Hasil Pengamatan Bobot Kering Bibit (g) ... 76
20. Analisis Keragaman Bobot Kering Bibit ... 76
ix
Tanah) ... 78
Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada
tahun 1848. Beberapa bijinya di tanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa
benihnya di tanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara
pada tahun 1870-an. Peningkatan permintaan minyak nabati dunia akibat Revolusi
Industri pada pertengahan abad ke-19, memunculkan ide untuk membangun
perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli,
maka di kenal sebagai jenis sawit “Deli Dura” (Okvianto, 2012).
Seiring dengan berkembangnya luas areal kebun kelapa sawit, produksi kelapa
sawit dalam bentuk tandan buah segar (TBS) juga cenderung meningkat selama
tahun 2013 sampai 2015. Jika tahun 2013 produksi kelapa sawit Indonesia hanya
sebesar 27,79 juta ton TBS, maka tahun 2015 meningkat menjadi 30,94 juta ton
TBS. Peningkatan produksi kelapa sawit terutama terjadi pada PBS (Perkebunan
Besar Swasta) dan PR (Perkebunan Rakyat), sedangkan kelapa sawit yang di
produksi oleh PBN (Perkebunan Besar Nasional) relatife konstan. Tahun 2015
produksi kelapa sawit dari PBS mencapai17,43juta ton TBS (56,34%) sedangkan
PR dan PBN masing-masing menghasilkan kelapa sawit sebesar11,30 juta ton
TBS (36,52%) dan 2,20 juta ton TBS (7,14%) (Direktorat Jenderal Perkebunan,
Peningkatan produksi kelapa sawit yang tinggi akan mengakibatkan permintaan
minyak nabati mengalami peningkatan secara global dan di perkirakan akan
meningkatkan penanaman modal industri minyak sawit, yang menyebabkan
pertumbuhan berkelanjutan dalam jangka menengah, karena konsumsi dunia di
perkirakan meningkat lebih dari 30% pada dasa warsa mendatang. Menjelang
tahun 2020, konsumsi dunia dan produksi minyak sawit di perkirakan sudah
meningat menjadi hampir 60 juta ton (World Growth, 2011).
Masalah yang sering dihadapi oleh petani swadaya kelapa sawit adalah
ketersedian bibit yang kurang berkualitas, yang ditunjukkan daya tumbuh yang
rendah. Salah satu penyebabnya adalah ketersediaan unsur hara. Unsur hara
merupakan hal yang sangat penting bagi tanaman. Bibit kelapa sawit sangat cepat
pertumbuhannya dan membutuhkan banyak unsur hara, terutama pada masa
pertumbuhan awal sampai berumur 1 bulan sejak kecambah di tanam (berdaun 2).
Bibit yang telah berdaun dua telah memiliki kemampuan mengambil unsur hara
baik melalui tanah maupun daun (Lubis, 2008). Umumnya pemenuhan unsur hara
pada media tanam dilakukan dengan pemupukan (Khasanah, 2012).
Pembibitan awal (pre nursery) merupakan tempat kecambah tanaman kelapa
sawit (Germinated seeds) ditanam dan dipelihara sebelum dipidahkan ke
pembibitan utama (main nursery). Tahap ini dilakukan seleksi saat tanaman
kelapa sawit berumur 2 sampai 4 minggu. Bibit kelapa sawit selanjutnya
dipelihara sampai berumur 3 sampai 3,5 bulan. Tahap berikutnya adalah main
rusak saat pengangkutan atau kelainan genetik harus dimusnahkan dan dilakukan
pemeliharaan sampai bibit berumur 12 sampai 14 bulan (Setyamidjaja, 2006)
Usaha pembibitan kelapa sawit tidak terlepas dari peran media tanam. Media
tanam yang baik akan menghasilkan pertumbuhan bibit yang baik. Salah satu
media tanam yang dapat digunakan dalam pembibitan kelapa sawit yaitu tanah
gambut.
Tanah gambut merupakan tanah hasil akumulasi timbunan bahan organik yang
terbentuk secara alami dalam jangka waktu yang lama. Bahan organik tersebut
berasal dari pelapukan vegetasi yang tumbuh di sekitarnya dan tanah gambut
berasal dari endapan bahan organik yang terbentuk karena pengaruh hujan yang
tinggi dan genangan air. Proses dekomposisi tanah gambut belum terjadi secara
sempurna karena keadaan gambut yang selalu jenuh air dan menyebabkan tanah
gambut memiliki kesuburan serta pH yang rendah (Alwi, 2006).
Tanah gambut umumnya memiliki kadar pH yang rendah, memiliki kapasitas
tukar kation yang tinggi, kejenuhan basa yang rendah, memiliki kandungan unsur
K, Ca, Mg, P yang rendah dan memiliki kandungan unsur mikro (seperti Cu, Zn,
Mn serta B) yang rendah (Sasli, 2011) .
Meskipun terdapat banyak kendala dalam pemanfaatannya sebagai lahan
pertanian, namun karena gambut ini terbentuk dari bahan organik, maka di
perkirakan disamping dapat dipergunakan untuk memperbaiki sifat tanah mineral,
bahan ini juga dapat sebagai media tumbuh tanaman, terutama untuk pembibitan
Tanah gambut memiliki tingkat kemasaman yang tinggi sehingga dalam
pemanfaatannya perlu dilakukan pengapuran. Dolomit adalah salah satu bahan
yang dapat digunakan untuk meningkatkan pH tanah. Dolomit mengandung
senyawa Ca dan Mg yang mampu menetralkan pengaruh buruk dari aluminium
dan pengaruh kurang menguntungkan dari kemasaman tanah. Jadi melakukan
pengapuran pada tanah masam dapat menyebabkan perubahan reaksi kimia,
keadaan fisik kimia dan kegiatan mikroba tanah yang menguntungkan bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Hasibuan, 2008).
Tanah gambut di Indonesia pada umunya mempunyai reaksi kemasaman tanah
(pH) yang rendah, yaitu antara 3,0 sampai 5,0 (Noor, 2001). Kuswandi (1993)
menyatakan bahwa untuk menetralkan tanah yang memiliki angka pH berkisar
antara 3,0 sampai 5,0 diperlukan dosis pupuk dolomit 5 ton/ha.
Selain pengapuran, pembibitan kelapa sawit juga harus memperhatikan
ketersedian unsur hara dalam media tanam. Oleh karena itu perlu penambahan
hara melalui penggunaan pupuk anorganik. Pupuk majemuk (NPK) merupakan
salah satu pupuk anorganik yang dapat digunakan sangat efisien dalam
meningkatkan ketersediaan unsur hara makro (N, P, dan K), menggantikan pupuk
tunggal seperti Urea, SP-36, dan KCl yang kadang-kadang susah diperoleh di
pasaran dan sangat mahal. Keuntungan menggunakan pupuk majemuk (NPK)
adalah (1) Kandungan zat hara sama dengan pupuk tunggal, (2) Penggunaan
pupuk majemuk sangat praktis (3) Biaya pengangkutan rendah dan
Lubis (1992) menyatakan bahwa kelapa sawit dalam fase pertumbuhan sangat
membutuhkan adanya pemupukan. Pemupukan bertujuan menambah
ketersediaan unsur hara dan memperbaiki lingkungan di dalam tanah demi
kelancaran pertumbuhan tanaman. Jenis pupuk yang umum digunakan pada
pembibitan kelapa sawit tahap pre nursery adalah pupuk majemuk NPKMg
dengan komposisi N, P, K, dan Mg15:15:6:4 (PPKS, 2001).
Hasil penelitian PPKS, (2001) menyatakan bahwa dosis anjuran pupuk NPKMg
(15:15:6:4) dalam tahap pembibitan awal kelapa sawit adalah 2,5 g/polybag.
Dalam satu hektar tanah dapat ditanam sebanyak 252.000 bibit kelapa sawit dan
jika dikonversikan maka akan membutuhkan sebanyak 630 kg/ha tanah pada
pembibitan kelapa sawit di pembibitan awal. Pupuk NPKMg (15:15:6:4) terdiri
dari unsur N,P, K, dan Mg. Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi
pertumbuhan tanaman, pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau
pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar.
Nitrogen merupakan komponen penyusun dari banyak senyawa esensial bagi
tanaman. Kalium berperan dalam aktivitas berbagai enzim yang esensial dalam
reaksi-reaksi fotosintesis dan respirasi serta untuk enzim yang terkait dalam
sintesis protein dan pati (Lakitan,1993).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang pengaruh dosis pupuk NPK dan Dolomit terhadap pertumbuhan bibit
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk NPK dan
Dolomit terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
Pre Nursery pada media tanah gambut.
1.3. Hipotesis
1. Diduga perbedaan dosis pupuk NPK berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit
kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pre Nursery pada media tanah gambut.
2. Diduga perbedaan dosis dolomit berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit
kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pre Nursery pada media tanah gambut
3. Diduga kombinasi dosis pupuk NPK dan Dolomit memberikan interaksi yang
nyata terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
7 2.1.1. Kecambah
Kelapa sawit (Elaeis) termasuk golongan tumbuhan palma. Di Indonesia
penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, dan Sulawesi. Sawit
(Kamaruddin, 2004). Kelapa sawit berkembang biak dengan biji dan akan
berkecambah untuk selanjutnya tumbuh menjadi tanaman. Susunan buah kelapa
sawit dari lapisan luar terdiri dari : 1) Kulit buah yang licin dan keras (epicarp). 2)
Daging buah (mesocarp) terdiri atas susunan serabut (fibre) dan mengandung
minyak. 3) Kulit biji (cangkang atau tempurung), berwarna hitam dan keras
(endocarp). 4) Daging biji (mesoperm), berwarna putih dan mengandung minyak.
5) Lembaga (embrio). Lembaga yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke
dua arah : 1) Arah tegak lurus ke atas (fototrophy), disebut plumula yang
selanjutnya akan menjadi batang dan daun kelapa sawit. 2) Arah tegak lurus ke
bawah (geotrophy), disebut radikula yang selanjutnya akan menjadi akar
(Sunarko, 2009).
Plumula akan muncul setelah radikula tumbuh sekitar satu sentimeter. Akar-akar
adventif pertama muncul di sebuah ring di atas sambungan radikula-hipokotil,
kemudian membentuk akar-akar sekunder sebelum daun pertama muncul. Bibit
yang mampu memfotosintesis dan mengabsorpsi makanan dari dalam tanah secara
sempurna (Sunarko, 2007).
2.1.2. Akar
Akar-akar kelapa sawit banyak berkembang di lapisan tanah atas sampai
kedalaman sekitar 1 meter dan semakin ke bawah semakin sedikit (Setyamidjaja,
2006). Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam
tanah dan respirasi tanaman selain itu sebagai penyangga berdirinya tanaman
sehingga mampu menyongkong tegaknya tanaman pada ketinggian yang
mencapai puluhan meter hingga tanaman berumur 25 tahun. Akar tanaman kelapa
sawit tidak berbuku, ujungnya runcing, dan berwarna putih atau kekuningan
(Rizsa, 1994).
2.1.3. Batang dan Daun
Kelapa sawit memiliki batang yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal
setelah fase muda (seedling), terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa
terjadi pemanjangan internodia. Titik tumbuh terletak di pucuk batang dan
terbenam di dalam tajuk daun. Bentuknya seperti kubis dan enak dimakan.
Di batang terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat dan sulit terlepas,
meskipun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah
yang masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit
Kelapa sawit memiliki daun yang menyerupai bulu burung atau ayam. Di bagian
pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri yang sangat tajam dan keras di
kedua sisinya. Anak-anak daun tersusun berbaris dua hingga ujung daun. Di
tengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun. Ujung pelapah
daun sering tumbuh menyerupai buntut benang yang mencirikan kekurangan
unsur boron. Ciri lainnya, ujung daun membentuk seperti ujung tombak. Boron
merupakan unsur hara yang ada di dalam tanah, tetapi kadang jumlahnya tidak
cukup untuk kebutuhan tanaman sehinggan perlu ditambah melalui pemupukan
(Sunarko, 2009).
2.1.4. Bunga dan Buah
Kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mengeluarkan
bunga jantan dan betina. Bunga jantan maupun betina tumbuh di ketiak daun,
keduanya tumbuh dalam pohon yang sama, berumah satu, tetapi tidak lazim
terdapat bunga majemuk jantan dan betina sekaligus dalam satu pohon. Bunga
hermaprodit sering terdapat pada tanaman kelapa sawit, terutama pada masa awal
pembungaan (Balai Penelitaian Perkebunan, 1988).
Pada umumnya tanaman kelapa sawit menghasilkan buah siap dipanen pertama
pada umur sekitar 3,5 tahun. Buah muda berwarna hijau pucat. Semakin tua
berubah menjadi hijau hitam hingga kuning. Buah sawit yang masih mentah
berwarna hitam (nigrescens), beberapa diantaranya berwarna hijau (virescens).
Sementara itu, buah matang berwarna merah kuning (oranye). Selanjutnya, buah
kelapa sawit sudah layak panen. Biasanya perintah panen diberikan berdasarkan
jumlah jatuhnya brondolan, yakni 1 sampai 2 buah per kg tandan (Sunarko, 2007).
2.2. Sistematika Tanaman Kelapa Sawit
Upaya klasifikasi kelapa sawit sudah dimulai abad ke-16 dimana para ahli
berbeda pendapat mengenai klasifikasi kelapa sawit. Hal ini disebabkan pada
masa lampau Ilmu Taksonomi maupun ilmu yang berkaitan dengan kelapa sawit
belum berkembang seperti sekarang, dan peralatan yang tersedia masih sederhana.
Dalam dunia botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan dalam
identifikasi secara ilmiah. Metode pemberian nama ilmiah (Latin) ini
dikembangkan oleh Carolus Linaeus (Pahan, 2008).
Menurut Kamaruddin (2004), bahwa tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis)
termasuk famili Arecacease dengan sistematika (taksonomi) sebagai berikut:
Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae,
Ordo : Palmales,
Famili : Palmae,
Sub-famili : Cocoideae,
Genus : Elaeis,
2.3. Jenis Kelapa Sawit
Berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buah, kelapa sawit dibedakan
menjadi beberapa jenis sebagai berikut : 1. Dura, memiliki cangkang tebal (3
sampai 5 mm), daging buah tipis, dan rendemen minyak 15 sampai 17 %,
2. Tenera, memiliki cangkang agak tipis (2 sampai 3 mm), daging buah tebal, dan
rendemen minyak 21 sampai 23%, 3. Pesifera, memiliki cangkang sangat tipis,
daging buah tebal, biji kecil dan rendemen minyak tinggi 23 sampai 25%, tandan
buah hampir selalu gugur sebelum masak, sehingga jumlah minyak yang
dihasilkan sedikit (Sastrosayono, 2007).
2.4. Pembibitan
Bibit merupakan produk dari suatu proses pengadaan bahan tanaman yang dapat
berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi pada masa selanjutnya. Bahan
tanaman yang berkualitas merupakan kebutuhan pokok suatu industri perkebunan
(Poeloengan et al, 1996). Sistem yang banyak digunakan dalam pembibitan
kelapa sawit saat ini adalah sistem pembibitan dua tahap (double stage). Sistem
pembibitan dua tahap terdiri dari pembibitan awal (pre nursery) dan pembibitan
utama (main nursery).
Pembibitan awal (pre nursery) pada tahap ini bertujuan untuk memperoleh
pertumbuhan bibit yang merata sebelum dipindahkan ke pembibitan utama.
Pembibitan dua tahap (double stage) lebih banyak digunakan dan memiliki
menggunakan pembibitan dua tahap, luasan pembibitan menjadi lebih kecil dan
memungkinkan untuk dibuat naungan. Keuntungan lainnya, penyiraman menjadi
mudah, jadwal pemupukan menjadi mudah, dan bibit terhindar dari penyinaran
matahari secara langsung sehingga risiko kematian tanaman menjadi kecil. Jika
menggunakan pembibitan satu tahap (langsung menggunakan polibag besar), luas
areal yang dibutuhkan cukup besar dan penggunaan naungan tidak efektif. Selain
itu, proses penyiraman dan pengawasan menjadi lebih sulit karena tidak semua
tanaman dapat dipantau (Dalimunthe, 2009).
2.4.1. Pembibitan Awal (Prenursery)
Pembibitan awal (prenursery) merupakan tempat kecambah kelapa sawit ditanam
dan dipelihara hingga berumur tiga bulan. Selanjutnya, bibit tersebut dilakukan
pemeliharaan selama 2 sampai 3 bulan, sedangkan pembibitan main nursery
selama 10 sampai 12 bulan. Bibit akan siap tanam pada umur 12 sampai 14 bulan
(3 bulan di prenursery dan 9 sampai 11 bulan di main nursery) (Sunarko, 2009).
Kecambah yang dipindahkan ke pembibitan awal adalah kecambah yang normal.
Ciri-ciri kecambah yang normal adalah : radikula (bakal akar) berwarna
kekuning-kuningan dan plumula (bakal batang) keputih-putihan, radikula lebih tinggi dari
plumula, radikula dan plumula tumbuh lurus serta berlawanan arah, panjang
Lokasi untuk pembibitan awal sebaiknya datar atau kemiringan tanah 30sehingga
pembuatan bedengan prenursery nantinya akan rata. Bagian atas bedengan
sebaiknya memiliki naungan, berupa atap buatan atau pohon. Pagar prenursery
untuk mencegah hewan pengganggu masuk dan merusak pembibitan. Lokasi
sebaiknya dekat dengan sumber air. Kondisi debit air harus tetap dan tidak
mengandung kapur (pH netral). Lokasi harus dekat sumber media dengan topsoil
yang cukup untuk mengisi babybag (polybag kecil), tanah tidak bercadas atau
tidak berkapur, dan akses jalan yang mudah dijangkau (Fauzi, 2007).
Kecambah diletakkan pada tempat yang teduh, kemudian ditanam ke dalam
babybag. Kecambah hanya dapat bertahan 3 sampai 5 hari di tempat penghasil
kecambah. Dua hari menjelang penanaman kecambah, media tanam yang berada
di dalam babybag disiram setiap pagi. Permukaan media digemburkan dengan
jari telunjuk atau dengan ibu jari, kemudian buat lubang untuk meletakkan
kecambah. Kecambah ditaman sedalam 1,5 sampai 2 cm di bawah permukaan
tanah, kecambah ditutup dengan tanah secara merata. Bagian bakal akar
(radikula) yang berbentuk agak tumpul dan berwarna lebih kuning harus ditanam
mengarah ke bawah dan bakal daun (plumula) yang bentuknya agak tajam dan
berwarna kuning muda mengarah ke atas (Subiantoro, 2009).
Naungan atau pelindung dapat berupa pohon hidup atau naungan buatan yang
terbuat dari daun kelapa sawit. Ukuran tingggi tiang dua meter (depan belakang
sama) dan jarak antar tiang tiga meter. Naungan dipertahankan hingga kecambah
berdaun 2 sampai 3 helai. Setelah itu, naungan berangsur-angsur dikurangi dari
Pengurangan naungan dilakukan secara bertahap dan jangan sampai terlambat
karena dapat mengahambat pertumbuhan tanaman. Sebaliknya, jika pengurangan
terlalu cepat maka akan menyebabkan tanaman stress. Pengurangan naungan
dilakukan setelah bibit berumur 6 minggu (Sunarko, 2009).
Penyiraman bibit dilakukan dua kali sehari, kecuali jika jatuh hujan lebih dari 7
sampai 8 mm pada hari yang bersangkutan maka tidak dilakukan penyiraman. Air
untuk menyiram bibit harus bersih dan cara penyiraman harus dengan semprotan
halus agar bibit dalam polybag tidak rusak dan tanah tempat tumbuhnya tidak
padat (Wijaya, 1991). Kebutuhan air pada tanaman kelapa sawit pada fase awal
pembibitan (pre nursery), rata-rata jumlah air yang diperlukan untuk penyiraman
rutin setiap hari sekitar 0.2 sampai 0.3 liter per bibit (Hikmah, 2010).
Respon tanaman terhadap pemberian pupuk tergantung pada keadaan tanaman dan
ketersediaan hara di dalam tanah. Semakin besar respon tanaman, semakin banyak
unsur hara dalam tanah (pupuk) yang dapat diserap oleh tanaman untuk
pertumbuhan dan produksi (Arsyad,2012). Penggunaan pupuk anorganik di
pembibitan sangat dianjurkan pada pembibitan tanaman tahunan seperti kelapa
sawit, dan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan mutu bibit kelapa sawit
(Jannah et al, 2012). Selama tiga bulan di prenursery biasanya bibit tidak
dipupuk. Namun, jika tampak gejala kekurangan hara dengan gejala seperti daun
menguning, bibit perlu dipupuk menggunakan pupuk N dalam bentuk cair.
Konsentrasi pupuk urea atau pupuk majemuk sekitar 0,2% atau 2 gram per liter air
Serangan hama dan penyakit selama di prenursery biasanya belum ada. Jika ada,
dapat diberantas dengan diambil menggunakan tangan (hand picking). Serangan
penyakit yang berasal dari sejenis jamur dapat dikendalikan dengan fungisida
dengan dosis sesuai yang dianjurkan. Penyakit saat ini yang paling lazim dan
menghancurkan penyakit dalam budidaya kelapa sawit (Kasno, 2011).
2.4.2. Pembibitan Utama (Main Nursery)
Pemilihan lokasi main nursery merupakan faktor yang sangat penting.
Lokasi yang tepat akan memudahkan pekerjaan di pembibitan dalam
menghasilkan bibit yang memenuhi syarat kualitas dan kuantitas. Kriteria lokasi
pembibitan main nursey yaitu letak pre nursery dekat dengan main nursery, areal
harus rata, dekat dengan sumber air dan bebas dari hama penyakit
(Mukherjee,2009).
Satu hektar pembibitan main nursery dapat menyediakan bibit untuk sekitar 50
sampai 60 hektar lahan penanaman. Setelah area diratakan menggunakan alat
berat, sekaligus untuk mengambil topsoil, lalu dibuat jaringan jalan, parit, dan
saluran pembuangan air (drainase). Lay out petak atau bedengan memanjang
dengan arah timur ke barat. Ukuran panjang dam lebarnya disesuaikan dengan
kondisi lapangan dan jaringan irigasinya (Sunarko, 2009).
Polybag yang digunakan berwarna hitam (100% carbon black) dengan ukuran 45
x 50 cm dan tebal 0,2 mm disediakan dan dilubangi sebanyak 60 sampai 80
lubang. Polybag diisi dengan tanah sampai setengah polybag, dipadatkan dan
Setelah itu, areal sebelumnya harus telah dipancang menggunakan jarak tanam 90
x 90 x 90 cm atau segitiga sama sisi. Jarak antar barisan 0.867 x 90 cm = 77,9 cm
(78 cm) atau menyesuaikan dengan luas areal. Pancang lurus ke semua arah,
bertujuan untuk keseimbangan pertumbuhan dan kemudahan pemeliharaan. Tiap
petak disusun 5 baris polybag dan per barisnya 40 atau 50 bibit. Antara 2 petak
dipisah dengan membuang barisan ke 6 dan kelipatannya (Maryani, 2012)
Sehari sebelum penanaman, media tanam dalam polibag harus disiram. Bibit
dipindahkan dari prenursery setelah berdaun 2 sampai 3 helai dan berumur
maksimum tiga bulan. Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang di
polibag seukuran dengan diameter babybag. Babybag disayat dengan
menggunakan pisau secara hati-hati dari bawah ke atas agar mudah dilepas dan
media tidak sampai terikut. Bibit dimasukkan beserta tanahnya ke dalam lubang,
lalu atur agar posisinya tegak seperti semula. Tanah disekeliling lubang ditekan
agar lebih padat merata. Jika dirasa kurang, tambahkan tanah hingga sedikit
melewati leher akar. Bagian atas polibag yang tidak diisi tanah setinggi 2 sampai
3 cm. Bagian ini memungkinkan sebagai tempat meletakkan pupuk, air, atau
mulsa. Naungan sudah tidak diperlukan lagi di main nursery (Sunarko, 2009).
Penyiraman dilakukan setiap hari secara teratur dengan jumlah yang cukup. Jika
musim kemarau, siram bibit dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari.
Kebutuhan air penyiramann sebanyak 2 liter air/bibit/hari. Penyiangan dilakukan
dengan mencabut gulma yang tumbuh dalam polibag, sekaligus menggemburkan
tanah dengan cara menusukkan sepotong kayu. Penyiangan lahan
menggunakan garuk. Rotasi penyiangan 20 sampai 30 hari, tergantung dari
pertumbuhan gulma (Sastrosayono, 2010).
Dosis dan jadwal pemupukan sangat tergantung pada umur dan pertumbuhan
bibit. Di main nursery, lebih dianjurkan untuk menggunakan pupuk mejemuk
N-P-K-Mg dengan komposisi 15-15-6-4 atau 12-12-17-2, serta ditambah Kieserite
(pupuk yang mengandung unsur Ca dan Mg). Dosis dan jadwal pemupukan sangat
tergantung pada umur dan pertumbuhan bibit. Dimain nursery, lebih dianjurkan
untuk menggunakan pupuk mejemuk N-P-K-Mg dengan komposisi 15-15-6-4
atau 12-12-17-2, serta ditambah Kieserite (pupuk yang mengandung unsur Ca dan
Mg) (Kasno, 2011).
2.5. Syarat Tumbuh
2.5.1. Iklim
Kelapa sawit adalah tanaman tropis yang tumbuh baik antara garis lintang 13°
Lintang Utara dan 12° Lintang Selatan, terutama di kawasan Afrika, Asia, dan
Amerika Latin. Tanaman kelapa sawit tumbuh baik di daerah tropis, dataran
rendah yang panas dan lembab. Curah hujan yang baik adalah 2.500 mm sampai
3000 mm per tahun yang turun merata sepanjang tahun. Penting untuk
pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah distribusi hujan yang merata
(Soehardiyono, 1998).
Tanaman kelapa sawit memerlukan suhu optimum sekitar 24 sampai 28° C, untuk
tumbuh dengan baik. Meskipun demikian, tanaman masih dapat tumbuh pada
tinggi rendahnya suhu adalah lama penyinaran dan ketinggian tempat (Fauzi et al,
2004).
Sinar matahari di perlukan untuk memproduksi karbohidrat (proses asimilasi) juga
untuk memacu pertumbuhan bunga dan buah. Karenanya, intensitas, kualitas dan
lamanya penyinaran sangat berpengaruh dalam proses fotosintesis (Setyawibawa
dan Widyastuti, 1992).
Kelembaban udara dan angin adalah faktor yang penting untuk menunjang
pertumbuhan kelapa sawit. Kelembaban udara dapat mengurangi penguapan,
sedangkan kecepatan antara 5 sampai 6 km per jam akan membantu proses
penyerbukan secara ilmiah. Angin yang kering akan menyebabkan penguapan
lebih besar, mengurangi kelembaban dan dalam waktu yang lama akan
menyebabkan tanaman menjadi layu. Kelembaban optimum bagi pertumbuhan
kelapa sawit antara 80% sampai 90% ( PTPN III, 1997).
2.5.2. Tanah
Dalam hal tanah, tanaman kelapa sawit tidak menuntut terlalu banyak persyaratan
karena dapat tumbuh di berbagai jenis tanah misalnya Podsolik, Latosol,
Hidromifik Kelabu, Alluvial atau Regosol. Sifat fisik tanah yang baik untuk
taaman kelapa sawit adalah :
a. Solum tebal 80 cm, solum yag tebal merupakan media yang baik untuk
perkembangan akar sehingga efisiensi penyerapan unsur hara tanaman akan
b. Tekstur ringan, di kehendaki memiliki pasir 20 sampai 60%, debu 10 sampai
40%, dan liat 20 sampai 50%.
Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH 4,0 sampai 6,0 namun yang terbaik adalah
5,0 sampai 5,5. Tekstur tanah yang baik untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah
kandungan pasir dengan komposisi 20 sampai 60%, fraksi liat 20 sampai 50%,
debu 10 sampai 20%. Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan
tanah gambut tebal. Sifat kimia tanah dapat dilihat dari tingkat keasaman dan
komposisi kandungan har mineralnya. Sifat kimia tanah merupakan arti penting
dalam menentukan dosis pemupukan dan kelas kesuburan tanah. Tanaman kelapa
sawit tumbuh baik pada tanah yang memiliki kandungan unsur hara yang tinggi,
dengan C/N mendekati 10 dimana C 1% dan N 0,1%, daya tukar Mg =
1,2me/100g, daya tukar K = 0,15 sampai 0,20me/100g (Sianutri, 2001).
2.6. Tanah Gambut
Menurut Andriese (1992), gambut adalah tanah organik (organik soil) tetapi tidak
berarti bahwa tanah organik adalah tanah gambut. Istilah lain untuk lahan gambut
juga sering digunakan yaitu rawa gambut yang diartikan kadang- kadang sebagai
lahan basah. Dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikelompokan kedalam ordo
Histosol atau sebelumnya dinamakan Organosol yang mempunyai ciri dan sifat
yang berbeda dengan jenis tanah mineral umumnya. Tanah gambut mempunyai
sifat beragam karena perbedaan bahan asal, proses pembentukan, dan
Lahan gambut dalam keadaan alami selalu tergenang air sepanjang tahun sehingga
tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan budidaya, kecuali terlebih
dahulu diadakan reklamasi. Dengan kondisi alami yang selalu basah maka proses
perombakan atau pematangan tanah gambut menjadi terhambat. Oleh karena itu
diperlukan perbaikan tata air dengan tujuan memberikan suasana yang kondusif
bagi proses perombakan atau pematangan tanah gambut dengan masuknya
oksigen. Proses perombakan atau pematangan tanah penting untuk meningkatkan
kesuburan tanah (Indranada, 1989).
Nurida et al. (2011) menerangkan gambut merupakan tanah hasil akumulasi
timbunan bahan organik. Tanah gambut terbentuk secara alami dalam jangka
waktu ratusan tahun dari pelapukan vegetasi yang tumbuh di atasnya. Proses
dekomposisi tanah gambut belum terjadi secara sempurna karena keadaan gambut
yang dominan selalu jenuh sehingga, tanah gambut memiliki tingkat kesuburan
dan pH yang rendah. Indranada (1989) menerangkan lahan gambut adalah lahan
yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik lebih dari 12%) pada
ketebalan 50 cm.
Indonesia mempunyai lahan gambut terbesar keempat di dunia setelah Canada
(170 juta ha), Rusia (150 juta ha), dan Amerika Serikat (40 juta ha). Indonesia
sendiri memiliki luas lahan gambut yaitu 17 sampai27 juta ha (Wibowo, 2009).
Lahan gambut Indonesia saat ini berupa lahan pertanian dan perkebunan, hutan
campuran, hutan sekunder bekas tebangan, semak belukar dan padang rumput
rawa (Istomo, 2008). Sumatera memiliki sekitar 7,2 juta hektar lahan gambut.
Selatan 20,6% dengan luas 1,848 juta ha, Jambi 9,95% dengan luas 0,717 juta ha,
Sumatera Utara 4,5% dengan luas 0,325 juta ha, Aceh 3,8% dengan luas 0,274
juta ha, Sumatera Barat 2,9 % dengan luas 0,210 juta ha, Lampung 1,2% dengan
luas 0,088 juta ha, dan Bengkulu 0,88% dengan luas 0,063 juta ha (Wahyunto dan
Heryanto, 2005).
Masganti (2003) menulis bahwa sifat kimia tanah gambut seperti tingkat
keasaman tinggi merupakan kendala yang harus dihadapi dalam usaha menjadikan
tanah tersebut sebagai sumber pangan nasional baru. Hasil penelitian yang
dilakukan Masganti menunjukkan efisensi dan efektivitas pemupukan P tanaman
jagung lebih tinggi pada tanah gambut saprik dibandingkan tanah gambut fibrik.
Hal itu disebabkan oleh daya penyimpanan dan daya penyediaan P dalam tanah
gambut saprik lebih tinggi daripada fibrik.
2.7. Pupuk NPK
Berdasarkan kandungan unsur haranya, pupuk terdiri dari pupuk tunggal dan
pupuk majemuk (Sabiham et al., 1989). Pupuk tunggal adalah pupuk yang
mengandung satu jenis unsur hara tanaman seperti N atau P atau K saja,
sedangkan pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur
hara tanaman. Contoh pupuk majemuk antara lain NP, NK dan NPK. Pupuk
majemuk yang paling banyak di gunakan adalah pupuk NPK yang mengandung
unsur hara makro yang penting bagi tanaman. Menurut Imran (2005), pupuk NPK
mengandung tiga senyawa penting bagi tanaman antara lain ammonium nitrat
Keuntungan dari pemakaian pupuk majemuk adalah bahwa dengan satu kali
pemberian pemupukan telah selesai dan tidak ada persoalan. Jadi dapat di katakan
bahwa dengan menggunakan pupuk majemuk dapat menghemat tenaga kerja serta
ongkos pengangkutan dan pemakaiannya (Sastrosoedirdjo, 1992).
Pupuk NPK 15-15-15 merupakan pupuk majemuk yang sangat cocok untuk
pemupukan dasar dan pemupukan susulan dalam pertumbuhan dan produksi
tanaman. Pupuk ini memberikan keseimbangan hara yang baik untuk
pertumbuhan tanaman, mudah di aplikasikan dan mudah di serap oleh tanaman,
lebih efisien pemakaian, menghemat waktu dan lebih ekonomis (Anonimous,
2009).
Menurut Mujiyati et al. (2009), pemberian pupuk NPK mampu meningkatkan
nitrogen total 41%, kapasitas tukar kation 21,63%, dan karbon organik 2,43% di
daerah perakaran pada pertanaman cabai. Selain itu, pupuk NPK juga turut
meningkatkan hasil cabai sebesar 37%. Berdasarkan Penelitian Jonatan Ginting et
al. (2015). Pemberian pupuk NPK berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit
tanaman kelapa sawit pada 10 MST dan jumlah daun pada 6 MST dan 8 MST.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jannah et al. (2012),
menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK Phonska (15:15:15) menghasilkan
pertumbuhan bibit kelapa sawit (tinggi, jumlah daun, dan diameter batang) yang
lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pupuk NPK Mutiara (16:16:16). Hal
ini disebabkan dalam pupuk majemuk NPK Phonska tidak hanya mengandung
N, P, dan K dalam pupuk Phonska sudah seimbang sehingga baik untuk
pertumbuhan bibit kelapa sawit.
2.8. Dolomit
Dolomit berasal dari batu kapur dolimitik dengan rumus [CaMg (CO3)2]
(Buckman and Brady, 1982). Pupuk dolomit sebenarnya tergolong mineral primer
yang mengandung unsur Ca dan Mg. Pupuk ini sebenarnya banyak digunakan
sebagai bahan pengapur pada tanah-tanah masam untuk menaikkan pH tanah
(Hasibuan, 2008).
Selain itu dolomit banyak digunakan karena relatif murah dan mudah didapat.
Disamping itu bahan tersebut dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan kimia
dengan tidak meninggalkan residu yang merugikan tanah. Apabila pH tanah telah
meningkat, maka kation Aluminium akan mengendap sebagai gibsit sehingga
tidak lagi merugikan tanaman (Safuan, 2002).
Dolomit terbentuk dari hasil reaksi antara unsur Mg dengan batu gamping
(limestone). Pembentukan dolomit berlangsung dalam air laut dan unsur Mg yang
diperlukan berasal dari hasil disosiasi (penguraian) garam MgCO3 yang terdapat
dalam air laut. Sebagai mana diketahui bahwa air laut mengandung berbagai jenis
garam-garaman, antara lain MgCO3 dan CaCO3. Proses pembentukannya
Kemasaman tanah dapat diperbaiki dengan pengapuran. Dolomit salah satun
kapur yang banyak digunakan di Indonesia. Karena dolomit banyak mengandung
Mg dan Ca yang merupakan bahan pengapur tanah, maka pemberian kapur pada
tanah masam berpengaruh baik terhadap sifat-sifat tanah (Foth, 1994).
Dengan pangapuran pH tanah akan meningkat, suplai hara Mg dan Ca yang dapat
menggeser kedudukan H+ di permukaan koloid sehingga menetralisir kemasaman
tanah. Pengapuran juga bertujuan untuk mengurangi resiko keracunan aliminium,
menambah ketersediaan unsur P tanah sebagai hasil pembebasan P dari ikatan
Al-P dan Fe-Al-P, meningkatkan fiksasi N dan mineralisasi N meningkatkan KTK, dan
membantu penyempurnaan perombakan dengan disertai pelepasan hara dari
25
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Semangus Baru Kecamatan Muara Lakitan
Kabupaten Musi Rawas, dengan ketinggian tempat lebih kurang 85 meter di atas
permukaan laut (mdpl). Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan dari bulan
Januari 2017 sampai April 2017.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, 1) Benih kelapa sawit
varietas Costarika DxP, 2) pupuk NPK, 3) dolomit, 4) tanah gambut, 5)
insektisida berbahan aktif Deltametrin,6) fungisida berbahan aktif Propineb, 7)
polybag hitam berukuran 1 kg (15 cm x 22 cm), 8) paku, 9) tali plastik, 10) kayu,
11) jaring pagar dan12) bahan–bahan lain yang mendukung. Sedangkan
Alat–alat yang dipakai adalah 1) cangkul,2) parang, 3) gergaji,4) palu,
5) ember, 6) handsprayer,7) meteran,8) timbangan digital, 9) oven, 10) alat
tulis,11) kamera, 12) gembor, 13) jangka sorong,14) ayakan pasir,15) pH meter
tanah.
3.3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode eksperimental dengan
perlakuan yang diulang tiga kali. Perlakuan yang dicobakan adalah sebagai
berikut :
1. Dosis pupuk NPK (P) sebanyak 3 taraf, yaitu :
P1 : 2,5 g / Polybag
P2 : 5,0 g / Polybag
P3 : 7,5 g / Polybag
2. Dosis Dolomit (D) sebanyak 3 taraf, yaitu :
D1 : 5,0 g / Polybag
D2 : 10 g / Polybag
D3 : 15 g / Polybag
Berdasarkan kedua faktor perlakuan di atas didapatkan 9 kombinasi perlakuan
dengan ulangan sebanyak 3 kali, sehingga didapatkan 27 unit percobaan dengan
sampel pengamatan masing–masing 3 tanaman dan ditambah 3 polybag sebagai
kontrol, sehingga akan didapatkan 84 sampel tanaman. Kombinasi perlakuan
tertera pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Kombinasi Perlakuan Dosis Pupuk NPK dan Dolomit.
Dosis pupuk NPK (P) Dosis Dolomit (D)
D1 D2 D3
P1 P1D1 P1D2 P1D3
P2 P2D1 P2D2 P2D3
Untuk mengetahui nilai pengamatan hasil percobaan dari kedua faktor perlakuan
digunakan model matematis sebagai berikut :
Y = µ + K +(α + β + α β ) + ε Dimana: Y = Nilai Pengamatan
µ = Nilai rata–rata harapan
K = Pengaruh Kelompok
α = Pengaruh perlakuan dosis Pupuk NPK
β = Pengaruh perlakuan dosis Dolomit
α β = Pengaruh interaksi perlakuan dosis pupuk NPK dan Dolomit
ε = Pengaruh galat
Untuk melihat pengaruh dari masing–masing perlakuan dan interaksinya
digunakan analisis keragaman yang tersaji pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Teladan Analisis Keragaman RAK Faktorial
Sumber
Kelompok (r) r-1= v1 JKK JKK/v1 KTK/KTG
Perlakuan (t) t-1= v2 JKP JKP/v2 KTP/KTG
Dosis Pupuk (p) p-1= v3 JKP JKP/v3 KTP/KTG Dosis Dolomit (d) d-1= v4 JKD JKD/v4 KTD/KTG Interaksi (i) p-1.d-1=
v5
JKI JKI/v5 KTI/KTG
Galat (g) r-1.t-1= v6 JKG JKG/v6
Total (r.p.d)-1 =
vT
-
Sedangkan untuk melihat tingkat ketelitian dari proses penelitian yang dilakukan
perlu dilakukan uji koefisien keragaman (KK) dengan rumus sebagai berikut :
= %
Dimana
KK = Koefisien Keragaman
KTG = Kuadrat Tengah Galat
Y = Nilai Rata-Rata Total Perlakuan atau Rerata Umum
Untuk mengetahui pengaruh faktor perlakuan terhadap peubah yang diamati
dilakukan dengan cara membandingkan antara F-hitung dengan F-tabel, yaitu:
a. Perlakuan berpengaruh tidak nyata, apabila F-hitung lebih kecil dari F-tabel
5%
b. Perlakuan berpengaruh nyata, apabila F-hitung lebih besar dari F-tabel 5%
tetapi lebih kecil dari F-tabel 1%
c. Perlakuan berpengaruh sangat nyata, apabila F-hitung lebih besar dari F-tabel
1%
Apabila perlakuan menunjukan pengaruh yang nyata atau sangat nyata, maka akan
dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan Beda Nyata Jujur (BNJ), dengan
1. Pengaruh terhadap dosis pupuk NPK (P)
BNJp = ( . ) .
2. Pengaruh terhadap dosis Dolomit (D)
= ( . ) .p
3. Pengaruh terhadap Interaksi perlakuan (I)
= ( . )
Dimana: = Tabel pada taraf 5% dan 1%
P = jumlah perlakuan
V = derajat bebas galat
p = Jumlah taraf dosis pupuk NPK
d = Jumlah taraf dosis Dolomit
I = Interaksi
KTG = Kuadrat tengah galat
r = jumlah ulangan
3.4. Cara Kerja
3.4.1. Persiapan Lahan
Lahan yang digunakan untuk penelitian dipilih yang bertopografi datar, dekat
dengan sumber air, bersih dari gulma dan sampah lainnya. Lahan di bagi menjadi
tiga kelompok, dan masing-masing kelompok dibagi menjadi 9 petak yang
3.4.2. Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan untuk pengisian polybag adalah tanah gambut yang
diambil dari perkebunan kelapa sawit PT. Mura Bibit Lestari di Kecamatan Muara
Kelingi. Pengisian media tanam dilakukan 3 minggu sebelum tanam. Sebelum
dimasukkan kedalam polybag tanah terlebih dahulu dikering anginkan selama 2
hari, selanjutnya diayak dengan ayakan pasir. Polybag yang digunakan berukuran
1 kg (15 cm x 22 cm) dan diisi dengan media tanah gambut dengan berat 800 g.
Pengisisan media ke polybag dilakukan sedikit demi sedikit dengan
mengguncangkan tanah. Setelah itu tanah disiram dengan air dan tanah di
usahakan tidak terlalu padat.
3.4.3. Aplikasi Pupuk NPK
Pupuk NPK diaplikasikan setelah tanaman berumur 3 minggu dan selanjutnya
dengan interval 3 minggu sekali hingga tanaman berumur 3 bulan sesuai dosis
perlakuan. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara dibenamkan di sekitar bibit,
dan pemberian pupuk tidak mengenai pokok tanaman. Dosis masing-masing
Tabel 3.3. Dosis dan Jadwal Pemberian Pupuk NPK
Pengaplikasian
Perlakuan Pupuk NPK (g/Polybag)
P1 P2 P3
3 minggu setelah tanam 0,5 1,5 2,5
6 minggu setelah tanam 0,9 1,5 2,5
9 minggu setelah tanam 1,1 2,0 2,5
Total 2,5 5,0 7,5
Sumber : PPKS. (2001)
3.4.4. Aplikasi Dolomit
Dolomit di aplikasikan 2 minggu sebelum penanaman bibit kedalam polybag.
Pemberian dolomit dilakukan dengan cara di taburkan di atas permukaan polybag
kemudian disiram sedikit demi sedikit dengan air. Pemberian dolomit dilakukan
hanya satu kali selama penelitian sesuai dosis perlakuan.
3.4.5. Pemeliharaan
3.4.5.1. Penyiangan
Penyiangan gulma dilakukan di dalam dan di luar polybag secara fisik yaitu
dengan mencabut gulma pada sekitar tanaman. Interval penyiangan tergantung
pada pertumbuhan gulma tersebut. Saat penyiangan sekaligus dilakukan
penggemburan tanah untuk menghindari pemadatan tanah yang dapat menganggu
3.4.5.2. Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi dan sore hari tergantung dengan
kondisi kelembapan permukaan media tanam. Penyiraman di lakukan dengan
gembor dan air bersih sampai media jenuh.
3.4.5.3. Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan pestisida dilakukan secara
selektif dan bergantung pada intensitas serangan. Penyemprotan menggunakan
insektisida berbahan aktif Deltametrin dengan dosis 5 g/l air dan fungisida
berbahan aktif Propineb dengan dosis 3 g/l air.
3.4.5.4. Seleksi bibit
Seleksi dilakukan pada bibit yang memiliki pucuk bengkok, daun berputar, daun
sempit, daun menggulung, bibit kerdil dan daun melipat akibat penanaman
kecambah yang terbalik atau faktor genetik.
3.4.5.5. Penggantian polybag
Polybag yang sobek atau rusak diganti dengan polybag yang baru agar volume
tanah dalam polybag tetap dan perakaran tanaman tidak rusak.
3.5. Parameter yang Diamati
3.5.1. Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur mulai dari leher akar sampai dengan daun tertinggi
3.5.2. Jumlah Pelepah Daun
Jumlah pelepah daun yang dihitung adalah pelepah daun yang telah membuka
lebih dari 75% pada semua tanaman. Perhitungan jumlah pelepah daun
dilakukan pada akhir penelitian.
3.5.3. Diameter Bol (cm)
Diameter bol diukur dengan menggunakan jangka sorong, pengukuran dilakukan
pada posisi bol yang paling besar. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian.
3.5.4. Luas Daun (cm²)
Pengukuran luas daun dilakukan dengan cara menimbang semua daun tanaman
sampel yang selanjutnya disebut berat total daun tanaman sampel. Selanjutnya
daun dipotong dengan ukuran 1x1 cm sebanyak 10 potong sebagai sampel daun
yang diketahui luasnya adalah 10 cm². Kemudian potongan daun sampel tersebut
ditimbang dan hasil penimbangan selanjutnya disebut berat sampel daun. Luas
daun ditentukan dengan menggunakan rumus di bawah ini:
( ) = . ( ) ( ) ( )
3.5.5. Bobot Basah Bibit (g)
Pengamatan dilakukan dengan menimbang bobot basah bibit tanaman, namun
terlebih dahulu tanaman sawit dibersihkan dari kotoran. Setelah itu tanaman
dipotong di antara batang dan akar. Bagian batang di timbang untuk bobot basah
3.5.6. Bobot Basah Akar (g)
Bobot basah akar diukur dengan cara memotong bagian akat tanaman dan di
bersihkan dari tanah yeng menempel pada akar, setelah bersih akar ditimbang.
Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian.
3.5.7. Bobot Kering Bibit (g)
Bibit yang sudah di timbang untuk bobot basah kemudian dimasukan kedalam
oven selama 2 x 24 jam pada suhu 70º C atau sampai berat konstan.Tanaman
kemudian ditimbang bobot kering bibit. Pengamatan dilakukan pada akhir
penelitian.
3.5.8. Bobot Kering Akar (g)
Akar yang telah di timbang untuk bobot basah di timbang dengan memasukan
kedalam oven selama 2 x 24 jam pada suhu 70º C atau sampai berat
konstan.Tanaman kemudian ditimbang bobot kering akar. Pengamatan dilakukan
35 4.1. Hasil
Hasil analisis keragaman pengaruh dosis pupuk NPK dan Dolomit terhadap
pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pre Nursery pada media
tanah gambut disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Analisis Keragaman Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Dolomit terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pre Nursery pada Media Tanah Gambut.
No Peubah yang diamati
8 Bobot kering akar (g) 0,65tn 0,61tn 1,42tn 17,29
Keterangan :
P = Dosis Pupuk NPK
D = Dosis Dolomit
PD = Interaksi Dosis Pupuk NPK dan Dolomit
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk NPK (P)
memberikan berpengaruh sangat nyata terhadap peubah diameter bol, bobot basah
akar dan memberikan pengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah
pelepah daun, bobot basah bibit serta memberikan berpengaruh tidak nyata
terhadap peubah luas daun , bobot kering bibit dan bobot kering akar. Perlakuan
dosis dolomit (D) memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah
pelepah daun, bobot kering bibit dan berpengaruh tidak nyata terhadap peubah
diameter bol, luas daun, bobot basah bibit, bobot basah akar dan bobot kering
akar.
Kombinasi perlakuan antara dosis pupuk NPK dengan dolomit (PD) memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap peubah tinggi tanaman, bobot basah bibit, dan
memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah pelepah daun, diameter bol dan
bobot basah akar. Selain itu kombinasi perlakuan antara dosis pupuk NPK dengan
dolomit (PD) memberikan pengaruh tidak nyata terhadap peubah luas daun, bobot
kering bibit dan bobot kering akar.
4.1.1. Tinggi Tanaman (cm)
Data hasil pengamatan dan analisis keragaman jumlah tinggi tanaman dapat
dilihat pada Lampiran 5 dan 6. Berdasarkan Lampiran 5 dan 6 menunjukkan
bahwa perlakuan dosis pupuk NPK (P) dan perlakuan dosis dolomit (D)
menunjukkan pengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman. Sedangkan pada
sangat nyata terhadap peubah tinggi tanaman. Hasil uji BNJ tinggi tanaman dapat
dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel. 4.2. Hasil uji BNJ Perlakuan Dosis Pupuk NPK dan Dolomit terhadap Tinggi Tanaman (cm).
Pupuk NPK Dolomit (D)
Rerata P
(P) D1 D2 D3
P1 13,58abAB 14,54abcAB 13,32aA 13,81a
P2 13,94abAB 18,78cB 14,49abcAB 15,74b
P3 14,44abcAB 15,03abcAB 17,90bcAB 15,79b
Rerata D 13,99a 16,12b 15,24ab
BNJ P 0,05 : 1,82 BNJ D 0,05 : 1,82
BNJ PD 0,05 : 4,35 BNJ PD 0,01 : 5,38
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji 5% dan 1%.
Hasil uji BNJ pada Tabel 4.2. diatas menunjukkan bahwa perlakuan pupuk NPK
(P) dimana perlakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan P2 dan P3. Sedangkan
perlakuan P2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan P3. Hasil terbaik pada peubah
tinggi tanaman ditunjukkan pada perlakuan P3 yaitu 15,79 cm dan hasil terendah
pada perlakuan P1 yaitu 13,81 cm.
Perlakuan dolomit (D) menunjukkan bahwa perlakuan D2 berbeda nyata dengan
perlakuan D1 dan berbeda tidak nyata dengan D3. Sedangkan perlakuan D1
berbeda tidak nyata dengan perlakuan D3. Hasil terbaik pada peubah tinggi
tanaman ditunjukkan pada perlakuan D2 yaitu 16,12 cm dan hasil terendah pada
perlakuan D1 yaitu 13,99 cm . Kombinasi perlakuan pupuk NPK dan dolomit
dengan kombinasi perlakuan P1D3 dan berbeda tidak nyata dengan kombinasi
perlakuan lainnya.
Hasil terbaik pada peubah tinggi tanaman ditunjukkan pada kombinasi perlakuan
P2D2 yaitu 18,78 cm dan hasil terendah pada P1D3 yaitu 13,32 cm.
4.1.2. Jumlah Pelepah Daun (helai)
Data hasil pengamatan dan analisis keragaman jumlah pelepah daun dapat dilihat
pada Lampiran 7 dan 8. Berdasarkan Lampiran 7 dan 8 menunjukkan bahwa
perlakuan dosis pupuk NPK (P), dosis dolomit (D) dan kombinasi perlakuan dosis
pupuk NPK dengan dolomit (PD) berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah
pelepah daun. Hasil uji BNJ jumlah pelepah daun dapat dilihat pada Tabel 4.63
Tabel. 4.3. Hasil uji BNJ Perlakuan Dosis Pupuk NPK dan Dolomit terhadap Jumlah Pelepah Daun (helai).
Pupuk NPK Dolomit (D)
Rerata P
(P) D1 D2 D3
P1 3,13 ab 3,07ab 2,69a 2,96a
P2 3,03a 3,67b 3,06ab 3,25b
P3 3,18ab 3,03a 2,97ab 3,06ab
Rerata D 3,11ab 3,26b 2,90a
BNJ P 0,05 : 0,26 BNJ D 0,05 : 0,26
BNJ PD 0,05 : 0,63
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji 5% dan 1%.
Hasil uji BNJ pada Tabel 4.3. diatas menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk
NPK (P) dimana perlakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan P2 dan berbeda
dengan perlakuan P1 dan P2. Hasil terbaik pada peubah jumlah pelepah daun
ditunjukkan pada perlakuan P2 yaitu 3,25 helai dan hasil terendah pada perlakuan
P1 yaitu 2,96 helai.
Perlakuan dosis dolomit (D) menunjukkan bahwa pada perlakuan D2 berbeda
nyata dengan perlakuan D3 dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan D1.
Sedangakn perlakuan D1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan D2 dan D3.
Hasil terbaik pada peubah jumlah pelepah daun ditunjukkan pada perlakuan D2
yaitu 3,26 helai dan hasil terendah pada perlakuan D3 yaitu 2,90 helai.
Kombinasi perlakuan dosis pupuk NPK dan dolomit (PD) menunjukkan bahwa
kombinasi perlakuan P2D2 berbeda nyata dengan perlakuan P1D3, P2D1,P3D2
dan P3D3 serta berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Hasil terbaik pada
peubah jumlah pelepah daun ditunjukkan pada kombinasi perlakuan P2D2 yaitu
3,67 helai dan hasil terendah pada P1D3 yaitu 2,69 helai.
4.1.3. Diameter Bol (cm)
Data hasil pengamatan dan analisis keragaman diamater bol dapat dilihat pada
Lampiran 9 dan 10. Berdasarkan Lampiran 9 dan 10 menunjukkan bahwa
perlakuan dosis pupuk NPK (P) berpengaruh sangat nyata terhadap peubah
diameter bol. Sedangkan untuk perlakuan dosis dolomit (D) berpengaruh tidak
nyata pada peubah diameter bol dan kombinasi perlakuan pupuk NPK dengan
dolomit (PD) berpengaruh nyata terhadap peubah diameter bol. Hasil uji BNJ dan
Tabel. 4.4. Hasil uji BNJ dan Tabulasi Perlakuan Dosis Pupuk NPK dan Dolomit terhadap Diameter Bol (cm).
Pupuk NPK Dolomit (D)
Rerata P
(P) D1 D2 D3
P1 0,82a 0,81a 0,89ab 0,84aA
P2 0,91ab 1,19b 0,93ab 1,01bB
P3 0,96ab 0,97ab 1,08ab 1,00bA
Rerata D 0,90 0,99 0,97
BNJ P 0,05 : 0,13 BNJ P 0,01 : 0,17
BNJ PD 0,05 : 0,31
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji 5% dan1%.
Hasil uji BNJ dan tabulasi pada Tabel 4.4. diatas menunjukkan bahwa perlakuan
dosis pupuk NPK (P) dimana perlakuan P1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan
P2 dan P3. Hasil terbaik pada peubah diameter bol ditunjukkan pada perlakuan P2
yaitu 1,01 cm dan hasil terendah pada perlakuan P1 yaitu 0,84 cm. Sedangkan
untuk perlakuan dolomit (D) hasil terbaik pada peubah diameter bol ditunjukkan
pada perlakuan D2 yaitu 0,99 cm dan hasil terendah pada perlakuan D1 yaitu 0,90
cm. Kombinasi perlakuan pupuk NPK dan dolomit (PD) menunjukkan bahwa
perlakuan P2D2 berbeda nyata dengan perlakuan P1D1 dan P1D2 dan berbeda
tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Hasil terbaik pada peubah diameter bol
ditunjukkan pada kombinasi perlakuan P2D2 yaitu 1,19 cm dan hasil terandah
4.1.4. Luas Daun (cm²)
Data hasil pengamatan dan analisis keragaman luas daun dapat dilihat pada
Lampiran 11 dan 12. Berdasarkan Lampiran 11 dan 12 menunjukkan bahwa
perlakuan dosis pupuk NPK (P), perlakuan dosis dolomit (D) dan kombinasi
perlakuan dosis pupuk NPK dengan dolomit (PD) berpengaruh tidak nyata
terhadap peubah luas daun. Hasil tabulasi luas daun dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel. 4.5. Hasil Tabulasi Perlakuan Dosis Pupuk NPK dan Dolomit terhadap Luas Daun (cm²).
Faktor P Faktor D Rerata P
D1 D2 D3
P1 224,22 228,28 173,46 208,65
P2 188,46 208,33 205,73 200,84
P3 191,16 207,75 191,59 196,83
Rerata D 201,28 214,79 190,26
Hasil data tabulasi pada tabel 4.5. diatas menunjukkan hasil terbaik perlakuan
dosis pupuk NPK (P) pada peubah luas ditunjukkan pada perlakuan P1 yaitu
208,65 cm² dan hasil terendah pada perlakuan P3 yaitu 196,83 cm².
Untuk perlakuan dosis dolomit (D) hasil terbaik pada peubah bobot luas daun
ditunjukkan pada perlakuan D2 yaitu 214,79 cm² dan hasil terendah pada
perlakuan D3 yaitu 190,26 cm². Sedangkan untuk perlakuan kombinasi perlakuan
dosis pupuk NPK dengan Dolomit (PD) hasil terbaik pada peubah bobot luas daun
ditunjukkan pada kombinasi perlakuan P1D2 yaitu 228,28 cm² dan hasil terendah
4.1.5. Bobot Basah Bibit (g)
Data hasil pengamatan dan analisis keragaman bobot basah bibit dapat dilihat
pada Lampiran 13 dan 14. Berdasarkan Lampiran 13 dan 14 menunjukkan bahwa
perlakuan dosis pupuk NPK (P) berpengaruh nyata terhadap peubah bobot basah
bibit dan perlakuan dosis dolomit (D) berpengaruh tidak nyata terhadap peubah
bobot basah bibit. Sedangkan untuk kombinasi perlakuan dosis pupuk NPK dan
dolomit (PD) berpengaruh sangat nyata terhadap peubah bobot basah bibit. Hasil
uji BNJ dan tabulasi bobot basah bibit dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel. 4.6. Hasil uji BNJ dan Tabulasi Perlakuan Dosis Pupuk NPK dan Dolomit terhadap Bobot Basah Bibit (g).
Pupuk NPK Dolomit (D)
Rerata P
(P) D1 D2 D3
P1 7,16aA 8,34abcA 8,50abcA 8,00a
P2 8,93abcA 10,42cB 8,71abcA 9,36b
P3 9,93bcA 7,62abA 9,44abcA 9,00ab
Rerata D 8,67 8,79 8,88
BNJ P 0,05 : 1,12
BNJ PD 0,05 : 2,68 BNJ PD 0,01 : 3,21
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji 5% dan 1%.
Hasil uji BNJ dan tabulasi pada Tabel 4.6. diatas menunjukkan bahwa perlakuan
dosis pupuk NPK (P) dimana perlakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan P2
dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan P3. Sedangkan perlakuan P3 berbeda
tidak nyata dengan perlakuan P1 dan P2. Hasil terbaik pada peubah bobot basah
bibit ditunjukkan pada perlakuan P2 yaitu 9,36 g dan hasil terendah pada
Untuk perlakuan dosis dolomit (D) hasil terbaik pada peubah bobot basah bibit
ditunjukkan pada perlakuan D3 yaitu 8,88 g dan hasil terendah pada perlakuan D1
yaitu 8,67 g. Kombinasi perlakuan dosis pupuk NPK dengan Dolomit (PD)
menujukkan bahwa kombinasi perlakuan P2D2 berbeda tidak nyata dengan
perlakuan lainnya. Hasil terbaik pada peubah bobot basah bibit ditunjukkan pada
kombinasi perlakuan P2D2 yaitu 10,42 g dan hasil terendah pada kombinasi
perlakuan P1D1 yaitu 7,16 g.
4.1.6. Bobot Basah Akar (g)
Data hasil pengamatan dan analisis keragaman bobot basah akar dapat dilihat pada
Lampiran 15 dan 16. Berdasarkan Lampiran 15 dan 16 menunjukkan bahwa
perlakuan dosis pupuk NPK (P) berpengaruh sangat nyata terhadap peubah bobot
basah akar dan perlakuan dosis dolomit (D) berpengaruh tidak nyata terhadap
peubah bobot basah akar. Sedangkan untuk kombinasi perlakuan dosis pupuk
NPK dengan dolomit (PD) berpengaruh nyata terhadap peubah bobot basah akar.
Tabel. 4.7. Hasil uji BNJ dan Tabulasi Perlakuan Dosis Pupuk NPK dan Dolomit terhadap Bobot Basah Akar (g).
Pupuk NPK Dolomit (D)
Rerata P
(P) D1 D2 D3
P1 3,49ab 2,94a 3,17a 3,20aA
P2 3,50ab 4,27b 3,66ab 3,81bB
P3 3,59ab 3,52ab 3,54ab 3,55abAB
Rerata D 3,53 3,57 3,46
BNJ P 0,05 : 0,40 BNJ P 0,01 : 0,52
BNJ PD 0,05 : 0,94
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji 5% dan1%.
Hasil uji BNJ dan tabulasi pada tabel 4.7. diatas menunjukkan bahwa perlakuan
dosis pupuk NPK (P) dimana perlakuan P1 berbeda sangat nyata dengan
perlakuan P2 dan berpengaruh tidak nyata dengan perlakuan P3. Sedangkan
perlakuan P3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2. Hasil terbaik pada
peubah bobot basah akar ditunjukkan pada perlakuan P2 yaitu 3,81 g dan hasil
terendah pada perlakuan P1 yaitu 3,20 g.
Untuk perlakuan dosis dolomit (D) hasil terbaik pada peubah bobot basah akar
ditunjukkan pada perlakuan D2 yaitu 3,57 g dan hasil terendah pada perlakuan D3
yaitu 3,46 g. Kombinasi dosis pupuk NPK dengan Dolomit (PD) menujukkan
bahwa kombinasi perlakuan P2D2 berbeda nyata dengan perlakuan P1D2 dan
P1D3 serta berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Hasil terbaik pada
peubah bobot basah akar ditunjukkan pada kombinasi perlakuan P2D2 yaitu 4,27
4.1.7. Bobot Kering Bibit (g)
Data hasil pengamatan dan analisis keragaman bobot kering bibit dapat dilihat
pada Lampiran 17 dan 18. Berdasarkan Lampiran 17 dan 18 menunjukkan bahwa
perlakuan dosis pupuk NPK (P) dan kombinasi perlakuan dosis pupuk NPK
dengan dolomit (PD) berpengaruh tidak nyata terhadap peubah bobot kering bibit.
Sedangkan perlakuan dosis dolomit (D) berpengaruh nyata terhadap peubah bobot
kering bibit. Hasil uji BNJ dan tabulasi bobot kering bibit dapat dilihat pada Tabel
4.8.
Tabel. 4.8. Hasil uji BNJ dan Tabulasi Perlakuan Dosis Pupuk NPK dan Dolomit terhadap Bobot Kering Bibit (g).
Pupuk NPK Dolomit (D)
Rerata D 0,73a 0,81b 0,76ab
BNJ D 0,05 : 0,07
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji 5% dan 1%.
Hasil uji BNJ dan tabulasi pada tabel 4.8. diatas menunjukkan bahwa perlakuan
dosis dolomit (D) pada perlakuan D1 berbeda nyata dengan perlakuan D2 dan
berpengaruh tidak nyata dengan perlakuan D3. Sedangkan perlakuan D3 tidak
berbeda nyata dengan perlakuan D1 dan D2. Hasil terbaik pada peubah bobot
kering bibit ditunjukkan pada perlakuan D2 yaitu 0,81 g dan hasil terendah pada