• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM DI TENGAH KEANEK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM DI TENGAH KEANEK"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM DI TENGAH

KEANEKARAGAMAN KONSEP TENTANG HAKIKAT MANUSIA (Latar Historis dan Relevansinya dengan Pemecahan Masalah Umat dan

Kemanusiaan)

MAKALAH

Disusun guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pengampu :

Dr. M. Abdul Fattah Santoso, M.Ag

Oleh: SOFYAN EFENDI NIM : O100140038

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM DI TENGAH

KEANEKARAGAMAN KONSEP TENTANG HAKIKAT MANUSIA

(Latar Historis dan Relevansinya dengan Pemecahan Masalah Umat dan Kemanusiaan)

Sofyan Efendi

Universitas Muhammadiyah Surakarta Email : sofyan.efendi37@yahoo.com

Pendahuluan

Pengertian pendidikan secara umum merupakan sebuah proses untuk memanusiakan manusia. Sebuah pemahaman yang baik tentang hakikat manusia akan mempengaruhi pemahaman yang baik tentang hakikat dan tujuan pendidikan Islam. Para filsuf Muslim memberikan beragam pengertian mereka tentang apakah hakikat manusia. Para filsuf Muslim klasik cenderung melihat hakikat manusia pada dimensi internalnya yaitu al-nafs al-natiqah (jiwa rasional). Berbeda dengan para filsuf Muslim klasik, para filsuf Muslim kontemporer melihat hakikat manusia dengan mempertimbangkan faktor-faktor eksternal dari konteks historis yang melatarbelakanginya. Keanekaragaman pemahaman tentang hakikat manusia akan berdampak pada keanekaragaman rumusan hakikat dan tujuan pendidikan.

Pada bahasan makalah ini kami akan mengemukakan beberapa pemahaman tentang hakikat manusia menurut beberapa filsuf Muslim kontemporer. Di antara filsuf yang akan kami kemukakan pada bahasan ini antara lain adalah Mohammad Iqbal, S.M. Naquib Al-Attas, Suhailah Hussien dan Syed Hussein Nasr.

(3)

materi-fisik dan dunia spiritual, dan salah satu tugas manusia adalah menegakkan tatanan kosmos.

Hakikat Manusia menurut Filsuf Muslim Kontemporer

Muhammad Iqbal memandang hakikat manusia pada karakternya yang individual yaitu melihat hakikat manusia pada kehendaknya. Baginya, kehendak adalah sebuah dorongan sangat besar yang mendorong manusia untuk melakukan aktivitasnya. Dari keanekaragaman kehendak manusia sesuai dengan berbagai macam kebutuhannya, kehendak yang menjadikan kepribadian manusia sempurna adalah kehendak transendental dari Allah. Kehendak transendental yang dimaksud adalah kehendak mencintai Tuhan. Ketika kehendak transendental itu menjadi kehendak tertinggi yang mengatur dan mendisiplinkan kehendak-kehendak lain manusia, maka ia mengalami kelahiran baru. Bagi Iqbal, kepribadian, ego atau diri, yaitu kesadaran diri manusia yang dibangun dan diaktifkan oleh kesadaran Tuhan.1

Menurut Iqbal juga, hakekat manusia adalah individu yang memiliki kesatuan dan keunikan ego yang dipilih Tuhan untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Kesatuan ego lebih bersifat internal (kesatuan jiwa-raga, kesatuan indra, nalar, dan hati), dan keunikan lebih bersifat eksternal (tidak ada individu yang sama, masing-masing memiliki keunikan melalui pengalaman yang diterimanya).

Ego sangatlah penting untuk persoalan moral, baik untuk individu ataupun masyarakat. Individu dan masyarakatnya sebenarnya saling mencerminkan satu dengan lainnya. Individu harus menjadi jiwa yang kuat sebelum bersatu dengan masyarakatnya. Dan, dengan berinteraksi dengan anggota masyarakat lainnya, ego belajar menerima batasan-batasan kebebasannya dan makna cinta.

Konsep manusia yang baik menurut S.M. Naquib Al Attas adalah manusia yang beradab.2 Adab disini merupakan sebuah pengertian menyeluruh, meliputi

kehidupan spiritual dan material seseorang, dan berusaha untuk menanamkan kualitas kebaikan yang diterimanya. Maka, manusia yang benar-benar terpelajar menurut perspektif Islam didefinisikan Al-Attas sebagai manusia yang beradab.

1Muzaffar Hussain, “The Key Point in Iqbal’s Educational Philosophy”

dalam http://www. allamaiqbal.com/publications/journals/review/oct82/5.htm, (1982), hlm. 3-4

2Syed Muhammad Naquib al-Attas, “The Concept of Education in Islam

(4)

Dalam pengertian yang asli, adab adalah mengundang ke suatu perjamuan. Perjamuan menyiratkan bahwa tuan rumah adalah seorang yang mulia dan terhormat dan banyak orang yang hadir. Hal ini juga berarti bahwa orang-orang yang hadir itu adalah mereka yang dalam penilaian tuan rumah tepat mendapat undangan itu. Berdasarkan ini maka adab berarti juga disiplin terhadap pikiran dan jiwa, untuk menunjukkan tindakan yang betul untuk melawan hal yang keliru, yang benar melawan yang salah, agar terluput dari dosa dan cela.

Hal ini seperti yang terdapat dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud:

ههتهببدبأأمب ن

أ مه ْاوأممللعبتبفب ض

ه

رأل

ب ْا ىف ههللْا ةمببدبأأمب نبْآرأقملأْا ْاذبهه نلإه

Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah di muka bumi, oleh karena itu belajarlah kalian pada sumber peradaban-Nya.”3

Menurut Suhailah Hussein, manusia dianggap sebagai makhluk sejarah karena refleksinya yang dapat merubah dan merumuskan konsep baru dari diri dan masyarakatnya, mempunyai kehendak untuk mengubah praktek-praktek sosial dan hubungan kemasyarakatannya. Hal ini juga dikarenakan bahwa manusia mampu mengubah identitas dan masyarakatnya atas dasar refleksi mereka ke arah yang baik.4

Selain memandang manusia adalah makhluk sejarah, Suhailah Hussein juga memandang bahwa manusia juga makhluk sosial, makhluk rasional dan makhluk pembuat makna yang aktif. Manusia sebagai mahkluk sosial dikarenakan mereka mampu mengubah masyarakat melalui perubahan dalam praktek sosial dan hubungan kemasyarakatannya.5

Manusia disebut juga manusia rasional karena kemampuan mereka untuk merefleksikan praktek sosial dan hubungan kemasyarakatannya. Dan manusia juga disebut makhluk pembuat makna yang aktif karena mereka dapat merekonstruksi dan mengubah praktik sosialnya atas dasar hubungan refleksi rasional mereka sendiri. Dengan demikian, perubahan sosial dan perubahan individu saling terkait dan mungkin karena manusia adalah makhluk aktif yang

3HR. Baihaqi, no. 1985

4Suhailah Hussien, “Critical Pedagogy, Islamisation of Knowledge and Muslim Education” dalam http://journals.iium.edu.my/ intdiscourse/index.php/ islam/article/ view/62/57, (2007), hlm. 3

(5)

terletak di alam dan masyarakat, di mana keduanya baik alam dan masyarakat merupakan dunia sosial bagi makhluk yang aktif. Manusia mencoba untuk mengatasi dan membentuk lingkungan alam dan sosial mereka, dan ketika mereka mencoba untuk membangun peran yang tepat di dunia, budaya mereka akan berubah.6

Tokoh keempat yang mengemukakan pendapatnya mengenai hakikat manusia adalah Syed Hussein Nasr. Beliau mengemukakan bahwa manusia merupakan pertengahan diantara dunia materi-fisik dan dunia spiritual, salah satu tugas manusia adalah menegakkan tatanan kosmos. Manusia mempunyai jiwa yang digunakan sebagai wahana spiritual atau ketuhanan. Jiwa merupakan indera manusia yang dapat digunakan manusia untuk mengenal Tuhan yang suci. Melalui jiwa manusialah Tuhan dapat memasuki ke bentuk manusia, dan dapat diteruskan ke dalam alam fisik.7

Nasr menyimpulkan prinsip-prinsip yang berkenaan dengan pandangan relijius mengenai tatanan kosmos tersebut. Prinsip-prinsip ini merupakan sebuah warisan universal bagi umat manusia dan pantas mendapatkan perhatian yang sangat serius, diantara prinsip-prinsip Kosmologi Suci tersebut adalah :

1. Tatanan alam berhubungan dengan suatu tatanan diluar alam itu sendiri. Realita alam mempunyai signifikansi diluar tampilannya, ada sifat suci di dalam alam, namun istilah suci dapat dipahami, termasuk manifestasi-manifestasi formalnya dalam agama-agama yang berbeda. Realita ini tidak dapat diketahui oleh ilmu pengetahuan modern, namun dapat diketahui dalam cara-cara ilmiah sistematis melalui studi-studi esoterik dan intuisi.

2. Tatanan alam mempunyai tujuan, makna, dan makna ini mempunyai signifikansi moral dan spiritual untuk umat manusia.

3. Manusia dan tatanan alam adalah saling terjalin dalam dua-serangkai dengan cara sedemikian rupa sehingga takdir-takdir mereka saling terkait.

4. Hukum moral-spiritual atau Ketuhanan pada manusia dan hukum-hukum alam tidaklah berbeda secara total namun saling terkait dengan erat.

5. Bumi adalah guru manusia dan manusia dapat belajar dari tatanan alam, tidak hanya secara kuantitatif namun juga secara moral, intelektual, dan spiritual.8

Latar Historis Hakikat Manusia menurut Filsuf Muslim Kontemporer

6Ibid.

7Almut Beringer, Reclaiming a Sacred Cosmology: Seyyed Hossein Nasr, the Perennial Philosophy, and Sustainability Education, (Canadian Journal of Environmental Education, Vol. 11: 2006), hlm. 35

(6)

Latar belakang historis menurut pemikiran Muhammad Iqbal adalah adanya kemunduran umat Islam selama lima ratus tahun terakhir yang disebabkan oleh kebekuan dalam pemikiran. Solusi terhadap permasalahan ini adalah membangkitkan kembali pemikiran dan kreativitas (umat) Islam.

Umat Islam diminta untuk kreatif dan dinamis dalam menghadapi hidup dan menciptakan perubahan-perubahan dibawah tuntunan ajaran al-Qur’an. Nilai-nilai dasar ajaran al-Qur’an harus dapat dikembangkan dan digali secara serius untuk dijadikan pedoman dalam menciptakan perubahan itu. Kuncinya adalah dengan mengadakan pendekatan rasional terhadap al-Qur’an dan mendalami semangat yang terkandung di dalamnya, bukan menjadikannya sebagai buku undang-undang yang berisi kumpulan peraturan-peraturan yang mati dan kaku. Sebagai konsekuensi, ijtihad kolektif perlu digalakkan dengan mengacu kepada kepentingan masyarakat dan kemajuan umum.

Secara historis dasar pemikiran tentang hakikat manusia menurut S.M. Naquib Al Attas adalah berakar pada sebab eksternal dan internal problem-problem kebudayaan Muslim kontemporer. Faktor eksternal tersebut antara lain adalah adanya tantangan religio-kultural dan sosio-politis kebudayaan dan peradaban Barat. Sedangkan faktor internal adalah kesalahan dalam memahami ilmu dan aplikasinya, hilangnya adab dan munculnya pemimpin palsu. Menurut Iqbal hal yang pertama kali harus dibenahi dan sangat membantu pembenahan dua faktor lainnya adalah ‘hilangnya adab’.

Makna adab adalah pengenalan dan pengakuan terhadap realitas bahwa ilmu dan segala yang ada terdiri dari hirarki yang sesuai dengan kategori-kategori dan tingkatan-tingkatannya, dan bahwa seseorang itu mempunyai tempatnya masing-masing dalam kaitannya dengan realitas tersebut dan dengan kapasitas serta potensi fisik, intelektual dan spiritualnya.9

Dalam konteks ilmu, adab merupakan ketertiban budi yang mengenal dan mengakui hirarki ilmu berdasarkan kriteria keluhuran/kemuliaan, seperti seseorang yang pengetahuannya berdasarkan wahyu lebih mulia/luhur dari mereka yang pengetahuannya berdasarkan akal. Adab terhadap alam dilakukan dengan meletakkan tumbuhan, batu-batuan, gunung, sungai, lembah, danau, hewan dan habitat-habitatnya pada tempat-tempat yang benar.

Pandangan Suhailah Hussein tentang hakikat manusia bermula dari ketidakpuasan dari ketidaksetaraan yang diabadikan oleh pedagogi tradisional

(7)

dalam pendidikan. Pedagogi tradisional, seperti teori tradisional, membantu dalam reproduksi sosial kelas dan mempromosikan ketidaksetaraan ras dan gender melalui praktek sekolah terorganisir dan menipu. Hari ini, sekolah-sekolah umum berfungsi untuk meniru nilai-nilai yang ada dan hak istimewa dari kelas dominan, pedagogi kritis memperlihatkan bagaimana sekolah menjadi sebuah situs di mana cara-cara tertentu pemahaman dan berperilaku di dunia, termasuk menerima ketidaksetaraan, sebenarnya diperkenalkan dan dilegitimasi untuk melayani kepentingan kelompok sosial tertentu. Menyadari pengetahuan yang sebenarnya secara sosial, historis, ekonomi, politik dan kultural, pedagogi kritis menetapkan untuk mengenali dan mengidentifikasi bagaimana ada kurikulum dan pendekatan untuk mengajar menyediakan siswa dengan perspektif yang cenderung meminggirkan suara tertentu dan cara hidup.10

Menurut Syed Hussein Nasr, pendidikan lingkungan khususnya dan studi-studi lingkungan pada umumnya, memikul tanggung jawab untuk memperkenalkan kembali, dimensi-dimensi yang hilang pada pengetahuan agama-spiritual mengenai alam raya dalam tingkat budaya dan skala global. Hal ini meliputi mendapatkan kembali etika lingkungan yang tertanam dalam pemahaman abadi mefafisik, epistemologi, dan ontologi mengenai kosmos, dan menegaskan cara-cara pengetahuan non-ilmiah.11

Tanpa penemuan kembali ilmu pengetahuan yang suci mengenai tatanan alam ini, eksposisi dalam media kontemporer dan perumusan hubungan antara pengetahuan tatanan alam semacam itu dengan etika-etikanya, maka tidak diragukan bahwa sisa-sisa tatanan dalam dunia alamiah dan dunia manusia akan berubah menjadi kekacauan yang dapat menghancurkan semua kehidupan manusia di bumi. Pemahaman religi mengenai alam adalah sangat dibutuhkan dalam proyek keberlangsungan global. Selain itu, tatanan alam yang relijius akhirnya mempunyai tempat dalam pendidikan lingkungan, dan bahwa tugas bagi pendidikan lingkungan adalah mendapatkan kembali kosmologi suci.12

Nasr memperingatkan mengenai situasi berbahaya global yang akan terjadi pada kita, berdasarkan pada analisisnya mengenai kondisi manusia dalam era modern ini, yaitu hilangnya dimensi-dimensi agama-spiritual dalam kehidupan

10Suhailah Hussien, “CriticalPedagogy…. hlm. 93

(8)

budaya dan individual, termasuk pemahaman terhadap alam sebagai kekuatan-kekuatan hebat yang mengatur hubungan manusia dan alam.13

Implikasi Hakikat Manusia kepada Rumusan dan Tujuan Pendidikan Islam

Hakikat pendidikan menurut Muhammad Iqbal dikaitkan dengan implikasi hakikat manusia adalah membantu manusia mengembangkan dirinya dan mengukuhkan perwujudan dirinya sendiri, baik secara ragawi maupun secara rohani (terutama kreativitasnya). Perwujudan diri tidak merupakan “kesendirian” atau individualisme yang mengacuhkan kontak sosial, justru sebaliknya kontak sosial sebagai sarana perwujudan diri itu sendiri. Pendidikan haruslah dinamis dan kreatif di mana tidak ada satu sisi mengatasi sisi yang lain, melainkan masing-masing terpaut satu sama lain.

Sedangkan tujuan pendidikan yang dapat disimpulkan adalah terbentuknya sebuah individu yang memiliki kesatuan dan keunikan ego, tanpa kehilangan kontak sosial, untuk mewujudkan tugasnya sebagai khalifah Allah di bumi. Tujuan akhir dari pendidikan hendaknya dapat memperkokoh dan memperkuat individualitas dari semua pribadi, sehingga mereka dapat menyadari segala kemungkinan yang dapat saja menimpa mereka.

Untuk mencapai tujuan tersebut pendidikan harus tertuju pada pengembangan keseluruhan potensi manusia yang mencangkup intelektual, fisik dan kemauan untuk maju. Serta mempunyai kehendak kreatif. Dengan kreativitas itulah manusia telah berhasil mengubah dan menggubah yang belum tergarap dan belum terselesaikan dan mengisinya dengan aturan dan keindahan.

Tujuan pendidikan harus mampu memecahkan masalah-masalah baru dalam kondisi perorangan dan masyarakat atau menyesuaikan dengan kondisi masyarakat.

Pendidikan menurut S.M. Naquib Al Attas lebih tepat disebut بيدأت (ta’dîb,

yaitu penyemaian dan penanaman adab dalam diri manusia). Contoh ideal ‘manusia beradab (universal/sempurna)’ adalah Nabi Muhammad SAW. Berbeda dari mayoritas pakar kontemporer, dia berpandangan bahwa pendidikan bukan integrasi antara ta`lîm (ميلـعت), tarbiyah (ةيـبرت), dan ta’dîb (بيدأت). Bagi Al-Attas ta’dîb sudah mencakup ta`lîm dan tarbiyah.

(9)

Jadi, hakikat pendidikan adalah pengenalan dan pengakuan yang ditanam secara progresif dalam diri manusia tentang tempat yang sebenarnya dari segala sesuatu dalam susunan penciptaan, yang membimbing seseorang pada pengenalan dan pengakuan terhadap keberadaan Tuhan dalam susunan being dan eksistensi.

Tujuan pendidikan yang dapat disimpulkan dari pemikiran Al-Attas adalah mengembangkan manusia beradab. Hal ini akan sangat berbeda dengan tujuan pendidikan Barat kontemporer yang berorientasi untuk menghasilkan warga negara atau pekerja yang baik.

Berbeda hakikat pendidikan menurut kedua filsof di atas, hakikat pendidikan yang dikemukakan oleh Suhailah Hussein adalah pendidikan merupakan sebuah agen perubahan dan transformasi sosial, pendidikan Islam perlu didasarkan pada pandangan kritis pendidikan, yang mempromosikan pengetahuan emansipatif.

Tujuan pendidikan Islam adalah untuk menyelesaikan krisis Muslim dan mencerahkan umat Islam memberikan potensi kritis dari pikiran Muslim, dan kebutuhan untuk refleksi diri dan interpretasi berdasarkan epistemologi Islam dan dunia. Umat Islam harus mampu mengidentifikasi bagaimana pengetahuan beroperasi secara ideologis. Islam adalah undangan untuk pemikiran dan analisis, tidak imitasi dan emosional.

Hakikat pendidikan Islam yang dapat disimpulkan dari pemikiran Syed Hussein Nasr adalah pendidikan yang tidak boleh mengkesampingkan keterjagaan tatanan alam. Tatanan alam berhubungan dengan suatu tatanan diluar itu sendiri. Realita alam mempunyai signifikansi diluar tampilannya, ada sifat suci di dalam alam, namun istilah suci dapat dipahami, termasuk manifestasi-manifestasi formalnya dalam agama-agama yang berbeda.

Tujuan pendidikan yang dapat disimpulkan adalah adalah agar pendidikan itu selaras dengan tatanan kosmos, karena menurut husein nasr tatanan kosmos (lingkungan) yang ada sekarang telah rusak dan hal ini salah satunya disebabkan oleh karena tujuan pendidikan yang ada tidak mengindahkan tatanan alam dan cenderung merusaknya. Sehingga menurut beliau tujuan pendidikan tersebut harus menyangkut tentang pelestarian alam, tidak hanya mengeksploitasinya.

(10)

Hakikat dan tujuan pendidikan Islam tidak dapat dipisahkan dengan keterkaitannya terhadap latar belakang historis pemikiran yang menjadi pijakannya. Tujuan pendidikan tersebut harus dapat memecahkan berbagai masalah yang dihadapi oleh keadaan yang melatarbelakanginya.

Tujuan pendidikan yang disampaikan oleh Muhammad Iqbal adalah terbentuknya sebuah individu yang memiliki kesatuan dan keunikan ego, tanpa kehilangan kontak sosial, untuk mewujudkan tugasnya sebagai khalifah Allah di bumi. Tujuan pendidikan ini sangat relevan dengan latar belakang historisnya, dimana individu telah berkurang kreativitasnya dan kurangnya kerjasama antar muslim yang satu dengan muslim yang lain. Dalam hal lain bahkan cenderung saling mengedepankan perbedaan, bahkan dapat menimbulkan sebuah konflik.

Umat Islam diminta untuk kreatif dan dinamis dalam menghadapi hidup dan menciptakan perubahan-perubahan dibawah tuntunan ajaran al-Qur’an. Nilai-nilai dasar ajaran al-Qur’an harus dapat dikembangkan dan digali secara serius untuk dijadikan pedoman dalam menciptakan perubahan itu. Kuncinya adalah dengan mengadakan pendekatan rasional terhadap al-Qur’an dan mendalami semangat yang terkandung di dalamnya, bukan menjadikannya sebagai buku undang-undang yang berisi kumpulan peraturan-peraturan yang mati dan kaku. Sebagai konsekuensi, ijtihad kolektif perlu digalakkan dengan mengacu kepada kepentingan masyarakat dan kemajuan umum.

Tujuan pendidikan yang disimpulkan dari S.M. Naquib Al Attas yaitu membentuk masyarakat yang beradab. Hal ini sangat relevan, kaitannya dengan kondisi masyarakat yang mengesampingkan adab dalam memecahkan masalah kemasyarakatan. Pendidikan berhubungan antara manusia dengan sebuah ekstensi masyarakat. Manusia harus mengetahui adab, dimana tempat yang tepat sesuai dengan tingkatannya. Implikasi ta’dib dalam ranah pendidikan adalah pembentukan kualitas manusia yang baik, pembentukan perilaku yang benar atau yang salah, pendisiplinan jiwa, pikiran dan perilaku manusia dan sebuah aktualisasi ilmu pengetahuan sesuai kedudukan sesuatu secara benar dan tepat.

Adab adalah pengetahuan yang melindungi manusia dari kesalahan penilaian. Adab adalah pengakuan dan pengakuan kenyataan bahwa pengetahuan dan makhluk yang diperintahkan hirarki menurut berbagai nilai dan derajat pangkat, dan dari seseorang.

(11)

ketidakadilan dan pembedaan sistem pendidikan. Pendidikan merupakan sebuah agen perubahan dan transformasi sosial, pendidikan Islam perlu didasarkan pada pandangan kritis pendidikan, yang mempromosikan pengetahuan emansipatif.

Tujuan ini akan sangat berpengaruh melihat kondisi historis yang melatarbelakangi terciptanya konsep ini, yaitu ketidakdilan, ketidaksetaraan dan tingkat masyarakat tertentu diposisikan sebagai pelayan untuk tingkat tertentu yang terjadi pada pendidikan. Kita harus megkritisi hal-hal tersebut, agar tercipta sebuah kesetaraan dan keadilan di masyarakat.

Lingkungan yang rusak yang diakibatkan oleh eksploitasi manusia akan sangat berdampak pada kelestarian kehidupan manusia dan alam. Tatanan kosmos yang tidak seimbang tersebut harus segera dicegah, agar kelestarian manusia dan alam ini akan tetap terjaga. Menurut Syed Hussein Nasr pendidikan bertujuan agar manusia berjalan selaras dengan tatanan kosmos dan sebagai penjaga tatanan kosmos. Kosmologi suci membedakan antara tatanan alam dan tatanan Ketuhanan, dengan alam merefleksikan tatanan Ketuhanan.

Setiap makhluk di dunia alam tidak hanya keluar dari Prinsip Ketuhanan, namun merefleksikan kearifannya, yang membangkitkan gagasan bahwa alam menyelubungi dan membuka pesan-pesan dan ajaran-ajaran Tuhan.

Strategi Implementasi Konsep Hakikat Manusia pada Pendidikan Islam di Indonesia

Konsep-konsep pendidikan yang dikemukakan oleh para filsuf Muslim kontemporer yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat diimplementasikan pada pendidikan Islam di Indonesia.

Pemikiran Muhammad Iqbal dapat diimplementasikan pada pendidikan di Indonesia. Peserta didik ditanamkan nilai-nilai semangat dan kehendak untuk berusaha memperoleh tujuannya tanpa mengesampingkan kerjasama dengan manusia lain. Menumbuhkan semangat untuk maju kepada peserta didik, bahwa mereka mampu untuk berhasil dan menjadi bagian dari sejarah, supaya bergerak dan jangan tinggal diam.

(12)

berbagai pandangan hidup tauhid, baik rububiyah, uluhiyah, maupun ubudiyah, yang meyakini kesatuan ciptaan (unity of creation), kesatuan kemanusiaan (unity of purpose of life), yang semua ini merupakan derivasi dari kesatuan ketuhanan (unity of Godhead).

Pemikiran pendidikan Islam yang terformula dan ditawarkan al-Attas, pada prinsipnya merupakan konsep pendidikan yang bercorak moral dan religius, yang tetap menjaga prinsip keseimbangan dan keterpaduan sistem. Hal tersebut dapat dilihat dalam konsepsinya tentang ta'dib (adab) yang di dalamnya telah mencakup konsep ilmu dan amal. Dalam definisinya dijelaskan bahwa, setelah manusia dikenalkan akanposisinya dalam tatanan kosmik lewat proses pendidikan, ia diharapakan dapat mengamalkan ilmunya dengan baik di masyarakat berdasarkan nilai-nilai moral dan ajaran agama. Dengan bahasa yang berbeda dapat dikatakan bahwa dalam penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia harus melandasi keduanya berdasarkan pada pertimbangan nilai-nilai yang bersumber dari ajaran agama ataupun nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat. Nilai-nilai tersebut berfungsi sebagai pengendali dalam mengamalkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, pencarian, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan lebih bermakna dan dapat dilaksanakan dalam kerangkaibadah guna kemaslahatan manusia.

Implikasinya dalam merumuskan kurikulum pendidikan Islam hendaknya bentuk dan formulasi kurikulum di sini harus mengandung makna dan nuansa nilai-nilai “ilahiyah” yang tidak mesti dipahami dalam bentuk dikotomis, yakni mengalokasikan pada satu bidang disiplin ilmu yang khusus dalam membahas mengenai masalah nilai. Akan tetapi proses sosialisasinya bisa didekati dengan muatan semua disiplin ilmu yang diajarkan dengan ruh dan semangat moralitas atau akhlak Islam. Karena Islam sebagai sumber nilai dalam kehidupan, tentu menghendaki agar nilai-nilai yang terkandung di dalamnya bermakna dan diterima secara universal, sehingga setiap penelaahan disiplin ilmu selaludalam nuansa akhlaki dalam pengertian yang luas.

(13)

sudah mapan atau dominan dan menjadikannya sebagai objek analisis politik. Teori kritis memiliki kepedulian tinggi terhadap ketidakadilan sosial sebagaimana terscermin dalam sistem pendidikan atau pesekolahan. Dibalik ilmu pengetahuan yang dipelajari di sekolah dan kebudayaan yang dominan dalam system persekolahan sesungguhnya ada minat dan vested interest dari kelompok tertentu. Dibalik sistem persekolahan ada ideologi yang mendominasi yang harus dicermati dengan kritis dengan mengkaji sejumlah ideologi alternatif.

Pembelajaran pendidikan lingkungan hidup Syed Hussein Nasr kini telah dan semakin marak diterapkan di sekolah adalah bukan mempekerjakan siswa sebagai pekerja di lingkungan sekolah, tetapi membangun jiwa cinta lingkungan, dengan harapan bahwa generasi berikut menjadi generasi yang berbudaya lingkungan dan menjadi sebuah habit bagi semua civitas sekolah.Untuk maksud tersebut, sekolah dan semua stakeholder serta pemerhati lingkungan hidup melakukan konsistentisasi yang holistik kepada konsumen pendidikan tentang peran lingkungan terhadap keberlangsungan kehidupan di bumi, ancaman terhadap kehidupan dan solusi penyelamatan kehidupan di bumi, serta menjelaskan tentang porsi perhatian sekolah dalam hal ini siswa terhadap ekosistim lingkungan hidup sekitarnya.

Tujuan lainnya adalah dalam rangka mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan hidup secara umum, juga untuk dapat mengajak warga sekolah melaksanakan proses belajar mengajar materi lingkungan hidup dan turut berpartisipasi melestarikan serta menjaga lingkungan hidup di sekolah dan sekitarnya.

Untuk merealisasikan kegiatan dimaksud, maka diperlukan sebuah program kegiatan berkelanjutan melalui kegiatan pembinaan pendidikan kesadaran lingkungan hidup bagi seluruh warga sekolah, sehingga tercipta sekolah yang berbudaya lingkungan.

Kesimpulan

(14)

masyarakat yang kritis terhadap sebuah ketidaksetaraan, ketidakadilan, dan (4) membentuk manusia berjalan selaras dengan tatanan kosmos dan sebagai penjaga tatanan kosmos.

Daftar Pustaka

Hussain, Muzaffar. 1982. The Key Point in Iqbal’s Educational Philosophy.

http://www.allamaiqbal.com/publications/journals/review/oct82/5.htm.

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. 1980. The Concept of Education in Islam.

http://www. mef-ca.org/files/attas-text-final.pdf

Hussien, Suhailah. 2007. Critical Pedagogy, Islamisation of Knowledge and Muslim Education. http://journals.iium.edu.my/ intdiscourse/index.php/ islam/article/ view/62/57

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 25 November 2013 dengan melakukan observasi kepada 5 perawat instalasi rawat inap kelas utama dan 5 perawat instalasi rawat inap kelas

Pengamatan simpanan karbon pada kopi Robusta kopi Arabika di KP Andung- sari pada berbagai umur tanaman dengan penaung tunggal yaitu lamtoro disajikan pada Tabel 5. Hasil

الااااهو وااااه بااااسلا ااااح بلا لااااصاولد ااااشكتسا اااايفيك مادختسا لئ سو ا لعتل غللا يت علا مادختس ت بيو أ شلاف في ةدحو ايميلعت ااام اااصلا عت اااسلا

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas pada siklus I, siswa yang menda- patkan nilai pemahaman konsep perjua- ngan mempertahankan kemerdekaan yang memenuhi KKM sebanyak 23 sis- wa

Angka Kejadian Penemuan Tuberkulosis Paru Pada Pasien Bronkiektasis Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta Tahun 2012 Sampai 2013. Universitas

penelitian, dapat dikatakan bahwa pada tahun 2015 pengelolaan retribusi parkir di Kabupaten Buleleng dalam kriteria sangat efektif, karena tingkat efektivitasnya

Dasar penambahan objek tersebut adalah sebagai bentuk pengawasan terhadap tindakan kesewenang-wenangan penyidik dalam menetapkan status tersangka yang tidak

Kedua persamaan diatas, jika dibandingkan dengan besaran dalam persamaan M/M/1 yang telah dibahas sebelumnya, jumlah pelanggan rata-rata dalam antrian dan delay waktu