• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Agroindustri dan Peningkatan Nilai Tambah Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Strategi Pengembangan Agroindustri dan Peningkatan Nilai Tambah Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

absTRaCT

The objectives of this study were (1) to analyze the gambir-based-industry development potential in Lima Puluh Kota regencies and to understand the added value received by developing gambir products, (2) to compose the internal and external factors which effects the gambir agroindustry development’s strengths, weaknesses, opportunities, and threats, and (3) to devise a strategies to develop an export oriented strong gambir processing industry. The analysis were used internal factor evaluation-external factors evaluation matrices which were used to sum up and evaluate the main strength and weakness in certain functions which can also be used as the base to identify strength and weakness conditions, SWOT analysis and quantitative strategic planning matrix. To illustrate the added value of gambir processing, the Hayami method was used. From the analysis, the increases in added values were obtained from processing gambir into catechine and Tannin. Three kilograms of gambir can produce a 91,67% added value ratio of catechine and a 83,81% added value ratio of Tannin. Based on the SWOT matrix, four alternative sets of strategies were derived, which are (1) reinvigorating the ATP (agrotechnopark) in an effort to establish technological innovation of processing gambir into various processed products that have assured qualities and addequate ammounts, (2) creating a comfortable policy to regulate permits for domestic and foreign investors to enter, (3) raising the role of regional governments, plantation agencies, academia, financial institutions, and other related institutions in an effort to develop the agroindustry and to increase the added value in Lima Puluh Kota regencies, and (4) forming a gambir Marketing Support Organization (BPPG).

Keywords: gambir, IFE and EFE matrix, hayami method, SWOT analysis, QSPM analysis

absTRaK

Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis potensi pengembangan berbasis gambir-industri di Kabupaten Lima Puluh Kota dan memahami nilai tambah yang diterima dari mengembangkan produk gambir, (2) menyusun faktor internal dan eksternal yang efek pengembangan industri gambir dan implikasinya terhadap kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman pengembangan agroindustri gambir, dan 3) menyusun strategi untuk mengembangkan industri pengolahan gambir kuat berorientasi ekspor studi markets. Analisis yang digunakan adalah matriks internal factor evaluation-external factors evaluation yang digunakan untuk sum-up dan untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam fungsi tertentu dan juga digunakan sebagai dasar untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan kondisi, analisis SWOT, dan quantitative strategic planning matrix. Metode Hayami juga digunakan dalam penelitian ini untuk menggambarkan nilai tambah pengelolahan gambir. Penelitian menghasilkan peningkatan nilai tambah diperoleh dari pengolahan gambir ke catechine dan Tannin. Tiga kilogram gambir dapat menghasilkan 91,67% nilai tambah rasio catechine dan 83,81% ditambahkan nilai rasio Tannin. Strategi yang diperoleh dari matriks SWOT, empat set alternatif strategi yang dibuat, meliputi: (1) reenvigorating ATP (agrotechnopark) dalam upaya untuk membangun inovasi teknologi pengolahan gambir menjadi berbagai produk olahan yang telah meyakinkan kualitas dan addequate ammounts, (2) menciptakan kebijakan nyaman untuk mengatur izin bagi investor untuk masuk yang mencakup investasi domestik dan asing, (3) meningkatkan peran pemerintah daerah, instansi perkebunan, akademisi, Lembaga Keuangan, dan instansi terkait lainnya dalam upaya untuk mengembangkan agroindustri dan untuk meningkatkan nilai tambah dari gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota, dan (4) membentuk gambir Marketing Support Organisation (BPPG).

Kata kunci: gambir, matriks IFE dan EFE, metode hayami, analisis SWOT, analisis QSPM

sTRaTegi PengeMbangan agROinDUsTRi Dan PeningKaTan

nilai TaMbaH gaMbiR Di KabUPaTen liMa PUlUH KOTa sUMaTeRa baRaT

nur afni evalia

*)

, e. gumbira sa’id

**)1

, dan Rita nurmalina suryana

***)

*) Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Andalas Padang Kampus Unand Limau Manis, Padang 25161

**) Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680

***) Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Jl. Kamper, Wing 4 Level 5 Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680

1 Alamat Korespondensi: E-mail: egum@mma.ipb.ac.id

(2)

PenDaHUlUan

Gambir merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia karena memasok kebutuhan dunia hingga mencapai 80%. Sementara itu, 90% produk gambir Indonesia diproduksi para petani Sumatra Barat. Negara tujuan ekspor gambir adalah Australia, Bangladesh, Hongkong, India, Malaysia, Nepal, Pakistan, Taiwan, Jepang, Saudi Arabia, Filipina, Thailand, dan Singapura. Pangsa pasar ekspor gambir sangat luas dengan volume ekspor yang tinggi, namun tidak tersedia data lengkap setelah 2006. Volume ekspor tertinggi adalah ke India, yaitu 6.712.037 kg, sedangkan volume ekspor gambir terendah adalah ke Thailand, yaitu 1.160 kg (Tabel 1). Tabel 1. Ekspor Komoditas Gambir Tahun 2006

Menurut Negara Tujuan

Negara Tujuan Tahun 2006

Volume (kg) Nilai (USD) Australia 40.000 78.721 Bangladesh 324.000 277.100 Hongkong 1.610 2.508 India 6.712.037 7.030.879 Jepang 7.000 41.300 Malaysia 5.000 6.000 Nepal 250.000 366.509 Pakistan 499.294 328.822 Filipina 88.000 5.500 Saudi Arabia 5.000 10.059 Singapore 37.790 120.928 Taiwan 5.000 9.775 Thailand 1.160 3.890

Sumber : Departemen Pertanian, 2006

Komoditas gambir yang diinginkan oleh pembeli luar negeri, seperti India dan negara pengimpor lainnya, adalah gambir yang baik dan tidak tercampur dengan bahan lainnya. Kemurnian dan kadar catechin merupakan persyaratan yang harus dipenuhi bila akan melakukan ekspor. Apabila gambir tercampur benda asing maka akan menurunkan kandungan catechin dan aroma yang merupakan persyaratan yang mutlak harus dipenuhi (Denian et al. 1991).

Hasil data dari Badan Pusat Statistik Sumatera Barat tahun 2000–2006, perkembangan volume ekspor gambir Sumatera Barat secara keseluruhan mengalami penurunan dari tahun ke tahun, kecuali tahun 2004. Penyebab utama kondisi tersebut adalah mutu produk gambir yang rendah. Mutu yang tidak terjamin menyebabkan permintaan pasar berkurang. Kondisi

tersebut tidak boleh dibiarkan begitu saja karena dapat menyebabkan gambir tidak berpotensi lagi sebagai komoditas ekspor spesifik daerah Sumatera Barat. Nilai ekspor yang cenderung terus menurun tidak terlepas dari harga gambir yang melemah di pasar internasional. Hal ini menyebabkan terjadinya fluktuasi harga yang cukup signifikan. Tingkat harga gambir di kota Padang pada Juli 2007 adalah Rp12.100/kg untuk gambir mutu produksi Payakumbuh (Kabupaten Lima Puluh Kota) dan Rp11.400/kg produksi Siguntur (Kabupaten Pesisir Selatan). Akan tetapi, pada petengahan tahun 2006, sebelum ada ketentuan ekspor gambir ke India, harga komoditas tersebut dipasarkan di kota Padang tergolong tinggi, yakni Rp17.200/kg untuk gambir payakumbuh dan Rp15.200/kg gambir siguntur. Harga tertinggi di Padang periode lima tahun terakhir, yaitu pada Agustus 2005 tercacat Rp22.600/ kg untuk gambir Payakumbuh dan Rp17.550/kg untuk gambir siguntur.

Teknologi pengolahan gambir masih sederhana, walaupun sudah lama diperdagangkan. Gambir masih dijual dalam bentuk “gambir mentah” dan tidak ada variasi produk. Posisi tawar menawar (bargaining power) pelaku usaha gambir Indonesia masih rendah. Menurut Asben (2008), permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan komoditas gambir, adalah 1) kualitas gambir rendah dan besarnya kehilangan dalam pengolahan yang memerlukan perbaikan mutu, 2) rantai tata niaga yang panjang dan didominasi pihak luar (Singapura dan India), 3) posisi tawar petani yang rendah dimana belum adanya jaminan harga yang stabil pada tingkat yang menguntungkan petani, 4) kurangnya informasi pasar international mengenai harga riil gambir, 5) adanya kebiasaaan mencampur gambir dengan bahan-bahan lain sehingga harga jualnya lebih rendah,dan 6) peran pemerintah daerah yang terbatas. Permasalahan utama gambir saat ini terjadi adalah rendahnya produktivitas dan mutu produk, akibat dari cara budi daya dan proses pascapanen/pengolahan yang belum optimal serta minimnya dukungan teknologi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis potensi pengembangan industri berbasis gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota dan mengetahui nilai tambah yang diperoleh dari pengembangan gambir, mengkaji faktor-faktor internal dan eksternal yang memengaruhi pengembangan industri gambir serta implikasinya terhadap kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman pengembangan industri gambir, dan merumuskan strategi pengembangan industri pengolahan gambir

(3)

yang tepat dalam upaya membangun industri pengolahan gambir yang tangguh dan berorientasi ekspor.

Penelitian yang relevan dan terkait dengan strategi pengembangan dan peningkatan nilai tambah telah dilakukan oleh Syafitri (2002) yang meneliti tentang formulasi strategi peningkatan niali tambah dan pengembangan usaha komoditas rumput laut di Kecamatan Singke, Kabupaten Kepulauan Riau. Tujuan penelitian tersebut adalah menghitung dan menganalisis besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan lanjut komoditas rumput laut, seta merekomendasikan strategi yang tepat dalam meningkatkan nilai tambah komoditas rumput laut sekaligus produknya. Metode penelitian mengunakan analisis matriks Internal Factor Evaluation-External Factors Evaluation (IFE-EFE) . Selain itu, Tinambunan (2007) melakukan penelitian tentang analisis pendapatan usaha tani dan pemasaran gambir di Kabupaten Pakpak, Bharat. Penelitiannya menggunakan metode survei (wawancara dan kuesioner) dengan tujuan menganalisis pendapatan petani gambir dari tiga bentuk output yang dijual, menghitung margin pemasaran gambir dan menghitung farmer's share. Penelitian ini difokuskan pada sentra produksi gambir, yaitu Kabupaten Lima Puluh Kota, dengan skala ekonomis unit usaha pengolahan gambir atau nilai tambah yang didapat petani dari olahan gambir. Disamping itu, penelitian ini hanya membahas faktor-faktor eksternal dan internal yang memengaruhi pengembangan agroindustri pengolahan gambir, sekaligus strategi pengembangan agroindustri pengolahan gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota, serta pola pengembangannya.

MeTODe PeneliTian

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data sekunder, berupa data kualitatif maupun kuantitatif dikumpulkan melalui studi pustaka, penelusuran informasi melalui internet, dan menghubungi lembaga-lembaga sumber data, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Balitbang, Asosiasi Pedagang Gambir, pemerintahan setempat. Responden yang diwawancarai untuk mengisi kuesioner adalah 1) Kepala Bidang Bina Agribisnis Dinas Perkebunan, Kabupaten Lima Puluh Kota, Payakumbuh; 2) Kepala Bidang Produksi Dinas Perkebunan, Kabupaten Lima Puluh Kota, Payakumbuh; 3) Kepala Bina Sarana

dan Prasarana Dinas Perkebunan, Kabupaten Lima Puluh Kota; 4) Kepala Seksi Pengawasan Mutu dan Pengolahan Hasil Perkebunan, Dinas Perkebunan, Kabupaten Lima Puluh Kota; 5) Dosen Budi daya Pertanian dan Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Andalas Padang; 6) Peneliti dan Dosen Fakultas Farmasi, Universitas Andalas, Padang; 7) Direktur CV Rasdi & Co dan Ketua Asosiasi Eksportir Gambir Indonesia, Padang; 8) Direktur PT Amut Indospice, Padang; dan 9) Pemilik perkebunan gambir sebanyak dua orang.

Kajian strategi pengembangan agroindustri pengolahan gambir menggunakan pendekatan survei, berbentuk observasi langsung, wawancara dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan memberikan kuesioner. Responden yang dipilih sebanyak 10 orang yang terdiri atas pakar, pengambil kebijakan, pedagang dan eksportir gambir dan petani gambir. Pengumpulan data menggunakan teknik studi pustaka, pengamatan lapangan, wawancara dan diskusi dengan pakar, dan pengisian kuesioner. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif, IFE/EFE, SWOT, QSPM, dan analisis nilai tambah. Analisis Deskriptif digunakan untuk mendeskriptifkan visi/misi pengembangan agribisnis gambir, IFE/EFE digunakan untuk menganalisis fakor-faktor internal dan eksternal yang memengaruhi strategi pengembangan dan nilai tambah gambir, SWOT untuk merumuskan alternatif strategi dan Quantitative Strategic Planning Matrix

(QSPM) untuk mendapatkan prioritas strategi. Analisis nilai tambah digunakan untuk mengetahui nilai tambah yang di dapat dari pengembangan agroindustri gambir. Kerangka pemikiran penelitian pada Gambar 1.

Hasil

Teknologi Proses Produksi dan analisis nilai Tambah

Pada Gambar 2 menjelaskan tentang proses pemurnian gambir. Nilai tambah dari pengolahan gambir menjadi katekin (C15H14O6) dengan sertifikat dari Badan Penelitian dan Pengembangan Industri No. 426/U/ II/2008, diketahui rasio nilai tambahnya melalui perhitungan (Tabel 2). Satu kilogram gambir didapat nilai tambah sebesar Rp2.442.000, rasio nilai tambah katekin sebesar 91,67%, imbalan bagi tenaga kerja Rp83.350 serta imbalan modal dan manajemen sebesar Rp2.358.650.

(4)

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Visi dan misi dinas perkebunan

Kabupaten Lima Puluh Kota Peningkatan pendapatan petani

melalui agroindustri gambir

EFE Pengembangan agroindustri gambir IFE

Alternatif strategi Analisis nilai tambah

Matriks TOWS Analisis QSPM

Rekomendasi

Gambar 2. Proses pemurnian gambir (Nazir, 2001). Gambir

Dicuci dengan air

Komponen larut Komponen tidak larut + Hexana

Komponen tidak larut Komponen larut Komponen tidak larut KATEKIN + Etil asetat

Komponen larut Komponen tidak larut

TANIN Komponen larut

+ Metanol

Analisis nilai tambah gambir menjadi tanin dapat dilihat pada Tabel 3. Rasio nilai tambah dari pengolahan gambir menjadi tanin adalah sebesar 83,81%. Setiap 1 kg gambir, didapatkan nilai tambah sebesar Rp1.149.094, sedangkan imbalan bagi tenaga kerja sebesar Rp83.350.

Peningkatan nilai tambah gambir menjadi katekin dan tanin dapat dilakukan dengan skala menengah sampai skala besar. Sampai saat ini, industri pengolahan gambir menjadi katekin dan tanin masih sangat sedikit. Dengan demikian, masih banyak peluang yang dapat diraih oleh

pengusaha dan investor jika berminat menanamkan modalnya pada sektor industri pengolahan gambir menjadi katekin dan tanin.

Terdapat dua klasifikasi yang diperdagangkan pada perdagangan internasional, yaitu gambir mentah dan gambir olahan. Pengembangan ekspor gambir Indonesia, baik gambir mentah maupun olahan masih mempunyai potensi untuk dikembangkan. Dapat disimpulkan bahwa peningkatan nilai tambah terhadap suatu komoditas mampu meningkatkan pendapatan pada banyak sektor agribisnis.

(5)

Tabel 2. Perhitungan nilai tambah gambir yang diolah menjadi katekin

Variabel Langkah Perhitungan Nilai

Output, input, dan harga

Output (Kg) 1

Bahan baku (Kg) 3

Tenaga Kerja (Hok/Kg bahan baku) 5

Faktor konversi (1:2) 1 : 3 0,333

Koefisien tenaga kerja (3:2) 5 : 3 1,667

Harga output (Rp/Kg) Rp8.000.000

Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/Hok) Rp50.000

Pendapatan dan keuntungan

Harga bahan baku (Rp/Kg) Rp66.000

Sumbangan input lain (Rp/L bahan baku) Rp0

Nilai output (4 × 6) 0.333 × 8.000.000 Rp2.664.000 a. Nilai tambah (10 – 8 – 9 ) 2.664.000−66.000−0 Rp2.598.000 b. Rasio nilai tambah (11a : 10) × 100% (2.598.000:2.664.000) × 100% 97,52 c. Imbalan tenaga kerja (5 × 7) (1.667 × 50.000) 83.350 d. Bagian tenaga kerja (12a : 11a) × 100% (83.350:2.598.000 × 100% 3,25 e. Keuntungan (11a – 12a) (2.598.000−83.350) Rp2.514.650 f. Tingkat keuntungan (13a : 10) × 100% (2.514.650 : 2.664.000) × 100% 94,39

balas jasa pemilik faktor produksi

Marjin (10 – 8) (2.664.000–66.000) 2.598.000 a. Pendapatan tenaga kerja (12a:14) × 100% (83.350:2.598.000) × 100% 3,21 b. Sumbangan input lain (9 :14) × 100% (0:2.598.000) × 100% 0 c. Keuntungan perusahaan (13a : 14) × 100% 2.514.650:2.598.000) × 100% 96,79

Identifikasi Faktor-faktor Strategi Internal dan

eksternal

Faktor-faktor strategis internal meliputi berbagai aspek yang berpengaruh secara internal pada strategi pengembangan agroindustri dan nilai tambah gambir oleh dinas perkebunan. Faktor-faktor yang teridentifikasi dari hasil wawancara dan penyebaran kuesioner kepada responden dikelompokkan menjadi kekuatan dan kelemahan. Kebijakan pemerintah daerah dalam mendorong budi daya tanaman gambir merupakan faktor kekuatan, sedangkan faktor kelemahan adalah kemampuan manajerial kurang, kurangnya anggaran pendukung agroindustri gambir, informasi pasar terbatas, kurangnya informasi mengenai aplikasi teknologi tepat guna, kualitas SDM untuk pembinaan pengolahan masih rendah, kualitas gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota belum memenuhi standar ekspor, dan aliran dana bantuan kredit mikro untuk usaha kecil terbatas

Faktor lingkungan eksternal adalah faktor-faktor di luar dinas perkebunan yang dapat memengaruhi pengembangan agroindustri dan nilai tambah gambir nantinya. Faktor eksternal dikelompokan menjadi

peluang dan ancaman. Terdapat 11 faktor eksternal yang teridentifikasi sebagai peluang, yaitu 1) banyaknya produk turunan (derivatif) dari gambir, 2) adanya demand (permintaan) terhadap produk olahan gambir, 3) nilai tambah yang didapat petani lebih besar, 4) belum adanya industri pemurnian gambir, 5) belum adanya industri pengolahan produk turunan gambir, 6) adanya otonomi daerah, 7) peran akademisi dalam meningkatkan citra olahan gambir, 8) peran akademisi dalam mensosialisasikan manfaat dari agroindustri gambir, 9) peran akademisi dalam menjalin kerja sama dengan stakeholder terkait, 10) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mendukung agroindustri gambir, dan 11) hubungan kerja sama perdagangan internasional yang baik sebagai peluang ekspor. Faktor eksternal yang teridentifikasi sebagai ancaman, meliputi: 1) kurangnya jaminan stabilitas ekonomi dan politik sehingga investor enggan menanamkan modal usaha, 2) masuknya produk impor yang sudah menguasai pasar, 3) perdagangan global yang menuntut standar mutu produk yang tinggi, 4) persaingan dari sesama pedagang gambir, baik di daerah sekitar maupun negara lain, 5) adanya persaingan antara produk olahan gambir dan produk perkebunan lainnya.

(6)

Tabel 3. Perhitungan nilai tambah gambir yang diolah menjadi tanin

Variabel Langkah perhitungan Nilai

Output, input dan harga

Output (Kg) 1

Bahan baku (Kg) 3

Tenaga Kerja (Hok/Kg bahan baku) 5

Faktor konversi (1:2) 1 : 3 0,333

Koefisien tenaga kerja (3:2) 5 : 3 1,667

Harga output (Rp/Kg) Rp4.117.400

Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/Hok) Rp50.000

Pendapatan dan keuntungan

Harga bahan baku (Rp/Kg) Rp66.000

Sumbangan input lain (Rp/L bahan baku) Rp0

Nilai output (4 × 6) 0.333 × 4.117.400 Rp1.371.094 a. Nilai tambah (10 – 8 – 9 ) 1.371.094−66.000−0 Rp1.305.094 b. Rasio nilai tambah (11a : 10) × 100% (1.305.094: 1.371.094) × 100% 95,18 c. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (1.667 × 50.000) 83.350 d. Bagian tenaga kerja (12a : 11a) × 100% (83.350: 1.305.094) × 100% 6.386 e. Keuntungan (11a – 12a) (1.305.094 − 83.350) Rp1.221.744 f. Tingkat keuntungan (13a : 10) × 100% (1.221.744: 1.371.094) × 100% 89,12

balas jasa pemilik faktor produksi

Marjin (10 – 8) (1.371.094–66.000) Rp1.305.094 a. Pendapatan tenaga kerja (12a:14) × 100% (83.350: 1.305.094) × 100% 6,38 b. Sumbangan input lain (9 :14) × 100% (0: 1.305.094) × 100% 0 c. Keuntungan perusahaan (13a : 14) × 100% 1.221.744: 1.305.094) × 100% 93,61

evaluasi Faktor internal (iFe)

Kekuatan utama dalam upaya pengembangan agroindustri dan nilai tambah gambir adalah adanya agrotecnopark untuk pengembangan agroindustri gambir dengan bobot 0,063 (Tabel 4). Belum adanya kebijakan pemerintah daerah untuk mendorong pengembangan agroindustri dan peningkatan nilai tambah gambir sebagai produk yang berbasis sumber daya lokal yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan daerah (Perda) merupakan kelemahan utama, yaitu dengan bobot 0,074. Nilai peringkat 1,00 menjelaskan bahwa kelemahan tesebut belum ditanggulangi dengan baik oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Lima puluh Kota. Total nilai yang diperoleh dari matriks IFE sebesar 2,517. Menurut David (2006), posisi nilai tersebut berada di nilai rata-rata tertimbang (2,5). Kondisi tersebut menunjukkan secara internal posisi Dinas Perkebunan saat ini cukup baik dalam memanfaatkan kekuatan-kekuatan dan berupaya untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada.

evaluasi Faktor eksternal (eFe)

Dari hasil analisis lingkungan eksternal,yang menjadi peluang utama adalah belum adanya industri pengolahan gambir menjadi produk turunan di Kabupaten Lima Puluh Kota. Ancaman paling besar pengaruhnya terhadap strategi pengembangan dan peningkatan nilai tambah gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah perdagangan global yang menuntut standar mutu produk yang tinggi (Tabel 5).

Perumusan alternatif strategi

Perumusan strategi dilakukan dengan menggunakan matriks SWOT. Alternatif strategi dirumuskan mengacu kepada faktor-faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi. Perumusan strategi pada matriks SWOT dilakukan melalui wawancara dengan para pakar. Berikut alternatif strategi yang dihasilkan dari matriks SWOT.

(7)

Tabel 4. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE)

Kekuatan Bobot Rating Skor

Program kerja dinas perkebunan 0,058 4,00 0,231

Agroteknopark untuk pengembangan agroindustri dan peningkatan nilai tambah

gambir 0,063 4,00 0,252

Ketersediaan bahan baku gambir 0,061 4,00 0,244 Keterikatan peran antar seluruh pihak yang terkait dengan usaha gambir 0,058 3,00 0,175 Pengolahan pascapanen sederhana 0,060 3,25 0,195 Keberadaan koperasi dan kelompok tani 0,059 3,00 0,178

Penghasil devisa 0,058 3,25 0,190

Pengalaman petani dalam pengolahan gambir sudah cukup lama 0,056 4,00 0,225 Kelemahan

Belum adanya kebijakan Pemda dalam mendorong agroindustri gambir 0,074 1,00 0,074 Kemampuan manajerial petani kurang 0,062 1,75 0,108 Kurangnya anggaran pendukung agroindustri gambir 0,070 2,00 0,141

Informasi pasar terbatas 0,065 1,75 0,113

Kurangnya informasi mengenai aplikasi teknologi tepat guna 0,053 2,00 0,106 Kualitas SDM untuk pembinaan pengolahan gambir masih rendah 0,066 1,75 0,115 Kualitas gambir di Kabupatem Lima Puluh Kota belum memenuhi standar ekspor 0,067 1,25 0,084 Aliran dana bantuan kredit mikro untuk usaha kecil terbatas 0,069 1,25 0,087

Total 1,000 2,517

Tabel 5. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)

Peluang Bobot Rating Skor

Banyaknya produk turunan (derivatif) dari gambir 0,051 1,33 0,068 Adanya demand (permintaan) dengan produk olahan gambir 0,063 2,00 0,126 Nilai tambah yang didapat petani lebih besar 0,060 1,00 0,060 Belum adanya industri pemurnian gambir 0,067 1,00 0,067 Belum adanya industri pengolahan produk turunan gambir 0,072 1,33 0,096

Adanya otonomi daerah 0,065 1,00 0,065

Peran akademisi dalam meningkatkan citra olahan gambir 0,053 1,83 0,097 Peran akademisi dalam mensosialisasikan manfaat dari agroindustri gambir 0,062 1,83 0,114 Peran akademisi dalam menjalin kerja sama dengan stakeholder terkait 0,068 2,00 0,136 Perkembangan IPTEK dalam mendukung agroindustri gambir 0,070 2,67 0,186 Hubugan kerja sama perdagangan internasioal yang baik sebaganai peluang ekspor 0,064 1,67 0,106

Ancaman

Kurangnya jaminan stabilitas ekonomi dan politik sehingga investor tidak berminat

menanamkan modal usaha 0,057 1,83 0,104

Masuknya produk impor yang sudah menguasai pasar 0,063 1,00 0,063 Perdagangan global yang menuntut standar mutu produk yang tinggi 0,065 1,00 0,065 Persaingan dari sesama pedagang gambir baik daerah sekitar maupun negara lain 0,061 1,00 0,061 Adanya persaingan antara produk olahan gambir dengan produk perkebunan lainnya 0,060 2,00 0,119

(8)

strategi sO(Strengths-Opportunities)

1. Meningkatkan kembali keberadaan agrotechnopark dalam usaha pengembangan agroindustri dan peningkatan nilai tambah gambir.

Strategi ini dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya gambir yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota. Agrotechnopark merupakan salah satu program yang bertujuan untuk mengembangkan keunggulan komparatif dari sumber daya gambir untuk diubah menjadi keunggulan kompetitif. Agrotecnopark diharapkan dapat memberikan arahan dalam perumusan kebijakan umum dan strategi menghadapi kendala dan hambatan dalam pelaksanaan program pengembangan dan peningkatan nilai tambah gambir. Strategi ini sangat penting untuk dilakukan, mengingat agrotechnopark juga merupakan salah satu kekuatan yang dimiliki untuk mendukung program pengembangan gambir.

2. Membangun kerja sama dengan industri yang menggunakan bahan baku gambir

Strategi ini dilakukan untuk mendapatkan pasar yang dapat menampung gambir sebagai bahan mentah dalam jumlah besar. Upaya yang dapat dilakukan adalah mempertemukan petani gambir dengan pengusaha industri yang membutuhkan bahan mentah gambir, dalam hal ini Dinas Perkebunan bertindak sebagai mediator. Kerja sama ini harus dibentuk dalam sebuah perjanjian tertulis yang mengatur tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Melalui kerja sama ini, petani mendapatkan kepastian hasil panen mereka akan tertampung dengan harga yang layak sesuai kesepakatan dan industri mendapatkan kepastian kontinuitas pasokan dari petani dengan harga yang tetap, sesuai dengan kesepakatan.

3. Pembangunan agroindustri pengolahan komoditas gambir menjadi berbagai produk olahan

Strategi ini perlu dilakukan mengingat nilai tambah yang diperoleh dari produk olahan gambir seperti katekin dan tanin sangat tinggi sehingga akan menguntungkan bagi petani, pengusaha, dan Kabupaten Lima Puluh Kota. Pengolahan gambir menjadi katekin dan tanin akan memberikan manfaat lebih, seperti produk lebih tahan lama dan nilai jualnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan gambir mentah, seperti yang diproduksi oleh petani gambir selama ini.

4. Menggalakkan inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan untuk mempercepat proses penyampaian dan adopsi teknologi kepada petani. Strategi ini penting mengingat belum adanya inovasi teknologi dalam pengolahan gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota. Seiring dengan kemajuan Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini, kebutuhan inovasi teknologi di bidang pertanian terus meningkat sejalan dengan perubahan lingkungan strategis dan persaingan antar daerah yang semakin tajam. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mensosalisasikan teknologi yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian yang sudah ada agar dapatditerakandan dimanfaatkan untuk pembangunan khususnya pertanian di pedesaan.

strategi WO (Weaknesses-Opportunities)

1. Membuat kebijakan yang mengatur tata niaga perdagangan gambir, yaitu dengan membentuk Badan Penyangga Pemasaran Gambir (BPPG). Strategi ini dilakukan dengan harapan pada saat harga gambir turun, petani masih dapat menjual ke BPPG dengan harga yang masih tinggi. Badan Penyangga Pemasaran Gambir adalah lembaga atau badan yang ditunjuk pemerintah daerah sebagai pelaksana tata niaga gambir yang anggotanya terdiri atas unsur Koperasi, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Swasta.

2. Memudahkan akses permodalan bagi usaha gambir Strategi tersebut dilakukan untuk mengatasi kurangnya kemampuan petani dalam menumbuhkembangkan usahanya karena keterbatasan modal. Dinas Perkebunan dapat membantu petani dalam meningkatkan akses terhadap lembaga permodalan, yaitu dengan memberikan rekomendasi ke pihak perbankan untuk memberikan bantuan kredit kepada petani gambir yang memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Strategi ini dapat meningkatkan peran perbankan dalam mengembangkan usaha kecil dan menengah. Hal ini sesuai dengan konsep kemitraan terpadu, yaitu suatu program kemitraan yang melibatkan usaha menengah/besar (inti), usaha kecil (plasma), dan pihak perbankan sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama (Bank Indonesia, 2007)

(9)

3. Memanfaatkan IPTEK dengan peran serta akademisi dalam menciptakan citra olahan gambir dan peningkatan mutu gambir di Kabupaten Lima puluh Kota

Strategi ini sangat penting untuk dilakukan. Hal ini mengingat tingginya kebiasaan masyarakat Indonesia mengunakan produk luar. Akademisi sangat kompeten dalam menciptakan citra yang baik yang bisa ditanamkan kepada pihak-pihak yang terkait melalui seminar-seminar dan lokakarya, serta mempublikasikan penelitian-penelitian yang telah ada selama ini.

strategi sT (Strengths-Threats)

1. Memperkuat kerja sama dan koordinasi antara petani, dinas perkebunan, dan pihak-pihak lain yang terkait dalam agribisnis gambir dalam menghadapi persaingan.

Koordinasi yang serasi sehubungan dengan pengembangan agroindustri gambir sangat diperlukan karena sebagai penentu dalam memacu berkembangnya usaha kecil dan menengah. Sehubungan dengan pembinaan usaha, dapat dilakukan melalui koordinasi dengan dinas perekonomian dan promosi daerah dalam hal meningkatkan peran serta usaha kecil dan menengah serta operasi pembinaan dan penguatan kelembagaan, penguatan sumber daya dan teknologi, serta peningkatan kemitraan yang saling menguntungkan. Koordinasi dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang berupa pembinaan, penyuluhan, dan pelatihan dalam pengelolaan hasil gambir.

2. Meningkatan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) gambir dan olahannya.

Strategi ini penting mengingat tantangan pasar bebas menuntut standar mutu yang lebih baik. Berkenaan dengan hal tersebut, pembinaan mutu dilakukan tidak hanya pada proses produksi, tetapi juga pada tahapan panen dan pascapanen yang pelaksanaannya sesuai dengan petunjuk teknis yang telah ditetapkan. Sistem manajemen mutu terpadu hasil perkebunan dimulai dari penyiapan lahan, pengadaan dan penyaluran sarana produksi, proses produksi sampai distribusi, dan pemasaran.

strategi WT (Weaknesses-Threats)

1. Membuat kebijakan yang mengatur tentang izin masuk bagi investor yang ingin menanamkan modal baik dari dalam ataupun luar negeri agar investor merasa nyaman untuk berinvestasi.

Strategi ini dilakukan dengan cara membuat kebijakan dan komitmen pemerintah daerah yang proinvestasi dan sebagai pemanfaatan dari otonomi daerah yang telah membuka peluang bagi daerah untuk mempromosikan dan menarik investasi ke daerah dengan keunggulan yang dimilki oleh daerah. Penanganan promosi dan pemasaran investasi dapat dilakukan oleh satu institusi semi swasta yang bekerja sama dengan pihak aparat pemerintah dalam memberikan pelayanan, kemudahan, aksesibilitas, dan informasi potensi yang dibutuhkan para calon usaha investor, dengan menerapkan pelayanan one stop service (OSS). Hal ini dilakukan agar pengusaha dan calon investor mendapatkan kepastian yang lebih jelas tentang permohonan perijinan yang dibutuhkan untuk melakukan usaha atau menanamkan investasi di Kabupaten Lima Puluh Kota.

2. Meningkatkan keahlian SDM Pembina agar dapat membina petani dan sekaligus untuk menghasilkan gambir yang bermutu tinggi dan sesuai dengan standar global.

Sumber daya manusia penggerak upaya pembangunan gambir perlu mendapat perhatian khusus. Upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan baik petani maupun petugas melalui peningkatan pengetahuan dan penyuluhan, terutama pada penerapan paket teknologi tepat guna. Mempersiapkan SDM bisa dilakukan melalui pendidikan formal, sedangkan upaya peningkatan kualitas aparatur perkebunan melalui pendidikan formal maupun nonformal.

analisis Prioritas strategi

Analisis QSPM digunakan untuk merumuskan dan menentukan strategi terbaik yang dapat direkomendasikan kepada Dinas Perkebunan. Hasil kuesioner dengan menggunakan QSPM, diperoleh strategi prioritas utama adalah meningkatkan kembali keberadaan agrotechnopark dalam usaha pengembangan agroindustri dan nilai tambah gambir dengan Total Atractive Score (TAS) sebesar 6,897. Prioritas strategi tersebut dipilih berdasarkan tingkat kesesuaian dengan faktor-faktor strategik yang diperoleh dari tahap sebelumnya.

(10)

KesiMPUlan Dan saRan

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah rasio nilai tambah dari pengolahan gambir menjadi katekin 91,67%, dengan nilai tambah sebesar Rp2.442.000. Nilai tambah dari tanin sebesar Rp1.149.094 dengan rasio nilai tambah sebesar 83,81%. Faktor internal terdiri atas kekuatan dan kelemahan. Kekuatan utama adalah adanya agrotecnopark (0,063), sedangkan kelemahan utama adalah belum adanya kebijakan pemerintah daerah yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan daerah (Perda) dalam mendukung pengembangan agroindustri gambir (0,074). Faktor eksternal terdiri atas peluang dan ancaman. Peluang utama adalah belum adanya industri pengolahan gambir menjadi produk turunan (0,072), sedangkan ancaman utama adalah perdagangan global yang menuntut standar mutu produk yang tinggi (0,065). Matriks QSPM menghasilkan strategi prioritas utama, yaitu menggiatkan kembali program ATP dalam upaya meningkkatkan inovasi teknologi untuk pengolahan gambir menjadi berbagai produk olahan dengan mutu yang terjamin dan jumlah yang memadai dengan nilai TAS tertinggi 6,897.

saran

Saran yang dapat direkomendasikan untuk penelitian lanjutan adalah perlu dilakukan analisis teknologi tepat guna untuk membuka peluang pemasaran produk hilir gambir ke pasar internasional. Selain itu, perlu ditambahkan responden eksternal dari industri yang menggunakan bahan baku dan produk olahan gambir, misalnya industri farmasi untuk membuka peluang bisnis produk kesehatan dan kosmetik yang semakin luas. Selain itu, pemerintah daerah disarankan melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) bekerja sama dengan lembaga litbang untuk memperbaiki teknologi pengolahan gambir. 2) Melakukan program pelatihan penggunaan teknologi dan peningkatan mutu gambir. 3) Membentuk peraturan daerah dan memperbaiki komitmen pemerintah daerah untuk meningkatkan investasi. 4) Membentuk suatu biro jasa yang memberikan pelayanan terpadu perizinan investasi dan sekaligus promosi daerah. 5) Membentuk suatu unit usaha yang menetapkan harga gambir serta menampung hasil panen gambir petani. 6) Membuat peraturan dan memberikan sanksi keras kepada petani yang berani mencampur gambir dengan bahan lain.

UCaPan TeRiMa KasiH

Para penulis menyampaikan penghargaan yang tulus kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, atas bantuan finansial melalui skim dana Program Hibah Riset Unggulan Strategis Nasional Ditjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional RI, tahun anggaran 2009.

DaFTaR PUsTaKa

Asben A. 2008. Agroindustri gambir di Sumatera Barat dari persepsi mutu [paper]. Bogor: Teknologi Industri Pertanian, Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

[BI] Bank Indonesia. 2007. Sistem informasi terpadu pengembangan usaha kecil. www.bi.go.id. [23 November 2008].

David FR. 2006. Manajemen Strategis-Konsep. Ed. 7. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Pearson Education Asia Pte. Ltd. dan PT Prehallindo. [Deptan]Departemen Pertanian. 2006. Ekspor

Komoditas Perkebunan Tahun 2006 Menurut Negara Tujuan. Jakarta:Departemen Pertanian. Denian A, Idris H, Suryani E. 1991. Studi Sifat-sifat

Morfologi Berbagai Tipe Gambir di Sumatra Barat. Padang: Balitro.

Gumbira-Said E, Rachmayanti, Muttaqin MZ. 2001. Manajemen Teknologi Agribisnis. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Hayami Y. 1987. Agricultural Marketing and Processing in Upland Java A Prospective From Sunda Village. Bogor: Center for Grains, Pulses, Roots and Tubers (CGPRT).

Nazir N, Norman F. 2001. Studi Pemurnian Gambir Untuk Mendapatkan Catechin Murni. Prosiding

Seminar Nasional Gambir di Padang. Padang: Fakultas Pertanian, Universitas Andalas.

Syafitri A. 2002. Formulasi strategi peningkatan nilai tambah dan pengembangan usaha komoditi rumput laut di Kecamatan Singkep, Kabupaten Kepulauan Riau [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis, Institut Pertanian Bogor.

Tinambunan A. 2007. Analisis pendapatan usahatani dan pemasaran gambir di Kabupaten Pakpak Bharat. [tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitianVisi dan misi dinas perkebunan
Tabel 2. Perhitungan nilai tambah gambir yang diolah menjadi katekin
Tabel 3. Perhitungan nilai tambah gambir yang diolah menjadi tanin
Tabel 5. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya fenomena dari latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melihat Apa kategori gaya komunikasi politik yang sering muncul dalam berita politik Ahok di media online

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan penerapan model Quantum Teaching dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan keterangan berikut:

Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Upaya meningkatkan hasil belajar Matematika dengan

.HFHQGHUXQJDQ EHUPDV\DUDNDW V RVLRPHWULF GLVSRVLWLRQ PDV\DUDNDW :1, .HWXUXQDQ &LQD 0XVOLP EHUSHQ JDU XK Q \DWD WHU K DGDS .RPXQLNDVL 3HPEDXUDQ +DO LQL PHPSXQ\DL DUWL PDV\DUDNDW

prestasi keolahragaan terutama di sekolah KKO. Hal tersebut perlu segera ditindak lanjuti, karena SDM dan kelengkapan sarana prasarana olah raga sangat penting dalam

[r]

Menurut Sugiyono (2013: 133) “ Observasi bertujuan untuk mengadakan pengamatan secara objektif tentang topik yang diteliti ” yaitu Analisis Karya Seni Grafis Karya Seniman

mengetahui pengaruh dari rasio-rasio keuangan, yaitu Current Ratio (CR), Inventory Turnover Ratio (ITR), dan Debt To Equity Ratio (DER) terhadap Return On Investment