• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Program Beras Untuk Masyarakat Miskin (Raskin) Dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Implementasi Program Beras Untuk Masyarakat Miskin (Raskin) Dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM RASKIN (BERAS UNTUK MASYARAKAT MISKIN) DALAM UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN

MASYARAKAT MISKIN

Di Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh:

TRI WAHYUNI

NIM : 060903085

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Tri Wahyuni NIM : 060903085

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Implementasi Program Beras Untuk Masyarakat Miskin (Raskin) Dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di

Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli.

Medan, Juni 2010

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Arlina, SH. M.Hum Prof. DR. Marlon Sihombing, MA NIP. 196110041986011001 NIP. 195908161986011001

a.n Dekan FISIP USU Pembantu Dekan I

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrohim

Assalaamua’laikum warohmatullaahi wabarokaatuh

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian ini serta dapat menyempurnakan penulisan skripsi ini dengan baik, sebagai syarat utama mencapai kelulusan di

bangku perkuliahan Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universistas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudu l “Implementasi Program Raskin (Beras Untuk Rakyat Miskin) Dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Kelurahan Kota Bangun, Kecamatan Medan Deli. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui implementasi Program Raskin (Beras Untuk Rakyat Miskin) dan untuk mengetahui apakah program dapat

membantu masyarakat miskin dalam hal pemenuhan kebutuhan pokok. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Sarjana (S1) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

khususnya Departemen Ilmu Administrasi Negara

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari

kata sempurna baik dari sisi substansi maupun redaksi. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis tidak menutup diri dari kritik atau saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

(4)

sebesar-khususnya kedua orang tua penulis yakni Ayahanda terkasih Syamsul Bahri dan

ibunda tercinta Yusra, yang telah memberikan doa, motivasi dan dukungan baik moril maupun materiil. Tiada kata dapat terucap untuk membalas segala

pengorbanan kalian kepada Yuni. Hanya doa yang bisa Yuni panjatkankan semoga kalian selalu berada dalam lindungan Allah SWT, sehat selalu, selamat dunia dan akhirat, dan selalu dimudahkan dalam segala urusan baik di dunia

maupun di akhirat.

Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

1. Bapak Drs. Humaizi, MA. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA selaku ketua Departemen Ilmu

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Beti Nasution, M.Si. selaku Sekretaris Departemen Ilmu

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utama

4. Bapak Hatta Riddo, S.sos.M.Sp selaku Dosen Wali yang juga telah banyak

memberikan bimbingannya kepada penulis selama proses perkuliahan hingga

saat ini.

5. Ibu Arlina, SH. M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah banyak

(5)

6. Bapak M. Arifin Nasution, S.Sos, M.SP yang juga telah banyak memberikan

bimbingannya kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini.

7. Terima kasih pula kepada seluruh Staf Pengajar FISIP USU yang telah

memberikan banyak bekal ilmu, nasihat, bimbingan serta arahan kepada Penulis, selama Penulis menimba Ilmu di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

8. Terima kasih juga penulis haturkan kepada seluruh Staf Pegawai, yang ada di

Departemen Ilmu Administrasi Negara pada umumnya dan yang ada di

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada umumnya, yang telah banyak membantu terselesaikannnya segala urusan administratif sejak awal Penulis memulai studi hingga saat kini masih tetap setia membantu.

9. Terima kasih kepada Bapak Harakap dan Ibu Ratna atas kesediaan waktu

yang telah diberikan kepada penulis selama proses penelitian berlangsung. 10. Kepada yang tercinta dan tersayang abangku dan kakak Q yang telah banyak

memberikan semangat, dukungan, perhatian dan doa’nya kepada penulis selama menyelesaikan studi di Universitas Sumatera Utara

11. Kepada yang teristimewa dan tersayang bunda Q dan yahcek Q yang banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan ini, Yuni ga tw gmna

caranya membalas jasa bunda dan yahcek, hanya doa yang bisa yuni panjatkan kehadiratNya, agar ALLAH senantiasa memberikan kesehatan, keselamatan dunia dan akhirat, serta selalu dalam lindunganNya,,,amiiiiinnn…..

12. Untuk Cek Agus,,cek Ros,,cek Muslim dan cek Lia terima kasih yang tiada

tara penulis ucapkan,,terima kasih atas kebaikan kalian selama ini kepada

(6)

13. Buat teman2 seperjuangan magang Rani,,Ai,,Duma,,Tina,,Hafiz,,Ami,,Nurvi

rindu dech gila2an lagi,,n bwt rani kapan nich nonton lagi Qt ran??tapi jgn histeris yUa,,,HuehEeee….

14. Terima kasih juga buat seluruh naQ-naQ AN-06 yang selalu baik, kalian telah

(7)

DAFTAR ISI

BAB II METODE PENELITIAN II.1 Metode Penelitian………....……45

II.2 Lokasi Penelitian……….45

II.3 Informan Penelitian……….45

(8)

II.5 Teknik Analisa Data………....48

BAB III. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN III. 1 Keadaan Geografis....………49

III. 2 Demografi Penduduk………49

III. 3 Sarana dan Prasarana….………...………53

III. 4 Keadaan Sosial…….l….………...………...55

BAB IV. PENYAJIAN DATA IV.1 Identitas Informan…….………57

IV.2 Distribusi Jawaban Informan……….61

BAB V. ANALISA DATA V. I Implementasi Raskin………...…………...78

V.1.1 Standar dan Sasaran Kebijakan………...….79

V.1.2 Sumber Daya………….………...……80

V.1.3 Komunikasi dan koordinasi antar instansi………...…83

V.1.4 Disposisi Implementor………...…………..85

V.II Jaminan Keamanan Pemenuhan Kebutuhan Pangan………..86

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan………..………..………..87

B. Saran …...……….……….………....89

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Proses Kebijakan Publik ………...……...14

Tabel 2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Usia ………...…49

Tabel 3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pendidikan………...50

Tabel 4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok ..…51

Tabel 5. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama .……….…52

Tabel 6. Distribusi Penduduk Berdasarkan Etnis ………...52

Tabel 7. Prasarana Air Bersih ………..53

Tabel 8. Prasarana Kesehatan ……….………53

Tabel 9. Prasarana Pendidikan ...54

Tabel 10.Prasarana Peribadatan ………54

Tabel 11.Tingkat Kemiskinan ………..… ……….……55

Tabel 12.Distribusi Data Informan Berdasarkan Jenis Kelamin .………57

Tabel 13.Distribusi Data Informan Berdasarkan Usia ……….………57

Tabel 14.Distribusi Data Informan Berdasarkan Pendidikan ……….…58

Tabel 15.Distribusi Data Informan Berdasarkan Pekerjaan ……….……59

Tabel 16.Distribusi Data Informan Berdasarkan Penghasilan per Bulan ……..59

Tabel 17.Distribusi Data Informan Berdasarkan Pengeluaran per Bulan …..60

(10)

Tabel 20.Distribusi Jawaban Informan Mengenai Kesesuain Harga Tebus Raskin Per Kg Yakni Rp. 1600,- ……….62

Tabel 21.Distribusi Jawaban Informan Mengenai Adanya Penerima Raskin Yang

Tidak Tepat Sasaran ……….………62

Tabel 22.Distribusi Jawaban Informan Mengenai Ketepatan Penyaluran Raskin Setiap Sebulan Sekali ……….………..….63

Tabel 23.Distribusi Jawaban Informan Mengenai Adanya Rumah Tangga Miskin

Yang Tidak Terdaftar Sebagai Penerima Manfaat ………..64

Tabel 24.Distribusi Jawaban Informan Mengenai Kelayakan beras raskin ini untuk

Dikonsumsi ……….….……65

Tabel 25.Distribusi Jawaban Informan Mengenai Keefektifan Pendistribusian Kartu Raskin ………...……….……66

Tabel 26.Distribusi Jawaban Informan Mengenai Keefektifan Pendistribusian Beras Raskin...………...………66

Tabel 27.Distribusi Jawaban Informan Mengenai Kemampuan Aparatur Kelurahan Kota Bangun Dalam Melaksanakan Program Raskin...67

Tabel 28.Distribusi Jawaban Informan Mengenai Adanya Pendataan Sebagai

Penerima Manfaat Program Raskin ………....68

Tabel 29.Distribusi Jawaban Informan Mengenai Kepuasan Terhadap Kinerja Petugas BPS Dalam Melakukan Pendataan Terhadap Rumah Tangga Sasaran...68

Tabel 30.Distribusi Jawaban Informan Mengenai Pernahnya Tidak Menebus

Beras Raskin ……….…………...70

(11)

Tabel 32.Distribusi Jawaban Informan Mengenai Sosialisasi Program Raskin Yang Dilakukan Oleh Pihak Kelurahan Kota Bangun ……....71

Tabel 33. Distribusi Jawaban Informan Mengenai Pelayanan Yang Diberikan Aparat Kelurahan Kota Bangun Kepada Masyarakat Penerima Manfaat Raskin ...73

Tabel 34. Distribusi Jawaban Informan Mengenai Kinerja Dan Tanggung Jawab

Aparatur Kelurahan Kota Bangun ……….74

Tabel 35. Distribusi Jawaban Informan Mengenai Adanya Manfaat Dari Program

Raskin Ini ………..………..75

Tabel 36. Distribusi Jawaban Informan Mengenai Program Raskin Dapat Memenuhi Kebutuhan Terhadap Pangan ………...…75

Tabel 37. Distribusi Jawaban Informan Mengenai Kecukupan Beras Raskin Sebesar 15 Kg Untuk Memenuhi Kebutuhan Selama Satu Bulan ..76

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Surat Rencana Skripsi

Lampiran II : Surat Permohonan Persetujuan Judul Skripsi

Lampiran III : Surat Penunjukkan Dosen Pembimbing

Lampiran IV : Undangan Seminar Proposal Rancangan Usulan Skripsi

Lampiran V : Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal Rancangan

Usulan Penelitian Mahasiswa FISIP USU

Lampiran VI : Berita Acara Seminar Usulan Penelitian

Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU

Lampiran VII : Surat Pengantar Penelitian

Lampiran VIII : Kuesioner Penelitian

Lampiran IX : Pedoman Wawancara

(13)

ABSTRAKSI

Implementasi Program Raskin (Beras Untuk Masyarakat Miskin) Dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Miskin Di Kelurahan Kota

Bangun, Kecamatan Medan Deli Skripsi ini disusun oleh:

Nama : Tri wahyuni NIM : 060903085

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dosen Pembimbing : Arlina, S.H. M.Hum

(14)
(15)

ABSTRAKSI

Implementasi Program Raskin (Beras Untuk Masyarakat Miskin) Dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Miskin Di Kelurahan Kota

Bangun, Kecamatan Medan Deli Skripsi ini disusun oleh:

Nama : Tri wahyuni NIM : 060903085

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dosen Pembimbing : Arlina, S.H. M.Hum

(16)
(17)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu melibatkan berbagai sektor baik di tingkat pusat maupun daerah.

Upaya-upaya tersebut telah dicantumkan menjadi salah satu program prioritas dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2008

Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 1998 jumlah penduduk miskin berjumlah 36,5 juta jiwa atau 17,86% dari total jumlah

penduduk Indonesia, kemudian jumlah penduduk miskin pada tahun 2003 mengalami peningkatan yakni mencapai 37,34 juta jiwa. Sedangkan menurut data BPS Provinsi Sumatera Utara tahun 2006 bahwa jumlah penduduk miskin di

Sumatera Utara mengalami turun naik dari tahun 1993-2006. Jumlah penduduk miskin pada tahun 1993 sebesar 1,33 juta jiwa atau sebesar 12,31% dari total

jumlah penduduk Sumatera Utara. Sedangkan pada tahun 1996 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan yakni sebesar 1,23 juta jiwa dengan persentase sebesar 10,92 persen. Namun karena terjadi krisis moneter pada pertengahan

tahun 1998, jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengalami peningkatan menjadi 1,97 juta jiwa dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 1,98 juta jiwa

akibat kenaikan harga BBM (BPS.Prov.Sumut, 2007:39). Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM pada bulan Maret rata-rata 29% dan Oktober 2005 hingga (http://www.menkokesra.go.id/pdf/deputi2/raskin/pedomanumumraskinawardweb.

(18)

mencapai 126% membuat masyarakat gelisah dalam memenuhi kebutuhan pokok

kehidupan sehari-hari. Dampak dari kebijakan tersebut dirasakan oleh setiap lapisan masyarakat Indonesia khususnya masyarakat yang berada pada garis

kemiskinan.

Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan menginstruksikan Menteri dan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen

tertentu, serta Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia untuk melakukan upaya peningkatan pendapatan petani, ketahanan pangan, pengembangan ekonomi

perdesaan dan stabilitas ekonomi nasional. Secara khusus kepada Perum Bulog diinstruksikan untuk menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan, yang penyediaannya

mengutamakan pengadaan beras dari gabah petani dalam negeri.

Pemerintah berupaya mengedepankan peran partisipasi masyarakat dengan

mengacu pada teori Bottom-Up. Dalam hal ini pemerintah berharap masyarakat dapat terpacu untuk bisa menembus perangkap kemiskinan yang melekat pada dirinya sehingga dapat mengurangi jumlah masyarakat miskin. Salah satunya

adalah dengan dicanangkannya Program Raskin.

Program Raskin (Program Penyaluran Beras Untuk Keluarga Miskin)

adalah sebuah program dari pemerintah. Program ini dilaksanakan di bawah tanggung jawab Departemen Dalam Negeri dan Perum Bulog sesuai dengan SKB (Surat Keputusan Bersama) Menteri Dalam Negeri dengan Direktur Utama Perum

(19)

Program Raskin pada dasarnya merupakan kelanjutan dari Program

Operasi Pasar Khusus (OPK) yang diluncurkan pada Juli 1998 di bawah Program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Beberapa penyesuaian yang telah dilakukan antara

lain meliputi perubahan nama, jumlah beras per rumah tangga, frekuensi distribusi, sumber dan jenis data sasaran penerima manfaat, dan penyediaan lembaga pendamping.

Pada 2002, pemerintah mengganti nama OPK (Operasi Pasar Khusus) menjadi Program Raskin agar lebih mencerminkan sifat program, yakni sebagai

bagian dari program perlindungan sosial bagi RTM (Rumah Tangga Miskin), tidak lagi sebagai program darurat penanggulangan dampak krisis ekonomi. Penetapan jumlah beras per bulan per RTM yang pada awalnya 10 kg, selama

beberapa tahun berikutnya bervariasi dari 10 kg hingga 20 kg, dan pada 2009 menjadi 15 kg. Frekuensi distribusi yang pada tahun-tahun sebelumnya 12 kali,

pada 2006 berkurang menjadi 10 kali, dan pada 2007 sampai sekarang ini kembali menjadi 12 kali per tahun. Sasaran penerima manfaat yang sebelumnya menggunakan data keluarga prasejahtera (KPS) dan keluarga sejahtera 1 (KS-1)

alasan ekonomi hasil pendataan BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), sejak 2006 berubah menggunakan data RTM hasil pendataan BPS

(Badan Pusat Statistik) (www.pnpm-mandiri.org/elibrary/download.php?id=15). Program ini dilaksanakan sebagai konsekuensi logis dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang subsidinya ditarik oleh pemerintah pusat.

(20)

Program Raskin ini bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran dari

rumah tangga miskin sebagai bentuk dukungan dalam meningkatkan ketahanan pangan dengan memberikan perlindungan sosial beras murah dengan jumlah

maksimal 15 Kg/rumah tangga miskin/bulan dengan masing-masing seharga Rp. 1600,00/Kg (Netto) di titik distribusi. Program ini mencakup di seluruh provinsi, sementara tanggung jawab dari distribusi beras dari gudang sampai ke titik

distribusi di pegang oleh Perum Bulog

Tujuan mulia pemerintah untuk memberikan bantuan pada keluarga

miskin tidak luput dari penyimpangan. Menurut pemantauan di lapangan, ada lima masalah dalam penyaluran program raskin. Pertama, mengenai salah sasaran.

Program raskin yang semestinya disalurkan atau dijual kepada keluarga-keluarga miskin ternyata (banyak juga yang) jatuh pada kelompok masyarakat lain (keluarga sejahtera). Salah sasaran ini banyak disebabkan oleh human error, di

mana para petugas lapangan justru membagi-bagikan kupon raskin pada keluarga dekat atau teman kerabatnya. Bahkan tidak sedikit keluarga sejahtera yang

"menagih jatah" beras murah tersebut. Menurut Lembaga Penelitian SMERU (www.digilib.itb.ac.id).

Sasaran dari Program Raskin ini adalah meningkatkan akses pangan

kepada keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam rangka menguatkan ketahanan pangan rumah tangga dan mencegah penurunan konsumsi energi dan protein. Dalam memenuhi kebutuhan pangan tersebut, Program Raskin

perlu dilaksanakan agar masyarakat miskin benar-benar bisa merasakan manfaatnya, yakni dapat membeli beras berkualitas baik dengan harga terjangkau.

(21)

(dalam www.ppk.or.id) mengatakan bahwa Raskin menjangkau 52,6% rumah

tangga miskin, namun rumah tangga tidak miskin yang terjangkau juga relatif tinggi, yakni 36,9%. Bahkan World Bank (2006: 215) melaporkan bahwa Raskin

lebih banyak diterima oleh rumah tangga bukan miskin.

Kedua, jumlah beras yang dibagikan sering tidak sesuai dengan apa yang telah diprogramkan. Jumlah raskin yang dijual kepada masyarakat (miskin) sudah

pasti berkurang karena pembagian beras, sering tidak diukur dalam bentuk kilogram (sesuai dengan program) tetapi dalam liter, sehingga kuantitas beras

yang diterima tak sesuai dengan apa yang telah diprogramkan. Kekurangan jumlah itu juga terjadi karena petugas lapangan berusaha untuk bertindak adil dengan membagikan raskin kepada (hampir) seluruh warga termasuk yang tidak

menerima kupon. World Bank (2005: 3) mengemukakan bahwa penerima manfaat rata-rata hanya memperoleh 6-10 kg per distribusi. Universitas Indonesia (2004:

142) menyatakan bahwa beras yang diperoleh penerima manfaat hanya 8–16 kg per distribusi. Menurut data Bulog, penerima manfaat memperoleh 9,8–14,9 kg per bulan, sedangkan menurut data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional)

BPS (Badan Pusat statistik) hanya 5,7–8,9 kg per bulan. Jumlah tersebut masing-masing hanya mencapai 65%–78% dan 35%–45% dari jatah alokasi per penerima

manfaat

Permasalahan ketiga, berhubungan dengan masalah sebelumnya, yakni

disebabkan kesalahan data jumlah keluarga miskin. Hal ini terjadi akibat masih buruknya koordinasi antara birokrasi baik dari pusat, provinsi, kabupaten/kota,

(22)

didata bisa lebih besar atau lebih sedikit dari yang sebenarnya, sehingga Raskin

yang dibagikan akan berdampak pada kekurangan atau (bahkan) kelebihan jatah. Menurut tinjauan dokumen yakni berdasarkan hasil penelitian dari Lembaga

Penelitian Smeru (dalam www.ppk.or.id), penargetan merupakan poin utama kelemahan Program Raskin karena tidak seluruh rumah tangga miskin menerima beras Raskin dan banyak rumah tangga tidak miskin yang menerimanya. Hasil

analisis data Susenas pun menyimpulkan kondisi yang sama, yakni Beras Raskin diterima oleh semua kelompok rumah tangga berdasarkan tingkat kesejahteraan

(kuintil pengeluaran rumah tangga per kapita). Rumah tangga dari kuintil 1 dan 2 yang merupakan kelompok paling tidak sejahtera hanya mencapai 53% dari total penerima; dengan kata lain, terdapat kebocoran sebesar 47%. Selama 2005–2006,

proporsi rumah tangga miskin yang terjangkau Program Raskin meningkat 19,8 titik persen dari 62,9% menjadi 82,7%. Akan tetapi, peningkatan jangkauan

terhadap rumah tangga miskin tersebut juga dibarengi dengan peningkatan jangkauan terhadap rumah tangga tidak miskin sebesar 8 titik persen dari 23,8% menjadi 31,8%.

Keempat, harga yang tidak sesuai dengan perencanaan awal. Naiknya harga raskin yang harus ditebus warga disebabkan oleh alasan yang seringkali

dimunculkan para petugas untuk menjawab ketidaktersediaan dana untuk pengangkutan (distribusi beras atau biaya transportasi), pengadaan kantong plastik, dan lain-lain. Akibatnya, biaya ini dibebankan kepada warga, sehingga

(23)

Dari paparan implementasi Program Raskin tersebut dapat disimpulkan

bahwa penyaluran raskin amat rentan terhadap kesalahan, penyelewengan, dan bahkan manipulasi. Dengan melihat banyaknya permasalahan dalam penyaluran

raskin kepada Rumah Tangga Miskin maka dengan itu penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “Implementasi Program Raskin (Beras Untuk Rakyat Miskin) Dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraaan Masyarakat

Miskin (Studi Kasus Pada Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli, Kota Medan).

I.2 Perumusan Masalah

Untuk mempermudah penelitian ini nantinya dan agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam

penulisan skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan diteliti. Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis

merumuskan permasalahan pokok penelitian ini adalah:

“Bagaimana implementasi kebijakan program beras untuk rakyat miskin (Raskin) dalam upaya meningkatkat kesejahteraan masyarakat miskin”

I.3 Tujuan Penelitian

1. Menggambarkan kebijakan Program Raskin.

2. Untuk mengetahui implementasi Program Raskin berjalan sesuai dengan

Pedoman Umum Raskin.

I.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat-manfaat tersebut adalah:

(24)

Untuk menambah khasanah pengetahuan ilmiah dalam studi administrasi

dan pembangunan umumnya dan pembangunan bidang kesejahteraan masyarakat khususnya dengan kaitannya dengan Program Raskin

2. Manfaat secara teknis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Dapat dijadikan sebagai kontribusi terhadap pemecahan masalah

terkait yakni Program Raskin

b. Secara subjektif diharapkan penelitian ini sebagai suatu tahap untuk

melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis dan teoritis dalam memecahkan suatu permasalahan secara objektif

dan kritis melalui suatu karya ilmiah sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang bersifat teruji dan berguna.

3. Manfaaat secara akademis

Sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian studi Strata-1 di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Social Dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara.

I.5 Kerangka Teori

Sebagai titik tolak atau landasan berfikir dalam menyoroti atau memecahkan permasalahan perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang

(25)

menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan

hubungan antara konsep (Singarimbun, 1989:37).

Berdasarkan rumusan diatas, maka dalam bab ini penulis akan

mengemukakan teori, pendapat, gagasan yang akan dijadikan titik tolak landasan berfikir dalam penelitian ini.

1.5.1 Hierarki Kebutuhan

Kebutuhan adalah sesuatu yang diperlukan oleh manusia sehingga dapat mencapai kesejahteraan, sehingga bila ada di antara kebutuhan tersebut yang tidak

terpenuhi maka manusia akan merasa tidak sejahtera atau kurang sejahtera. Dapat dikatakan bahwa kebutuhan adalah suatu hal yang harus ada, karena tanpa itu hidup kita menjadi tidak sejahtera atau setidaknya kurang sejahtera. Kebutuhan

adalah salah satu aspe aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar (alasan) berusaha.

Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan berbagai jenis dan macam barang-barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia sejak lahir hingga meninggal dunia tidak terlepas dari kebutuhan akan segala

sesuatunya. Untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan diperlukan pengorbanan untuk mendapatkannya.

Abraham Maslow mengemukakan sejumlah proporsi penting tentang perilaku manusia yakni Manusia merupakan makhluk yang serba berkeinginan, ia senantiasa menginginkan sesuatu dan menginginkannya lebih banyak. Tetapi, apa

yang diinginkannya, tergantung pada apa yang sudah dimiliki olehnya. Setelah salah satu di antara keinginan manusia dipenuhi muncullah keinginan lain. Proses

(26)

dunia. Maka kebutuhan-kebutuhannya pada umumnya tidak mungkin terpuaskan

semuanya.

Kebutuhan manusia diatur dalam suatu seri tingkatan-suatu hirarki

menurut pentingnya masing-masing kebutuhan. Setelah kebutuhan yang paling mendasar terpenuhi, meningkatlah pada kebutuhan selanjutnya yang lebih tinggi, yang menuntut pemuasan.

Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya

sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Kelima tingkatan kebutuhan itu, menurut Maslow, ialah:

Kebutuhan Fisiologis dalam gambar diatas diletakkan di bagian paling atas dalam susunan hierarki kebutuhan. Pada dasarnya, manusia harus memenuhi

kebutuhan fisiologisnya untuk dapat bertahan hidup. Pada hierarki yang paling atas ini, manusia harus memenuhi kebutuhan makanan, tidur, minum, seks, dan

hal-hal lainnya yang berhubungan dengan fisik badan. Bila kebutuhan dasar ini belum terpenuhi, maka manusia akan mengalami kesulitan untuk berfungsi secara normal. Misalnya, seseorang mengalami kesulitan untuk mendapatkan makanan,

sehingga ia menderita kelaparan, maka ia tidak akan mungkin mampu untuk

memikirkan kebutuhan akan keamanannya ataupun kebutuhan aktualisasi diri.

(27)

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri dan harus dapat

berinteraksi dengan orang lain. Di dalam setiap interaksi itu kadang kala membawa masalah. Pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan yang

mencakup segala sendi kehidupan bermasyarakat harus dapat mengatasi masalah-masalah yang timbul tersebut yakni dengan lahirnya kebijakan-kebijakan tapi kadang kala, kebijakan itu tidak dapat menjawab kebutuhan masyarakat dan

menyelesaikan permasalahan yang ada.

Menurut H. Hugh Heglo (dalam Abidin 2004:21) kebijakan adalah suatu

tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Anderson (dalam Islamy 1997:4) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang

pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.

Carl I. Friedrick dikutib oleh Riant D. Nugroho (2004 : 4)

mendefinisikannya sebagai: Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, di mana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk

memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada rangka mencapai tujuan tertentu.

Kebijakan dapat pula diartikan sebagai bentuk ketetapan yang mengatur yang dikeluarkan oleh seseorang yang memiliki kekuasaan, jika ketetapan tersebut memiliki sasaran kehidupan orang banyak atau masyarakat luas maka kebijakan

(28)

sekalipun, kebijakan publik merupakan masalah politik yang menarik untuk dikaji

dan dibahas.

Dari kedua penjelasan diatas dapat ditarik konsep dasar bahwa : kebijakan

itu adalah prosedur memformulasikan sesuatu berdasarkan aturan tertentu yang kemudian digunakan sebagai alat untuk memecahkan permasalahan dalam mencapai suatu tujuan. Dalam setiap kebijakan pasti membutuhkan orang-orang

sebagai perencana atau pelaksana kebijakan maupun objek dari kebijakan itu sendiri. Sebagaimana penjelasan Irfan Islamy (1999:5) kebijakan adalah suatu

program kegiatan yang dipilih oleh seorang atau sekelompok orang dan dapat dilaksanakan serta berpengaruh terhadap sejumlah besar orang dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu

Dari beberapa pandangan tentang kebijakan negara tersebut, dengan mengikuti paham bahwa kebijakan negara itu adalah serangkaian tindakan yang

ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh rakyat, maka (M. Irfan Islamy 1997:20) menguraikan beberapa elemen penting dalam kebijakan publik,

yaitu :

1. Bahwa kebijakan publik itu dalam bentuk Perdanya berupa penetapan

tindakan-tindakan pemerintah;

2. Bahwa kebijakan publik itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi

dilaksanakan dalam bentuk yang nyata;

3. Bahwa kebijakan publik, baik untuk melakukan sesuatu ataupun tidak

melakukan sesuatu itu mempunyai dan dilandasi maksud dan tujuan

(29)

4. Bahwa kebijakan publik itu harus senantiasa ditujukan bagi

kepentingan seluruh anggota masyarakat.

Menurut Anderson (dalam Tangkilisan 2003:2) kebijakan publik adalah

pengembangan dari kebijakan yang dilakukan oleh institusi pemerintah dan aparaturnya dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa:

a. Kebijakan pemerintah selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan

tindakan yang berorientasi pada tujuan.

b. Kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan

pejabat-pejabat pemerintah.

c. Kebijakan itu merupakan apa yang benar-benar dilakukan pemerintah, jadi

bukan apa yang baru menjadi maksud atau pernyataan pemerintah untuk

melakukan sesuatu.

d. Kebijakan pemerintah ini dilandaskan pada perundang-undangan dan

bersifat memaksa.

Hogwood dan Peters menganggap ada sebuah proses linier pada sebuah kebijakan yaitu : policy innovation – policy succession – policy maintenance –

policy termination. Policy innovation adalah saat di mana pemerintah berusaha

memasukkan sebuah problem baru yang diambil dari hiruk pikuk kepentingan

yang ada di masyarakat untuk kemudian dikonstruksi menjadi sebuah kebijakan yang relevan dengan konteks tersebut. Policy succession, setelah aspirasi itu ditangkap maka pemerintah akan mengganti kebijakan yang ada dengan kebijakan

(30)

Policy termination adalah saat dimana kebijakan yang ada tersebut dan dianggap

sudah tidak sesuai lagi maka kebijakan tersebut dihentikan (Putra, 2003:115-116). Terdapat berbagai macam strategi untuk menghentikan kebijakan, apakah

itu dengan mencabut kebijakan, membatalkannya, atau menggantinya dengan sebuah kebijakan baru. Substansi utama dari proses linier yang digagas oleh Hogwood dan Peters secara lugas mendeskripsikan kepada kita bahwa kebijakan

publik merupakan siklus yang mekanistik.

Dalam konsep lainnya seorang pakar bernama William N. Dunn (1994)

mengatakan proses analisis kebijakan publik merupakan serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis itu nampak pada serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda,

formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Sementara aktivitas perumusan masalah, forecasting, rekomendasi

kebijakan, monitoring, dan evaluasi kebijakan sebagai aktivitas yang lebih bersifat intelektual, dapat diamati melalui tabel berikut :

Tabel : 1

Proses Kebijakan Publik

Tahap Karakteristik

Perumusan Masalah : Memberikan informasi mengenai

kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah

Forecasting (Peramalan) : Memberikan informasi mengenai

(31)

Rekomendasi Kebijakan : Memberikan informasi mengenai manfaat

bersih dari setiap alternatif, dan merekomendasikan alternatif kebijakan

yang memberikan manfaat bersih paling tinggi

Monitoring Kebijakan : Memberikan informasi mengenai

konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan termasuk

kendala-kendalanya

Evaluasi Kebijakan : Memberikan informasi mengenai kinerja atau hasil dari suatu kebijakan

Sumber : AG. Subarsono (2005:9)

Korten (dalam Tangkilisan 2003:7) mengatakan bahwa suatu kebijakan berhasil ditentukan oleh hubungan dari tiga aspek yaitu : jenis kebijakan, penerima kebijakan dan organisasi pelaksana kebijakan. Organisasi pelaksana

kebijakan harus mampu merumuskan apa yang menjadi ekspresi kebutuhan calon penerima kebijakan atau kelompok sasaran dalam sebuah kebijakan. Ini

dimaksudkan agar penerima kebijakan memerlukan persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh organisasi pelaksana. Setiap jenis kebijakan memerlukan persyaratan teknis yang berbeda sesuai dengan sifat kebijakan. Oleh karena itu

organisasi pelaksana harus memiliki kompetensi supaya dapat dapat berhasil. Selanjutnya outcome dari suatu kebijakan harus sesuai sengan kebutuhan

(32)

manfaatnya. Apabila outcome kebijakan tidak seperti yang dikehendaki

masyarakat penerima kebijakan maka terjadi pemborosan biaya kebijakan.

I.5.3 Implementasi Kebijakan A. Pengertian Implementasi

Dalam kamus Webster (Wahab, 1997:64) pengertian implementasi dirumuskan secara pendek, dimana “to implementasi" (mengimplementasikan)

berarti “to provide means for carrying out; to give practical effect to” (menyajikan alat bantu untuk melaksanakan; menimbulkan dampak/berakibat

sesuatu).

Selanjutnya Mazmanian dan Sabatier (dalam Wahab 1997:65) menjelaskan lebih lanjut tentang konsep implementasi kebijakan

sebagaimana berikut:

“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yaitu kejadian-kejadian atau kegiatan yang timbul setelah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yaitu mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian."

Menurut Wahab (1991 : 45): Implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan, implementasi kebijakan

tidak hanya sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik kedalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi melainkan lebih dari itu. Ini menyangkut masalah konflik,

keputusan dari siapa dan memperoleh apa dari suatu kebijakan.

Ia juga mengatakan, dalam implementasi khususnya yang dilibatkan

(33)

sudut pandang yakni : ”(1) pemprakarsa kebijakan/pembuat kebijakan (the

center atau pusat); (2) pejabat-pejabat pelaksana di lapangan (the periphery);

(3) aktor-aktor perorangan diluar badan-badan pemerintah kepada siapa

program-program itu diwujudkan yakni kelompok-kelompok sasaran (target group)" (Wahab, 1997 : 63).

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa fungsi implementasi

kebijakan adalah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan atau sasaran kebijakan negara diwujudkan sebagai “Out come“

(hasil akhir) kegiatan kegiatan yang dilakukan pemerintah. Sebab itu fungsi implementasi mencakup pula penciptaan apa yang dalam ilmu kebijakan negara tersebut “Policy delivery system” (sistem penyampaian/penerusan

kebijakan negara) yang biasanya terdiri dari cara-cara atau sarana tertentu yang dirancang/didesain secara khusus serta diarahkan menuju tercapainya

tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang dikehendaki (Wahab; 1990 : 123-124).

Menurut Ripley & Franklin(1986:54) ada dua hal yang menjadi fokus

perhatian dalam implementasi, yaitu compliance (kepatuhan) dan What”s happening ? (Apa yang terjadi ). Kepatuhan menunjuk pada apakah para

implementor patuh terhadap prosedur atau standard aturan yang telah ditetapkan. Sementara untuk “what’s happening” mempertanyakan bagaimana proses implementasi itu dilakukan, hambatan apa yang muncul, apa yang berhasil

dicapai, mengapa dan sebagainya.

Sementara itu Cleaves (dalam Wahab 1991 : 125) menyatakan bahwa:

(34)

kemampuannya secara nyata dalam meneruskan/ mengoperasionalkan

program-program yang telah dirancang sebelumnya. Sebaliknya keseluruhan proses implementasi kebijakan dapat dievaluasikan dengan cara mengukur

atau membandingkan antara hasil akhir dari program-program tersebut dengan tujuan-tujuan kebijakan.

Berdasarkan pada pendapat tersebut di atas, nampak bahwa implementasi

kebijakan tidak hanya terbatas pada tindakan atau perilaku badan alternatif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan

menimbulkan kepatuhan dari target grup, namun lebih dari itu juga berlanjut dengan jaringan kekuatan politik sosial ekonomi yang berpengaruh pada perilaku semua pihak yang terlibat dan pada akhirnya terdapat dampak yang diharapkan

maupun yang tidak diharapkan.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan:

Menurut George C. Edward III (dalam Subarsono 2005:90) ada empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor komunikasi, sumber daya, struktur birokrasi dan

disposisi.

1.) Komunikasi

Secara umum Edward membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni (Winarno, 2002:126):

a. Transmisi

Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk

(35)

langsung sebagaimana tampaknya. Banyak sekali ditemukan

keputusan-keputusan diabaikan atau seringkali terjadi kesalahpahaman terhadap keputusan yang dikeluarkan.

b. Konsistensi

Jika implementasi ingin berlangsung efektif, maka perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah tersebut mempunyai unsur

kejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya

dengan baik. c. Kejelasan

Edwards mengidentifikasikan enam faktor terjadinya ketidakjelasan

komunikasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah kompleksitas kebijakan, keinginan untuk tidak mengganggu kelompok-kelompok masyarakat,

kurangnya konsensus mengenai tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban kebijakan dan sifat pembuatan kebijakan pengadilan.

2.) Sumber Daya

Sumber daya adalah faktor paling penting dalam implementasi kebijakan

agar efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumber daya financial. Tanpa adanya sumber daya, kebijakan hanya tinggal dikertas saja menjadi dokumen.

3.) Disposisi (kecenderungan atau tingkah laku)

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor

(36)

memiliki disposisi yang baik, dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan

baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat

kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. 4.) Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementsikan kebijakan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang

standar (standar operating procedure atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi implementor dalam bertindak.

Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan

pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Dan pada akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

Sedangkan menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Subarsono, 2005:99) ada enam variable yang mempengaruhi kinerja implementasi yakni:

1. Standar dan Sasaran Kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standard dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi

multiimplementasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi.

2. Sumber Daya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia.

(37)

Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi

lain. Untuk ini diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

4. Karakteristik agen pelaksana

Agar pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi

implementasi suatu program.

5. Kondisi sosial, ekonomi dan politik

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan,

karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung

implementasi kebijakan. 6. Disposisi implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni (a) respon implementor

terhadap kebijakan, yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan (c)

intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

I.5.4 Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN) A. Pengertian Raskin

Program Raskin (Program Penyaluran Beras Untuk Keluarga Miskin)

(38)

untuk mengurangi beban pengeluaran dari rumah tangga miskin sebagai bentuk

dukungan dalam meningkatkan ketahanan pangan dengan memberikan perlindungan sosial beras murah dengan jumlah maksimal 15 kg/rumah tangga

miskin/bulan dengan masing-masing seharga Rp. 1600,00 per kg (netto) di titik distribusi. Program ini mencakup di seluruh provinsi, sementara tanggung jawab dari distribusi beras dari gudang sampai ke titik distribusi di kelurahan dipegang

oleh Perum Bulog.

Istilah-istilah yang digunakan dalam petunjuk teknis antara lain adalah: 1. Tim Koordinasi program Raskin tingkat Provinsi adalah tim koordinasi

yang ditetapkan berdasarkan keputusan Gubernur dan terdiri dari unsur pemerintah daerah Provinsi (Biro Sarana Perekonomian, Biro Bina

Produksi, BPMD, Bappeda, BPS (Badan Pusat Statistik), BKKBN, Perum Bulog, Divisi Regional, Kepolisian, Kejaksaan serta stakeholders yang

terkait.

2. Tim Koordinasi Divisi Regional (Divre) Provinsi adalah satuan kerja

Perum Bulog Divre Provinsi yang dibentuk Kadivre yang bertugas dan

bertanggung jawab mengkoordinasi dalam pelaksanaan Program Raskin di Sub Divre.

3. Satker Raskin adalah satuan kerja Perum Bulog Sub Divre yang dibentuk

Kasub Divre yang bertugas dan bertanggung jawab mengangkut beras dari gudang Perum Bulog sampai dengan titik distribusi dan menyerahkan

kepada pelaksana distribusi.

4. Tim Koordinasi Raskin Kecamatan adalah tim yang dibentuk di tingkat

(39)

unsur Kecamatan, Polsek, Pengelola Program KB Kecamatan dan

Koordinator Sensus Kecamatan (KSK) yang bertugas mengkoordinir pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan.

5. Pelaksana Distribusi adalah Kelompok Kerja (Pokja) dititik distribusi yang

dibentuk berdasarkan musyawarah Desa/Kelurahan yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa/Lurah, terdiri dari Aparat Desa/

Kelurahan, Lembaga Masyarakat, dan unsur-unsur masyarakat yang bertugas dan bertanggung jawab mendistribusikan Raskin kepada

penerima manfaat Raskin.

6. Titik Distribusi (TD) adalah tempat atau lokasi penyerahan beras oleh

Satuan Kerja (Satker) Raskin Sub Divre kepada pelaksana distribusi di

Desa. Kelurahan yang dapat dijangkau penerima manfaat Raskin atau lokasi lain yang ditetapkan atas dasar kesepakatan secara tertulis antara

Pemerintah Daerah dan Sub Divre.

7. Rumah Tangga Miskin (RTM) adalah penerima manfaat Program Raskin

di Desa/Kelurahan sesuai hasil pendataan Sosial Ekonomi tahun 2005 BPS

dengan kategori sangat miskin, miskin, dan sebagian hampir miskin. 8. Musyawarah Desa/Kelurahan adalah forum komunikasi di tingkat

Desa/Kelurahan untuk menetapkan RTM yang berhak menerima Raskin. 9. Beras Standar Kualitas Bulog adalah beras kualitas medium, kondisi baik

dan tidak berhama.

10. Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) adalah lembaga yang ditetapkan

dengan Keputusan Gubernur di Provinsi dan Keputusan Bupati/Walikota

(40)

pengaduan masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung termasuk

media cetak dan elektronik.

B. Tujuan dan Sasaran Program RASKIN 1. Tujuan

Tujuan Program Raskin adalah mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Miskin melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam

bentuk beras.

2. Sasaran

Sasaran Program Raskin Tahun 2010 adalah berkurangnya beban pengeluaran 17,5 juta RTS berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), melalui pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 2,73 juta ton selama setahun dengan

harga tebus Rp 1.600 per kg netto di Titik Distribusi.

C. Prinsip Pengelolaan

Prinsip pengelolaan Raskin adalah suatu nilai-nilai dasar yang selalu

menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan Raskin.

Nilai-nilai dasar tersebut diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan Raskin. Keberpihakan kepada Rumah Tangga Miskin (RTM), yang maknanya mendorong RTM untuk ikut berperan aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian

dan pelestarian seluruh kegiatan Raskin baik di desa dan kecamatan, termasuk menerima manfaat atau menikmati hasilnya. Transparansi, yang maknanya

(41)

D. Pengorganisasian

Dalam rangka pelaksanaan program Raskin tahun 2010 dipandang perlu mengatur organisasi pelaksana program Raskin. Untuk mengefektifkan

pelaksanaan program dan pertanggungjawabannya, dibentuk Tim Koordinasi Raskin di tingkat pusat sampai kecamatan dan Pelaksana Distribusi Raskin di tingkat desa/kelurahan serta tim lainnya sesuai kebutuhan yang diatur dan

ditetapkan melalui keputusan pejabat yang berwenang.

Penanggung jawab pelaksanaan program Raskin di pusat adalah Menteri

Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, di provinsi adalah gubernur, di kabupaten/kota adalah bupati/walikota, di kecamatan adalah camat dan di desa/kelurahan adalah kepala desa/lurah.

a. Tim Koordinasi Raskin Pusat

Tim Koordinasi Raskin Pusat beranggotakan unsur dari Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Keuangan,

Departemen Dalam Negeri, Departemen Sosial, Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Perum BULOG.

1) Kedudukan

Tim Koordinasi Raskin Pusat berkedudukan di bawah dan bertanggung

jawab kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. 2) Tugas

(42)

pelaksanaan, fasilitasi, monitoring dan evaluasi serta menerima pengaduan

dari masyarakat tentang pelaksanaan program Raskin.

3) Fungsi

Mengkoordinasikan dan merumuskan kebijakan Raskin sebagai bagian dari kebijakan penanggulangan kemiskinan.

4) Struktur dan Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Pusat

Tim Koordinasi Raskin Pusat terdiri dari Pengarah, Pelaksana dan Sekretariat. Pengarah terdiri dari Ketua dari unsur Kementerian

Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Anggota terdiri dari unsur Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Departemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan, Departemen Sosial, Kementerian Negara

Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, BPS, BPKP dan Perum BULOG.

Pelaksana terdiri dari ketua, wakil ketua/ketua bidang dan Anggota. Ketua Pelaksana adalah Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan

Rakyat; Wakil Ketua I /Bidang Kebijakan Perencanaan adalah Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas; Wakil Ketua II /Bidang Kebijakan

Anggaran adalah Direktur Anggaran III, Ditjen Anggaran Departemen Keuangan; Wakil Ketua III /Bidang Pelaksanaan dan Distribusi adalah Direktur Pelayanan Publik Perum BULOG; Wakil Ketua IV /Bidang

Fasilitasi, Monev dan Pengaduan adalah Direktur Usaha Ekonomi Masyarakat Ditjen PMD Departemen Dalam Negeri.

(43)

Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Keuangan, Departemen

Dalam Negeri, Departemen Sosial, Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistik, BPKP, dan Perusahaan Umum BULOG.

b.Tim Koordinasi Raskin Provinsi

Gubernur bertanggung jawab atas pelaksanaan program Raskin di wilayahnya dengan membentuk Tim Koordinasi Raskin Tingkat Provinsi

sebagai berikut : 1) Kedudukan

Tim Koordinasi Raskin Provinsi adalah pelaksana program Raskin di

provinsi, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada gubernur.

2) Tugas

Tim Koordinasi Raskin Provinsi mempunyai tugas melakukan koordinasi perencanaan, anggaran, pelaksanaan distribusi, monitoring dan evaluasi

serta menerima pengaduan dari masyarakat tentang pelaksanaan program Raskin.

3) Fungsi

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Tim Koordinasi Raskin Provinsi mempunyai fungsi :

a) Koordinasi perencanaan program Raskin di provinsi.

b) Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Program Raskin.

(44)

informasi program Raskin.

d) Pembinaan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Koordinasi Raskin

Kabupaten/Kota.

e) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program Raskin di kabupaten/kota.

4) Struktur dan Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Provinsi

Tim Koordinasi Raskin Provinsi terdiri dari penanggung jawab, ketua,

sekretaris, dan beberapa bidang antara lain: perencanaan, pelaksanaan distribusi, monev dan pengaduan masyarakat, yang ditetapkan dengan

keputusan gubernur.

Tim Koordinasi Raskin Provinsi beranggotakan unsur-unsur instansi terkait di tingkat provinsi antara lain Setda (Sekertaris Daerah), Bappeda

(Badan Perencanaan dan Pembangunan daerah), badan/dinas/lembaga yang berwenang dalam pemberdayaan masyarakat, Dinas Sosial, Badan

Pusat Statistik, badan/dinas/kantor yang berwenang dalam ketahanan pangan, Perwakilan BPKP dan Divisi Regional/Sub Divisi Regional Perum BULOG serta lembaga lain sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.

c. Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota

Bupati/Walikota sebagai penanggung jawab program Raskin di tingkat

kabupaten/kota bertanggung jawab atas pengalokasian Pagu Raskin bagi seluruh RTS-PM Raskin, penyediaan dan pendistribusian beras, penyelesaian pembayaran HPB (Hasil Penjualan beras) dan adminstrasi distribusi Raskin di

wilayahnya. Untuk penyelenggaraan program Raskin di wilayahnya, bupati/walikota membentuk Tim Koordinasi Raskin sebagai berikut :

(45)

Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota adalah pelaksana program Raskin

di kabupaten/kota, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota.

2)Tugas

Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota mempunyai tugas melakukan koordinasi perencanaan, anggaran, pelaksanaan distribusi, monitoring dan

evaluasi serta menerima pengaduan dari masyarakat tentang pelaksanaan program Raskin.

3)Fungsi

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota mempunyai fungsi :

a) Perencanaan program Raskin di kabupaten/kota.

b) Penyusunan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program Raskin di

kabupaten/kota.

c) Fasilitasi lintas pelaku, komunikasi interaktif, dan penyebarluasan informasi

program Raskin di kabupaten/kota.

d) Pembinaan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Koordinasi Raskin

Kecamatan dan Pelaksana Distribusi Raskin di desa/kelurahan.

e) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program Raskin di kecamatan,

desa/kelurahan.

f) Penyelesaian HPB dan administrasi pelaksanaan Raskin.

4) Struktur dan Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota

(46)

Distribusi, Monev dan Pengaduan Masyarakat, yang ditetapkan dengan

keputusan bupati/walikota.

Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota terdiri dari

unsur-unsur instansi terkait di tingkat kabupaten/kota antara lain Setda, Bappeda, badan/dinas/lembaga yang berwenang dalam pemberdayaan masyarakat, Dinas Sosial, Badan Pusat Statistik, badan/dinas/kantor yang berwenang

dalam ketahanan pangan, Divre/Subdivre /Kansilog Perum BULOG dan lembaga lain sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.

d. Tim Koordinasi Raskin Kecamatan

Camat sebagai penanggung jawab di tingkat kecamatan bertanggung jawab atas pelaksanaan distribusi Raskin, penyelesaian pembayaran HPB dan

adminstrasi distribusi Raskin di wilayahnya. Untuk penyelenggaraan program Raskin di wilayahnya, camat membentuk Tim koordinasi Raskin sebagai berikut :

1)Kedudukan

Tim Koordinasi Raskin Kecamatan adalah pelaksana program Raskin di

kecamatan, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada camat.

2)Tugas

Tim Koordinasi Raskin Kecamatan mempunyai tugas merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, sosialisasi, monitoring, dan evaluasi

(47)

3)Fungsi

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Tim Koordinasi Raskin Kecamatan mempunyai fungsi :

a) Perencanaan distribusi program Raskin di kecamatan.

b) Fasilitasi lintas pelaku, komunikasi interaktif, dan penyebarluasan informasi

program Raskin di kecamatan.

c) Pembinaan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Pelaksana Distribusi

Desa/Kelurahan.

d) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program Raskin di desa/kelurahan.

4)Struktur dan Keanggotaan Tim Koordinasi Raskin Kecamatan

Tim Koordinasi Raskin Kecamatan terdiri dari penanggung jawab yaitu

camat, ketua yaitu sekretaris kecamatan, sekretaris yaitu Kasi Kesejahteraan Sosial, dan anggota terdiri dari aparat Kecamatan, Koordinator Statistik Kecamatan (KSK), anggota Satker Raskin dan pihak terkait yang dipandang

perlu.

e. Pelaksana Distribusi Raskin di Desa/Kelurahan

Kepala desa/lurah sebagai penanggung jawab di tingkat desa/kelurahan bertanggung jawab atas pelaksanaan distribusi Raskin, penyelesaian pembayaran HPB dan adminstrasi distribusi Raskin di wilayahnya. Untuk pelaksanaan

distribusi Raskin di wilayahnya, kepala desa/lurah dapat memilih dan menetapkan salah satu dari 3 alternatif Pelaksana Distribusi Raskin yaitu :

1) Kelompok Kerja (Pokja)

(48)

3) Kelompok Masyarakat (Pokmas)

Pembentukan Pokmas dan Warung Desa diatur dalam Pedoman Teknis tersendiri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Pedum Raskin

a)Kedudukan

Pelaksana Distribusi Raskin berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala desa/lurah.

b)Tugas

(1) Menerima dan mendistribusikan beras Raskin dari Satker Raskin dan

menyerahkan/menjual kepada RTS-PM Raskin di Titik Distribusi (TD). (2) Menerima Hasil Penjualan Beras (HPB) dari RTS-PM Raskin secara tunai

dan menyetorkan ke rekening Bank yang ditunjuk Divre/Subdivre/Kansilog

Perum BULOG atau menyetor secara tunai kepada Satker Raskin.

(3) Menyelesaikan administrasi distribusi Raskin yaitu Berita Acara Serah Terima (BAST) dan Daftar Penjualan Beras sesuai model DPM-2.

c) Fungsi

(1) Pendistribusian Raskin kepada RTS-PM Raskin.

(2) Penerimaan uang hasil penjualan beras Raskin secara tunai dari RTS-PM

Raskin dan penyetorannya kepada Satker Raskin atau ke rekening bank yang ditetapkan Divre/Subdivre/Kansilog Perum Bulog.

(3) Pengadministrasian distribusi Raskin kepada RTS-PM Raskin.

f. Satker Raskin 1) Kedudukan

(49)

2) Organisasi

Satker Raskin terdiri dari : a) Ketua

b) Anggota :

(1) Pegawai Perum BULOG yang ditetapkan melalui Surat Perintah (SP)

Kadivre/Kasubdivre/Kakansilog Perum BULOG.

(2) Tenaga bantuan yang ditetapkan oleh ketua satker atas sepengetahuan

Kadivre/Kasubdivre/Kakansilog Perum BULOG.

3) Tugas dan Kewenangan

Satker Raskin mempunyai tugas, kewenangan dan tanggung jawab : a) Ketua :

(1) Mempunyai kewenangan mengangkat dan memberhentikan tenaga bantuan di wilayah kerjanya atas sepengetahuan Kadivre/Kasubdivre/Kakansilog

Perum BULOG.

(2) Mempunyai tugas dan bertanggung jawab atas pelaksanaan distribusi, penyelesaian HPB, dan administrasi Raskin.

b) Anggota mempunyai tugas membantu dan bersama ketua sebagai berikut : (1) Mendistribusikan beras dari gudang Perum BULOG sampai dengan TD dan

menyerahkan kepada Pelaksana Distribusi Raskin di TD.

(2) Menerima uang HPB atau bukti setor bank dari Pelaksana Distribusi Raskin dan menyetorkan ke rekening HPB Bulog.

(3) Menyelesaikan administrasi distribusi Raskin yaitu Delivery Order (DO), BAST, Rekap BAST di kecamatan (model MBA-0) dan pembayaran HPB

(50)

DPM-2 dari TD.

(4) Melaporkan pelaksanaan tugas antara lain : realisasi jumlah distribusi beras, setoran HPB dan BAST di wilayah kerjanya kepada Kadivre/Kasubdivre/

Kakansilog Perum BULOG secara periodik setiap bulan.

E. Penentuan Pagu

a. Pagu Raskin Nasional dialokasikan ke provinsi di seluruh Indonesia oleh

Tim Koordinasi Raskin Pusat berdasarkan data RTS dari BPS dan kuantum

Pagu Raskin Nasional sesuai dengan Undang Undang No. 47 tahun 2009 tentang APBN 2010.

b. Pagu Raskin Provinsi dialokasikan ke kabupaten/kota oleh Tim Koordinasi

Raskin Provinsi yang dituangkan dalam Keputusan Gubernur. Untuk Sumatera Utara ini sendiri dituangka n dalam Surat Keputusan Gubernur

Sumatera Utara Nomor :501/670/K/ Tahun 2009 tanggal 2 Maret 2009 tentang penetapan Pagu beras Raskin untuk RTM Kabupaten/kota se-Sumatera Utara Tahun 2009 dan Pemko Medan mendapat alokasi pagu

RTM sebanyak 86.323 RTM yang masing-masing memperoleh beras Raskin sebanyak 15 Kg /RTM/perbulan dengan harga Rp.1.600/Kg. Sedangkan

penetapan Pagu Raskin Kabupaten/Kota didasarkan pada:

1) Pagu Raskin Provinsi.

2) Data RTS Kabupaten/Kota dari BPS, untuk kota Medan ini sendiri

(51)

12752.028 6 Maret 2009 tentang pengiriman data RTM di Kota Medan

sebanyak 86.323 RTM.

c. Pagu Raskin Kecamatan/Kelurahan/Desa ditetapkan oleh Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota dengan Keputusan Bupati/Walikota. Penetapan

pagu Raskin Kecamatan dan Desa/Kelurahan didasarkan pada:

1) Pagu Raskin Kabupaten/Kota

2) Data RTS Kecamatan, Desa/Kelurahan dari BPS

d. Distribusi Pagu Raskin tahun 2010 berakhir sampai dengan 31 Desember

2010 dan apabila ada sisa pagu, tidak dapat disalurkan pada tahun 2011.

F. Pembiayaan Operasional

Pemerintah Provinsi menyediakan anggaran untuk pembinaan, koordinasi, monitoring dan evaluasi Raskin dari APBD setempat. Pemerintah

Kabupaten/Kota mengalokasikan anggaran untuk biaya operasional dari Titik Distribusi sampai di tangan Rumah Tangga Miskin (Penerima Manfaat Raskin) yang bersumber dari APBD dengan tetap mendorong keterlibatan/partisipasi

masyarakat. Disamping itu anggaran Daerah hendaknya diarahkan juga untuk pembinaan UPM, koordinasi, monitoring dan evaluasi Raskin di tingkat

Kabupaten/Kota.

G. Penentuan Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat

a. RTM yang berhak mendapatkan Raskin adalah RTM yang terdaftar dalam

(52)

b. Dalam rangka mengakomodir adanya dinamika RTM ditingkat

desa/kelurahan, maka perlu dilakukan Mudes/Muskel untuk menetapkan kebijakan lokal:

1) Melakukan verifikasi nama RTS hasil PPLS 08 BPS yang sudah tidak layak

atau pindah alamat keluar desa/kelurahan dapat diganti oleh RTM yang belum terdaftar sebagai RTS. Sedangkan untuk RTS yang meninggal dunia

diganti oleh salah satu anggota rumah tangganya. Apabila RTS yang meninggal dunia merupakan rumah tangga tunggal (tidak memiliki anggota

rumah tangga) dapat digantikan RTM yang belum terdaftar.

2) RTM yang belum terdaftar sebagai RTS hasil PPLS 08 BPS dan butir 1)

diatas, yang dinilai layak sesuai kriteria RTS BPS dapat diberikan Raskin.

c. RTS BPS yang telah diverifikasi dan hasil Mudes/Muskel yang memutuskan

nama rumah tangga penerima manfaat Raskin tersebut butir b. diatas

dimasukkan dalam daftar RTS-PM sesuai model DPM-1, yang ditetapkan oleh kepala desa/lurah dan disahkan oleh camat.

d. Data RTS-PM Raskin di desa/kelurahan direkap di tingkat kecamatan dan

dilaporkan kepada Tim Koordinasi RASKIN Kabupaten/Kota.

H. Mekanisme Distribusi Raskin

1. Bupati/walikota mengajukan Surat Permintaan Alokasi (SPA) kepada

kepala Sub Divisi Regional Perum Bulog berdasarkan alokasi pagu Raskin

(53)

2. SPA yang tidak dapat dilayani sebagian atau seluruhnya dalam jangka

waktu 3 (tiga) bulan, maka pagu dapat direlokasikan ke daerah lain dengan menerbitkan SPA baru yang menunjuk pada SPA yang tidak dapat

dilayani.

3. Berdasarkan SPA, Sub Divre menerbitkan SPPB DO beras untuk

masing-masing Kecamatan/Desa/Kelurahan kepada pelaksana Raskin. Apabila

terdapat tunggakan Harga Penjualan Beras (HPB) pada periode sebelumnya maka penerbitan SPPB DO periode berikutnya ditangguhkan

sampai ada pelunasan.

4. Berdasarkan SPPB DO, pelaksana Raskin mengambil beras di gudang

penyimpanan Perum Bulog, mengangkut dan menyerahkan beras Raskin

kepada pelaksana distribusi di titik distribusi. Kualitas beras yang diserahkan, sesuai dengan standar kualitas Bulog. Apabila tidak memenuhi

standar kualitas Bulog. Apabila tidak memenuhi standar kualitas maka beras dikembalikan kepada pelaksana Raskin untuk ditukar/diganti.

5. Serah terima beras Raskin dari pelaksana Raskin kepada pelaksana

distribusi di titik distribusi dibuktikan dengan Berita Acara Serah Terima (BAST) yang merupakan pengalihan tanggung jawab.

6. Pelaksana distibusi menyerahkan beras kepada Rumah Tangga Miskin. 7. Mekanisme distribusi secara rinci diatur dalam Pedoman Teknis Raskin

Kabupaten/Kota dengan kondisi objektif masing-masing daerah. (Sumber :

(54)

Kriteria Untuk Menentukan Keluarga/Rumah Tangga Miskin

Menurut BPS, ada 14 kriteria untuk menentukan keluarga/rumah tangga miskin, yaitu :

1. Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.

2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas

rendah/tembok tanpa diplester.

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah

tangga lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air

hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak

tanah.

8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun 10. Hanya sanggup makan hanya satu/dua kali dalam sehari.

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. 12. Sumber penghasilan kepala keluarga adalah petani dengan luas lahan 500

m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000,- (Enam

Ratus Ribu) per bulan.

13. Pendidikan tertinggi kepala keluarga : tidak bersekolah/tidak tamat

(55)

14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal

Rp. 500.000,- (Lima Rus Ribu Rupiah), seperti sepeda motor kredit/non-kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

Jika minimal 9 variabel terpenuhi, maka dikategorikan sebagai rumah tangga miskin.

I.5.5. Kesejahteraan Masyarakat

Sesuai dengan tujuan nasional, pembangunan bertujuan untuk

mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dalam wadah Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu

dalam suasana kehidupan berbangsa yang tertib, aman, dan dinamis.

Kesejahteraan bermula dari kata “sejahtera” yang artinya aman sentosa, terlepas dari segala gangguan dan kesukaran (Nurdin, 1989:27). Secara umum

kesejahteraan sering diartikan sebagai kondisi sejahtera, yaitu suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar

seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan.

Pasal 33 UUD 1945 mengenai kesejahteraan sosial, antara lain menyebutkan bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan

kemakmuran perseorangan. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas usaha kekeluargaan. Kesejateraan rakyat berarti kesejahteraan

lahir-batin dari rakyat. Hal itu berarti bahwa tidak hanya kesejahteraan fisik saja, yaitu terpenuhinya kebutuhan fisik, akan tetapi juga kebutuhan-kebutuhan non fisiknya, kebutuhan rohaninya juga haruslah tercukupi juga. Berhubungan dengan

(56)

dengan pembangunan watak, etika, tatakrama dan budi luhur akan mengandung

bahaya adanya ketidakseimbangan sikap batin manusia yang dapat berkembang hingga merupakan sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam masyarakat yang

berupa kesenjangan lahir-batin, ketidakpuasan, frustasi, kericuhan masyarakat dan kegaduhan-kegaduhan. Secara umum hal ini dapat menyebabkan terjadinya “instability” dalam masyarakat. Tidaklah dapat dipungkiri bahwa kesejahteraan

itupun tidak akan lepas dari faktor kecerdasan, ketertiban dan keamanan masyarakat (www.transparansi.co.id).

Kesejahteraan rakyat tanpa meningkatkan kecerdasan bangsa, maka kesejahteraan itu tidak akan dapat terwujud, dan dapat menghalangi kemajuan bangsa dalam dunia antar bangsa-bangsa, akan tetapi juga akan dapat membuat

manusia dalam masyarakat itu lupa pada TuhanNya. Namun haruslah tetap diingat, bahwa makin cerdas suatu bangsa, maka masyarakat bangsa itu tentulah

semakin banyak pula keinginan dan tuntutan-tuntutannya. Pada gilirannya semakin banyak masalah-masalah (issue) yang timbul sehingga memerlukan penyelesaian dan pemenuhan. Hal itu berarti akan makin banyak pula

kebijakan-kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan. Kebijakan pemerintah itu haruslah selalu dilandaskan pada Asas Pancasila, terutama sekali pada nilai-nilai pokok

yang dicantumkan pada pembukaan UUD 1945, ialah kemerdekaan, perdamaian dan keadilan. Berdasarkan tiga nilai luhur itulah kepentingan masyarakat (public interest) dapat terpenuhi dengan diambilnya kebijaksanaan pemerintah, sehingga

(57)

Pemerintah sebagai pelaku kebijakan publik, perlu sekali memperhatikan

tuntutan masyarakat (public demand) dalam proses politik sesuai dengan asas demokrasi Pancasila. Dengan demikian bukannya hanya hasil yang baik saja yang

menjadi jangkauan kebijakan, akan tetapi juga proses kegiatan-kegiatan untuk tercapainya tujuan itu perlu mendapat perhatian dalam mempersiapkannya.

Dimock mengatakan bahwa di dalam masyarakat yang merdeka, maka

kepentingan-kepentingan yang tidak melanggar hukum adalah bebas bersaing untuk maju, sedangkan tugas utama dari pemerintah adalah membantu pihak yang

satu dan lainnya atau memadukan diantara kepentingan-kepentingan itu, semuanya didasarkan pada terciptanya kepentingan masyarakat, yaitu meningkatkan ketertiban dan keamanan, kemantapan kehidupan ekonomi dan

kemajuan rakyat (Soenarko, 2003:100).

Adapun tujuan dari peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah untuk

meningkatkan kualitas hidup manusia secara menyeluruh yang mencakup : (Suharto, 2005)

a. Peningkatan standar hidup, melalui seperangkat pelayanan sosial dan

jaminan sosial segenap lapisan masyarakat

b. Peningkatan keberdayaan melalui penetapan sistem dan kelembagaan

ekonomi, sosial dan politik yang menjunjung tinggi harga diri dan martabat masyarakat/kemanusiaan.

c. Penyempurnaan kebebasan melalaui perluasan aksesibilitas dan

pilihan-pilihan kesempatan sesuai aspirasi, kemampuan dan standar kemanusiaan/kemasyarakatan.

Gambar

Tabel 2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Usia
Tabel 3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok
Tabel 6. Distribusi Penduduk Berdasarkan Etnis
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

7 Tahun 1984 digunakan oleh penghasil Statement Bersama untuk menyatakan tesis bahwa pemerintah Indonesia tidak konsisten dalam menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan

Masalah yang dikemukakan merupakan refleksi dari pengalaman nyata yang terjadi dalam pembelajaran mata kuliah yang diampu yang antara lain dapat ditandai dengan

Hasil yang penulis dapat dilapangan sudah menunjukkan bahwa dengan ada model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi

Pengetahuan guru-guru ini didapati berada pada tahap tinggi kerana mereka menyedari akan kepentingan mempunyai informasi yang baik dan terkini kerana di dalam sukatan Biologi

Sementara itu, Thomas (2009) mengungkapkan bahwa seseorang akan engaged dengan pekerjaannya apabila seseorang berkomitmen pada suatu tujuan, menggunakan kecerdasannya

REFRIGERATED DEHUMIDIFIER (DRYER) REFRIGERATED DEHUMIDIFIER (DRYER) Mesin penyedot lembab dengan teknik refrigerasi (memakai kompressor), juga sebagai pengering udara yang

yang membeli adalah Karyawan Laki-laki 10% 54,54% Berdasarkan nilai confidence yang telah ditemukan untuk masing-masing rule asosiasi seperti pada tabel 4.9 maka dapat