• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KEGIATAN IDENTIFIKASI HABITAT MAMALIA BESAR DI TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : Tim Pengendali Ekosistem Hutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KEGIATAN IDENTIFIKASI HABITAT MAMALIA BESAR DI TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : Tim Pengendali Ekosistem Hutan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KEGIATAN

IDENTIFIKASI HABITAT MAMALIA BESAR

DI TAMAN NASIONAL BALURAN

Oleh :

Tim Pengendali Ekosistem Hutan

TAMAN NASIONAL BALURAN

2005

(2)

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi populasi satwa mamalia besar, terutama banteng, di kawasan Taman Nasional Baluran diprediksikan telah terjadi penurunan jumlah yang cukup signifikan pada kurun waktu 3 tahun terakhir. Kekhawatiran akan itu menuntut pengelola kawasan untuk lebih serius menangani masalah tersebut.

Hingga saat ini telah banyak terjadi perubahan pola perilaku, pergerakan dan populasi satwa (terutama banteng). Hal ini dipengaruhi banyak faktor, yang diantaranya yaitu perubahan kondisi habitat, misalnya : menurunnya kualitas dan kuantitas sumber air minum satwa di dalam kawasan.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, guna memenuhi kebutuhan pokok dalam kehidupannya, satwa mamalia besar (terutama banteng) berusaha untuk mencari lokasi atau habitat yang mempunyai daya dukung yang cukup. Salah satu kebutuhan pokok tersebut yaitu ketersediaan pakan dan sumber air minum. Banteng dan satwa mamalia besar lainnya, terutama pada musim kemarau, dapat melakukan perjalanan yang jauh untuk menemukan sumber air. Keterbatasan persediaan air di suatu habitat satwa akan sangat berpengaruh terhadap perilaku, pola pergerakan dan populasi satwa tersebut. Selain faktor keterbatasan sumber pakan dan air, faktor perburuan liar dan predator juga memiliki andil yang cukup berarti dalam penurunan populasi satwa liar.

Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut dari kegiatan pengamatan satwa mamalia besar di Taman Nasional Baluran, diperlukan monitoring lanjutan yang dilakukan secara berkala / rutin setiap periode waktu tertentu. Kegiatan ini berpedoman pada jalur atau lokasi yang ditempuh pada kegiatan tahun sebelumnya dan juga jalur atau lokasi lain yang diindikasikan sebagai perkembangan kondisi habitat banteng di kawasan Taman Nasional Baluran.

B. Tujuan Kegiatan

Kegiatan identifikasi habitat mamalia besar ini bertujuan :

1. Mengetahui perkembangan kondisi habitat satwa mamalia besar di dalam kawasan Taman Nasional.

2. Mengumpulkan bahan kajian guna pengambilan kebijakan dalam pengelolaan populasi satwa dan habitatnya.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Mamalia

Mamalia merupakan hewan yang hampir seluruh tubuhnya tertutup oleh kulit berambut, termasuk hewan berdarah panas. Sebutan mamalia berdasarkan adanya kelenjar mamae pada hewan betina untuk menyusui anaknya yang masih muda.

Berdasarkan waktu aktivitasnya mamalia dapat diklasifikasikan menjadi hewan nokturnal (aktif malam hari) dan hewan diurnal (aktif siang hari). Berdasarkan tempat hidupnya dapat diklasifikasikan menjadi hewan arboreal (hidup di pohon) dan terestrial (hidup di darat), berdasarkan jenis makanannya dapat diklasifikasikan menjadi hewan browser (memakan pucuk daun), hewan grasser (pemakan rumput), dan tergolong dalam herbivora, karnivora dan omnivora.

1. Banteng (Bos javanicus d’Alton) a. Klasifikasi

Nama daerah lain untuk banteng adalah sapi alas (jawa), klebo dan temadu (Kalimantan). Menurut Lekagul dan McNeely (1977) dan Alikodra (1982), secara taksonomi banteng dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Klas : Mammalia Subklas : Theria Ordo : Artiodactyla Subordo : Ruminantia Famili : Bovidae Subfamili : Bovinae Tribe : Bovini Genus : Bos

Spesies : Bos javanicus d’Alton b. Morfologi

Banteng merupakan hewan yang besar, tegap dan kuat dengan memiliki bahu depan yang lebih tinggi daripada bagian belakang dengan sepasang tanduk di kepalanya. Pada banteng jantan dewasa tanduknya berwarna hitam mengkilap, runcing dan melengkung

(3)

ke arah depan (medio enterior), sedangkan pada betina dewasa tanduknya lebih kecil dan melengkung ke belakang. (Lekagul dan Mc. Neely, 1977 dalam Anonimous, 1997)

Pada bagian tengah dada terdapat gelambir (dewlap) memanjang dari pangkal kaki depan hingga bagian leher, tetapi tidak mencapai daerah kerongkongan (Hoorgerwerf, 1970; Helder, 1976 dalam Alikodra, 1997).

Menurut Preffer dan Sinaga (1964) dalam Santosa, (1985), berat banteng dewasa di Taman Nasional Baluran dapat mencapai 900 Kg dan tinggi bahunya kurang lebih 170 cm. Banteng jantan mempunyai ukuran tengkorak 50 cm, sedangkan betina dewasa lebih kecil dari ukuran tengkorak banteng jantan. Tinggi bahu bervariasi menurut umur. Banteng jantan yang berumur 8 – 10 tahun mempunyai tinggi bahu 170 cm, sedangkan banteng betina mempunyai tinggi bahu 150 cm (Hoorgerwerf, 1970 dalam Anonimous 1997).

Banteng mempunyai ciri khas yaitu pada bagian pantat terdapat belang putih, bagian kaki dari lutut ke bawah seolah-olah memakai kaos kaki berwarna putih, serta pada bagian atas dan bawah bibir berwarna putih. Banteng jantan mempunyai warna bulu hitam. Semakin tua umurnya makin hitam warna bulunya. Banteng betina warna kulitnya coklat kemerahan, semakin tua umurnya semakin gelap menjadi coklat tua. Warna kulit anak banteng baik yang jantan maupun betina lebih terang dari pada warna kulit banteng betina dewasa, tetapi pada banteng jantan muda (anak) warna kulitnya lebih gelap sejak berumur antara 12 – 18 bulan. (Alikodra 1983).

Menurut Hoorgerwerf (1970) dan Lekagul & McNeely (1973) dalam Alikodra (1983), umur banteng maksimum berkisar diantara 10 – 25 tahun, selanjutnya hidup seekor banteng betina dapat menghasilkan keturunannya sebanyak 21 ekor anak. Umur pertama banteng betina mampu untuk berkembang biak adalah 3 tahun, sedangkan banteng jantan lebih dari 3 tahun.

c. Fisiologi Banteng

Banteng termasuk satwa yang berkelompok. Jumlah setiap kelompok berjumlah sekitar 10 – 12 ekor, yang terdiri dari banteng jantan dewasa, induk dan anak-anaknya. Sex ratio antara banteng jantan dan betina dalam suatu populasi banteng berkisar antara 1 : 3 sampai 1 : 4. Banteng termasuk satwa yang mempunyai satu kali musim kawin dalam satu tahun dan melakukan perkawinan dalam satu periode waktu tertentu tergantung dari lokasi habitatnya. Lama bayi dalam kandungan adalah 9,5 – 10 bulan (Hoorgerwerf, 1970 dalam Anonimous, 1997).

Musim kawin banteng di Taman Nasional Baluran, menurut petugas, berlangsung setelah musim kawin rusa, yaitu antara Bulan Agustus atau September, yang ditandai oleh banteng jantan mengeluarkan suara lenguhan.

d. Perilaku

Banteng, sebagai satwa yang hidup berkelompok, biasanya terdiri dari satu ekor banteng jantan dewasa, bertindak sebagai ketua kelompok, jantan muda, betina induk dan anak-anaknya. Banteng terkenal sebagai satwa yang mempunyai daya penciuman dan pendengaran yang tajam. Sebagai tandanya, di waktu makan banteng sering mengangkat kepala sambil mengibas-ibaskan telinganya untuk mendengar apakah ada bahaya. Apabila ada tanda bahaya, banteng yang pertama kali mendengar hal itu akan segera menghadap ke arah sumber bahaya sambil memberi isyarat kepada banteng yang lainnya. Bila ada bahaya mengancam, banteng-banteng muda dan betina terlebih dahulu masuk ke dalam hutan kemudian disusul oleh banteng dewasa jantan (Hoorgerwerf, 1970 dalam Anonimous, 1997).

Dalam tiap-tiap kelompok biasanya terdapat beberapa banteng jantan muda (2 – 5 ekor) yang mana pada saatnya nanti, salah satunya akan menggantikan sebagai ketua kelompok. Waktu pergantian ketua kelompok, sering terjadi perkelahian, dan banteng yang kalah akan memisahkan diri dari kelompoknya dan kadang-kadang diikuti oleh beberapa banteng betina yang setia kemudian membentuk kelompok baru (Alikodra, 1980). Banteng yang sudah tua dan mendekati ajalnya akan memisahkan diri dan menjadi banteng soliter sehingga rawan untuk menjadi mangsa satwa predator (Hoorgerwerf, 1970 dalam Anonimous, 1997).

Menurut Alikodra (1983), banteng mempunyai sifat-sifat : - menyukai daerah yang luas dan tidak ada gangguan alami

- daerah yang banyak terdapat garam; daerah yang tidak ada gangguan lalat, lebah dan yang lainnya serta daerah moonson forest, savana dan suka hidup berkelompok - suka melakukan perjalanan jauh sambil makan

- dan kurang tahan terhadap terik matahari sehingga banteng sering berlindung di bawah pohon rindang di dekat padang rumput/ savana.

2. Kerbau Liar (Bubalus bubalis) a. Klasifikasi

Nama daerah lain untuk kerbau air adalah kebo dan maeso (Jawa), munding (Sunda), lambar (Sulawesi), bicil (Timor), kabo (Bali), hadangan dan trewan (Kalimantan)

(4)

dan karbui (Madura). Menurut Lekagul dan McNeely (1977) dalam Anonimous (1997), secara taksonomi kerbau liar dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Klas : Mamalia Ordo : Artiodactyla Famili : Bovidae

Genus : Bubalus

Spesies : Bubalus babalis Linnaeus

Menurut Mason (1977) dalam Santosa (1985), ada dua tipe kerbau air, yaitu kerbau sawah atau kerbau lumpur (swamp buffalo) dan kerbau sungai (river buffalo). Kerbau lumpur mempunyai warna kulit abu-abu keputihan pada anak-anak dan menjadi biru kehitaman setelah dewasa, tanduk tumbuh ke samping membentuk lengkungan setengah lingkaran serta lebih suka berkubang di kolam yang berlumpur.

b. Morfologi

Kerbau air termasuk hewan ruminansia besar yang mempunyai ciri-ciri bertubuh besar, warna kulit kelabu hitam dengan rambut pendek kaku tersebar jarang berwarna merah kelabu. Di bawah lehernya terdapat warna merah keputihan yang arahnya melintang seperti huruf V, bagian kaki mulai dari lutut ke bawah seolah-olah memakai kaos kaki berwarna abu-abu keputihan. Pada bagian bibir dan sudut mata bagian atas terdapat warna putih. Warna tubuh kerbau liar jantan dan betina sama. (Santosa, 1985)

Kerbau liar mempunyai sepasang tanduk yang besar dengan pangkal yang bergaris-garis melintang dan mempunyai potongan segitiga. Tanduk kerbau jantan lebih besar daripada tanduk kerbau betina (Lekagul dan McNeely, 1977 dalam Santosa, 1985). Selanjutnya menurut Preffer dan Sinaga (1964) dalam Santosa (1985), kerbau liar dewasa yang pernah ditemukan di Taman Nasional Baluran dapat mencapai berat 1000 kg dan tinggi bahunya kurang lebih 150 cm.

Kriteria umur dan jenis kelamin kerbau liar berdasarkan ciri morfologisnya yaitu kerbau jantan dewasa warna tubuhnya hitam kebiruan, tanduk relatif lebih besar dan tebal, serta ada penis pada selangkangnya. Sedangkan kerbau betina lebih kecil tubuhnya dan tanduk lebih kecil dan tipis, juga ditandai dengan adanya puting susu dan vagina.

c. Fisiologi

Kerbau Liar termasuk hewan ruminansia yang mempunyai kromosom 48 buah. Kerbau juga suka berkubang untuk menghindarkan sengatan matahari dan serangga, sehingga disebut juga hewan yang tergantung kepada air (khususnya untuk berkubang). Secara fisiologis kerbau kurang tahan terhadap sengatan sinar matahari dibandingkan dengan sapi (Ahmadi, 1986 dalam Anonimous, 1997).

Dalam keadaan istirahat dan naungan kerbau mempunyai suhu tubuh, laju pernafasan dan pulsa jantung yang lebih rendah dibandingkan sapi. Bila terkena panas sinar matahari, suhu tubuh, laju pernafasan dan pulsa jantung melonjak cepat. Begitu mendapat naungan atau mendapatkan air keadaan akan menjadi normal kembali. Penyebabnya ialah karena kerbau mempunyai pori-pori dan kelenjar keringat hanya sepersepuluh dari sapi, dimana pori-pori sapi mempunyai kerapatan 1500 – 1700 per sentimeter persegi. Keadaan ini yang menyebabkan kerbau tergantung pada air / kubangan dan naungan.

Kerbau mencapai dewasa kelamin pada umur 3 – 3,5 tahun. Musim kawin terjadi pada Bulan Oktober – November. Lama mengandung bayi berkisar 281 – 334 hari (Ahmadi, 1986 dalam Anonimous, 1997).

d. Perilaku

Pada umumnya herbivora menghabiskan waktunya selama berjam-jam hanya untuk makan. Pemamah biak sering berbaring pada waktu memamah biak. (Tanudimadja, 1978 dalam Anonimous, 1997)

Tingkah laku makan binatang liar sangat bervariasi, baik lamanya makan maupun frekuensi makannya tiap hari. Jika dilihat tingkah laku makan pada skala pendek, maka tingkah laku makan dilakukan bersama-sama dengan tingkah laku pindah gerak. Gerak tersebut termasuk gerak penjelajahan daerah lingkungannya maupun perpindahan di dalam mencari makan dan memilih makanannya (Suratmo, 1979).

Selama musim kemarau kerbau liar betina dan anaknya merumput bersama-sama pada tempat yang tinggi atau secara terpisah pada tanah yang datar. Sedangkan pada waktu sore, malam dan pagi hari kerbau tinggal bersama-sama ( Ahmadi, 1986 dalam Anonimous. 1997).

Dalam aktivitas harian kerbau liar di Taman Nasional Baluran membentuk kelompok terutama yang dewasa muda dengan tiap kelompoknya ada 5 – 63 ekor. Tetapi ada juga kerbau liar yang hidup soliter. Kerbau liar membentuk kelompok bila merasakan adanya bahaya dan memperlihatkan perilaku waspada, yaitu dengan berperilaku diam sambil menengadahkan kepalanya dan mencari sumber bahaya dan arah datangnya. Umumnya tindakan yang diambil adalah lari menghindar bersama-sama, dimulai dari anak, induk dan diikuti oleh kerbau jantan sehingga seluruh anggota kelompok merasa selamat (Ahmadi, 1986 dalam Anonimous, 1997).

(5)

Menurut Tuloch (1978) dalam Anonimous (1997), menyatakan bahwa diantara individu-individu kerbau jarang terjadi interaksi yang agresif. Interaksi agresif sering terjadi apabila ada anak yang mencoba untuk menyusu pada bukan induknya.

Saat Kerbau betina sedang birahi akan menunjukkan perilaku tertentu, yaitu dengan menggosokkan tubuhnya dengan tanah, melenguh dan mendengus, mencoba menaiki kerbau yang lain, pada saat lari ekornya diangkat ke atas. Disamping itu kerbau betina yang sedang birahi kadang-kadang menjadi lebih agresif dengan mengembara lebih jauh karena kurang adanya pejantan, tanda-tanda ini akan nampak jelas biasanya pada musim dingin (Ahmadi, 1986 dalam Anonimous. 1997).

3. Rusa Timor ( Cervus timorensis de Blainvile ) a. Klasifikasi

Rusa timor merupakan hewan yang dilindungi karena terjadi penurunan populasi yang dianggap sampai pada titik yang kritis, sehingga dikhawatirkan akan mengalami kepunahan. Rusa timor termasuk satwa liar yang berkerabat dekat dengan kancil dan kijang. Klasifikasi lengkap rusa timor menurut Widyastuti (1993) adalah sebagai berikut :

Klas : Mamalia

Ordo : Artiodactyla Family : Cervidae Genus : Cervus Species : Cervus timorensis b. Morfologi

Morfologi rusa timor ditandai dengan warna kulit coklat kemerah-merahan, hidupnya berkelompok dan mempunyai daerah teritorial sendiri-sendiri. Rusa jantan berwarna lebih gelap dan bulunya lebih kasar serta mempunyai tanduk yang bercabang indah, dan umumnya berwarna coklat keabu-abuan sampai coklat gelap. Bobot badan dewasa dapat mencapai 60 kg, panjang badan berkisar antar 1,95 – 2,10 m, tinggi badan 1,00 – 1,10 m. Umur sapih 4 bulan, dewasa kelamin betina terjadi pada umur 2 tahun 3 bulan dan umur tua sekitar 15 – 18 tahun. Lama kebuntingan rusa antara 250 – 285 hari. Jumlah anak yang dilahirkan dari setiap kali beranak pada umumnya berjumlah 2 ekor (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994).

c. Habitat

Satwa liar dalam hidupnya memerlukan tempat-tempat yang dapat dipergunakan untuk mencari makan, minum, berlindung, bermain dan tempat berkembang biak. Rusa mempunyai sifat mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Tempat hidup rusa umumnya di daerah yang dekat dengan hutan dan pada padang rumput / savana. Satwa ini memiliki indera penciuman dan pendengaran yang tajam, sehingga mudah menghindarkan diri dari musuh yang akan memangsanya (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994). Daerah-daerah yang kering dan terbuka merupakan tempat habitat rusa, seperti padang rumput atau bukit-bukit, berkemiringan yang landai, dengan pohon dan belukar yang tersebar.

B. Habitat Satwa Mamalia Besar

Guna mendukung kehidupannya, satwa liar membutuhkan satu kesatuan kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidupnya, baik makanan dan air. Menurut Alikodra (1990), habitat merupakan kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biaknya satwa liar.

Setiap satwa menempati habitat sesuai dengan lingkungannya yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya dan setiap satwa liar menghendaki kondisi yang berbeda-beda. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup satwa liar yaitu terdiri dari makanan, air, temperatur, kelembaban, tekanan udara dan tempat berlindung maupun kawin. Faktor ini secara keseluruhan berperan sebagai sistem yang berfungsi dalam mengendalikan pertumbuhan populasi

Perubahan faktor pembatas (pakan dan air pada musim kemarau) baik dari segi kualitas maupun kuantitas dapat mengubah daya dukung lingkungannya. Dalam pembinaan habitat, faktor-faktor pembatas tersebut harus diperhatikan fluktuasinya dan dipantau untuk menetapkan program-program pengelolaan yang tepat. (Alikodra, 1983)

(6)

BAB III. METODE PELAKSANAAN

A. Waktu dan Tempat

Kegiatan identifikasi habitat satwa mamalia besar terdiri dari banteng (Bos javanicus), kerbau liar (Bubalus bubalis) dan rusa (Cervus timorensis). Akan tetapi dalam pengamatan lebih dominan ditujukan pada banteng. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 1-5 Oktober 2005, termasuk kegiatan survei lapangan dan pelaksanaan pengamatannya.

B. Alat dan Bahan

Peralatan dan bahan yang dibutuhkan antara lain sebagai berikut : 1. Alat tulis 2. Peta kerja 3. Kamera foto 4. Handycam 5. Kertas lakmus – ph 6. Binoculer 7. Parang

8. Buku panduan lapangan 9. Tally sheet

10. Kompas C. Metode Kegiatan

Kegiatan identifikasi habitat satwa mamalia besar dilaksanakan dengan monitoring langsung di lapangan. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi :

1. Obyek pengamatan :

a. Kondisi masing-masing habitat satwa (Sumber air minum satwa alami, tempat minum buatan dan sungai, feeding ground, dll )

2. Lokasi pengamatan :

a. Sumber-sumber air minum satwa yang menyebar di kawasan Taman Nasional Baluran.

b. Lokasi sumber pakan (feeding ground)

c. Jalur-jalur pergerakan satwa di dalam kawasan.

d. Lokasi-lokasi tertentu yang diidentifikasi sebagai habitat satwa mamalia besar. 3. Metode pelaksanaan :

a. Inventarisasi lokasi dan habitat mamalia besar (jumlah sumber air minum satwa, jalur-jalur satwa, feeding ground / savana dll).

b. Penentuan data lapangan yang dikumpulkan dan pembuatan tally sheet

• Nama lokasi dan posisi di kawasan yang digunakan sebagai habitat satwa mamalia besar.

• Identifikasi pemanfaatan habitat tersebut oleh satwa. • Kondisi sekitar habitat satwa tersebut.

• Indikasi satwa yang memanfaatkan habitat tersebut, berupa jejak, kotoran, dan tanda-tanda lainnya.

• Indikasi ada / tidaknya gangguan terhadap habitat satwa tersebut.

• Perkiraan jumlah dan jenis satwa dari tanda atau indikasi yang ditemukan di lokasi tersebut.

c. Mencatat berbagai informasi lain yang diperlukan dan belum termasuk dalam tally sheet.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Habitat Satwa Mamalia Besar

Guna mendukung kehidupannya satwa mamalia besar (banteng, rusa dan kerbau liar) di Taman Nasional Baluran membutuhkan satu kesatuan kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidupnya. Satwa liar menempati habitat sesuai dengan lingkungannya yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya dan setiap individu atau kelompok satwa liar menghendaki kondisi yang berbeda-beda.

Taman Nasional Baluran yang terdiri dari berbagai tipe habitat, mulai dari pantai hingga pegunungan, merupakan kawasan yang menyediakan berbagai potensi dan sesuai dengan kondisi yang diperlukan oleh satwa mamalia besar. Pengamatan satwa mamalia besar lebih tertuju kepada kondisi habitat satwa. Wilayah pengamatan meliputi Seksi Konservasi Wilayah Pandean dan Bekol.

Kegiatan identifikasi habitat mamalia besar ini dilakukan dengan penjelajahan kawasan pada saat puncak musim kemarau (September – Oktober), dimana kondisi habitat, ketersediaan pakan dan sumber air pada posisi ekstrim sebagai faktor pembatas dalam kelangsungan kehidupan banteng dan mamalia besar lainnya di Taman Nasional Baluran. Sedangkan khusus untuk pengamatan sumber-sumber air yang diindikasikan dimanfaatkan oleh satwa mamalia besar, baik untuk minum maupun kebutuhan lainnya, dilakukan dengan pengamatan secara rutin.

Dari wilayah-wilayah yang dijadikan lokasi pengamatan, diharapkan mewakili kondisi habitat dari mamalia besar yang terdapat di kawasan Taman Nasional Baluran secara keseluruhan.

(7)

Lokasi – lokasi yang diamati dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1. Lokasi yang Diamati dalam Penjelajahan Kawasan 1. Lokasi : Blok Savana Kajang

Tipe vegetasi :

• areal sebagian terbuka, bekas tebangan akasia (banyak tonggak dan sisa kayu) • sebagian didominasi tegakan akasia umur +

4 th, cukup rapat.

• terdapat jenis lain tingkat pohon : pilang, mimbo, asam, kesambi.

• tumbuhan bawah : nyawon, kapasan, jarong.

Tanda identifikasi Satwa : • Banteng (Jejak) • Kerbau liar (Jejak) • Rusa (Jejak, kotoran) Fungsi habitat :

• lokasi jalur lintasan satwa

• lokasi feeding ground (buah dan pucuk daun akasia berduri)

• lokasi resting area (temporer) Keterangan :

• Sumber air terdekat : Bama, Batu Hitam, Kalitopo. • Dekat dengan pantai ( ke arah timur + 500 m). • Terdapat jalur setapak pencari biji akasia berduri.

2. Lokasi : Blok Curah udang Tipe vegetasi :

• sebagian didominasi tegakan akasia umur > 10 th, cukup rapat.

• Sebagian hutan sekunder, terdapat jenis lain tingkat pohon : pilang, mimbo, asam, kesambi, bukol, talok.

• tumbuhan bawah : nyawon, kapasan, jarong, lantana, mimosa

• Terdapat rumput jenis gegajahan dalam kondisi kering

Tanda identifikasi Satwa : • Banteng (Jejak, kotoran) • Kerbau liar (Jejak, kotoran) • Rusa (Jejak, kotoran) Fungsi habitat :

• lokasi jalur lintasan satwa

• lokasi feeding ground (buah dan pucuk daun akasia berduri)

• terdapat lokasi resting area (sering digunakan)

Keterangan :

• Sumber air terdekat : Bekol (bak buatan), Bama, Batu Hitam, Kalitopo. • Dekat dengan pos Seksi Konservasi Wilayah II Bekol ( ke arah utara + 500 m).

• Lokasi resting area tersebar dan cukup luas (tanda - tanda : rebahnya tumbuhan bawah). • Terdapat banyak jalur setapak pencari biji akasia berduri.

• Terdapat curah dan dilintasi jalur / trail Bekol – Bama / Kajang.

3. Lokasi : Blok Asam Sabuk Tipe vegetasi :

• hutan sekunder, terdapat jenis lain tingkat pohon : pilang, mimbo, asam, bukol. • tumbuhan bawah : dominan lantana,

nyawon, mimosa, kapasan, jarong,.

Tanda identifikasi Satwa : • Banteng (Jejak, kotoran) • Rusa (Jejak, kotoran) Fungsi habitat :

• lokasi jalur lintasan satwa • lokasi feeding ground (browsing) • lokasi resting area (temporer) Keterangan :

• Sumber air terdekat : Bekol (bak buatan)

• Terdapat lokasi resting area, sempit dan jarang digunakan.

• Dekat dengan pos pos Seksi Konservasi Wilayah II Bekol ( ke arah barat laut + 300 m). • Dilintasi jalur / trail Bekol – HM 110.

4. Lokasi : Blok Kramat Tipe vegetasi :

• Merupakan lokasi eks-savana kramat. • sebagian didominasi tegakan akasia umur

+ 4 tahun, kerapatan cukup tinggi. • Beberapa bagian terdapat jenis lain tingkat

pohon : pilang, mimbo, asam, kesambi,

Tanda identifikasi Satwa : • Banteng (Jejak, kotoran) • Rusa (Jejak, kotoran) Fungsi habitat :

(8)

bukol, apak.

• tumbuhan bawah : nyawon, kapasan, jarong, mimosa

• Lokasi feeding ground (buah dan pucuk daun akasia berduri)

• Lokasi resting area (temporer digunakan)

Keterangan :

• Sumber air terdekat : Bekol (bak buatan)

• Ditemukan jalur (jarak tertentu) yang sering dilewati satwa • Terdapat banyak jalur setapak pencari biji akasia berduri. • Dilintasi bekas / sisa pipa saluran air Talpat – Bekol

5. Lokasi : Blok Kethokan Kendal – Evergreen (Hm 80 Batangan – Bekol) Tipe vegetasi :

• Hutan musim dengan kerapatan tegakan cukup tinggi.

• Jenis tumbuhan tingkat pohon : mimbo, asam, kesambi, apak, krasak, walikukun, kayu budeng, klampis, cangkring, serut. • Tumbuhan bawah : nyawon, kapasan,

jarong, mimosa, lantana.

• Tumbuhan merambat : labu hutan, garung, liana.

Tanda identifikasi Satwa : • Banteng (Jejak, kotoran) • Kerbau liar (Jejak, kotoran) • Rusa (Jejak, kotoran) Fungsi habitat :

• Lokasi jalur lintasan satwa • Lokasi feeding ground (hasil

identifikasi kotoran diduga makan labu hutan)

• Lokasi resting area (temporer digunakan)

Keterangan :

• Sumber air terdekat : Bekol (bak buatan), Kelor, Manting, Sumber Batu. • Ditemukan jalur yang cukup sering dilewati satwa.

• Identifikasi jejak cukup sulit karena lantai hutan tertutup serasah daun kering.

6. Lokasi : Blok Drebus – Savana Bekol Tipe vegetasi :

• Sebagian termasuk ekosistem hutan pantai dengan kerapatan tegakan cukup tinggi, sebagian lainnya hutan sekunder dan tegakan akasia berduri umur 6 – 7 tahun.

• Beberapa jenis tegakan tingkat pohon : popohan, apak, gebang, pilang, mimbo, asam, apak.

• Tumbuhan bawah : nyawon, kapasan, jarong, mimosa, lantana.

Tanda identifikasi Satwa : • Banteng (Jejak, kotoran) • Kerbau liar (Jejak, kotoran) • Rusa (Jejak, kotoran) Fungsi habitat :

• lokasi jalur lintasan satwa • lokasi feeding ground (buah dan

pucuk daun akasia berduri).

Keterangan :

• Sumber air terdekat : Bekol (bak buatan), Bama, Kelor, Manting, Sumber Batu. • Ditemukan jalur satwa yang tumpang tindih sering dilewati satwa rusa, banteng dan

kerbau liar.

• Terdapat banyak jalur setapak pencari biji akasia berduri.

• Pada periode Juli – Nopember 2005 terdapat kegiatan pemberantasan akasia berduri di lokasi savana Drebus.

7. Lokasi : Lokasi Kiri Jalan HM 31 – 50 Jalur Batangan - Bekol Tipe vegetasi :

• Sebagian termasuk ekosistem hutan sekunder dengan kerapatan yang kurang

• Sebagian besar lainnya semak

• Beberapa jenis tegakan tingkat pohon : walikukun, talok, klampis, kendal.

• Tumbuhan bawah : jarak, jejerukan, nyawon, kapasan, jarong, mimosa, lantana

• Banyak tumbuhan merambat : rawe

Tanda identifikasi Satwa : • Banteng (kotoran) • Rusa (Jejak, kotoran) Fungsi habitat :

• lokasi jalur lintasan satwa

Keterangan :

(9)

Indah, Palongan, Dung Biru.

• Sedikit sekali ditemukan tanda identifikasi satwa.

• Terdapat banyak kegiatan masyarakat terutama pencari kayu bakar.

8. Lokasi : Lokasi Bitakol – Batas Buffer Zone Tipe vegetasi :

• Merupakan tegakan hutan produksi : jati (dominan), gemelina

• Sebagian hutan musim dengan kerapatan sedang, dengan vegetasi : walikukun, klampis, gebang, talok, kendal, kesambi.

• Tumbuhan bawah : nyawon, jarong, mimosa, lantana

Tanda identifikasi Satwa : • Banteng (Jejak, kotoran,

perjumpaan langsung) • Rusa (Jejak, kotoran) Fungsi habitat :

• Lokasi jalur lintasan satwa • Lokasi feeding ground

• Lokasi resting area (dengan titik lokasi tertentu, relatif tetap) Keterangan :

• Sumber air terdekat : Sungai Bajulmati, kubangan di Blok Panggang

• Lokasi mulai dari Blok Amparan hingga Blok Babatan (dekat Pos Batangan), sepanjang jalur + 12 km

• Cukup banyak ditemukan tanda identifikasi satwa banteng

• Terdapat banyak kegiatan masyarakat, terutama pencari kayu bakar

Bagi satwa mamalia besar, terutama banteng, faktor-faktor utama dalam habitat terdiri dari hutan, padang penggembalaan / savana dan sumber-sumber air, baik air tawar maupun air laut yang mengandung mineral.

Kebutuhan utama yang disediakan oleh habitat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Ketersediaan Pakan dan Sumber Air Minum

Banteng dan juga satwa mamalia besar lainnya, memerlukan sumber pakan yang cukup guna menjamin kelangsungan hidupnya. Pada saat musim penghujan, ketersediaan pakan dalam kawasan Taman Nasional Baluran bukan menjadi suatu permasalahan. Akan tetapi berbeda kondisi ketika musim kemarau, faktor sumber pakan dan air menjadi faktor pembatas bagi kelangasungan satwa liar tersebut.

Banteng merupakan jenis satwa grasser (pemakan rerumputan) dan browser (pemakan jenis semak dan hijauan lain). Pola kebiasaan makan banteng dapat berubah sewaktu-waktu, terutama dipengaruhi oleh faktor musim dan ketersediaan sumber pakan. Menurut Alikodra (1983) dalam hal memilih jenis tumbuhan yang dimakannya, banteng termasuk jenis satwa liar yang kurang selektif. Hampir semua jenis tumbuhan bawah baik rumput maupun bukan rumput dimakan oleh banteng.

Tabel 2. Keragaman Jenis Pakan Banteng di Taman Nasional Ujung Kulon

No. Jenis Pakan Jumlah Jenis

1. Rumput 11

2. Herba 9

3. Tumbuhan bawah hutan 49

4. Buah-buahan 4

Jumlah 73

Sedangkan hasil pengamatan terhadap pakan satwa yang pernah dilaporkan oleh Alikodra (1983) di Taman Nasional Baluran terdiri dari 62 jenis tumbuhan, terdiri dari 31 jenis rerumputan dan 31 jenis lainnya selain rumput (termasuk didalamnya herba, tumbuhan bawah dan buah-buahan).

Dalam kegiatan ini juga diamati alternatif pemilihan pakan oleh banteng yang diketahui melalui analisa feses secara kasat mata. Banyak ditemukan feses banteng terdapat biji Acacia nilotica dan beberapa diantaranya ditemukan biji labu hutan. Berdasarkan informasi tersebut disimpulkan bahwa pada musim kemarau saat ini, banyak satwa mamalia besar mencari alternatif pakan berupa polong akasia yang telah jatuh di lantai hutan dan buah-buahan yang berada di dalam hutan.

Kondisi yang kini terjadi di kawasan Taman Nasional Baluran yaitu berkurangnya kualitas dan kuantitas padang penggembalaan / savana yang diakibatkan oleh invasi Acacia nilotica. Sebagian besar luas savana yang berada di Bekol dan sekitarnya telah berubah penutupan lahannya dari jenis rumput menjadi tegakan akasia berduri tersebut. Guna mempertahankan keberadaan savana tersebut telah dilakukan pemberantasan tegakan Acacia nilotica dan upaya rehabilitasi savana secara berkelanjutan.

Disamping faktor sumber pakan, salah satu faktor pembatas lain yang berpengaruh terhadap kelangsungan kehidupan banteng adalah ketersediaan air. Kebutuhan air bagi satwa mamalia besar memegang peranan yang sangat penting. Lokasi sumber air minum satwa yang terdapat di kawasan Taman Nasional Baluran dapat diidentifkiasi pada saat musim kemarau. Keberadaan sumber air minum satwa tersebut dapat dikatagorikan dalam tiga kelompok berdasarkan asal dan kondisi suplai air, yaitu :

(10)

a. Sumber air satwa berupa kubangan alami, yang berada di beberapa titik / lokasi sepanjang posisi timur kawasan, berbatasan atau berada di tipe habitat hutan pantai dan hutan mangrove. Lokasi air minum satwa ini berasal dari limpahan pasang surut air laut ( payau ) dan berupa mata air ( tawar ).

b. Sumber air minum satwa berupa bak minum buatan, yang terdapat di bekol dan dibangun untuk membantu pemenuhan kebutuhan air minum satwa di musim kemarau.

c. Sungai Bajulmati, yang sekaligus merupakan bentang alam sebagai batas kawasan bagian selatan, terdapat beberapa titik lokasi turun satwa ke sungai untuk minum.

Gambar 1. Kubangan alami, Bak minum buatan dan Sungai Bajulmati sebagai sumber air minum satwa

Dari hasil pengamatan terhadap sumber-sumber air terdapat 18 sumber air di kawasan Taman Nasional Baluran yang digunakan sebagai tempat minum oleh satwa. Sumber – sumber air tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4. Sumber – sumber Air Alami Tempat Minum Satwa di Kawasan Taman Nasional Baluran

1. Lokasi Bekol

Bentuk dan luas - (utara bukit bekol) merupakan bak buatan luas + 4 m2 , kedalaman 1 m.

- (savana) merupakan bak buatan dengan bentuk memanjang dengan luas + 6 m2, kedalaman + 80 cm.

Kondisi - Ketersediaan air di kedua kubangan tersebut sangat dipengaruhi oleh pengisian air dengan generator. - Tempat terbuka tidak ada vegetasi yang menaungi - Sering didatangi satwa mamalia besar.

Vegetasi sekitar kubangan - Widoro bukol (Ziziphus rotundifolia) - Pilang (Acacia leucophloea)

- Mimbo (Azadirachta indica) Faktor yang berpengaruh

datang / tidaknya satwa

- Ketergantungan pengisian air dengan generator. - Dekat dengan pos jaga dan aktivitas manusia

Keterangan Jejak banteng tidak teridentifikasi dengan jelas karena tertutup oleh jejak – jejak rusa yang cukup banyak dan rutin

mendatangi sumber air Bekol

2. Lokasi Rowojambe

Bentuk dan luas - Bentuk seperti huruf “U” merupakan ujung salah satu percabangan anak sungai Rowojambe.

- Cekungan tanah dengan luas + 35 m2.

Kondisi - Ketersediaan air sedikit karena hanya berupa limpahan salah satu cabang anak sungai, sehingga pada saat musim kemarau volume air semakin berkurang.

- Tempat cukup tertutup oleh vegetasi yang menaungi Vegetasi sekitar kubangan - Gebang (Corypha utan)

- Popohan (Buchanania arborescens) - Manting (Syzygium polyanthum) Faktor yang berpengaruh

datang /tidaknya satwa

- Volume air yang semakin berkurang di musim kemarau. - Lokasi sumber air cukup terlindung dan tertutup oleh

vegetasi

- Aktivitas manusia di sekitar sumber air cukup jarang. Keterangan Jejak – jejak lama cukup banyak ditemukan. Cukup sering

didatangi satwa mamalia besar.

3. Lokasi Palongan

Bentuk dan luas - Bentuk seperti lingkaran.

(11)

Kondisi - Ketersediaan air cukup banyak, pada saat musim kemarau volume air semakin berkurang.

- Tempat cukup tertutup oleh vegetasi yang menaungi. Vegetasi sekitar kubangan - Gebang (Corypha utan)

- Popohan (Buchanania arborescens) - Manting (Syzygium polyanthum) - Rotan

Faktor yang berpengaruh datang /tidaknya satwa

- Lokasi sumber air cukup terlindung dan tertutup oleh vegetasi sekitar

- Dekat dengan savana Palongan, Semiang dan Cangkring. Keterangan Jalan yang dilalui banteng melewati savana Palongan yang

terbuka dengan jenis tanah berpasir sehingga jejak – jejak yang ditemukan nampak jelas sekali. Sering didatangi satwa mamalia besar (rutin setiap hari).

4. Lokasi Dung Biru

Bentuk dan luas - Bentuk elips besar

- Panjang kubangan + 25 m dan lebar + 13 m. Kondisi - Kubangan cukup besar

- Kualitas air cukup bagus walaupun di kubangan tersebut terdapat beberapa pohon tumbang dan serasah

- Di sekeliling kubangan terdapat beberapa jenis pohon, yang mana tajuknya sebagian menutupi kubangan tersebut - Akses satwa ke kubangan terbuka dari segala arah Vegetasi sekitar kubangan - Gebang (Corypha utan)

- Krasak (Ficus sp)

- Walikukun (Schoutenia ovata) - Asem (Tamaridus indica) - Trenggulun (Protium javanicum) - Kendal (Cordia obligua) - Apak (Ficus sp)

Faktor yang berpengaruh datang /tidaknya satwa

- Berada di tepi jalur masyarakat masuk kawasan - Rusaknya tegakan gebang di sebelah barat kubangan Keterangan - Setiap hari didatangi banteng meskipun hanya 1- 2 ekor.

- Ditemukan juga jejak kerbau liar yang berkubang. - Merupakan tujuan satwa yang berasal dari savana Semiang

apabila tidak ke sumber air Palongan.

- Di lokasi ini banyak gangguan akibat aktivitas orang pencari rencek, pencari rumput, pemancing dan pemburu.

5. Lokasi Sigedung

Bentuk dan luas - Bentuk lingkaran.

- cekungan tanah dengan luas + 25 m2. Kondisi - Ketersediaan air cukup banyak.

- Tempat cukup tertutup oleh vegetasi yang menaungi Vegetasi sekitar kubangan - Gebang (Corypha utan)

- Prepat (Sonneratia alba) Faktor yang berpengaruh

datang /tidaknya satwa

- Meskipun kuantitas air cukup banyak, namun tidak ada jejak banteng yang mendatangi. Hal ini diduga karena adanya pohon malengan (Excoecaria agallocha) yang getahnya beracun roboh ke sumber air dan membusuk sehingga kualitas air sangat menurun (berwarna kehijauan dan bau).

Keterangan Tidak ditemukan jejak banteng atau kerbau liar, hanya ditemukan jejak rusa (1 – 2 ekor)

6. Lokasi Popongan

Bentuk dan luas - Berbentuk elips dengan panjang + 13 m dan lebar 10 m, membujur dari barat – timur

(12)

Kondisi - Ada beberapa kubangan lain (2 buah) dengan kualitas yang kurang mendukung

- Akses 2 kubangan yang kualitas jelek tersebut sebelah utara dan barat tertutup oleh tegakan dan rerimbunan vegetasi - Sedangkan yang sering didatangi satwa walaupun ada

beberapa tegakan di sekitarnya tapi akses satwa ke kubangan bisa dari segala arah

Vegetasi sekitar kubangan - Kendal (Cordia obligua)

- Malengan (Excoecaria agallocha) - Nyamplung (Calophyllum inophyllum) - Popohan (Buchanania arborescens) - Gebang (Corypha utan)

Faktor yang berpengaruh datang /tidaknya satwa

- Kuantitas air sedikit.

- Akses satwa terbatas dari arah selatan, timur dan utara, karena sebelah barat bukit montor

- Berada di tepi jalur aktivitas masyarakat

- Gangguan aktivitas masyarakat yang mengambil gebang Keterangan Cukup sering didatangi satwa meski tidak dalam jumlah besar

( 1 – 3 ekor).

7. Lokasi Sumberbatu

Bentuk dan luas - Terdiri dari dua kubangan.

- Yang kecil berbentuk lingkaran dengan diameter + 3 m dan yang besar berbentuk kurva melengkung seperti kacang merah dengan luas + 50 m2.

Kondisi - Kualitas air kurang bagus, keruh dan banyak serasah. - Kuantitas air sedang, biasa didatangi satwa dari arah utara. Vegetasi sekitar kubangan - Nyamplung (Calophyllum inophyllum)

- Popohan (Buchanania arborescens) - Gebang (Corypha utan)

Faktor yang berpengaruh datang /tidaknya satwa

- Kuantitas air sedikit.

- Berada di tepi jalur aktivitas masyarakat

- Gangguan aktivitas masyarakat yang mengambil gebang Keterangan Terdapat jejak baru dan jejak lama

8. Lokasi Nyamplung

Bentuk dan luas - Terdiri dari beberapa kubangan yang bedekatan dengan bentuk memanjang ke arah selatan, mengikuti alur tanah yang berbatasan dengan tegakan mangrove

Kondisi - Kualitas air cukup bagus dengan kuantitas air yang sedang, selalu berair sepanjang tahun

- Dikelilingi beberapa jenis pohon yang cukup rapat - Akses satwa ke kubangan dapat dari segala arah Vegetasi sekitar sumber air - Popohan (Buchanania arborescens)

- Gebang (Corypha utan)

- Nyamplung (Calophyllum inophyllum) Faktor yang berpengaruh

datang /tidaknya satwa

- Banyak gangguan, pemasangan plastik penghalau burung - Berada di tepi jalur lintas manusia (jalan trail)

- Tegakan gebang yang berada di sekitar kubangan kondisinya rusak, banyak pengambilan kobel Keterangan Terdapat bekas jejak banteng tapi lama.

9. Lokasi Manting Selatan

Bentuk dan luas - Berbentuk lonjong-elips memanjang dari utara ke selatan dengan panjang + 15 m dan lebar + 15m

Kondisi - Kualitas air cukup bagus dengan kuantitas air yang sedang, selalu berair sepanjang tahun meski pada musim kemarau air berkurang cukup banyak.

- Dikelilingi beberapa jenis pohon yang cukup rapat - Akses satwa ke kubangan dapat dari segala arah Vegetasi sekitar sumber air - Popohan (Buchanania arborescens)

- Gebang (Corypha utan)

- Trenggulun (Protium javanicum) - Manting (Syzygium polianthum) - Kesambi (Schleichera oleosa)

(13)

Faktor yang berpengaruh datang /tidaknya satwa

- Banyak gangguan, pemasangan plastik penghalau burung - Berada di tepi jalur lintas manusia (jalan trail)

- Tegakan gebang yang berada di sekitar sumber air minum kondisinya rusak, banyak pengambilan kobel

Keterangan - Cukup sering didatangi banteng (2 – 3 ekor).

10. Lokasi Sumber Manting

Bentuk dan luas - Bentuk elips memanjang dari timur ke barat - Luas + 30 m2.

Kondisi - Kualitas air bagus, jernih dan bersih dengan kuantitas air yang banyak, selalu berair sepanjang tahun karena merupakan sumber air tawar.

- Dikelilingi beberapa jenis pohon yang cukup rapat - Akses satwa ke kubangan dapat dari segala arah Vegetasi sekitar sumber air - Popohan (Buchanania arborescens)

- Gebang (Corypha utan)

- Nyamplung (Calophyllum inophyllum) Faktor yang berpengaruh

datang /tidaknya satwa

- Berada di tepi jalur lintas manusia (jalan trail) - Tegakan gebang yang berada di sekitar kubangan

kondisinya rusak, banyak pengambilan kobel Keterangan - Cenderung tidak didatangi satwa.

- Ada jejak banteng dari arah utara masuk jauh dari ujung sumber air, diduga banteng tersebut menyusuri hulu sumber air manting utara yang menyambung ke Sumber Manting.

11. Lokasi Manting Utara

Bentuk dan luas - Berbentuk lonjong memanjang ke arah selatan - Luas + 50 m2.

Kondisi - Kuantitas air sangat sedikit, cenderung mengering pada musim kemarau.

- Vegetasi kurang rapat sehingga sumber air tidak teduh - Akses satwa ke kubangan dapat dari segala arah Vegetasi sekitar sumber air - Manting (Syzygium polianthum)

- Gebang (Corypha utan) Faktor yang berpengaruh

datang /tidaknya satwa

- Banyak gangguan, pemasangan plastik dan kobel yang ditancapkan di sumber air sebagai penghalau burung. - Berada di tepi jalur lintas manusia (jalan trail) - Tegakan gebang yang berada di sekitar kubangan

kondisinya rusak, banyak pengambilan kobel

Keterangan Terdapat bekas jejak banteng pada pengamatan pertama. Pada pengamatan selanjutnya tidak dijumpai jejak, karena sumber air telah mulai mengering. Jejak selanjutnya ditemukan menuju arah Sumber Manting.

12. Lokasi Kelor

Bentuk dan luas - Bentuk memanjang dan sedikir berliku, seperti angka “empat” atau “kursi terbalik”

- Panjang + 24 m dan lebar bagian yang berair + 3 m Kondisi - Kubangan berair tawar, ada mata airnya.

- Air berlumpur dan terjadi pendangkalan akibat erosi tanah pada saat musim hujan

- Ada beberapa pohon yang berada di sekitar kubangan tersebut.

- Akses satwa ke kubangan dari arah utara, barat dan selatan, karena bagian timur dekat pantai

Vegetasi sekitar sumber air - Waru laut (Hibiscus tiliaceus) - Prepat (Sonneratia alba) - Manting (Syzygium polianthum) - Gebang (Corypha utan)

(14)

Faktor yang berpengaruh datang /tidaknya satwa

- Pendangkalan kubangan akibat erosi, mata air tertutup - Dekat dengan jalur Bama-Manting, aktivitas memancing - Pemasangan plastik-penghalau burung oleh pemikat

burung, merusak kondisi kubangan, mengganggu satwa - Rusaknya tegakan gebang disekitar kubangan

Keterangan - Banyak ditemukan jejak banteng, kerbau liar dan rusa. Banteng dan kerbau masuk dari arah pantai berpasir (memutar) sedangkan rusa masuk dari tepi selatan (berlumpur).

- Pada pengamatan III terdapat pohon gebang (Corypha utan) yang belum kering roboh ke sumber air.

13. Lokasi Bama.

Bentuk dan luas Hampir membentuk lingkaran dengan diameter + 20 m. Kondisi - Merupakan sumber air tempat minum satwa yang potensial

- Hanya beberapa bagian kubangan digenangi air, terutama bagian utara dan timur (hasil digali) kubangan

- Sumber mata air tawar berada di tengah kubangan - Sebagian besar kubangan sekarang tertutup lumpur/tanah

akibat erosi areal penebangan akasia di lokasi barat kubangan.

- Beberapa pohon besar berada di sekitar kubangan, dengan tajuk cukup tinggi, menaungi sebagian kubangan.

- Akses satwa ke kubangan dapat dari segala arah.

- Kualitas air bagus, kuantitas semakin menipis saat kemarau Vegetasi sekitar sumber air - Gebang (Corypha utan)

- Manting (Syzygium polyanthum) - Prepat (Sonneratia alba) Faktor yang berpengaruh

datang /tidaknya satwa

- Pengaruh erosi tanah masuk ke kubangan hingga ketebalan + 40 cm, menyulitkan satwa minum karena terperangkap lumpur

- Akibat endapan lumpur sehingga mengurangi debit mata air - Dekat dengan jalur aktivitas masyarakat (mancing dll)

sehingga mengganggu keberadaan satwa

- Akibat gangguan predator (ajag) yang berada di sekitar kubangan tersebut

Keterangan - Ditemukan jejak rusa, ajag dan monyet di sekitar kubangan. - Jejak banteng tidak terlihat tertimpa/rusak oleh jejak rusa

yang banyak mendatangi lokasi tersebut.

14. Lokasi Kalitopo

Bentuk dan luas Merupakan genangan air yang memanjang, sungai yang tertutup pasir ketika musim kemarau.

Kondisi - Merupakan air payau

- Kanan – kiri ditumbuhi tegakan mangrove - Bila musim penghujan tembus ke laut Vegetasi sekitar sumber air Jenis mangrove

Faktor yang berpengaruh datang /tidaknya satwa

- Merupakan sumber air payau - Dikelilingi oleh tegakan mangrove

Keterangan - Tidak ditemukan jejak banteng, baik baru maupun lama. Jejak yang ada dari jenis ajag, biawak, monyet, merak.

15. Lokasi Kajang

Bentuk dan luas - Merupakan genangan air sebagian dari buangan air sumur, tidak begitu luas, lebar + 5 m

- Berupa curah yang mengering di musim kemarau Kondisi - Kualitas air tidak bagus

- Banyak sampah, tercemar sabun cuci/mandi Vegetasi sekitar sumber air - Prepat (Sonneratia alba)

(15)

Faktor yang berpengaruh datang /tidaknya satwa

- Dekat dengan gubuk pencari ikan dan bersandarnya perahu nelayan sehingga banyak aktivitas manusia di lokasi tersebut

- Dekat dengan gubuk pencari biji Acacia nilotica dan merupakan “pusat pengolahan awal” biji akasia sebelum diangkut dengan perahu. Pengolahan tersebut menggunakan mesin dengan suara yang berisik sehingga mengganggu satwa.

- Tercemarnya air oleh aktivitas manusia yang memanfaatkan sumur di dekat kubangan.

Keterangan - Tidak ditemukan jejak banteng, baik baru maupun lama. Hanyak dijumpai jejak monyet dan lutung.

16. Lokasi Tanjung Kajang/Batu Hitam.

Bentuk dan luas - Kubangan yang berbentuk memanjang ke arah pantai - Lebar + 5 m.

Kondisi - Merupakan daerah genangan pasang surut air laut - Terdapat aliran sumber air tawar, nampak saat surut - Bagian barat kubangan terdapat tebing batu dan jalur jalan

setapak berbatasan dengan hutan mangrove Vegetasi sekitar sumber air Jenis mangrove

Faktor yang berpengaruh datang /tidaknya satwa

- Berada di tepi jalur manusia (jalan setapak) menuju Balanan - Apabila laut pasang terendam air laut

- Aktivitas manusia mencari ikan cukup tinggi Keterangan - Ditemukan jejak banteng, pada pengamatan I dan II.

- Ditemukan pula beberapa jejak rusa.

17. Lokasi Sungai Bajulmati

Bentuk dan luas Berupa titik lokasi turun satwa di sepanjang sungai yang membentang dari blok Amparan-Panjaitan hingga ke camping ground Batangan, lebar sungai bervariasi dan debit air yang berbeda, karena banyak anak sungai dan sumber mata air di sepanjang sungai. Titik lokasi turun minum satwa terdapat di :

• Blok Curah tangis • Blok Gadungan

• Blok Tengkong atas (jejak di selatan sungai) • Blok Tanah merah

• Blok Reboisasi/Babatan

• Lokasi Dam Bajulmati bagian atas

Kondisi - Sekaligus merupakan batas Kawasan Taman Nasional Baluran bagian selatan

- Kualitas air bagus, tidak ada pencemaran

- Beberapa bagian sungai yang mempunyai topografi landai atau ada jalur menuju sungai dan dapat dilewati satwa, menjadi lokasi turun satwa untuk minum

- Sebagian ruas sungai langsung berbatasan dengan tebing yang curam dan terjal.

- Kanan-kiri sungai berbatasan dengan hutan jati / gemelina - Terdapat beberapa titik turun satwa ke sungai utk minum Vegetasi sekitar sumber air - Jambu hutan (Syzygium samarangense)

- Mangga hutan

- berbagai jenis Ficus sp. - Kepuh (Sterculia feotida) - kedondong hutan

(16)

Faktor yang berpengaruh datang /tidaknya satwa

- Merupakan sumber air alternatif yang melimpah - Berbatasan dengan kawasan perhutani

- Aktivitas masyarakat masuk hutan cukup tinggi

- Adanya lintasan jalan raya provinsi yang membentang antara Batangan – Karang teko

- Kerawanan terhadap perburuan semakin meningkat

Keterangan Sepanjang tepi sungai (+ 4 km) dijumpai jejak baru banteng (8 titik), kotoran lama (5 titik), jejak baru di bwh teg. Jati (5 titik). Juga jejak rusa, ajag, merak.

18. Lokasi Bawah Jembatan Panggang

Bentuk dan luas - Bentuk melingkar dengan luas + 10 m 2

Kondisi - Berupa cekungan tanah berisi air sisa musim hujan - Berada di bagian curah panggang

- Berada di bawah pohon apak (Ficus sp) Vegetasi sekitar sumber air - Tanaman Jati

Faktor yang berpengaruh datang /tidaknya satwa

- Merupakan sumber air alternatif yang terbatas

- Berada di tepi (jarak hanya + 10 m dari jalan Raya Pantura yang melintasi kawasan TN Baluran

- Kerawanan terhadap perburuan semakin meningkat

Keterangan Ditemukan jejak baru satwa banteng mengikuti curah. Diperkirakan 1 ekor.

Dari ke – 18 sumber air tersebut ada beberapa yang sudah tidak didatangi satwa dikarenakan beberapa faktor yang antara lainnya yaitu :

a. Kualitas air pada sumber air tersebut sudah menurun.

Hal tersebut dijumpai pada sumber air Sigedung. Sumber air tersebut secara kuantitas cukup banyak dan posisi lokasi yang cukup tertutup, namun tidak didatangi satwa terutama banteng dan kerbau. Hanya ditemukan beberapa jejak rusa yang sudah lama. Menurut hasil pengamatan, hal tersebut dikarena kualitas air yang jelek, berwarna hijau dan berbau busuk, diduga akibat robohnya pohon malengan (Excoecaria agallocha).

b. Berkurangnya kuantitas sumber air.

Kondisi tersebut terjadi pada beberapa sumber air. Sebagai contoh yaitu sumber air Bama. Hingga tahun akhir tahun 2002, volume air di lokasi ini masih cukup banyak dan tidak mengalami kekeringan pada saat kemarau. Akan tetapi, diakibatkan endapan tanah dengan voleme yang cukup besar, pada saat musim penghujan, sehingga menutupi mata air sumber air Bama. Endapan tanah tersebut yang berasal dari lokasi pemberantasan tegakan Acacia nilotica di sekitar Bama. Dari pengamatan saat ini, kuantitas air yang terdapat di lokasi tersebut sangat terbatas dan kering saat kemarau panjang.

c. Ketergantungan pengisian air dari generator.

Ketersediaan air untuk satwa berupa bak buatan di Bekol sangat tergantung oleh pengisian dari generator. Kondisi ini berbeda ketika penyediaan air berasal dari pipanisasi sumber Kacip di Gunung Baluran yang merupakan sumber air alami dengan volume air yang cukup melimpah. Sejak kerusakan dan hilang / terputusnya pipa pada tahun 2001 sumber air Kacip tidak lagi mengisi bak-bak minum satwa buatan di Bekol.

2. Hutan Sebagai Habitat Tempat Berlindung Satwa Mamalia Besar

Hutan yang terdapat di Taman Nasional Baluran terdiri dari tipe hutan musim baik primer maupun sekunder. Juga terdapat hutan homogen yang merupakan tegakan Acacia nilotica. Keanekaragaman jenis tumbuhan yang menyusun hutan di kawasan Baluran mempunyai peranan yang penting untuk menjamin keseimbangan ekosistem. Juga berarti berfungsi dalam mempertahankan kelangsungan hidup mamalia besar.

Beberapa tipe hutan yang digunakan sebagai habitat mamalia besar terdiri dari

a. Hutan Pantai, yang banyak terdapat di sepanjang pesisir pantai bagian timur kawasan dan berbatasan dengan hutan mangrove. Banteng sering mendatangi lokasi hutan ini karena sebagian besar sumber air minum alami satwa berada di tipe hutan ini. Kerapatan pohon di lokasi ini cukup tinggi dengan komposisi jenis diantaranya : malengan (Excoecaria agallocha), manting (Syzigium polyanthum), popohan (Buchanania arborescens) dan gebang (Corypha utan).

b. Hutan Sekunder (Hutan Musim Dataran Rendah). Tipe habitat ini hampir mendominasi daerah pengamatan yang meliputi wilayah Bekol dan Pandean. Terdiri dari kerapatan vegetasi tingkat pohon tingkat kurang hingga sedang. Pada saat musim kemarau mengalami kondisi kering dengan pohon sebagian besar menggugurkan daunnya, baik sebagian maupun keseluruhan. Terdapat bagian hutan dengan lokasi terbuka yang didominasi semak dan tumbuhan bawah lainnya. Jenis vegetasi tingkat pohon terdiri dari : dadap / kelor wono (Erythrina eudophylla), widoro bukol (Zizyphus rotundifolia), kemloko (Embica officinalis), pilang (Acacia leucophloea), kepuh (Sterculia foetida), asam (Tamarindus indica), walikukun

(17)

(Schoutenia ovata), mimbo (Azadirachta indica) klampis (Acacia tomentosa), talok (Grewia eriocarpa), kesambi (Schleicera oleosa), walikukun (Schoutenia ovata), timongo (Kleinhovia hospita) dan rukem (Flacourtia indica).

Satwa mamalia besar memanfaatkan hutan tipe ini untuk beristirahat (resting), jalur lintasan dan lokasi feeding (browsing). Lokasi resting yang terdapat di suatu lokasi dapat dimanfaatkan satwa secara rutin dan bersifat tetap maupun temporer. Kondisi tersebut tergantung ritme harian pergerakan satwa tersebut.

Satwa mamalia besar memilih lokasi resting pada tipe habitat dengan kondisi sebagai berikut :

• berupa lokasi yang sedikit terbuka dengan penutupan semak atau tumbuhan bawah (kapasan, nyawon, jarong dll). Semak dan tumbuhan bawah tersebut dalam kondisi rebah/roboh, bekas ditimpa tubuh satwa

• terdapat vegetasi tingkat pohon dengan kerapatan kurang, cukup melindungi lokasi tersebut, diantaranya : klampis, pilang dan walikukun

• di sekitarnya terdapat beberapa jalur satwa menuju lokasi tersebut dengan tanda identifikasi satwa berupa jejak maupun kotoran

3. Padang Penggembalaan / Savana

Dalam penggunaan habitat, satwa mamalia besar mempunyai ketergantungan yang cukup tinggi kepada kelestarian savana, yaitu sebagai lokasi feeding (grassing), aktivitas sosial dan bermain Beberapa savana yang masih digunakan sebagai habitat mamalia besar yaitu Savana Bekol, Semiang dan Palongan. (Lihat Tabel 5)

Pada saat pengamatan berlangsung, dijumpai jejak baru banteng setiap dua hari sekali di sumber air Palongan dan Dung biru, yang berdekatan dengan Savana Palongan dan Semiang dimana juga dijumpai jejak baru. Hal tersebut menunjukkan bakwa banteng secara rutin memanfaatkan savana tersebut sebagai lokasi grassing dan beraktivitas minum di sumber air sekitar lokasi tersebut.

Gambar 3. Kondisi Savana Semiang dan Palongan

Sedangkan beberapa lokasi savana lainnya (Savana Kramat, Balanan dan Kajang) telah terinvasi Acacia nilotica. Berbagai upaya telah dan sedang dilakukan untuk merehabilitasi kondisi savana, mulai dengan pemberantasan tegakan akasia berduri, pencabutan seedling hingga pengkayaan jenis rumput pakan satwa. Akan tetapi percepatan perkembangan dan pertumbuhan tanaman tersebut belum sebanding dengan percepatan pemberantasan akasia berduri maupun rehabilitasi savana yang dilakukan. Meskipun demikian, satwa banteng, rusa dan kerbau liar masih dapat dijumpai beberapa diantaranya di lokasi Savana Bekol (lihat tabel 3). Terutama jenis rusa yang jumlahnya masih cukup banyak.

a b

Ket. a : lokasi resting

b : kotoran banteng di jalur satwa

Gambar 2. Lokasi resting

(18)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari hasil kegiatan identifikasi habitat mamalia besar ini adalah :

1. Habitat satwa mamalia besar di kawasan Taman Nasional Baluran hingga saat ini banyak mengalami perubahan. Sehingga berpengaruh terhadap perkembangan populasi dan pola penggunaan wilayah jelajah satwa tersebut.

2. Tiga kebutuhan utama yang harus dipenuhi dalam suatu habitat mamalia besar yaitu : a. Ketersediaan sumber air dan pakan.

b. Kelestarian hutan sebagai tempat berlindung dan lokasi istirahat (resting) c. Kelestarian padang rumput/savana.

3. Lokasi-lokasi sumber air minum satwa pada saat musim kemarau terdiri dari sumber air alami berupa kubangan, bak minum buatan dan sungai Bajulmati.

B. Saran

Kegiatan identifikasi habitat mamalia besar di Taman Nasional Baluran ini masih banyak yang harus disempurnakan. Akan tetapi, hasil yang telah diperoleh dari kegiatan ini diharapkan dapat memberikan informasi terkini dari kondisi habitat mamalia besar.

Untuk meningkatkan keberhasilan kegiatan pengelolaan habitat pada periode berikutnya, perlu dipersiapkan hal-hal sebagai berikut :

1. Monitoring / pengamatan terhadap kondisi habitat dan populasi mamalia besar sebaiknya dilakukan secara rutin setiap tahun, sehingga dapat diketahui kecenderungan dan dinamika perkembangannya.

2. Untuk mengurangi tekanan dan faktor pembatas berupa keterbatasan sumber air bagi kebutuhan satwa, diperlukan eksplorasi sumber air alternatif yang dapat mensuplai kebutuhan air di dalam kawasan (terutama Bekol dan sekitarnya) saat musim kemarau. Misalnya dengan membangun sumur artesis plus di sekitar savana Bekol, yaitu sumber artesis yang tetap membutuhkan tenaga generator untuk mengangkat air. Akan tetapi generator bersifat mobile/bisa di bongkar-pasang. 3. Kegiatan rehabilitasi savana Bekol harus tetap rutin dilakukan untuk mengembalikan kondisi

savana menjadi salah satu habitat yang disukai satwa.

4. Penanganan kerawanan terhadap gangguan kelestarian satwa mamalia besar (perburuan liar) perlu ditingkatkan, terutama di wilayah Hutan Bitakol, karena posisi dan tingkat aksesibilitas yang sangat tinggi.

5. Dilakukan pengendalian/pengelolaan terhadap aktivitas manusia di dalam kawasan, baik oleh masyarakat sekitar kawasan maupun aktivitas dalam rangka pengembangan kawasan. Sehingga dampak gangguan terhadap kehidupan satwa mamalia besar dapat dikurangi.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H.S dan Palete, Ramon. 1980. Potensi Makanan Banteng (Bos Javanicus)

Di Cagar Alam Ujung Kulon. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Anonimous. 1999. Rencana Kegiatan Pemusnahan Acacia nilotica tahun 2000/2001

s/d 2009/2010 di Kawasan Taman Nasional Baluran. Balai Taman nasional

Baluran. Banyuwangi.

Ridwan, Ade. 1988. Cara Pemberantasan Acacia nilotica di Savana Bekol Taman

Nasional Baluran. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas

Kehutanan. IPB. Bogor.

Schuurmans, Herbert. 2001. Acacia nilotica (L) Wild, Ex. Del : Ecology and

Management. A Study to Acacia nilotica Introduced, ColonizingPlant

Species in Baluran National Park Java Indonesia. Agriculture University

Wageningen. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Wind dan Amir. 1977. Proposed Baluran National Park : Management Plan 1978 –

1982. Field Report of UNDP/FAO. Nature Conservation Project. Bogor.

(20)

Lampiran 1

JADUAL KEGIATAN

Rencana rangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh tim Pengkajian Dinamika

Populasi Mamalia Besar Taman Nasional Baluran tahun 2003 adalah :

No Jenis Kegiatan Alokasi Waktu (hari ke-....)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

1 Perumusan metode dan teknis

kegiatan 2 Survey lapangan 3 Pengamatan dgn penjelajahan 4 Pengamatan terkonsentrasi 5 Rekapitulasi data 6 Pembahasan/olah data

7 Penyusunan laporan & penggandaan

Gambar

Tabel 1. Lokasi yang Diamati dalam Penjelajahan Kawasan   1.  Lokasi  : Blok Savana Kajang
Tabel 2. Keragaman Jenis Pakan Banteng di Taman Nasional Ujung Kulon
Tabel 4. Sumber – sumber Air Alami Tempat Minum Satwa di Kawasan Taman Nasional Baluran
Gambar 2. Lokasi resting

Referensi

Dokumen terkait

termasuk sub-sub konsep-konsep tarekat yang lebih praktis dan lebih kecil seperti ungkapan-ungkapan dalam zikir, sikap-sikap ketika menghadap sang guru atau mursyid

Jenis pakan yang diujicobakan terdiri dari daun sirsak sebagai tanaman utama, daun kaliki dan jarak pagar sebagai perlakuan terhadap banyaknya konsumsi pakan. Berdasarkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kualitas produk dan kualitas pelayanan terhadap keputusan pembelian kuliner oleh konsumen, yang dilakukan baik

Murninya, hanya struktur aluminium yang dipakai dalam sistem ini, tetapi nantinya space-frame akan diluruskan menggunakan tabung baja yang digalvanisasikan dan penghubung

Internship ialah peringkat transisi profesional yang bertujuan untuk mengaitkan pengalaman amalan profesional pelajar dengan tugas guru permulaan. Pelajar dikehendaki

Strategi 4GW dengan menggunakan jaringan (internal dan ekternal) memiliki signifikansi yang penting disini: Pertama, jaringan yang kuat dari komunitas indian

Untuk mengetahui urutan langkah mitigasi (proactive action) yang paling paling efektif dalam mengurangi kemungkinan terjadinya risk agent sesuai kemampuan pendanaan dan resources

Konstanta dari hasil regresi dalam penelitian ini adalah 2,135, artinya jika tidak terdapat variabel umur, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, pendidikan,