• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDUAN PELAYANAN VCT.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PANDUAN PELAYANAN VCT.docx"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PEDOMAN PELAYANAN KONSELING PEDOMAN PELAYANAN KONSELING DAN TESTING HIV/AIDSSECARA SUKARELA DAN TESTING HIV/AIDSSECARA SUKARELA

(VO

(VOLUNTARY COU

LUNTARY COUNSELI

NSELI NG AND TE

NG AND TE STI

STI NG /

NG /VCT)

VCT)

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN A.

A. Latar BelakangLatar Belakang

Pengidap HIV/AIDS yang terlapor jumlahnya semakin meningkat. Pengidap HIV/AIDS yang terlapor jumlahnya semakin meningkat. Berdasarkan Laporan Jumlah Kasus Provinsi Jawa Barat Triwulan II tahun Berdasarkan Laporan Jumlah Kasus Provinsi Jawa Barat Triwulan II tahun 2010, jumlah pengidap meningkat rata-rata 300 orang setiap triwulan. 2010, jumlah pengidap meningkat rata-rata 300 orang setiap triwulan. Sampai dengan bulan Juni 2010 dilaporkan jumlah kumulatif kasus Sampai dengan bulan Juni 2010 dilaporkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS sebanyak 5536 kasus.

HIV/AIDS sebanyak 5536 kasus.

Peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS berbanding terbalik dengan Peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS berbanding terbalik dengan semakin gencarnya usaha-usaha penanggulangan HIV/AIDS. Salah satu semakin gencarnya usaha-usaha penanggulangan HIV/AIDS. Salah satu kemungkinan yang terjadi adalah dengan semakin gencar dan intensifnya kemungkinan yang terjadi adalah dengan semakin gencar dan intensifnya kegiatan penanggulangan HIV/AIDS menyebabkan meningkatnya jumlah kegiatan penanggulangan HIV/AIDS menyebabkan meningkatnya jumlah  pengidap yang terdeteksi.

 pengidap yang terdeteksi.

Penanggulangan HIV/AIDS merupakan kegiatan yang tidak dapat berdiri Penanggulangan HIV/AIDS merupakan kegiatan yang tidak dapat berdiri sendiri. Pencegahan, pengobatan dan support (dukungan) sangat berkaitan sendiri. Pencegahan, pengobatan dan support (dukungan) sangat berkaitan erat dan harus dilaksanakan secara komfrehensif. Melaksanakan pencegahan erat dan harus dilaksanakan secara komfrehensif. Melaksanakan pencegahan tanpa melaksanakan pengobatan tidak akan efektif. Dalam kegiatan tanpa melaksanakan pengobatan tidak akan efektif. Dalam kegiatan  pengobatan

 pengobatan diperlukan diperlukan edukasi edukasi untuk untuk pencegahan pencegahan terhadap terhadap semakinsemakin  beratnya

 beratnya perjalanan perjalanan penyakit, penyakit, sebaliknya sebaliknya dalam dalam pelaksanaan pelaksanaan pencegahanpencegahan  pun diperlukan bantuan

 pun diperlukan bantuan praktisi pengobatan untuk praktisi pengobatan untuk mendeteksi dini mendeteksi dini penyakitpenyakit akibat HIV. Melaksanakan pencegahan tanpa mengetahui tata cara akibat HIV. Melaksanakan pencegahan tanpa mengetahui tata cara  pengobatan

 pengobatan akan akan tidak tidak efektif, efektif, karena karena penjelasan penjelasan tentang tentang obat-obat obat-obat infeksiinfeksi oportunis dan obat-obat Anti retroviral (ARV) diperlukan pada saat oportunis dan obat-obat Anti retroviral (ARV) diperlukan pada saat konseling dan sebagainya. Sebaliknya pada saat melakukan pengobatan konseling dan sebagainya. Sebaliknya pada saat melakukan pengobatan diperlukan dukungan untuk pengetahuan edukasi tentang pola hidup, diperlukan dukungan untuk pengetahuan edukasi tentang pola hidup,  perilaku pendampingan dalam menjalani peng

 perilaku pendampingan dalam menjalani pengobatan.obatan.

Pasien ODHA yang dihadapi harus dilihat secara holistik sebagai Pasien ODHA yang dihadapi harus dilihat secara holistik sebagai manusia seutuhnya, mereka tidak hanya membutuhkan kualitas pengobatan manusia seutuhnya, mereka tidak hanya membutuhkan kualitas pengobatan yang baik tetapi juga membutuhkan edukasi yang baik, pengetahuan yang yang baik tetapi juga membutuhkan edukasi yang baik, pengetahuan yang  benar,

 benar, serta serta dukungan dukungan psikologik. psikologik. Penjelasan Penjelasan yang yang singkat singkat dari dari dokterdokter tentang perlunya minum obat tetapi tidak difahami dengan baik oleh pasien tentang perlunya minum obat tetapi tidak difahami dengan baik oleh pasien kemungkinan besar obat tidak akan efektif. Sebaliknya penjelasan dan kemungkinan besar obat tidak akan efektif. Sebaliknya penjelasan dan dukungan konselor tidak akan bermanfaat bila kualitas pengobatan tidak dukungan konselor tidak akan bermanfaat bila kualitas pengobatan tidak  berjalan baik.

 berjalan baik. VCT (

VCT (Voluntary Conseling and Testing Voluntary Conseling and Testing ) merupakan salah satu kegiatan) merupakan salah satu kegiatan yang dipercaya sebagai kegiatan pencegahan yang efektif, karena VCT yang dipercaya sebagai kegiatan pencegahan yang efektif, karena VCT merupakan pintu masuk (

(2)
(3)

 pengobatan.

 pengobatan. VCT VCT memiliki memiliki peran peran pencegahan pencegahan antara antara lain lain mencegahmencegah  penularan

 penularan dari dari ibu ibu ke ke bayi bayi (PMTCT), (PMTCT), perubahan perubahan perilaku perilaku dll. dll. Peran Peran VCTVCT sebagai fasilitas pengobatan antara lain membuka akses untuk pengobatan sebagai fasilitas pengobatan antara lain membuka akses untuk pengobatan infeksi oportunistik, pengobatan ARV dll. Selain itu VCT juga terbukti infeksi oportunistik, pengobatan ARV dll. Selain itu VCT juga terbukti menghilangkan stigma dan diskriminasi serta pelanggaran hak azasi menghilangkan stigma dan diskriminasi serta pelanggaran hak azasi terhadap ODHA dan keluarganya.

terhadap ODHA dan keluarganya. B.

B. TujuanTujuan

Tujuan disusunnya Pedoman VCT HIV/AIDS ini adalah sebagai acuan Tujuan disusunnya Pedoman VCT HIV/AIDS ini adalah sebagai acuan  bagi

 bagi petugas petugas kesehatan kesehatan RSUD RSUD Kabupaten Kabupaten Sumedang Sumedang dalam dalam melaksanakanmelaksanakan konseling sebagai salah satu kegiatan penanggulangan HIV/AIDS sehingga konseling sebagai salah satu kegiatan penanggulangan HIV/AIDS sehingga upaya pencegahan, pengobatan dan support (dukungan) bagi pasien ODHA upaya pencegahan, pengobatan dan support (dukungan) bagi pasien ODHA dapat dilaksanakan secara komfrehensif.

dapat dilaksanakan secara komfrehensif. C.

C. Ruang LingkupRuang Lingkup

Pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS secara sukarela (Voluntary Pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS secara sukarela (Voluntary Counseling and Testing/VCT) Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Counseling and Testing/VCT) Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang meliputi :

Sumedang meliputi : 1.

1. Konseling Pra TestingKonseling Pra Testing 2.

2. Informed ConsentInformed Consent 3.

3. Testing HIV dalam VCTTesting HIV dalam VCT 4.

4. Konseling Pasca TestingKonseling Pasca Testing 5.

5. Pelayanan Dukungan Berkelanjutan.Pelayanan Dukungan Berkelanjutan. D.

D. Batasan OperasionalBatasan Operasional

Konseling adalah proses pertolongan dimana seseorang dengan tulus dan Konseling adalah proses pertolongan dimana seseorang dengan tulus dan tujuan jelas memberikan waktu, perhatian dan keahliannya untuk membantu klien tujuan jelas memberikan waktu, perhatian dan keahliannya untuk membantu klien mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan melakukan pemecahan masalah mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan melakukan pemecahan masalah terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan (

terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan ( Pedoman Nasional Perawatan, Pedoman Nasional Perawatan,  Dukungan dan

 Dukungan dan Pengobatan bagi OPengobatan bagi ODHA, Depkes RI: 2003).DHA, Depkes RI: 2003).

Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah  penularan

 penularan HIV, HIV, mempromosikan mempromosikan perubahan perubahan perilaku perilaku yang yang bertanggungjawab,bertanggungjawab,  pengobatan ARV dan memastikan

 pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah pemecahan berbagai masalah terkait denganterkait dengan HIV/AIDS.

HIV/AIDS.

Disebut VCT apabila memenuhi kaidah sebagai berikut : Disebut VCT apabila memenuhi kaidah sebagai berikut : 1.

1. Didahului oleh konselingDidahului oleh konseling pretespretes 2.

2. Apabila pasien setuju dilakukan tes, klien menandatanganiApabila pasien setuju dilakukan tes, klien menandatangani

informed

informed

concent 

concent 

3.

3. Selanjutnya klienSelanjutnya klien menjalani tesmenjalani tes 4.

(4)

E.

E. Landasan HukumLandasan Hukum 1.

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 TentangUndang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Kesehatan. 2.

2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 TentangUndang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.

Rumah Sakit. 3.

3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentangUndang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Praktik Kedokteran. 4.

4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentangUndang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah untuk kedua kalin

Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah untuk kedua kalin ya denganya dengan Undang-undang No. 12 Tahun 2008.

Undang-undang No. 12 Tahun 2008. 5.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang StandarPeraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Standar Pelayanan Minimal.

Pelayanan Minimal. 6.

6. Keputusan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat NomorKeputusan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Nomor 9/KEP/1994 tentang Strategi Nasional Penanggulangan AIDS di 9/KEP/1994 tentang Strategi Nasional Penanggulangan AIDS di Indonesia;

Indonesia; 7.

7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1507/MENKES/SK/X/ 2005Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1507/MENKES/SK/X/ 2005 tentang Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Secara tentang Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Secara Sukarela

Sukarela (Voluntary Counseling and Testing)(Voluntary Counseling and Testing);; 8.

8. Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah KabupatenKeputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang

Sumedang Nomor: Nomor: 445/ 445/ /RSU/2013 tentang /RSU/2013 tentang Kebijakan Kebijakan PelayananPelayanan HIV/AID Rumah Sakit Umum Daerah kabupaten Sumedang.

(5)

BAB II

STANDAR KETENAGAAN A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Layanan VCT harus memiliki sumber daya manusia yang sudah terlatih dan kompeten. Petugas pelayanan VCT terdiri dari :

1. Kepala/Penanngung jawab klinik VCT 2. Dua orang atau lebih konselor terlatih 3. Petugas manajemen kasus

4. Petugas laboratorium

5. Seorang dokter yang bertanggungjawab secara medis dalam  penyelenggaraan pelayanan VCT

6. Petugas administrasi untuk data entry  yang sudah mengenal ruang lingkup pelayanan VCT

7. Pekarya, petugas keamanan Kualifikasi dan Uraian Tugas :

1. Kepala/Penanggungjawab Klinik VCT a. Kualifikasi :

1) Memiliki keahlian manajerial dan program terkait dengan  pengembangan layanan VCT dan penanganan program  perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS

 b. Tanggungjawab

1) Kepala/Penanggungjawab klinik VCT bertanggungjawab terhadap Kepala Instalasi Rawat Jalan

2) Kepala/Penanggungjawab klinik VCT bertanggungjawab mengelola seluruh pelaksanaan kegiatan di dalam/di luar unit, serta bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan yang  berhubungan dengan institusi pelayanan lain yang berkaitan

dengan HIV. c. Uraian Tugas

1) Menyusun perencanaan kebutuhan operasional 2) Mengawasi pelaksanaan kegiatan

3) Mengevaluasi kegiatan

4) Bertanggungjawab untuk memastikan bahwa layanan secara keseluruhan berkualitas sesuai dengan pedoman VCT

5) Mengkoordinir pertemuan berkala dengan seluruh staf konseling dan testing, minimal satu bulan sekali

(6)

6) Melakukan jejaring kerja dengan rumah sakit, lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang VCT untuk memfasilitasi pengobatan, perawatan dan dukungan

7) Berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat dan Kementrian Kesehatan serta pihak terkait lainnya

8) Melakukan monitoring internal dan penilaian berkala kinerja seluruh petugas layanan VCT, termasuk konselor VCT

9) Mengembangkan standar prosedur operasional pelayanan VCT 10) Memantapkan sistem atau mekanisme monitoring dan evaluasi

layanan yang tepat

11) Menyusun dan melaporkan laporan bulanan dan laporan tahunan kepada Dinas Kesehatan setempat

12) Memastikan logistik terkait dengan KIE dan bahan lain yang dibutuhkan untuk pelayanan VCT

13) Memantapkan pengembangan diri melalui pelatihan  peningkatan keterampilan dan pengetahuan HIV/AIDS.

2. Petugas Administrasi a. Kualifikasi

1) Memiliki keahlian di bidang administrasi 2) Pendidikan minimal SLTA

 b. Tanggungjawab

1) Bertanggungjawab terhadap kepala/penanggungjawab klinik VCT

2) Bertanggungjawab terhadap pengurusan ijin klinik VCT dan registrasi konselor VCT

c. Uraian Tugas

1) Melakukan surat menyurat dan administrasi terkait

2) Melakukan tatalaksana dokumen, pengarsipan, melakukan  pengumpulan, pengolahan dan analisis data

3) Membuat pencatatan dan pelaporan. 3. Koordinator Pelayanan Medis

a. Kualifikasi 1) Dokter

2) Bertanggungjawab langsung kepada kepala/penanggungjawab klinik VCT

(7)

 b. Tanggungjawab

1) Bertanggungjawab secara teknis medis dalam penyelenggaraan layanan VCT

c. Uraian Tugas

1) Melakukan koordinasi pelaksanaan pelayanan medis

2) Melakukan pemeriksaan medis, pengobatan, perawatan maupun tindak lanjut terhadap klien

3) Melakukan rujukan (pemeriksaan penunjang, laboratorium, dokter ahli, dan konseling lanjutan)

4) Melakukan konsultasi kepada dokter ahli 5) Membuat laporan kasus

4. Koordinator Pelayanan Non Medis a. Kualifikasi

1) Mampu mengembangkan program perawatan, dukungan dan  pengobatan HIV/AIDS terkait psikologis, sosial dan hukum 2) Pendidikan minimal sarjana kesehatan/non kesehatan yang

 berlatarbelakang pendidikan sarjana psikologi atau sarjana ilmu sosial yang sudah terlatih VCT

 b. Tanggungjawab

1) Bertanggungjawab terhadap kepala/penanggungjawab klinik VCT

c. Uraian Tugas

1) Mengusulkan perencanaan kegiatan dan kebutuhan operasional 2) Melakukan koordinasi dengan konselor dan petugas

manajemen kasus

3) Menyelenggarakan layanan VCT sesuai dengan pedoman nasional Kementrian Kesehatan RI

4) Membantu melakukan jejaring kerja dengan rumah sakit, lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang VCT untuk memfasilitasi pengobatan, perawatan dan dukungan

5) Melakukan monitoring internal dan penilaian berkala kinerja konselor VCT dan manajer kasus

6) Mengembangkan dan melaksanakan standar prosedur operasional pelayanan VCT

7) Mengajukan draft laporan bulanan dan laporan tahunan kepada Kepala/Penanggungjawab klinik VCT

8) Menyiapkan logistik terkait dengan KIE dan alat peraga yang dibutuhkan untuk pelayanan VCT

(8)

9) Memantapkan pengembangan diri melalui pelatihan  peningkatan keterampilan dan pengetahuan HIV/AIDS.

5. Konselor VCT a. Kualifikasi

1) Konselor harus sudah terlatih, bisa tenaga medis maupun non medis

2) Konselor mengerti dan memahami dengan baik seluk beluk HIV/AIDS secara menyeluruh, yaitu yang berkaitan dengan gangguan kesehatan fisik dan mental, termasuk pencegahan,  pengobatan

3) Konselor diharapkan mengetahui tempat-tempat pelayanan VCT, mengetahui RS mana yang melayani ODHA. Hal ini diperlukan untuk membuka akses pelayanan selanjutnya

4) Memiliki kemampuan komunikasi yang baik  b. Uraian Tugas

1) Mengisi kelengkapan pengisian formulir klien,  pendokumentasian dan pencatatan konseling klien dan

menyimpannya agar terjaga kerahasiaannya 2) Pembaruan data dan pengetahuan HIV/AIDS

3) Membuat jejaring eksternal dengan layanan pencegahan dan dukungan di masyararakat dan jejaring internal dengan  berbagai bagian RS yang terkait

4) Memberikan informasi HIV/AIDS yang relevan dan akurat, sehingga klien merasa berdaya untuk membuat pilihan untuk melaksanakan testing atau tidak. Bila klien setuju melakukan testing, konselor perlu mendapat jaminan bahwa klien betul menyetujuinya melalui penandatanganan informed concent tertulis

5) Menjaga bahwa informasi yang disampaikan klien kepadanya adalah bersifat pribadi dan rahasia. Selama konselong pasca testing, konselor harus memberikan informasi lebih lanjut seperti dukungan psikososial dan rujukan. Informasi ini diberikan baik kepada klien dengan HIV positif maupun negatif

6) Pelayanan khusus diberikan kepada kelompok perempuan dan mereka yang dipinggirkan, sebab mereka sangat rawan terhadap tindakan kekerasan dan diskriminasi.

(9)

c. Hal-hal yang harus diperhatikan seorang konselor :

1) Jika konselor bukan seorang dokter tidak diperkenankan melakukan tindakan medik

2) Tidak melakukan tugas sebagai pengambil darah 3) Tidak memaksa klien untuk melakukan testing HIV

4) Jika konselor berhalangan melaksanakan Pasca Konseling dapat dilimpahkan kepada konselor lain dengan persetujuan klien.

6. Petugas Penanganan Kasus ( Petugas manajemen Kasus) a. Kualifikasi

1) Petugas kesehatan atau non kesehatan yang telah mengikuti  pelatihan manajemen kasus

2) Pendidikan minimal SLTA  b. Tanggungjawab

1) Bertanggungjawab untuk penggalian kebutuhan klien, terkait dengan kebutuhan psikologis, sosial, dan mengkoordinasi  pelayanan komprehensif.

c. Uraian Tugas

1) Berpartisipasi dalam penanganan kegiatan advokasi yang sesuai

2) Mengadakan kunjungan ke rumah klien sesuai dengan kebutuhan

3) Menyiapkan klien dan keluarga dengan informasi HIV/AIDS dan dukungan dengan tepat dan sesuai

4) Melakukan rujukan ke sarana pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh klien

5) Berpartisipasi dalam supervisi dan monitoring rutin terjadwal untuk konselor/petugas manajemen kasus

6) Membantu penanganan perawatan di rumah dan memberikan informasi pendidikan kepada klien (khusus untuk petugas medis atau yang berlatarbelakang pendidikan keperawatan ) 7. Petugas Laboratorium

a. Kualifikasi

1) Petugas pengambil darah dengan latarbelakang perawat 2) Teknisi adalah petugas laboratorium /analis kesehatan

3) Telah mengikuti pelatihan tentang teknik memproses testing HIV dengan cara ELISA, testing cepat, dan mengikuti algoritma testing yang diadopsi dari WHO

(10)

 b. Uraian Tugas

1) Mengambil darah klien sesuai SPO

2) Melakukan pemeriksaan laboratorium sesuai prosedur dan standar laboratorium yang telah ditetapkan

3) Menerapkan kewaspadaan baku dan transmisi 4) Melakukan pencegahan pasca pajanan okupasional

5) Mengikuti perkembangan kemajuan teknologi pemeriksaan laboratorium

6) Mencatat hasil testing HIV dan sesuaikan dengan nomor identitas klien

7) Menjaga kerahasiaan hasil testing HIV

8) Melakukan pencatatan, menjaga kerahasiaan, dan merujuk ke laboratorium rujukan.

(11)

BAB III

STANDAR FASILITAS

(12)

B. Standar Fasilitas 1. Sarana

Sarana yang diperlukan untuk VCT :

a. Ada papan nama/petunjuk yang mudah terlihat dengan petunjuk arah yang jelas Hal ini diperlukan agar klien yang akan menjalani konseling tidak perlu bingung bahkan kembali dengan tangan hampa

 b. Ruang tunggu

Idealnya ruang tunggu adalah ruang yang nyaman dan terletak di depan atau disamping ruang konseling. Dalam ruang tunggu tersedia :

1) Materi KIE : poster, leaflet, brosur yang berisi bahan  pengetahuan tentang HIV/AIDS, IMS, KB, ANC, TB, hepatitis, penyalahgunaan Napza, perilaku sehat, nutrisi,  pencegahan penularan, dan seks yang aman

2) Informasi prosedur konseling dan testing 3) Kotak saran

4) Tempat sampah, tissu, dan persediaan air minum 5) Bila mungkin sediakan TV, video

6) Buku catatan resepsionis untuk perjanjian klien, kalau mungkin komputer untuk mencatat data

7) Meja dan kursi yang tersedia dan nyaman 8) Kalender

c. Ruang konseling

1) Ruang konseling harus nyaman, terjaga kerahasiaan

2) Pintu masuk tidak sama dengan pintu keluar sehingga klien tidak saling bertemu, namun mengingat keterbatasan ruangan di RS,  pengaturan tata ruang hendaknya disesuaikan dengan kondisi yang

ada dengan tidak mengabaikan prinsip kerahasiaan

3) Tersedia materi materi KIE; leaflet, brosur, lembar balik, kalender 4) Tersedia alat peraga seperti alat peraga penis, kondom, alat peraga

menyuntik yang aman

5) Tersedia formulir konseling dan testing: Buku register VCT, formulir persetujuan inform concent, formulir VCT, formulir  pemeriksaan laboratorium, formulir laporan bulanan VCT, buku

resep gizi seimbang, formulir rujukan, kalender, alat tulis

6) Tersedia tisu, air minum, lemari arsip atau lemari dokumen yang dapat dikunci

(13)

d. Ruang pengambilan darah

1) Lokasi ruang pengambilan darah harus dekat dengan ruang konseling, jadi dapat terpisah dari ruang laboratorium

2) Peralatan yang harus ada dalam ruang pengambilan darah :

 Jarum dan semprit steril

 Tabung dan botol tempat menyimpan darah  Stiker kode

 Kapas alkohol  Cairan desinfektan  Sarung tangan karet  Apron plastik

 Sabun dan tempat cuci tangan dengan air mengalir

 Tempat sampah barang terinfeksi, barang tidak terinfeksi,

dan barang tajam (sesuai petunjuk Kewaspadaan Universal)

 Petunjuk pajanan okupasional dan alur permintaan

 pertolongan pasca pajanan okupasional e. Ruang petugas kesehatan dan petugas non kesehatan

Di ruangan ini tersedia : 1) Meja dan kursi

2) Tempat pemeriksaan fisik 3) Tensimeter dan stetoskop

4) Kondom dan alat peraga penggunaannya 5) KIE HIV/AIDS dan infeksi oportunistik 6) Blanko resep

7) Alat timbangan badan f. Ruang laboratorium

Ruangan laboratorium berada di Instalasi Patologi Klinik, materi yang harus tersedia di laboratorium adalah :

1) Reagen untuk testing dan peralatannya 2) Sarung tangan karet

3) Jas laboratorium 4) Lemari pendingin 5) Alat sentrifusi

6) Ruang penyimpanan test-kit , barang habis pakai

7) Buku register (stok barang habis pakai, penerimaan sampel, hasil testing, penyimpanan sampel, kecelakaan okupasional) atau komputer pencatat

8) Cap tanda positif atau negatif 9) Cairan desinfektan

(14)

10) Pedoman testing HIV

11) Pedoman pajanan okupasional

12) Lemari untuk menyimpan arsip yang dapat dikunci g. Hal-hal yang harus diperhatikan :

Yang perlu diperhatikan dalam pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS sukarela (VCT) adalah :

1) Memiliki akses dengan unit rawat jalan

2) Letak ruang konseling, pengambilan darah dan staf medik hendaklah berada di tempat yang saling berdekatan

3) Pemeriksaan darah dilakukan di laboratorium instalasi patologi klinik yang tidak jauh dari tempat layanan VCT, sedangkan  pengambilan darah dilakukan di tempat pelayanan konseling.

2. Prasarana

a. Aliran listrik : diperlukan untuk penerangan untuk membaca dan menulis, serta alat pendingin ruangan

 b. Air : diperlukan air mengalir untuk menjaga kebersihan ruangan dan mencuci tangan serta membersihkan alat-alat

c. Sambungan telepon : diperlukan untuk komunikasi dengan layanan lain yang terkait

(15)

BAB IV

TATA LAKSANAAN PELAYANAN VCT

A. Struktur Organisasi

Bagan Struktur Organisasi Unit Layanan VCT : Kepala/PJ. Klinik VCT

Petugas Administrasi

Kepala pelayanan medis Kepala pelayanan non medis

Petugas laboratorium Konselor Petugas

sosial/Ma najeme HIV AIDS, Psikososi al

B. Tujuan dan Manfaat VCT 1. Tujuan Umum

Tujuan umum VCT adalah untuk mempromosikan perubahan perilaku yang mengurangi risiko mendapat infeksi dan penyebaran infeksi HIV.

2. Tujuan Khusus

Konseling HIV mempunyai tujuan : a. Menyediakan dukungan psikologis  b. Mencegah penularan HIV :

 Menyediakan informasi tentang perilaku berisiko

 Membantu mengembangkan keahlian pribadi yang diperlukan untuk mendukung perilaku hidup sehat

c. Memastikan pengobatan yang efektif sedini mungkin termasuk alternatif pemecahan berbagai masalah

(16)

3. Tujuan Khusus VCT bagi ODHA:

a) Meningkatkan jumlah ODHA yang mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV

 b) Mempercepat diagnosis HIV

c) Meningkatkan penggunaan layanan kesehatan yang mencegah terjadinya infeksi lain pada ODHA

d) Meningkatkan kepatuhan pada terapi antiretroviral

e) Meningkatkan jumlah ODHA yang berperilaku hidup sehat dan melanjutkan perilaku yang kurang berisiko terhadap penularan HIV dan IMS

4. Manfaat

Manfaat VCT adalah mempersiapkan klien dan pasangan dengan  pengetahuan tentang status mereka dan memperkuat dukungan untuk

mencari pengobatan, melalui :

a) Untuk meningkatkan pemahaman diperlukan edukasi dan  pemberian informasi yang intensif dimana hal tersebut dapat

diberikan melalui penyuluhan, seminar dll

 b) Dialog yang bersifat konfidensial   (rahasiah) tidak terbuka untuk umum, sehingga konselor dapat menyampaikan informasi dan edukasi lengkap

c) Membantu ODHA dalam mengatasi masalahnya berkaitan dengan kebutuhan ekonomi, sosial, spiritual dan emosional

d) Membantu akses pengobatan infeksi oportunistik, IMS dll. C. Peran Konseling dan Testing Sukarela (VCT)

Konseling dan Testing Sukarela yang dikenal sebagai Voluntary Counselling and Testing (VCT) merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV/AIDS bekelanjutan.

1. Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat klien mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling, dukungan, akses untuk terafi suportif, terafi infeksi oportunistik, dan ART.

2. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan  bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV/AIDS, mempelajari status dirinya, dan mengerti tanggungjawab untuk menurunkan perilaku  berisiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna

(17)

3. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan, segera setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi dan risiko.

D. Prinsip Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT)

1. Sukarela dalam melaksanakan testing HIV

Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien, tanpa  paksaan dan tanpa tekanan. Keputusan untuk dilakukan testing terletak di tangan klien, kecuali testing HIV pada donor darah di unit transfusi darah. Testing dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak direkomendasikan untuk testing wajib pada pasangan yang akan menikah, pekerja seksual, IDU, rekrutmen pegawai dan asuransi kesehatan.

2. Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas

Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak diperkenankan didiskusikan di luar konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus klien selanjutnya dengan seijin klien, informasi kasus dari diri klien dapat diketahui.

3. Mempertahankan hubungan relasi konselor

 – 

 klien yang efektif 

Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil testing dan mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk mengurangi  perilaku berisiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan perasaan klien dalam menerima hasil testing dan tahapan penerima hasil testing  positif.

4. Testing merupakan salah satu komponen di VCT

WHO dan Depkes RI telah memberikan pedoman yang dapat digunakan untuk melakukan testing HIV. Penerimaan hasil testing senantiasa diikuti oleh konseling pasca testing oleh konselor yang sama atau konselor lainnya yang disetujui oleh klien.

E. Model Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT)

Pelayanan VCT dapat dikembangkan di berbagai layanan terkait. Di RSUD Kabupaten Sumedang, pusat konseling dan testing HIV/AIDS sukarela (VCT) terintegrasi dengan sarana pelayanan yang lain dalam arti  bertempat dan menjadi bagian dari layanan kesehatan yang telah ada.

F. Sasaran

(18)

1. Orang yang dianggap berisiko (kelompok Risti) antara lain : IDU,  pasangan IDU, WPS (langsung dan tidak langsung), pelanggan WPS 2. Mereka yang sudah terinfeksi HIV atau sudah AIDS, dan keluarganya 3. Pasien dengan gejala dan tanda infeksi ofortunistik

Berdasarkan Laporan Surveilans AIDS Depkes tahun 1987

 – 

  2010, infeksi oportunistik terbanyak antara lain : TBC, diare, kandidiasis, dermatitis, limpadenofati generalisata persisten, PCP, encephalopati, herpes zozter, herpes simpel, toxoplasmosis, sarkoma kaposi, wasting syndrome, koksidiomikosis, histoplasmosis, progresif multifocal lekoencephalopat, CMV, kriptosporodiasis

4. Petugas kesehatan yang terpajan

5. VCT ditawarkan kepada ibu hamil tanpa memandang faktor risiko untuk melindungi bayi dalam kandungannya

6. Pasien yang resisten terhadap obat TB atau mengalami infeksi TB  berulang.

G. Tahapan Pelayanan VCT

Tahapan pelayanan VCT adalah : 1. Konseling Pra Testing

Alur penatalaksanaan VCT dan keterampilan melakukan konseling  pra testing dan pasca testing perlu memperhatikan tahapan sebagai  berikut :

a. Informasi dasar HIV  b. Alasan dilakukan VCT

c. Komunikasi perubahan perilaku d. Keterampilan mikro konseling dasar e. Penilaian resiko klinik

f. Konseling pra testing g. Konseling pasca testing

h. Perencanaan rawatan psikososial lanjutan Tahapan pelaksanaan konseling pra testing : a. Tahap penerimaan klien

b. Klien memiliki kartu dengan nomor kode c. Pelaksanaan konseling pra testing

2.  Informed Concent

a. Semua klien sebelum menjalani testing HIV harus memberikan  persetujuan tertulisnya

 b. Klien telah diberikan penjelasan yang cukup tentang resiko dan dampak sebagai akibat dari tindakannya dan klien menyetujuinya c. Klien mempunyai kemampuan menangkap pengertian dan mampu

(19)

d. Klien tidak dalam paksaan untuk memberikan persetujuan meski konselor memahami bahwa mereka memang sangat memerlukan  pemeriksaan HIV

e. Bagi klien yang tidak mampu memebrikan keputusan bagi dirinya karena keterbatasan dalam memahami informasi maka konselor untuk berlaku jujur dan objektif dalam menyampaikan informasi sehingga klien memahami dengan benar dan dapat menyatakan  persetujuannya

f. Dalam melakukan testing HIV pada anak diperlukan persetujuan dari orangtua/wali

g. Ketika anak dibawah umur 12 tahun, orangtua atau pengampunya yang menandatangani persetujuan, jika tidak mempunyai orangtua atau pengampu maka kepala klinik/kepala RS yang  bertanggungjawab menandatangani informed concent.

3. Testing HIV dalam VCT

a. Prinsip testing HIV adalah:

1) sukarela dan terjaga kerahasiannya

2) Testing yang digunakan adalah testing serologi untuk mendeteksi antibody HIV dalam serum atau plasma

3) Spesimen adalah darah klien yang diambil secara IV, plasma atau serumnya. Dapat digunakan spesimen lain seperti saliva, urin atau spot darah kering

4) Penggunaan metode testing cepat (rapid testing) memungkinkan klien untuk mendapatkan hasil testing pada hari yang sama

5) Tujuan testing HIV adalah untuk menegakkan diagnosis,  pengamanan darah donor (skrining), untuk surveilans, dan

untuk penelitian

6) Hasil testing yang diberikan adalah benar milik klien

7) Petugas laboratorium harus menjaga mutu dan

konfidensialitas, hindari terjadinya kesalahan baik teknis (technical error) maupun manusia (human error) dan administratif (administrative error)

 b. Bagan alur testing HIV adalah sebagai berikut

Pemeriksaan darah dengan tujuan untuk diagnosis HIV harus memperhatikan gejala dan tanda klinis serta prevalensi HIV di wilayahnya :

(20)

 Prevalensi HIV dibawah 30% dan di atas 10% dapat menggunakan Strategi II menggunakan reagen yang  berbeda sensitivity dan specifikasinya

 Prevalensi HIV dibawah 10% dapat menggunakan Strategi II,I menggunakan tiga jenis reagen yang berbeda sensitivity dan specifikasinya

4. Konseling Pasca Testing

Prinsip konseling pasca testing adalah sebagai berikut :

a. Konseling pasca testing membantu klien memahami dan menyesuaikan diri dengan hasil testing

 b. Konselor mempersiapkan klien untuk menerima hasil testing, memberikan hasil testing, dan menyediakan informasi selanjutnya c. Konselor dan klien mendiskusikan strategi untuk menurunkan

 penularan HIV

d. Jaga konfidensialitas

e. Pengungkapan status HIV/AIDS kepada pasangan atau pihak ke tiga seperti institusi rujukan, petugas kesehatan yang secara tidak langsung melakukan perawatan kepada klien dan terinfeksi harus senantiasa memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

 Bersifat sukarela

 Menghargai otonomi dan martabat yang terinfeksi  Mempertahankan kerahasiaan sejauh mungkin

 Menuju kepada hasil yang lebih menguntungkan individu,  pasangan seksual dan keluarga

 Memenuhi etika sehingga memaksimalkan hubungan baik antara mereka yang terinfeksi dan tidak.

5. Pelayanan Dukungan Berkelanjutan

Setelah konseling pasca testing dimana klien telah menerima hasil testing, klien perlu mendapatkan pelayanan dukungan berkelanjutan, antara lain melalui:

a. Konseling lanjutan sebagai bagian dari VCT  b. Kelompok dukungan VCT

c. Pelayanan penanganan manajemen kasus d. Perawatan dan dukungan

e. Layanan psikiatrik

f. Konseling kebutuhan berobat g. Rujukan

(21)

BAB V LOGISTIK

Logistik yang diperlukan dalam pelayanan HIV/AIDS:

1. Materi KIE : poster, leaflet, brosur yang berisi bahan pengetahuan tentang HIV/AIDS, IMS, KB, ANC, TB, hepatitis, penyalahgunaan Napza,

 perilaku sehat, nutrisi, pencegahan penularan, dan seks yang aman, Informasi prosedur konseling dan testing

2. Media lain: TV, video

3. Buku catatan resepsionis untuk perjanjian klien, kalau mungkin komputer untuk mencatat data.

4. Tersedia alat peraga seperti alat peraga penis, kondom, alat peraga menyuntik yang aman.

5. Formulir konseling dan testing: Buku register VCT, formulir persetujuan inform concent, formulir VCT, formulir pemeriksaan laboratorium, formulir laporan bulanan VCT, buku resep gizi seimbang, formulir rujukan, kalender, alat tulis

6. Tisu, air minum, lemari arsip atau lemari dokumen yang dapat dikunci 7. Peralatan untuk pengambilan darah :

a. Jarum dan semprit steril

 b. Reagen untuk testing dan peralatannya c. Sarung tangan karet

d. Jas laboratorium / apron pelastik e. Lemari pendingin

f. Tabung dan botol tempat menyimpan darah g. Stiker kode

h. Alat sentrifuge i. Kapas alkohol  j. Cairan desinfektan

k. Sabun dan tempat cuci tangan dengan air mengalir

l. Tempat sampah barang terinfeksi, barang tidak terinfeksi, dan barang tajam (sesuai petunjuk Kewaspadaan Universal)

m. Petunjuk pajanan okupasional dan alur permintaan pertolongan pasca  pajanan okupasional

8. Alat Kesehatan:

a. Tensimeter dan stetoskop  b. Timbangan

c. Penlight

d. Refleks hammer, dll

9. Kondom dan alat peraga penggunaannya 10. Blanko resep

(22)

11. Formulir yang digunakan dalam memberikan pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS sukarela (VCT) anatara lain :

a. Formulir sumpah kerahasiaan

Formulir ini ditandatangani oleh petugas VCT dan laboratorium yang melaksanakan konseling dan testing. Petugas harus menjaga kerahasiaan hasil testing dan senantiasa melindungi klien dari  pembukaan rahasia.

 b. Catatan kunjungan klien VCT

Formulir ini mengumpulkan informasi akan berapakali klien  berkunjung ke VCT, alasan utama datang dan siapa yang melayani

klien. Formulir ini direkatkan pada catatan klinis klien c. Register harian klien VCT

Informasi akan membantu mengetahui layanan mana yang sangat diperlukan.

d. Formulir persetujuan klien untuk testing HIV

Formulir harus ditandatangani seteleh klien menerima konseling pra testing dan sebelum darahnya diambil untuk tes HIV. Formulir ini disimpan dalam catatan medik klien.

e. Formulir VCT harian dokter/konselor

Berkas data perilaku untuk target intervensi VCT. Formulir ini membantu menghitung jumlah klien harian dalam kelompok target specifik.

f. Formulir rangkuman VCT bulanan

Formulir ini membantu menelusuri data pelayanan VCT bulanan dan  pengumpulan data perilaku untuk target intervensi.

g. Formulir VCT pra testing HIV

Formulir ini mengumpulkan informasi tentang klien yang ingin membantu konselor menghubungkan risiko klien dengan kebutuhan akan konseling. h. Formulir konseling pasca testing HIV

Pastikan informasi relevan telah diberikan oleh klien tentang hasil test HIV tertentu dan diskusikan strategi untuk mengurangi penularan.

i. Formulir dokumen VCT klien

Formulir ini mengumpulkan informasi klien sejak kunjungan pertama di klinik lain. Ini untuk memastikan bahan diskusi tentang penurunan  perilaku berisiko.

(23)

 j. Formulir rujukan untuk klien

Formulir ini diberikan kepada klien kepada petugas yang berwenang di institusi rujukan.

k. Formulir tanda terima untuk pelayanan VCT

Bagi klien yang membayar, bukti pembayaran harus diterbitkan. l. Formulir permintaan untuk pemeriksaan HIV di laboratorium

Formulir ini diisioleh konselor yang meminta testing HIV. Formulir  permintaan pemeriksaan dan spesimen dibawa ke laboratoriumuntuk

diperiksa. Teknisi laboratorium mengisi informasi penting tentang testing dan hasil testing. Formulir dikirim kembali ke konselor.

(24)

BAB VI

KESELAMTAN PASIEN

Rumah Sakit adalah tempat yang sangat kompleks, terdapat ratusan macam obat dan prosedur, banyak terdapat alat dan teknologi, bermacam profesi dan non profesi yang memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus. Keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat terjadi kejadian Tidak Diharapakan (KTD/Adverse event).

Keselamatan pasien telah terjadi isu global dan merupakan prioritas utama untuk rumah sakit dan keselamatan pasien merupakan prioritas utama karena terkait tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang mereka terimadan terkait dengan mutu dan citra rumah sakit, disamping itu keselamatan pasien juga dapat mengurangi KTD di rumah sakit.

Pengertian dari Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk mencegah meminimalkan timbulnya resiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan.

Keselamatan pasien dilaksanakan melalui penerapan 7 standar dan 7 langkah menuju keselamatan pasien, yaitu :

Standar Keselamatan Pasien terdiri dari : 1. Hak pasien

2. Mendidik pasien dan keluarga

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

(25)

5. Peran kepemimpinan dalam meningkakan keselamatan pasien 6. Medidik staf tentang keselamatan pasien

7. Komunikasi merupakan kunci untuk mencapai keselamatan pasien Tujuh langkah menuju keselamatan pasien, terdiri dari :

1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien 2. Pimpin dan dukung staf

3. Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko 4. Kembangkan sistem pelaporan

5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien 7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

(26)

BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan sarana, prasarana dan peralatan kerja. Bentuk Pelayanan keselamatan kerja yang dilakukan :

1. Pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan sarana, prasarana dan  peralatan kesehatan , meliputi :

a. Lokasi Rumah sakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan dan tata ruang serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit.

 b. Teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang usia lanjut

c. Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan serta keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggaraan Rumah Sakit

d. Pengoperasian dan pemeliharaan sarana, prasarana dan peralatan Rumah Sakit harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi dibidangnya (sertifikat personil petugas/operator sarana dan prasarana serta peralatan Rumah Sakit)

e. Membuat program pengoperasian, perbaikan dan pemeliharaan rutin dan  berkala sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan selanjutnya

didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan f. Peralatan kesehatan meliputi peralatan medis dan non medis dan harus

memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai

g. Membuat program pengujian dan kalibrasi peralatan, peralatan kesehatan harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang

h. Peralatan kesehatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi ketentuan dan harus diawasi oleh lembaga yang berwenang

(27)

i. Melengkapi perizinan dan sertifikasi sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan

2. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap petugas Rumah Sakit, meliputi :

a. Melakukan identifikasi dan penilaian resiko ergonomi terhadap peralatan kerja dan petugas Rumah Sakit

 b. Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan mengendalikan risiko ergonomi

3. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja, meliputi :

a. Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja tang memenuhi syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial

 b. Pamantauan / pengukuran terhadap fakstor fisik, kimia, ergonomi dan  psikososial secara rutin dan berkala

c. Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan lingkungan kerja

4. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja, meliputi : a. Pembuatan rambu-rambu arah dan tanda-tanda keselamatan

 b. Penyadiaan peralatan keselamatan kerja dan Alat Pelindung Diri (APD) c. Membuat SPO peralatan keselamatan kerja dan APD

d. Melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap kepatuhan penggunaan  peralatan keselamatan dan APD

e. Melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap kepatuhan pembuangan limbah medis

5. Pelatihan dan promosi/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua petugas Rumah Sakit

a. Sosialisasi dan penyuluhan keselamatan kerja bagi seluruh petugas Rumah Sakit

 b. Melaksanakan pelatihan dan sertifikasi K3 Rumah Sakit kepada Tim K3RS

(28)

2. Memberi rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, desaind / lay out  pembuatan tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait

keselamatan dan keamanan :

a. Melibatkan petugas K3 RS di dalam perencanaan, desain/lay out  pembuatan tempat kerja dan pemilihan serta pengadaan sarana, prasarana

dan peralatan keselamatan kerja

 b. Mengevaluasi dan mendokumentasikan kondisi sarana, prasarana dan  peralatan keselamatan kerja dan membuat rekomendasi sesuai dengan  persyaratan yang berlaku dan standar keamanan dan keselamatan

6. Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya.

a. Membuat alur pelaporan kejadian nyaris celaka dan celaka

 b. Membuat SOP pelaporan, penanganan dan tindak lanjut kejadian nyaris celaka (near miss) dan celaka

7. Pembinaan dan pengawasan terhadap Manajemen Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran (MSPK)

a. Manajemen menyediakan sarana dan prasarana pencegahan dan  penanggulangan kebakaran

 b. Membentuk Tim Penanggulangan kebakaran c. Membuat SPO

d. Melakukan sosialisasi dan pelatihan pencegahan dan penanggulangan kebakaran

e. Melakukan audit intrnal terhadap sistem pencegahan dan  penanggulangan kebakaran

(29)

BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU VCT

Salah satu prinsip dalam implementasi layanan VCT adalah layanan yang  berkualitas, guna memastikan bahwa klien mendapatkan layanan yang tepat, dan menarik orang untuk menggunakan layanan. Tujuan pengukuran dan jaminan kualitas adalah menilai kinerja petugas, kepuasan pelanggan atau klien, dan menilai ketepatan protokol konseling dan testing yang kesemuanya menjamin tersedianya layanan yang terjamin mutunya.

A. Konseling VCT

Perangkat jaminan mutu konseling dalam VCT antara lain :

1. Perangkat rekaman saat konseling dengan klien samaran atau klien sungguhan yang telah memberikan persetujuan untuk direkam

2. Survey kepuasan pelanggan

3. Syarat minimal layanan VCT : penilaian internal atau eksternal menggunakan daftar untuk melihat apakah layanan VCT memenuhi  persyaratan standar minimal yang telah ditetapkan Kementrian Kesehatan

atau WHO. B. Testing pada VCT

1. Untuk menjaga/kendali mutu dan kualitas eksternal perlu dilakukan verifikasi satu bulan sekali dengan mengirimkan 3% dari sampel negatif dan 3 % sampel positif ke laboratorium rujukan provinsi

2. Supervisi laboratorium

Supervisi atas proses pemeriksaan laboratorium harus dilakukan oleh teknisi senior yang mahir dan telah dilatih penanganan pemeriksaan laboratorium HIV :

a. Pengamatan akan proses kerja pemeriksaan sampel, sesuaikan dengan SPO yang telah ditetapkan

 b. Periksa dan dukung proses dan pemeriksaan sampel c. Periksa pencatatan dan pelaporan hasil testing HIV d. Periksa cara penyimpanan semua peralatan dan reagen e. Pastikan jaminan kualitas pada pusat jaminan kualitas

f. Lakukan penilaian akan peralatan kerja dalam menjalankan fungsi  pemeriksaan, cukup baik, perlu diperbaiki, atau rusak atau perlu  penggantian

g. Gunakan ceklis pemeriksaan

h.  Nilailah kemampuan kerja para personil dan sampaikan rekomendasi  pada para manajernya

i. Pastikan adanya rujukan pasca pajanan, dan memastikan semua  personil

(30)

C. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring secara teratur sangat dibutuhkan untuk memastikan kualitas yang baik dan konsisten, dan akan membantu staff agar terhindar dari kejenuhan. Penilaian dilakukan setiap 6 bulan atau satu tahun oleh Kepala/Penanggungjawab Klinik VCT atau konselor berpengalaman di luar institusi layanan.

Jenis monitoring dan evaluasi yang dilakukan adalah monitoring dan evaluasi teknis/ penatalaksanaan pelayanan klien, serta monitoring dan evaluasi  program. Monitoring dan evaluasi hendaknya dilakukan rutin, berkala dan  berkesinambungan.

Aspek yang perlu dimonitor dan dievaluasi : 1. Kebijakan, tujuan dan sasaran mutu

2. Sumber daya manusia

3. Sarana, prasarana dan peralatan 4. Standar minimal pelayanan VCT

5. Uraian rincian layanan dengan menilai ketersediaan petugas di berbagai tingkat layanan, kepatuhan terhadap protokol, ketersediaan materi  pengajaran mengenai kesehatan dan kondom, ketersediaan dan pengunaan catatan terformat, ketersediaan alat testing dan layanan medik, kepatuhan  petugas pada peran dan tanggungjawab dan aspek umum dari operasional

layanan

6. Pengelolaan yang profesional dan efektif 7. Akuntabilitas dan sustainabilitas

8. Kepuasan dan evaluasi klien secara langsung atau melalui kotak saran. D. Pembinaan dan Pengawasan

Pembinaan dan pengawasan pelayanan konseling dilakukan oleh Kepala Dinas kesehatan :

1. Pencatatan dan pelaporan

 Sebagai klien layanan konseling dan testing HIV laporan secara statistik mengikuti sistem pencatatan dan pelaporan khusus yang  berpegang pada prinsip kerahasiaan klien

 Dokumen klien disimpan di tempat terkunci dan hanya bisa diaks es oleh petugas yang berwenang dan diarsipkan sesuai dengan prinsip catatan medik pasien di RS

 Pelaporan VCT dilaporkan menurut sistim pencatatan dan  pelaporan sesuai standar baku untuk pencatatan medik

(31)

 Data jumlah klien yang melaksanakan konseling, testing, yang hasilnya positif, indeterminan atau diskordan, senantiasa dianalisa setiap tahun, guna perbaikan kinerja.

2. Perijinan

Ijin layanan konseling dan testing HIV/AIDS di RSUD Kabupaten Sumedang terintegrasi dengan layananan kesehatan di rumah sakit, izin dikaitkan dengan izin operasional RSUD Kabupaten Sumedang.

3. Pelatihan konselor VCT

Untuk meningkatkan kualitas konselor dibuat program pelatihan yang terintegrasi dengan Program Pengembangan Staff RSUD Kabupaten Sumedang.

4. Registrasi konselor VCT

Para konselor yang sudah tersertifikasi dicatatat dalam Daftar Tenaga Terlatih RSUD Kabupaten Sumedang dan teregistrasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang.

(32)

BAB IX PENUTUP

Dalam upaya memberikan pelayanan yang holistik, komprehensif dan dukungan yang luas bagi ODHA dan keluarganya, perlu melibatkan jejaring kerja diantara semua sumber daya yang ada, termasuk didalamnya adalah pelayanan Rumah sakit.

Pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS secara sukarela (Voluntary Counseling dan Testing /VCT)  merupakan salah satu kegiatan yang dipercaya sebagai kegiatan yang efektif, karena VCT merupakan pintu masuk (entry point) untuk pencegahan maupun pengobatan HIV/AIDS. Agar upaya pencegahan,  pengobatan dan support bagi pasien ODHA dapat dilaksanakan secara komprehensif, maka disusun Pedoman Pelayanan HIV/AIDS Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang sebagai acuan bagi seluruh unit terkait di Rumah Sakit Umum Daerah kabupaten Sumedang dalam melaksanakan  pelayanan/penanggulangan HIV/AIDS.

Sumedang, Juli 2013 DIREKTUR

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SUMEDANG

Referensi

Dokumen terkait

kehadirat Allah SWT atas berkat, rakhmat, dan karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Ukuran KAP, Opini Audit, dan

Busur listrik yang terjadi antara ujung elektroda wolfram dan bahan dasar adalah marupakan sumber panas untuk pengelasan.. Titik cair dari alektroda wolfram sedemikian

Melalui kegiatan diskusi dan kerjasama melalui aplikasi Google Meet, Google Classrom, dan WAG peserta didik dapat menentukan komponen pembentuk fungsi komposisi dan komponen

Dalam hal ini Indonesia bersedia menawarkan otonomi yang lebih luas untuk Aceh seperti yang dilakukan Megawati sementara pihak GAM bersedia menurunkan tuntutannya

Lampiran Tabel 48 Cakupan Kasus Balita Gizi Buruk yang Medapat Perawatan Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan dan Puskesmas di Kabupaten Bungo Tahun 2015.. Lampiran Tabel 49 Cakupan

dan Status Ekonomi Orang Tua Terhadap Prestasi Prestasi Belajar Siswa Kelas XI IPS Pada Mata Pelajaran Ekonomi Tahun Ajaran 2011/2012 Di SMA Negeri 02 Batu Malang :

sebagai alat untuk mem- bungkus pesan lnjil, lelapi dengan pedumpaan. itllah, Gereja s6makn l€rbuka m€maham

diantaranya cukup masyhur, yaitu hubungan antara satu surat dengan surat sebelumnya, hubungan antara nama surat dengan isi atau tujuan surat, hubungan antara