• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFIKASI VAKSIN SEL UTUH Streptococcus agalactiae PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus MELALUI PERENDAMAN TRIAN RIZKY FEBRIANSYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFIKASI VAKSIN SEL UTUH Streptococcus agalactiae PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus MELALUI PERENDAMAN TRIAN RIZKY FEBRIANSYAH"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

EFIKASI VAKSIN SEL UTUH Streptococcus agalactiae PADA

IKAN NILA Oreochromis niloticus MELALUI PERENDAMAN

TRIAN RIZKY FEBRIANSYAH

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Efikasi vaksin sel utuh

Streptococcus agalactiae pada ikan nila Oreochromis niloticus melalui

perendaman” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2013

Trian Rizky Febriansyah C14070056

(4)

ABSTRAK

TRIAN RIZKY FEBRIANSYAH. Efikasi vaksin sel utuh Streptococcus

agalactiae pada ikan nila Oreochromis niloticus melalui perendaman. Dibimbing

oleh SUKENDA dan SRI NURYATI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efikasi vaksin sel utuh

formalin-killed cell Streptococcus agalactiae tipe non-hemolitik isolat N14G dan NK1 yang diberikan melalui perendaman dalam mencegah penyakit streptococcosis pada ikan nila. Ikan nila yang digunakan memiliki bobot 10,79±0,99 g, dipelihara sebanyak 10 ekor dalam akuarium ukuran (60x30x35) cm. Ikan divaksinasi dengan metode perendaman dengan dosis 109 CFU/ml. Uji tantang dilakukan pada hari ke-11 pascavaksinasi dengan dosis 105CFU/ml. Parameter yang diamati meliputi sintasan (SR), tingkat kelangsungan hidup relarif/Relative Persent Survival (RPS), total leukosit, aktifitas fagositik, titer antibodi, total eritrosit, kadar hemoglobin, kadar hematokrit, dan kualitas air. Pengamatan parameter dilakukan pada hari ke-0, ke-10, ke-20, dan ke-30. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan kedua vaksin yang diinfeksi bakteri isolat N14Gmemberikan nilai sintasan dan nilai RPS tertinggi dibanding perlakuan lainnya. Nilai sintasan dan RPS kedua perlakuan tersebut adalah 60% dan 40%. Nilai RPS yang cukup kecil menunjukkan vaksin yang diberikan masih kurang efektif untuk mencegah infeksi bakteri S. agalactiae.

Kata kunci: ikan nila, perendaman, Streptococcus agalactiae, vaksin sel utuh

ABSTRACT

TRIAN RIZKY FEBRIANSYAH. Efficacy of whole cells vaccine Streptococcus

agalactiae in tilapia Oreochromis niloticus by bath immersion method.

Supervised by SUKENDA dan SRI NURYATI.

This study aimed to evaluateefficacyof formalin-killed whole cellsof

Streptococcusagalactiaecellnon-hemolytic isolate N14G and NK1vaccine givenby bath immersionin preventing streptococcosis in tilapia. The weight of tilapia used that is 10.79±0.99 g, kept as many as 10 fishes in a tank size (60x30x35) cm. The fishes was vaccinated by bath immersion method at concentration 109 CFU/ml. The fishes was challenged by intraperitoneal with 105 CFU/ml at 11 days post-vaccination. Parameters that would observe are survival rate (SR), Relative

Persent Survival (RPS), leukocytes total, fagocyte activity, antibody titer,

erythrocytes total, haemoglobin value, haematocrit value, dan water quality. The parameters observation held on days 0, 10, 20, and 30. Results showed vaccine treatment that challenged by isolate N14G give the highest survival rate and RPS values than other treatments. Survival rate and RPS both vaccine treatments was 60% and 40%. RPS values were fairly small exhibit vaccinations are less effective in preventing bacterial infections S.agalactiae.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

EFIKASI VAKSIN SEL UTUH Streptococcus agalactiae PADA

IKAN NILA Oreochromis niloticus MELALUI PERENDAMAN

TRIAN RIZKY FEBRIANSYAH

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Efikasi vaksin sel utuh Streptococcus agalactiae pada ikan nila

Oreochromis niloticus melalui perendaman

Nama : Trian Rizky Febriansyah NIM : C14070056

Disetujui oleh

Dr.Ir. Sukenda, M.Sc. Pembimbing I

Dr. Sri Nuryati, M.Si. Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr.Ir.Sukenda, M.Sc. Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Efikasi vaksin sel utuh Streptococcus agalactiae pada ikan nila Oreochromis niloticus melalui perendaman” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2012 sampai Juni 2012 bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ayahanda Soepardi Mario dan ibunda Poniyati (Almh.) atas dukungan dan doanya.

2. Bapak Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. selaku Pembimbing I dan Ibu Dr. Sri Nuryati, M.Si. selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sampai menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Ir. Mia Setiawati, M.Si. selaku dosen penguji.

4. Vika, Ririn, Lita, Agus, Ezi, Reki, Arie, Wahyu, Ridha, Fatah, Asep, Mira, Bachtiar, Ikhsan, serta rekan-rekan BDP 44 lainnya atas kebersamaannya. 5. Pak Ranta, Kang Abe, Kang Asep, Kang Adna, Kang Adi, Ka Rahman, Ka

Rahmat, Dendi, Titi, Lita, Wahyu dan rekan-rekan LKI’ers BDP 45 atas bantuannya.

Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa depan. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

.

Bogor, Februari 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... vi DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... vi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 METODOLOGI ... 2

Karakterisasi bakteri Streptococcus agalactiae ... 2

Postulat Koch ... 2

Preparasi vaksin whole cellSteptococcus agalactiae ... 2

Rancangan penelitian ... 3

Persiapan wadah dan ikan uji ... 3

Uji in vivo ... 3

Penghitungan data ... 4

Parameter teknis ... 4

Parameter haematologi ... 4

Analisa data ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6

Karakterisasi bakteri Streptococcus agalactiae ... 9

Tingkat kelangsungan hidup relatif (RPS/Relative Percent Survival) ... 7

Perhitungan sel darah putih ... 7

Pengukuran aktifitas fagositosis ... 8

Pengukuran titer antibodi ... 9

Perhitungan sel darah merah ... 10

Pengukuran hemoglobin ... 10 Pengukuran hematokrit ... 11 Kualitas air ... 12 Pembahasan ... 12 KESIMPULAN ... 16 Kesimpulan ... 16 Saran ... 16 DAFTAR PUSTAKA ... 16 LAMPIRAN ... 19 RIWAYAT HIDUP ... 22

(10)

DAFTAR TABEL

1 Perlakuan pengujian efikasi vaksin S. agalactiae ... 3

2 Hasil karakterisasi bakteri S. agalactiae ... 7

3 Nilai RPS ikan yang diberi vaksin S. agalactiae ... 7

4 Jumlah leukosit ikan uji selama pemeliharaan ... 8

5 Nilai aktifitas fagositik ikan uji selama pemeliharaan ... 8

6 Nilai titer antibodi ikan uji selama pemeliharaan ... 9

7 Jumlah eritrosit ikan uji selama pemeliharaan ... 10

8 Kadar hemoglobin ikan uji selama pemeliharaan ... 10

9 Kadar hematokrit ikan uji selama pemeliharaan ... 11

10 Hasil uji kualitas air selama penelitian ... 12

DAFTAR GAMBAR

1 Alur penelitian ... 4

2 Gejala klinis ikan yang terinfeksi bakteri S. agalactiae ... 13

DAFTAR LAMPIRAN

1Contoh perhitungan analisis statistik nilai sintasan ikan uji setelah akhir pemeliharaan ... 19

2 Contoh perhitungan analisis statistik jumlah leukosit pada H30 pemeliharaan ... 19

3 Contoh perhitungan analisis statistik aktifitas fagositik pada H30 pemeliharaan ... 19

4 Contoh perhitungan analisis statistik titer antibodi pada H30 pemeliharaan.... 20

5 Contoh perhitungan analisis statistik jumlah eritrosit pada H30 pemeliharaan ... 20

6 Contoh perhitungan analisis statistik kadar hemoglobin pada H30 pemeliharaan ... 21

7 Contoh perhitungan analisis statistik kadar hematokrit pada H30 pemeliharaan ... 21

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Ikan nila juga termasuk produk unggulan dalam sektor perikanan budidaya karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Selain itu, ikan ini cukup mudah untuk dipelihara dan pertumbuhannya relatif cepat.

Pemerintah berencana untuk meningkatkan produksi ikan nila sebesar 1,25 juta ton pada tahun 2014. Pada tahun 2011, produksi ikan nila mencapai 567.078 ton (KKP, 2012). Untuk mewujudkan target produksi tersebut, upaya yang dapat dilakukan adalah menerapkan sistem budidaya intensif. Akan tetapi, sistem budidaya intensif dapat meningkatkan peluang terjadinya berbagai penyakit parasitik, bakterial, ataupun viral. Salah satu penyakit bakterial yang terjadi adalah penyakit streptococcosis pada ikan nila yang disebabkan bakteri Streptococcus agalactiae. Bakteri ini terbagi menjadi dua tipe, yaitu tipe β-hemolitik dan non-hemolitik. Bakteri tipe non-hemolitik memiliki tingkat virulensi yang lebih tinggi dibandingkan tipe β-hemolitik (Hardi, 2011).

Penyakit streptococcosis dilaporkan telah terjadi di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Israel, Jepang, dan Thailand (Evans et al., 2006). Di Thailand, penyakit ini menyebabkan kematian 40-60 % selama dua minggu pada budidaya ikan nila (Yuasa et al., 2008). Beberapa tahun terakhir, penyakit streptococcosis dilaporkan terjadi di sejumlah wilayah Indonesia, yaitu wilayah Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi, dan Nusa Tenggara (Hardi, 2011).

Pada mulanya, antibiotik digunakan untuk mengatasi penyakit streptococcosis. Hanya saja penggunaan antibiotik memiliki efek samping karena dapat meningkatkan resistensi bakteri tersebut terhadap antibiotik. Beberapa antibiotik juga sudah dilarang karena dapat mencemari lingkungan. Bahkan negara-negara di Eropa menolak impor ikan yang menggunakan antibiotik dalam pemeliharaannya (Anonim, 2006). Oleh karena itu diperlukan tindakan alternatif untuk menanggulangi penyakit ini. Salah satu alternatif adalah penggunaan vaksin untuk mencegah penyakit streptococcosis. Hardi (2011) memberikan injeksi sel utuh vaksin

formalin-killed cell S. agalactiae tipe non-hemolitik yang diuji tantang dengan bakteri S. agalactiae pada ikan nila ukuran 15 gram menghasilkan sintasan 91,11%.

Pada penelitian ini akan dikaji pemberian vaksin dari isolat bakteri yang sama pada penelitian Hardi (2011) melalui metode perendaman.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efikasi vaksin sel utuh

formalin-killed cellS. agalactiaetipe non-hemolitik yang diberikan melalui

(12)

2

METODOLOGI

Karakterisasi bakteri Streptococcus agalactiae

Bakteri yang akan digunakan adalah bakteri Streptococcus agalactiae dengan kode isolat N14G dan NK1 yang berasal dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Balai Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Bakteri tersebut ditumbuhkan pada media agar BHI (Brain Heart Infusion) lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC. Koloni bakteri yang tumbuh kemudian diuji untuk memastikan bakteri yang akan digunakan adalah bakteri S. agalactiae. Uji yang dilakukan meliputi pewarnaan Gram, uji motilitas, uji oksidatif-fermentatif, uji katalase, uji oksidase, uji produksi asam dari D-manitol, dan uji aktivitas hemolitik.

Postulat Koch

Bakteri S. agalactiae yang telah dikarakterisasi kemudian digunakan pada postulat Koch untuk menjaga virulensi bakteri pathogen yang akan digunakan. Bakteri stok pada media agar BHI dikultur pada media cair BHI 20 ml pada water bath shaker selama 9 jam. Masing-masing bakteri dengan kepadatan 105 CFU/ml kemudian disuntikkan pada 5 ekor ikan (tiap perlakuan) sebanyak 0,1 mL/10 g bobot ikan. Ikan kemudian dipelihara dan diamati untuk mengetahui gejala yang timbul setelah infeksi serta waktu kematiannya. Ikan yang menunjukkan gejala streptococcosis kemudian dipisahkan dan diambil organ mata dan otak untuk pengisolasian bakteri dari organ tersebut. Bakteri tersebut kemudian dikarakterisasi kembali untuk memastikan bahwa bakteri tersebut adalah bakteri S. agalactiae. Bakteri hasil postulat Koch yang telah dikarakterisasi inilah yang digunakan untuk preparasi vaksin dan uji tantang pada penelitian ini.

Preparasi vaksin whole cellStreptococcus agalactiae

Bakteri S. agalactiae dikultur dalam 2 tahap. Tahap pertama biakan bakteri dari media agar dikultur pada media cair BHI 50 ml selama 24 jam. Pada tahap kedua, biakan dari tahap pertama dikultur pada media cair BHI 650 ml sehingga volume total media cair adalah 700 ml. Biakan tersebut kemudian dikultur selama 72 jam. Biakan tersebut kemudian ditambahkan

neutral buffer formaline 3% dan diinkubasi selama 24 jam untuk inaktifasi

bakteri. Biakan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 7000 rpm pada suhu 4 oC selama 30 menit sehingga terpisah antara pellet dan supernatan (Evans et al., 2004). Untuk mendapatkan vaksin sel utuh, pellet hasil senrifugasi dicuci dengan PBS (Phosphate Buffer Saline) sebanyak dua kali, terakhir ditambahkan PBS sesuai dengan volume awal. Sampel vaksin kemudian ditumbuhkan pada media agar BHI untuk memastikan sel bakteri yang digunakan sudah tidak aktif. Jika pada media agar tersebut tidak

(13)

3

tumbuh bakteri, maka vaksin tersebut dapat digunakan untuk uji selanjutnya.

Rancangan penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga perlakuan vaksin, yaitu non vaksin, vaksin isolat N14G, dan vaksin isolat NK1. Sedangkan uji tantang menggunakan bakteri S. agalactiae isolat N14G dan NK1. Model penelitian seperti yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel1.Perlakuan pengujian efikasi vaksin S. agalactiae

Vaksin Uji Tantang

Non vaksin

Isolat N14G Isolat NK1

Vaksin isolat N14G

Vaksin isolat NK1

Persiapan wadah dan ikan uji

Tahap persiapan wadah pemeliharaan diawali dengan pembersihan akuarium dan peralatan aerasi dengan sabun, setelah itu dibilas dengan air kemudian dilakukan pengeringan akuarium dan penjemuran peralatan aerasi. Setelah kering, peralatan aerasi dipasang dan akuarium ditutup dengan plastik hitam pada sisi luar lalu diisi air sebanyak 45 L. Air tersebut kemudian didesinfeksi menggunakan klorin 30 ppm selama 24 jam. Setelah itu ditambahkan natrium thiosulfat 15 ppm dan diberi aerasi kuat selama 24 jam untuk menghilangkan residu klorin pada air.

Ikan yang digunakan adalah ikan nila yang berasal dari daerah Ciseeng, Bogor dengan bobot rata-rata 10,79±0,55 gram. Ikan diadaptasikan pada wadah pemeliharaan berupa akuarium ukuran (60x30x35) cm selama satu minggu dengan kepadatan 10 ekor/akuarium. Ikan diberi makan pakan komersil merk F999 berupa pelet terapung sebanyak 3 kali sehari dengan FR (feeding rate) 5%. Penyifonan dan pergantian air dilakukan tiap 3 hari untuk menjaga kualitas air.

Uji in vivo

Pengujian in vivo dilakukan untuk mengetahui kemampuan vaksin yang diberikan dalam mencegah infeksi bakteri S. agalactiae. Ikan perlakuan direndam selama 20 menit dalam larutan vaksin yang telah diencerkan dengan kepadatan akhir bakteri 109 CFU/mL (Evans et al., 2004). Uji tantang dilakukan 10 hari setelah vaksinasi dengan menginjeksikan bakteri S. agalactiae 0,1 mL/ekor dengan kepadatan bakteri 105 CFU/mL. Ikan kemudian dipelihara selama 30 hari dan dilakukan pengamatan tiap 10 hari. Alur penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

(14)

4

H0 H1 H10 H11 H20 H30 Gambar 1. Alur Penelitian

Keterangan: H0 = Gambaran darah awal H1 = Vaksinasi awal

H10 = Gambaran darah pasca vaksinasi H11 = Uji tantang

H20 = Gambaran darah pasca uji tantang H30 = Gambaran darah akhir

Penghitungan Data Penghitungan parameter teknis meliputi :

1) Pengamatan nilai RPS (Relative Percent Survival) dilakukan pada akhir penelitian untuk mengetahui efikasi dari vaksin yang digunakan. Penghitungan nilai RPS menggunakan rumus berikut (Ellis, 1988):

RPS (%) = [1 – (

)] x 100%

2) Pengamatan mortalitas ikan dilakukan pada akhir penelitian. Penghitungan sintasan menggunakan rumus berikut:

Mortalitas (%) =

x 100%

Keterangan: Mt = Jumlah ikan akhir yang mati N0 = Jumlah ikan akhir

3) Parameter kualitas air yang diukur berupa suhu yang diukur menggunakan termometer, pH yang diukur menggunakan pH-meter,

dissolved oxygen (DO) diukur menggunakan DO-meter, dan Total

Amoniak Nitrogen (TAN) diukur menggunakan spektrofotometer. Pengukuran data kualitas air dilakukan pada awal dan akhir penelitian.

Penghitungan parameter haematologi

Pengamatan parameter haematologi dilakukan empat kali selama penelitian berlangsung, yaitu sebelum perlakuan (H0), pascaperlakuan vaksin (H10), pasca-uji tantang (H20), dan akhir penelitian (H30). Kegiatan ini dilakukan dengan mengambil sampel darah ikan uji kemudian dilihat jumlah eritrosit, jumlah leukosit, kadar hemoglobin, kadar hematokrit, aktifitas fagositik, dan titer antibodi. Pengambilan darah menggunakan

syringe steril yang telah dibilas menggunakan natrium sitrat (Na-sitrat)

3,8% sebagai antikoagulan. Darah diambil pada bagian vena caudalis kemudian ditempatkan dalam microtube yang juga telah dibilas dengan Na-sitrat 3,8% untuk selanjutnya dilakukan pengamatan. Parameter haematologi yang diukur meliputi:

1) Perhitungan sel darah putih (Blaxhall dan Daisley, 1973 dalam Alifuddin, 1999). Sampel darah dihisap menggunakan pipet bulir putih sampai skala 0,5 kemudian larutan Turk dihisap sampai skala

(15)

5

11. Pipet kemudian digoyangkan menyerupai angka delapan selama 3-5 menit untuk menghomogenkan darah dengan larutan Turk. Dua tetesan pertama dari pipet dibuang, tetesan berikutnya diteteskan pada hemasitometer untuk dihitung jumlah sel darah putihnya. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop dengan menghitung jumlah sel darah pada lima kotak besar hemasitometer. Penghitungan jumlah sel darah putih menggunakan rumus berikut: Σ SDP = rata-rata sel terhitung x

x faktor pengencer 2) Pengukuran aktifitas fagositosis (Anderson dan Siwicki, 1993). Sampel darah diambil sebanyak 50 µL dan diletakkan dalam

microtube steril. Darah kemudian dicampur dengan bakteri

Staphylococcus aureus dengan kepadatan 108 cfu/mL sebanyak

50 µL dan dihomogenkan. Campuran tersebut kemudian diinkubasi selama 20 menit. Setelah itu, campuran tersebut diambil 5 µL dan diteteskan pada kaca preparat untuk dijadikan preparat ulas. Setelah

kering, preparat tersebut direndam dalam methanol selama 5-10 menit kemudian dikeringkan. Setelah kering, preparat direndam

dalam larutan Giemsa selama 10-15 menit kemudian dikeringkan kembali. Setelah kering, preparat tersebut dapat diamati menggunakan mikroskop.dan dihitung persentase sel yang aktif melakukan proses fagositosis dari 100 sel fagosit yang teramati. Penentuan nilai aktifitas fagositosis menggunakan rumus berikut: AF (%) = Σ Σ x 100%

3) Pengukuran titer antibodi (Roberson, 1990). Untuk mengukur titer antibodi, sampel yang dibutuhkan adalah serum darah. Serum didapat dengan cara mengendapkan sampel darah yang telah ditampung dalam microtube kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 3 menit. Serum kemudian dipisahkan dari sel darah dan diinkubasi selama 20 menit untuk mengaktifkan komplemen. Serum dapat disimpan dalam refrigerator untuk pengamatan titer antibodi.Pengukuran titer antibodi dilakukan dengan memasukkan larutan PBS sebanyak 25 µL kedalam lubang

microplate dari lubang 2 sampai 12. Serum sebanyak 25 µL

dimasukkan kedalam lubang 1 dan 2. Setelah itu dilakukan pengenceran bertingkat dari lubang 2 sampai lubang 11. Bakterin sebanyak 25 µL kemudian dimasukkan kedalam lubang 1 sampai 12, kemudian dihomogenkan dengan cara menggoyang microplate secara perlahan. Microplate ditutup menggunakan plastik kemudian diinkubasi semalam dan dilakukan pengamatan keesokan harinya. Nilai titer antibodi ditentukan dari lubang terakhir pada microplate yang terdapat reaksi aglutinasi.

4) Perhitungan sel darah merah (Blaxhall dan Daisley, 1973 dalam Alifuddin, 1999). Sampel darah dihisap menggunakan pipet bulir merah sampai skala 0,5 kemudian larutan Hayem dihisap sampai skala 101. Pipet kemudian digoyangkan menyerupai angka delapan selama 3-5 menit untuk menghomogenkan darah dengan larutan Hayem. Dua tetesan pertama dari pipet dibuang, tetesan berikutnya

(16)

6

diteteskan pada hemasitometer untuk dihitung jumlah sel darah merahnya. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop dengan menghitung jumlah sel darah pada lima kotak besar hemasitometer. Penghitungan jumlah sel darah merah menggunakan rumus berikut: Σ SDM = rata-rata sel terhitungx

x faktor pengencer 5) Pengukuran hemoglobin (Wedemeyer dan Yasutake, 1977 dalam

Alifuddin, 1999). Sampel darah dihisap menggunakan pipet Sahli sampai skala 20 mm3 kemudian dimasukkan kedalam tabung Hb-meter yang telah diisi HCl 0,1 N sampai skala 10 pada skala merah. Sampel darah tersebut kemudian didiamkan selama 3-5 menit agar hemoglobin bereaksi dengan HCl. Larutan tersebut kemudian ditambahkan akuades sampai warnanya sama dengan larutan standar. Pembacaan skala dilihat dengan mencocokkan tinggi larutan dengan nilai pada skala kuning yang memiliki satuan G% pada tabung. 6) Pengukuran hematokrit (Anderson dan Siwicki, 1993). Sampel darah

dihisap menggunakan tabung mikrohematokrit dengan sistem kapiler. Setelah sampel darah mencapai ¾ bagian tabung, ujung tabung disumbat menggunakan crystoseal. Tabung kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Pengukuran nilai hematokrit dilakukan dengan cara membandingkan tinggi endapan darah dengan tinggi total darah dalam tabung. Penghitungan nilai hematokrit menggunakan rumus berikut:

Hc (%) =

x 100% Analisa Data

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan tiga ulangan pada uji in vivo. Data sintasan, RPS, dan pengamatan hematologi berupa jumlah sel darah putih, aktifitas fagositik, titer antibodi, jumlah sel darah merah, hemoglobin, serta hematokrit dianalisa menggunakan program Microsoft Excel 2007, SPSS 16, dan SAS 16 dengan uji lanjut Duncan. Sedangkan untuk data kualitas air dianalisa secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi bakteri Streptococcus agalactiae

Untuk mengetahui karakteristik bakteri yang akan digunakan, dilakukan beberapa uji meliputi pewarnaan Gram, sifat biokimia dan fisiologi bakteri. Hasil karakterisasi disajikan pada Tabel 2.

(17)

7

Tabel2. Hasil karakterisasi bakteri S. agalactiae

Uji Isolat N14G Isolat NK1

Pewarnaan Gram + +

Bentuk dan penataan sel Bulat berantai Bulat berantai

Oksidatif/Fermentatif Fermentatif Fermentatif

Motilitas - -

Oksidase - -

Katalase - -

Produksi asam dari D-

manitol - -

Uji aktifitas hemolitik Non hemolitik Non hemolitik

Hasil pengamatan menunjukkan kedua bakteri uji memiliki karakteristik yang sama, baik itu sifat Gram, sifat biokimia dan fisiologisnya. Uji aktifitas hemolitik menunjukkan bahwa kedua bakteri termasuk tipe non hemolitik. Perbedaan bakteri ini terletak pada kandungan protein terlarut pada ECP yang dihasilkan bakteri . Bakteri isolat N14G memilki kandungan protein ECP 56,75 ppm, sedangkan bakteri isolat NK1 kandungan protein ECP 81,75 ppm (Dwinanti, 2012).

Tingkat kelangsungan hidup relatif (RPS /Relative Percent Survival) Nilai RPS digunakan untuk mengetahui efektifitas vaksin untuk melindungi inang setelah diuji dengan panyakit. Data nilai RPS disajikan pada Tabel 3.

Tabel3. Nilai RPS ikan yang diberi vaksin S. agalactiae

Kode

perlakuan Vaksin Uji tantang

Total ikan Jumlah ikan mati MR (%) RPS (%) 1 Non vaksin Isolat N14G 30 20 66,67±5.77a - 2 IsolatNK1 30 23 76,67±15.27 a - 3 Vaksin isolat N14G IsolatN14G 30 12 40±10 a 40 4 Isolat NK1 30 18 60±10 a 21,74 5 Vaksin isolat NK1 IsolatN14G 30 12 40±10 a 40 6 Isolat NK1 30 20 66,67±15.27 a 13,04

Dari data yang terlihat, masih terdapat ikan yang mati walaupun telah diberi vaksin. Nilai RPS tertinggi terdapat pada perlakuan 3 dan 5, yaitu 40%. Sedangkan nilai RPS terendah terdapat pada perlakuan 6, yaitu 13,04%.

Total sel darah putih

Parameter hematologi yang dapat menggambarkan respon imun tubuh adalah jumlah leukosit. Jumlah leukosit biasanya sejalan dengan aktifitas fagositik. Jumlah rata-rata leukosit pada tiap perlakuan disajikan pada Tabel 4.

(18)

8

Tabel4.Jumlah leukosit ikan uji selama pemeliharaan

Kode Vaksin Uji

tantang

Jumlah leukosit (x105 sel/mm3)

H0 H10 H20 H30 1 Non vaksin Isolat N14G 2.81±0.68 4.7±0.86c 12.37±1.07a 5.41±0.49a 2 IsolatNK1 6.68±0. 95b 9±0.81a 14.17±5.69a 3 Vaksin isolat N14G IsolatN14G 7.82±0.09 ab 13.99±1.08a 5.29±0.23a 4 Isolat NK1 3.74±0.03c 10.62±5.00a 10.25±4.23a 5 Vaksin isolat NK1 IsolatN14G 6.80±0.06b 14.66±1.13a 24.74±11.18a 6 Isolat NK1 9.12±0.95a 10±0.24a 12.38±7.38a

Keterangan: huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p < 0,05) dan dibaca dalam kolom yang sama

Jumlah awal leukosit ikan uji pada H0 berkisar 2,81x105 sel/mm3. Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa jumlah leukosit ikan selama penelitian menunjukkan nilai yang fluktuatif. Pada H10, jumlah leukosit ikan perlakuan semuanya meningkat dibanding H0. Pada H20, jumlah leukosit semua perlakuan terus meningkat. Peningkatan jumlah leukosit pada H10 dan H20 mengindikasikan sistem imun pada ikan uji bekerja setelah diberi perlakuan vaksin dan uji tantang bakteri. Pada H30, jumlah leukosit perlakuan 1 dan 3 mengalami penurunan, sedangkan pada pelakuan lainnya jumlah leukosit semakin meningkat. Hal tersebut menunjukkan tubuh ikan terus menghasilkan leukosit untuk melindungi tubuh dari serangan bakteri. Sedangkan perlakuan yang jumlah leukositnya menurun menunjukkan bakteri yang menginfeksi tubuh sudah mulai berkurang. Hasil uji statisitik menunjukkan jumlah leukosit pada H30 menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata.

Aktifitas fagositosis

Nilai aktifitas fagositik pada tiap perlakuan disajikan pada Tabel 5. Tabel5.Nilai aktifitas fagositik ikan uji selama pemeliharaan

Kode Vaksin Uji

tantang Aktifitas Fagositik (%) H0 H10 H20 H30 1 Non vaksin Isolat N14G 14.5±0.71 78.5±6.36a 48.5±16.26ab 56.5±6.36a 2 IsolatNK1 55.5±7.78a 31±11.31b 57±5.66a 3 Vaksin isolat N14G IsolatN14G 73±8.48a 30.5±6.36b 39±1.41b 4 Isolat NK1 67±4.24a 58.5±4.95a 64±7.07a 5 Vaksinisolat NK1 IsolatN14G 53.5±37.48a 55.5±2.12a 67±5.66a 6 Isolat NK1 69±4.24a 43±1.41ab 62.5±6.36a

Keterangan: huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p < 0,05) dan dibaca dalam kolom yang sama

Nilai aktifitas fagositik ikan uji pada H0 adalah 14,5%. Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa nilai aktifitas fagositik ikan selama penelitian menunjukkan nilai yang fluktuatif. Pada H10, nilai aktifitas fagositik ikan uji pada semua perlakuan meningkat. Hal ini menunjukkan sistem pertahanan tubuh langsung merespon saat vaksin masuk ke dalam tubuh. Nilai aktifitas fagositik tertinggi perlakuan vaksin ditunjukkan pada

(19)

9

perlakuan 2 dengan nilai 73%. Pada H20, nilai aktifitas fagositik cenderung menurun kemudian meningkat pada H30. Berdasarkan uji statistik, jumlah leukosit pada H20 menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Nilai aktifitas fagositik pada H30 menunjukkan masih adanya aktifitas leukosit dalam memfagosit bakteri. Perlakuan 5 menunjukkan nilai aktifitas fagositik tertinggi yaitu 67%. Sedangkan nilai aktifitas fagositik terendah pada perlakuan 4 yaitu 39 %. Hasil uji statisitik menunjukkan nilai aktifitas fagositik pada H30 menunjukkan nilai yang berbeda nyata.

Titer antibodi

Nilai titer antibodi pada tiap perlakuan disajikan pada Tabel6. Tabel6.Nilai titer antibodi ikan uji selama pemeliharaan

Kode Vaksin Uji tantang Titer Antibodi (- log 2)

H0 H10 H20 H30

1

Non vaksin Isolat N14G

0±0.00 - 8±0.00ab 5±0.00a 2 IsolatNK1 - 3.5±2.12bc 4±0.00a 3 Vaksin isolat N14G IsolatN14G 8.5±2.12a 10±1.41a 4.5±2.12a 4 Isolat NK1 9±1.41a 5.5±0.71bc 3±0.00a 5 Vaksin isolat NK1 IsolatN14G 6±0.00a 10±0.00a 4±0.00a 6 Isolat NK1 6.5±0.71a 10.5±0.71a 4±0.00a

Keterangan: huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata

(p < 0,05) dan dibaca dalam kolom yang sama

Berdasarkan Tabel 6, pada H0 antibodi pada semua perlakuan ikan uji belum terbentuk.Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa nilai titer antibodi ikan selama penelitian menunjukkan nilai yang fluktuatif. Pada H10 antibodi terbentuk dan nilainya cenderung meningkat pada H20. Nilai titer tertinggi ditunjukkan pada perlakuan 4, yaitu pada pengenceran 1:512. Hal ini menunjukkan bahwa vaksin yang diberikan mampu meningkatkan sistem imun pada ikan uji untuk membentuk antibodi Hasil uji statistik menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada tiap perlakuan. Pada H20, nilai titer perlakuan meningkat setelah dilakukan uji tantang. Nilai titer tertinggi pada perlakuan 6, yaitu pada pengenceran 1:1.448. Pada H30, antibodi ikan uji masih terbentuk namun nilai titernya lebih rendah dibanding nilai titer pada H20. Walau nilai titer menurun pada H30, sistem pertahanan tubuh masih bekerja. Hal ini dapat dilihat pada data jumlah leukosit dan aktifitas fagositik yang cukup tinggi pada H30. Pada Tabel 5, nilai aktifitas fagositik pada H30 menunjukkan aktifitas fagositik yang masih cukup tinggi.

Total sel darah merah

(20)

10

Tabel7.Jumlah eritrosit ikan uji selama pemeliharaan

Kode Vaksin Uji

tantang

Jumlah Eritrosit ( x106 sel/mm3)

H0 H10 H20 H30 1 Non vaksin Isolat N14G 3.66±0.73 1±0.03ab 1.67±0.19a 0.53±0.03a 2 IsolatNK1 1.55±0.54ab 0.91±0.41a 1.28±0.56a 3 Vaksin isolat N14G IsolatN14G 1.2±0.18ab 1.7±0.75a 0.88±0.47a 4 Isolat NK1 1.63±0.06a 1.43±0.00a 0.88±0.18a 5 Vaksin isolat NK1 IsolatN14G 1.32±0.15ab 1.11±0.66a 0.84±0.67a 6 Isolat NK1 0.92±0.09b 1.2±0.00a 1.47±0.49a

Keterangan: huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata

(p < 0,05) dan dibaca dalam kolom yang sama

Jumlah awal eritrosit ikan uji sebelum perlakuan (H0) berkisar 3,66x106 sel/mm3. Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa jumlah eritrosit ikan selama penelitian menunjukkan nilai yang fluktuatif. Setelah vaksinasi dilakukan (H10), jumlah eritrosit ikan perlakuan semuanya mengalami penurunan dibanding H0. Berdasarkan hasil uji statistik, jumlah eritrosit tiap perlakuan pada H10 menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Pasca uji tantang (H20) hanya jumlah eritrosit perlakuan 1, 3, dan 6 yang mengalami peningkatan. Akan tetapi, hasil uji statistik menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada tiap perlakuan. Pada akhir pengamatan (H30), jumlah eritrosit perlakuan 1, 3, 4, dan 5 mengalami penurunan. Pada perlakuan 2 dan 6 jumlah eritrosit semakin meningkat dibanding H20. Akan tetapi, hasil uji statistik pada H30 menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada tiap perlakuan.

Hemoglobin

Kadar hemoglobin pada tiap perlakuan disajikan pada Tabel 8. Tabel8.Kadar hemoglobin ikan uji selama pemeliharaan

Kode Vaksin Uji tantang Kadar Hemoglobin (G%)

H0 H10 H20 H30

1

Non vaksin Isolat N14G

6.2±0.28 2.1±0.14d 5.2±0.28a 4.7±1.27a 2 IsolatNK1 4.1±0.42b 2.8±0.56b 4.3±1.84a 3 Vaksin isolat N14G IsolatN14G 6.1±0.14a 5.2±0.28a 4±0.28a 4 Isolat NK1 6.7±0.42 a 2.5±0.42b 3.4±0.28a 5 Vaksin isolat NK1 IsolatN14G 2.9±0.14c 5.1±0.42a 5.6±1.41a 6 Isolat NK1 4.5±0.14b 3.6±0.56b 3.2±0.85a

Keterangan: huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p < 0,05) dan dibaca dalam kolom yang sama

Jumlah awal kadar hemoglobin ikan uji pada H0 berkisar 6,2 G%. Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa kadar hemoglobin ikan selama penelitian menunjukkan nilai yang fluktuatif. Pada H10, kadar hemoglobin ikan perlakuan semuanya menurun kecuali pada perlakuan 4 yang meningkat menjadi 6,7 G%. Kadar hemoglobin terendah pada perlakuan 1 dengan nilai 2,1 G%. Hasil uji statistik menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada tiap perlakuan. Pada H20, kadar hemoglobin ikan uji cenderung menurun, kecuali pada perlakuan 1 dan 5 yang kadar hemoglobinnya

(21)

11

meningkat. Kadar hemoglobin perlakuan terendah terdapat pada perlakuan 4, yaitu 2,5 G%. Hasil uji statistik menunjukkan nilai yang berbeda nyata terhadap kadar hematokrit. Pada H30, kadar hemoglobin ikan uji cenderung mengalami peningkatan. Kadar hemoglobin tertinggi terdapat pada perlakuan 5 dengan nilai 5,6 G%. Akan tetapi nilainya tidak berbeda nyata setelah dilakukan uji statistik.

Hematokrit

Berdasarkan hasil yang diperoleh, kadar hematokrit yang diamati memiliki nilai yang bevariasi. Rata-rata kadar hematokrit pada tiap perlakuan disajikan pada Tabel 9.

Tabel9.Kadar hematokrit ikan uji selama pemeliharaan

Kode Vaksin Uji

tantang Kadar Hemoglobin (G%) H0 H10 H20 H30 1 Non vaksin Isolat N14G 19.82±0.83 27.75±2.59a 17.21±2.59a 18.56±5.56a 2 IsolatNK1 25.1±10.73a 12.98±0.25a 14.91±10.73a 3 Vaksin isolat N14G IsolatN14G 18.24±2.95a 26.86±2.95a 14.58±2.95a 4 Isolat NK1 16.91±3.72a 21.05±3.72a 16.16±4.73a 5 Vaksin isolat NK1 IsolatN14G 17.53±0.56a 21.82±0.56a 14.45±0.25a 6 Isolat NK1 20.27±5.73a 18.92±0.00a 15.95±5.73a

Keterangan: huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p < 0,05) dan dibaca dalam kolom yang sama

Jumlah awal kadar hematokrit ikan uji pada H0 berkisar 19,82%. Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat bahwa kadar hemoglobin ikan selama penelitian menunjukkan nilai yang fluktuatif. Pada H10, kadar hematokrit ikan perlakuan cenderung meningkat kemudian menurun pada H20. Kadar hematokrit tertinggi terdapat pada perlakuan 1, yaitu 27,75%. Sedangkan nilai perlakuan terendah pasca vaksinasi terpadapat pada perlakuan 4, yaitu 16,91%. Hasil uji statistik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada tiap perlakuan. Pada H20, kadar hematokrit semakin bervariasi. Perlakuan 3 memiliki kadar hematokrit tertinggi dengan nilai 26,86%. Pada H30, kadar hematokrit ikan uji tetap fluktuatif. Hasil uji statistik pada H30 menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada tiap perlakuan.

Kualitas air

Uji kualitas air dilakukan pada H0 dan pada H30. Parameter yang diukur meliputi suhu, pH, Dissolve Oxygen (DO) atau kandungan oksigen terlarut, dan total amoniak nitrogen (TAN). Hasil uji kualitas air disajikan pada Tabel 10.

(22)

12

Tabel10.Hasil uji kualitas air selama penelitian

Kode perlakuan Parameter kualitas air

Suhu (oC) pH DO (mg/L) TAN (mg/L) Awal 26,7 7,14 5,3 0,053 1 27,7 6,55 4,85 0,12 2 27,35 6,62 5,6 0,14 3 26,75 6,59 5,55 0,21 4 27,1 6,48 4,45 0,34 5 26,75 6,56 5,05 0,28 6 27 6,51 4,25 0,27 Kisaran toleransi 25-30 7-8 (Suyanto, 2003) > 3 < 1 (Boyd, 1982)

Secara umum nilai suhu media pemeliharaan selama penelitian berkisar 26,75-27,35 oC. Nilai pH berkisar 6,48-6,59 dengan nilai DO berkisar 4,3-5,6 mg/L. Sedangkan nilai TAN berkisar 0,12-0,35 mg/L. Semua nilai parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian ini masih berkisar pada kisaran normal untuk ikan nila.

Pembahasan

Hasil uji karakteristik bakteri memperlihatkan bahwa bakteri yang digunakan adalah S. agalactiae. Hasil uji karakteristik ini sesuai dengan Evans et al. (2006) yang menyebutkan bakteri ini mempunyai karakteristik Gram positif, non-motil, fermentiatif, katalase negatif, oksidase negatif, produksi asam dari D-manitol negatif, dan aktifitas hemolitik negatif. Bakteri yang dipakai pada penelitan ini ada dua jenis isolat bakteri S.

agalactiae tipe non-hemolitik, yaitu isolat N14G dan isolat NK1. Bakteri ini merupakan bagian dari lima bakteri S. agalactiae yang diisolasi dari organ ikan nila yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia (Hardi, 2011). Setelah diteliti, kandungan protein ECP dari kedua isolat tersebut berbeda. Isolat N14G memiliki kandungan protein 56,75 ppm, sedangkan isolat NK1 memiliki kandungan protein 81,75 ppm (Dwinanti, 2012).

Vaksin merupakan bahan antigenik yang memilikisifat imunogenik untuk menghasilkan respon imun spesifik terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh mikroorganisme tertentu (Anonim, 2012). Vaksin yang digunakan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu vaksin harus aman, dapat memberikan proteksi, mudah diaplikasikan, dan dapat digunakan untuk spesies lain (Grisez dan Tan, 2005). Gomes et al. (2006) menyatakan terdapat beberapa vaksin, yaitu vaksin inaktif, vaksin yang berasal dari mikroorganisme (bakteri atau virus) hidup, dan vaksin DNA. Metode pemberian vaksin dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu injeksi, perendaman, dan oral (dicampur pada pakan) (RUMA, 2006). Pada penelitian ini, vaksin yang digunakan adalah vaksin inaktif yang komponen utamanya adalah sel utuh bakteri S. agalactiae yang pemberiannya dilakukan dengan cara perendaman. Bahan yang dipakai untuk mematikan sel bakteri adalah formalin. Formalin bekerja dengan cara menarik air dari sel dan membentuk lapisan baru di permukaan sehingga bentuk sel dan komponennya masih tetap utuh. Pemberian vaksin dengan cara perendaman merupakan cara yang umum digunakan dalam industri

(23)

13

perikanan selain cara injeksi. Kelebihan cara perendaman dibanding cara lain adalah mudah dilakukan pada produksi ikan skala besar, biaya relatif murah, dan tingkat stres ikan yang divaksin relatif rendah (Evensen, 2009). Evans et al. (2004) menyatakan, prinsip masuknya vaksin yang diberikan dengan cara perendaman adalah penyerapan melalui kulit. Selain melalui kulit, diduga vaksin masuk kedalam tubuh melalui air yang tertelan saat ikan melakukan respirasi dan insang.

Pada uji in vivo, setelah vaksinasi terjadi kematian pada beberapa perlakuan. Penyebab kematian diduga karena ikan mengalami stres. Stres pada ikan dapat mempengaruhi metabolisme, pertumbuhan, dan pertahanan terhadap penyakit (Evans et al., 2005). Setelah uji tantang, ikan uji kontrol positif dan perlakuan vaksin menunjukkan gejala klinis yang sama seperti yang telah diamati oleh Arianto (2011). Gejala klinis ikan yang sakit ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Gejala klinis ikan yang terinfeksi bakteri S. agalactiae: A. ikan normal, B. berenangwhirling, C. opacity, D. purulens, E. exopthalmia, F. tubuh membengkok

Setelah melakukan pengamatan histopatologi, Hardi (2011) menemukan kelainan pada organ otak, mata, dan ginjal. Hal tersebut menunjukkan bahwa organ target bakteri S. agalactiae meliputi ketiga organ tersebut.

Pada akhir penelitian, nilai sintasan kontrol positif pada perlakuan 1 dan 2 adalah 33,33% dan 23,33%. Pada perlakuan kedua jenis vaksin yang diuji tantang dengan bakteri isolat N14G, hasilnya menunjukkan nilai sintasan yang sama, yaitu 60%. Nilai tersebut lebih besar dibanding perlakuan vaksin yang diuji tantang bakteri isolat NK1, yaitu 40% dan 33,33%. Berdasarkan nilai RPS, nilai RPS kedua jenis vaksin yang diuji tantang bakeri isolat N14G adalah 40%. Sedangkan vaksin yang diuji tantang bakteri isolat NK1 memberikan proteksi sebesar 21,74% dan 13,04%. Hal ini menunjukkan bahwa kedua vaksin memberikan proteksi yang lebih baik terhadap infeksi bakteri isolat N14G dibandingkan infeksi bakteri isolat NK1. Hal ini diduga karena kandungan protein ECP isolat NK1 lebih tinggi daripada isolat N14G.Pasnik et al. (2005) menyatakan, kandungan protein pada ECP merupakan faktor yang menentukan virulensi bakteri patogen pada ikan. Akan tetapi, nilai RPS tersebut menunjukkan bahwa vaksin

B C

D E F

(24)

14

belum cukup memberikan proteksi terhadap ikan. Ellis (1988) menyatakan, suatu vaksin dikatakan efektif bila memliki nilai RPS > 50%.

Status kesehatan ikan selama penelitian dapat diamati dari hematologi ikan. Dalam penelitian ini, parameter hematologi yang diukur adalah jumlah leukosit, aktifitas fagositik, titer antibodi, jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan kadar hematokrit. Leukosit berperan dalam sistem pertahanan tubuh karena beberapa jenis leukosit seperti monosit dan neutrofil merupakan sel yang aktif melakukan aktifitas fagositik jika tubuh diinvasi oleh materi asing. Leukosit juga berperan dalam pembentukan antibodi. Jumlah leukosit ikan uji selama penelitian berkisar antara 2,81-24,74x106 sel/mm3. Jumlah leukosit sebelum diberi perlakuan adalah 2,81x106 sel/mm3. Jumlah ini meningkat setelah ikan diberi perlakuan vaksin dan uji tantang bakteri. Jumah leukosit yang meningkat pascavaksinasi dan pascauji tantang menunjukkan sistem pertahanan tubuh merespons adanya antigen yang masuk kedalam tubuh sebagai upaya pertahanan tubuh. Tubuh ikan membaca bahwa vaksin yang masuk dianggap sebagai antigen. Tubuh memberi respon dengan memproduksi leukosit. Selain itu tubuh juga memberi respon dengan membentuk antibodi, namun antibodi ini kurang efektif pada awal infeksi, dalam hal ini pada awal vaksinasi. Martins et al. (2008) menyatakan bahwa jumlah leukosit pada ikan yang terinfeksi patogen akan meningkat sebagai upaya pertahanan tubuh. Pada akhir pengamatan, jumlah leukosit masih cukup tinggi pada beberapa perlakuan. Hal tersebut menunjukkan tubuh masih memberikan perlawanan terhadap infeksi bakteri.

Jumlah leukosit juga terkait dengan aktifitas fagositosis dan titer antibodi pascavaksinasi dan uji tantang. Sebelum vaksinasi nilai aktifitas fagositik ikan uji adalah 14,5%. Setelah dilakukan vaksinasi, nilai aktifitas fagositik meningkat. Setelah uji tantang, nilai aktifitas fagositik lebih rendah dibandingkan pasca-vaksinasi. Akan tetapi nilai titer antibodi tertinggi terjadi pada saat pascauji tantang, yaitu pada pengenceran 1:512. Hal tersebut menunjukkan pada saat pascauji tantang, leukosit, dalam hal ini limfosit B yang berdiferensiasi menjadi sel-sel plasma lebih banyak memproduksi antibodi dibandingkan melakukan aktifitas fagositik. Pada akhir pengamatan yang terjadi justru sebaliknya, yaitu nilai aktifitas fagositik meningkat pada akhir pengamatan sedangkan nilai titernya cenderung menurun. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada akhir pengamatan sistem imun masih memberikan perlawanan terhadap infeksi bakteri. Hal ini juga didukung oleh jumlah leukosit pada akhir pengamatan yang masih cukup tinggi jumlahnya. Terbentuknya sistem imun menurut Tizard (1988) dalam Lusiastuti et al. (2010) yaitu antigen yang masuk kedalam tubuh akan difagosit oleh monosit (makrofag) dan neutrofil. Komponen antigen hasil proses fagositik diikat oleh limfosit T kemudian mengirimkan informasi ke limfosit B. Limfosit B akan membentuk antibodi spesifik berdasarkan antigen yang diterima. Antibodi berperan dalam melumpuhkan patogen dan mengurangi toksisitas racun sehingga mudah diserang oleh sel fagosit. Selain itu, antibodi juga mengaktifkan komplemen sehingga patogen menjadi lisis (Sugiani, 2004).

(25)

15

Jumlah eritrosit setelah perlakuan vaksin menunjukkan nilai yang menurun dibandingkan sebelum diberi vaksin. Hal ini diduga karena vaksin yang diberikan dianggap benda asing sehingga ikan menjadi stres yang mengakibatkan turunnya eritrosit dan tubuh lebih banyak memproduksi leukosit sebagai bentuk pertahanan tubuh. Setelah uji tantang, jumlah eritrosit cenderung meningkat akan tetapi menurun pada akhir pengamatan. Hal tersebut diduga karena infeksi bakteri masih ada sehingga tubuh memproduksi leukosit lebih banyak sebagai bentuk pertahanan tubuh. Walaupun jumlah eritrosit cenderung menurun, akan tetapi jumlahnya masih pada kisaran normal. Affandi dan Tang (2002) menyatakan, jumlah eritrosit ikan teleostei dalam keadaan normal berkisar antara 1,05-3x106 sel/mm3.

Kadar hemoglobin ikan uji sebelum diberi vaksin yaitu 6,2 G%. Kadar hemoglobin ikan uji kemudian menurun pascavaksinasi dan pascauji tantang. Pola menurunan kadar hemoglobin sama dengan pola menurunnya jumlah eritrosit pascavaksinasi dan pascauji tantang. Fujaya (2004) memenyatakan terdapat korelasi antara jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan kadar hematokrit. Semakin rendah jumlah eritrosit, semakin rendah pula kadar hemoglobin dan kadar hematokritnya.

Kadar hematokrit didefinisikan sebagai perbandingan antara padatan

sel darah merah dalam darah yang dinyatakan dalam persen (Affandi dan Tang, 2002). Nilai hematokrit awal ikan uji yaitu 19,82%.

Kadar hematokrit meningkat pasca vaksinasi. Nilai hematokritnya masih ada pada kisaran normal. Kadar hematokrit ikan normal berkisar antara 20-30% (Bond, 1982). Kadar hematokrit menurun setelah uji tantang sampai akhir pengamatan. Bahkan kadar hematokrit pada akhir pengamatan nilainya dibawah kisaran normal. Kadar hematokrit yang semakin menurun diduga karena infeksi bakteri. Blaxhall (1971) menyatakan kadar hematokrit yang rendah dapat menjadi petunjuk kurangnya protein dalam pakan, defisiensi vitamin, atau ikan terkena infeksi sehingga nafsu makannya menurun.Pada akhir pengamatan, kadar hematokrit tiap perlakuan ada yang meningkat dan ada juga yang menurun. Namun jumlahnya tidak berbeda nyata antara perlakuan satu dengan yang lainnya.

Selama penelitian, pemeliharaan kualitas air dilakukan untuk menjaga kualitas media hidup ikan uji. Penyifonan dan pergantian air dilakukan sebagai upaya menjaga kualitas air. Selain itu dilakukan juga pengukuran kualitas air untuk memastikan kelayakan media pemeliharaan. Parameter yang diukur meliputi suhu, pH, DO, dan TAN. Hasil uji kualitas air pada Tabel 11 menunjukkan parameter yang diukur masih pada kisaran normal sehingga layak digunakan sebagai media pemeliharaan. Selain itu, hal ini menunjukkan ikan yang terserang penyakit bukan berasal dari media pemeliharaan yang buruk melainkan dari infeksi bakteri yang sengaja dilakukan.

(26)

16

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Vaksin sel utuh formalin-killed cellS. agalactiaetipe non-hemolitik dengan kepadatan 109 CFU/ml yang diberikan dengan cara perendaman dapat meningkatkan sistem imun, akan tetapi nilai RPS yang kecil menunjukkan vaksin yang diberikan masih kurang efektif untuk mencegah infeksi bakteri S. agalactiae.

Saran

Perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji efikasi vaksin yang diberikan melalui pakan dalam mencegah penyakit infeksi yang disebabkan bakteri S. agalactiae.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi R., Tang U.M., 2002. Fisiologi Hewan Air. Pekanbaru: Unri Pres Alifuddin M., 1999. Peran imunostimulan (lipopolisakarida, Saccharomyces

cerevisiae dan levamisol) pada gambaran respon imunitas ikan jambal

siam (Pangasius hypophthalmus Fowler). [Tesis]. Program Studi Ilmu Perairan. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Anderson D.P., Siwicki, A.K., 1993. Basic hematology and serology for fish health programs. Disease in Asian Aquaculture II: 185-202.

Anonim, 2006. Streptococcus in tilapia. Avaiable at http://thefishsite.com/ streptococcus-in-tilapia.html [8 Agustus 2011].

Anonim, 2012. Definisi vaksin. Available at

http://infoimunisasi.com/vaksin/definisi-vaksin.html [9 November 2012]

Ariyanto E.W., 2011. Patogenisitas Streptococcus agalactiaepada ikan nila (Oreochromis niloticus). [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Blaxhall P.C., 1971. The haematological assessment of the health of fresh

water fish. A review of selected literature. Journal of Fish Biology 4: 593-608

Bond C.E., 1982. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia. 512p.

Boyd C.E., 1982. Water quality in pond for aquaculture. Auburn University: International Center for Aquaqulture Experiment Station.

Dwinanti S.H., 2012. Toksisitas dan imunogenitas produk ekstraseluler

Streptococcus agalactiae tipe non-hemolitik pada ikan nila Oreochromis niloticus. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut

(27)

17

Ellis A. E., 1988. Fish vaccination. London: Academic Press Ltd.

Evans J.J., Klesius P.H., Shoemaker C.A., 2004. Efficacy of Streptococus

agalactiae (group B) vaccine in tilapia (Oreochromis nilaticus) by

intraperitoneal and bath immersion administration. Vaccine 22: 3769-3773.

Evans J.J., Klesius P.H., Shoemaker C.A., 2006. Streptococcus in warm-water fish. Aquaculture Health International 7: 10-14.

Evans J.J., Klesius P.H., Shoemaker C.A., Fitzpatrick B.T., 2005.

Streptococcus agalactiaevaccination and infection stress in nile

tilapia, Oreochromis niloticus. Journal of Applied Aquaculture 16: 105-115

Evenson O., 2009. Development in fish vaccinology with focus ondelivery methodologies, adjuvants and formulations. The Use of Veterinary Drugs and Vaccines in Mediterranean Aquaculture: 177-186

Fujaya Y., 2004. Fisiologi Ikan. Jakarta: Rineka Cipta

Grisez L., Tan Z., 2005. Vaccine Development for Asian Aquaculture. Diseases in Asian Aquaculture V: 483-494.

Gomes S., Afonso A., Gartner F., 2006. Fish vaccination against infections by Streptococcal species and theparticular case of Lactococcosis. Revista Portuguesa de Ciencias Veterinarias 101 (557-558): 25-35

Hardi E.H., 2011. Kandidat vaksin potensial Streptococcus agalactiae untuk pencegahan penyakit streptococcosis pada ikan nila (Oreochromis

niloticus). [Disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian

Bogor.

KKP., 2012. Data statistik produksi perikanan Indonesia. Available at http://www.djpb.kkp.go.id/statistik.php [13 Februari 2013]

Lusiastuti A.M., Purwningsih U., Hadi W., 2010. Potensi imunogenik sel utuh (whole cell) Streptococcus agalactiae yang diinaktivasi dengan formalin untuk pencegahan penyakit Streptococcosis pada ikan nila (Oreochromis niloticus). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010: 891-900

Martins M.L., Mourino J.L.P., Amara G.V., Vieira F.N., Dotta G., Jatoba A.M.B., Pedrotti F.S., Jeronimo G.T., 2008. Haematological changes in nile tilapia experimentally infected with Enterococcus sp. Braz. Journal Biology 68 (3): 657-661.

Pasnik D.J., Evans J.J., Panangala V.S., Klesius P.H., Shelby R.A., Shoemaker C.A., 2005. Antigenicity of Streptococcus agalatiae extracellular products and vaccine efficacy. Journal of Fish Disease 28: 205-212

Roberson B.S., 1990. Bacterial agglutination. In: Stolen J.S., Fletcher T.C., Anderson D.P., Roberson B.S., van Muiswinkel W.B. (Eds.). Techniques in Fish Immunology. SOS Publication, USA. pp. 81-86. RUMA (Responsible Use of Medicines in Agriculture Alliance)., 2006.

Responsible use in vaccines and vaccination in fish production. NOAH (National Office of Animal Health). pp. 18-20

Sugiani D., 2004. Streptococcus spp.: karakteristik, virulensi, dan immunogenitas pada ikan tilapia (Oreochromis niloticus). [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

(28)

18

Suyanto R.S., 2003. Nila. Jakarta: Penebar Swadaya.

Yuasa K., Kamaishi T., Hatai K., Bahnnan M., Borisutpeth P., 2008. Two cases of streptococcal infections of cultured tilapia in Asia. Diseases in Asian Aquaculture VI: 259-268

(29)

19

LAMPIRAN

Lampiran 1. Contoh perhitungan analisis statistik nilai mortalitas ikan uji setelah akhir pemeliharaan

ANOVA Sintasan

Source df Sum of Square Mean Square F Sig.

Model 7 3750.000000 535.714286 4.12 0.0218

Error 10 1300.000000 130.000000

Corrected Total 17 5050.000000

Source df Type I SS Mean Square F Sig.

Vaksin 2 3233.333333 1616.666667 12.44 0.0019

Bakteri 1 138.888889 138.888889 1.07 0.3257

vaksin*bakteri 2 77.777778 38.888889 0.30 0.7479

ulangan 2 300.000000 150.000000 1.15 0.3541

Lampiran 2. Contoh perhitungan analisis statistik jumlah leukosit pada H30 pemeliharaan

ANOVA Jumlah leukosit

Source df Sum of Square Mean Square F Sig.

Model 6 523.1538000 87.1923000 1.94 0.2415

Error 5 224.3617667 44.8723533

Corected Total 11 747.5155667

Source df Type I SS Mean Square F Sig.

Vaksin 2 57.8000167 28.9000083 0.64 0.5638

Bakteri 1 306.6363000 306.6363000 6.83 0.0474

vaksin*bakteri 2 152.7249500 76.3624750 1.70 0.2731

ulangan 1 5.9925333 5.9925333 0.13 0.7297

Lampiran 3. Contoh perhitungan analisis statistik aktifitas fagositik pada H30 pemeliharaan

ANOVA Aktifitas fagositik

Source df Sum of Square Mean Square F Sig.

Model 6 1004.666667 167.444444 4.32 0.0650

Error 5 194.000000 38.800000

Corected Total 11 1198.666667

Source df Type I SS Mean Square F Sig.

Vaksin 2 215.1666667 107.5833333 2.77 0.1548

Bakteri 1 243.0000000 243.0000000 6.26 0.0543

vaksin*bakteri 2 543.5000000 271.7500000 7.00 0.0355

(30)

20

Uji lanjut

Source df Type I SS Mean Square F Sig.

vaksinbakteri 5 1001.666667 200.333333 5.16 0.0479

ulangan 1 3.000000 3.000000 0.08 0.7921

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N vaksinbakteri

A 67.000 2 b2 A 64.000 2 c1 A 62.500 2 c2 A 57.000 2 a2 A 56.500 2 a1 B 39.000 2 b1

Lampiran 4. Contoh perhitungan analisis statistik titer antibodi pada H30 pemeliharaan

ANOVA Titer antibodi

Source df Sum of Square Mean Square F Sig.

Model 6 5.16666667 0.86111111 1.15 0.4493

Error 5 3.75000000 0.75000000

Corected Total 11 8.91666667

Source df Type I SS Mean Square F Sig.

vaksin 2 2.16666667 1.08333333 1.44 0.3198

bakteri 1 0.08333333 0.08333333 0.11 0.7524

vaksin*bakteri 2 2.16666667 1.08333333 1.44 0.3198

ulangan 1 0.75000000 0.75000000 1.00 0.3632

Lampiran 5. Contoh perhitungan analisis statistik jumlah eritrosit pada H30 pemeliharaan

ANOVA Jumlah eritrosit

Source df Sum of Square Mean Square F Sig.

Model 6 0.97135000 0.16189167 0.85 0.5833

Error 5 0.95414167 0.19082833

Corected Total 11 1.92549167

Source df Type I SS Mean Square F Sig.

vaksin 2 0.04086667 0.02043333 0.11 0.9005

bakteri 1 0.30400833 0.30400833 1.59 0.2626

vaksin*bakteri 2 0.32246667 0.16123333 0.84 0.4829

(31)

21

Lampiran 6. Contoh perhitungan analisis statistik kadar hemoglobin pada H30 pemeliharaan

ANOVA Kadar hemoglobin

Source df Sum of Square Mean Square F Sig.

Model 6 12.61333333 2.10222222 3.43 0.0988

Error 5 3.06666667 0.61333333

Corected Total 11 15.68000000

Source df Type I SS Mean Square F Sig.

vaksin 2 5.04000000 2.52000000 4.11 0.0880

bakteri 1 0.33333333 0.33333333 0.54 0.4941

vaksin*bakteri 2 2.42666667 1.21333333 1.98 0.2329

ulangan 1 4.81333333 4.81333333 7.85 0.0379

Lampiran 7. Contoh perhitungan analisis statistik kadar hematokrit pada H30 pemeliharaan

ANOVA Kadar hematokrit

Source df Sum of Square Mean Square F Sig.

Model 6 35.7469667 5.9578278 0.15 0.9805

Error 5 198.1234000 39.6246800

Corected Total 11 233.8703667

Source df Type I SS Mean Square F Sig.

vaksin 2 10.32481667 5.16240833 0.13 0.8807

bakteri 1 5.33333333 5.33333333 0.13 0.7287

vaksin*bakteri 2 8.08881667 4.04440833 0.10 0.9048

(32)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Februari 1990 dari pasangan Bapak Soepardi Mario dan Ibu Poniyati (Almh.). Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal di TK Islam Al-Muttaqin (1995), SDN 04 Pagi Bintaro (2001), SMPN 178 Jakarta (2004), dan SMAN 47 Jakarta (2007). Penulis masuk IPB melalu jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) Institut Pertanian Bogor dan memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur pada divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (2009/2010) serta divisi Marketing (2010/2011). Penulis juga pernah menjadi asisten pada beberapa mata kuliah yaitu Dasar-dasar Akuakultur (2009/2010), Fisiologi Hewan Air (2010/2011 dan 2011/2012), Fisiologi Reproduksi Ikan (2010/2011), Manajemen Kesehatan Akuakultur (2010/2011 dan 2011/2012), dan Penyakit Organisme Akuatik (2011/2012). Penulis juga pernah mengikuti praktek kerja lapang di BBPBAT Sukabumi dan PT. Central Pertiwi Bahari, Rembang.

Penulis menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Efikasi vaksin sel utuh

Gambar

Gambar  2.  Gejala  klinis  ikan  yang  terinfeksi  bakteri  S.  agalactiae:  A.  ikan  normal,  B

Referensi

Dokumen terkait

Semua ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai karakteritik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar IPS siswa kelas III antara yang mendapat model pembelajaran Mind Mapping dan

Sedangkan secara parsial Rasio Lancar, Rasio Hutang atas Modal, Return on Equity, Ukuran perusahaan tidak signifikan berpengaruh terhadap kinerja keuangan (laba bersih) pada

Pajak Penghasilan (PPh) memiliki potensi besar bagi pemerintah dalam sektor perpajakan, pajak penghasilan meliputi pajak penghasilan umum, PPh 21, PPh 22, PPh 23, PPh 24, PPh 25,

Pengkaji cuba membandingkan keberkesanan pembelajaran geografi berbantukan komputer dengan pengajaran bercorak tradisional (kaedah pengajaran tanpa penggunaan komputer)

Cerita Asal Mula Nama Nagari Guguak S arai versi dua memiliki fungsi sosial sebagai tradisi karena, cerita ini memberitahukan kepada kita bahwa banyak yang bisa

Input pada rangkaian alat pengaman kendaraan menggunakan sistem kombinasi angka menggunakan modul TX sebagai pemancarkan sinyal atau gelombang elektromagnit dengan