• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sektor andalan dalam peningkatan devisa negara. Hal tersebut tidak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. salah satu sektor andalan dalam peningkatan devisa negara. Hal tersebut tidak"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah pembangunan nasional, karena sektor pariwisata diayakini dapat dijadikan sebagai salah satu sektor andalan dalam peningkatan devisa negara. Hal tersebut tidak terlepas dari perkembangan kebutuhan pariwisata, tidak hanya di Indonesia, namun di seluruh dunia. Pertumbuhan kebutuhan manusia akan pariwisata menyebabkan sektor ini dinilai mempunyai prospek yang besar di masa yang akan datang. Sektor pariwisata mampu menghidupkan ekonomi masyarakat di sekitarnya, mendorong pembangunan daerah, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, dan pariwisata juga diposisikan sebagai sarana penting dalam rangka memperkenalkan budaya dan keindahan alam daerah terkait. Berbekal tekad tersebut, pemerintah mulai memberikan perhatian serius untuk sektor pariwisata dan terus menggalakkan kepariwisataan di berbagai daerah sesuai dengan karakter masing-masing.

Usaha-usaha yang dilakukan pemerintah dalam pembangunan dan pengembangan di sektor pariwisata salah satunya adalah dengan menetapkan peraturan pemerintah melalui Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa kepariwisataan harus diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, kekeluargaan,

(2)

2 adil dan makmur, keseimbangan, kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan alam dan budaya, serta kebutuhan manusia untuk berwisata. Disamping itu, kepariwisataan juga harus memberdayakan masyarakat setempat dimana masyarakat berhak berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan dan berkewajiban menjaga dan melestarikan daya tarik wisata, serta membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih, berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata.

Salah satu fenomena pembangunan pariwisata yang sedang terjadi di Indonesia adalah pengembangan desa wisata berbasis pemberdayaan masyarakat atau dikenal dengan istilah Community Based Tourism (CBT), yaitu konsep pengembangan suatu destinasi wisata yang mengedepankan peran dan partisipasi masyarakat setempat sebagai subjek pembangunan. Dengan kata lain, masyarakat dalam hal ini ditempatkan sebagai pelaku utama dalam berbagai kegiatan kepariwisataan, baik dari perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan program-program pariwisata, sehingga pemanfaatan kepariwisataan diperuntukan sebesar-besarnya bagi masyarakat lokal. Melalui konsep tersebut, pengembangan desa wisata menjadi salah satu cara alternatif dalam usaha membangun pariwisata di daerah pedesaan. Hal ini terkait dengan besarnya keinginan pemerintah daerah untuk menjadikan desa wisata sebagai leading sector dalam menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera, maju, dan mandiri.

(3)

3 Pemerintah pun telah memfasilitasi upaya pengembangan desa wisata melalui program-program tahunan yang terdiri dari sosialisasi sadar wisata, promosi desa wisata, pelatihan kepariwisataan, dan penyaluran dana stimulan. Salah satu program yang dirancang oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan melalui pembangunan kepariwisataan di desa wisata, desa di sekitar daya tarik wisata, dan desa disekitar usaha pariwisata.

Gencarnya pengembangan desa wisata tidak hanya menjadi euphoria pemerintah pusat dan pemerintah daerah saja, namun masyarakat di desa pun telah berlomba-lomba melakukan kegiatan tersebut dengan menggali dan memanfaatkan potensi alam, tradisi, maupun budaya yang mereka miliki untuk selanjutnya dijadikan desa wisata. Dalam perkembangannya, sebagian besar desa wisata di Indonesia tumbuh dan berkembang atas dasar swadaya dan prakarsa masyarakat desa itu sendiri.

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu daerah yang serius dalam mengembangkan desa wisata. Sebagaimana diketahui, persebaran desa wisata di DIY pada tahun 2016 berjumlah 122 yang tercatat di Dinas Pariwisata DIY dan 45 di antaranya mendapatkan bantuan dari pemerintah lewat program PNPM pariwisata. Dari 122 desa wisata yang tersebar di DIY, 18 di antaranya terdapat di Kabupaten Gunungkidul. Berikut data persebaran desa wisata di Kabupaten Gunungkidul:

(4)

4 Tabel. 1.1

Daftar Desa Wisata di Gunungkidul Tahun 2016

No. Nama Desa Wisata Potensi yang Dimiliki

1 Bedoyo Bentang karst

2 Bejiharjo Goa Pindul

3 Bleberan Air terjun Sri Gethuk

4 Bobung Kerajinan kayu

5 Gombang Goa Serapan

6 Jelok Kali Oya

7 Kalisuci Goa Suci

8 Kemadang Pantai

9 Kemuning Kali Oya

10 Kenteng Goa Song Gilap

11 Mojo Goa Jlamprong

12 Mulo Lembah karst

13 Ngawis Susur goa

14 Ngestiharjo Panjat tebing

15 Nglanggeran Gunung Api Purba

16 Turunan Wanawisata

17 Umbulrejo Goa Cokro

18 Wonosadi Keanekaragaman hayati

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Gunungkidul Tahun 2016

Tabel diatas menunjukkan bahwa di antara 18 desa wisata yang tersebar di Kabupaten Gunungkidul, destinasi wisata Goa Pindul merupakan salah satu

(5)

5 potensi wisata fenomenal yang dimiliki oleh Desa Bejiharjo. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya penghargaan yang diterima oleh desa wisata Bejiharjo. Beberapa penghargaan yang berhasil diraih di antaranya adalah sebagai pemenang utama anugerah Desa Wisata Terbaik Nasional pada tahun 2012 oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, juara satu lomba desa wisata DIY yang digelar oleh dinas pariwisata propinsi DIY pada tahun 2012, dan peringkat satu penghargaan desa wisata oleh PNPM. Disisi lain, desa wisata Bejiharjo juga sebagai pemenang anugrah penghargaan LOS Awards sebagai desa wisata terbaik dalam pengelolaan desa wisata yang beretika dan berkelanjutan pada tahun 2014 yang diberikan oleh Lembaga Ombudsman Swasta. Bahkan, desa wisata Bejiharjo sebagai penerima dana PNPM Mandiri Pariwisata telah masuk dalam model gugusan Desa Wisata-Desa Terkait, yaitu model pengembangan pariwisata yang menempatkan desa Bejiharjo sebagai pusat pengembangan dan penerima manfaat PNPM Mandiri Pariwisata, sedangkan desa-desa atau masyarakat di sekitarnya menjadi pendukung sekaligus penerima manfaat PNPM Mandiri Pariwisata.29 Melalui pengembangan wisata alam Goa Pindul sebagai maskot dan daya tarik wisata unggulan, Desa Bejiharjo dinilai berhasil menanggulangi masalah kemiskinan, meningkatkan jumlah lapangan pekerjan, dan menggerakan ekonomi masyarakat desa secara keseluruhan.

Goa Pindul yang diresmikan pada tahun 2010 sebagai destinasi wisata primadona telah berhasil dikembangkan dan dikelola oleh masyarakat. Hal

29 Subando, Agus et all. 2013. Fenomena Pengelolaan Publicness melalui Organisasi Non Publik,

Studi Kasus Pengelolaan Destinasi Wisata Pindul di Tengah Kontestasi Nilai antara Bisnis Versus Sosial dan Sosial Versus Otoritas Ketika Peran Pemerintah Minimal. Yogyakarta: Gava Media. h 3.

(6)

6 tersebut dibuktikan dengan adanya peningkatan jumlah kunjungan wisatawan terutama di bulan-bulan high season, yaitu periode dimana permintaan untuk berpergian ke suatu tempat tinggi, yang juga mengakibatkan ramainya arus wisatawan, biasanya terjadi pada bulan Agustus, Oktober, dan Januari. Peningkatan jumlah wisatawan tersebut merupakan dampak dari perkembangan pariwisata di desa wisata Bejiharjo yang dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 1.2

Jumlah Wisatawan Goa Pindul Tahun 2010-2016

No Tahun Anggaran Jumlah Wisatawan

1 2010 98 2 2011 5.421 3 2012 60.203 4 2013 72.021 5 2014 76.612 6 2015 69.516 7 2016 (Agustus) 65.553

Sumber: Kelompok Sadar Wisata Desa Bejiharjo (Dewa Bejo)

Tabel tersebut menunjukkan bahwa dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 jumlah wisatawan Goa Pindul cenderung mengalami peningkatan. Dimuali dari tahun 2010, wisatawan yang berkunjung ke Goa Pindul hanya berjumlah 98 wisatawan. Kemudian, pada tahun 2011 mengalami kenaikan wisatawan secara drastis sejumlah 5.421 wisatawan. Pada tahun 2012 terjadi lonjakan wisatawan

(7)

7 hingga mencapai jumlah 60.203 wisatawan. Lonjakan wisatawan ini hampir sepuluh kali lipat dari tahun 2011. Pada tahun 2013 kembali terjadi peningkatan pengunjung sejumlah 72.021 wisatawan. Begitu pula pada tahun 2014 yang mengalami kenaikan pengunjung sejumlah 76.512 wisatawan. Namun, pada tahun 2015 dan tahun 2016 terjadi penurunan jumlah wisatawan yaitu menjadi 69.516 dan 65.553 wisatawan.

Berkembangnya Goa Pindul sebagai destinasi wisata memberikan dampak yang begitu signifikan bagi masyarakat, terutama bagi Desa Bejiharjo, Kabupaten Gunungkidul. Perubahan yang menonjol terlihat pada kondisi sosial, ekonomi, dan budaya. Dahulu kondisi Goa Pindul begitu sepi, sunyi, dan tidak ditemui kegiatan, namun setelah dibuka dan dikembangkan menjadi destinasi wisata, Goa Pindul semakin ramai karena setiap hari banyak pengunjung. Hal ini tentu saja mendatangkan banyak pundi-pundi rupiah dari para wisatawan. Perubahan ekonomi terlihat dari peningkatan perekonomian anggota pemandu wisata. Awalnya rumah mereka tidak tertata, sekarang sudah mulai membangun, awalanya tidak punya kendaraan, sekarang sudah memiliki kendaraan, hal ini menunjukan adanya perputaran uang di dalam kelompok. Apabila dilihat dari perubahan budaya masyarakat, ditunjukkan dengan berpindahnya komunitas para pemuda pengangguran, buruh tani, buruh pasar, buruh proyek bangunan menjadi pemandu wisata atau pegawai kantor kesekretariatan pengelola Goa Pindul.

Dampak lain yang dirasakan atas berkembangnya destinasi wisata Goa Pindul adalah terbukanya lapangan pekerjaan baru di sektor pariwisata yang

(8)

8 memiliki prospek baik yang berimbas kepada perekonoian masyarakat Desa Bejiharjo. Masyarakat yang tadinya bermata pencaharian utama sebagai petani kini sebagian besar sudah beralih profesi menjadi pemandu wisata, jasa ojek, juru parkir, penjual souvenir, penyedia warung makan, dan penyedia penginapan. Selain itu, masyarakat Desa Bejiharjo juga diberdayakan melalui pembentukan kelompok seni budaya, seperti karawitan, rebana, wayang, sada, dan pentas wayang beber.

Keberadaan destinasi wisata Goa Pindul pun telah merubah perilaku remaja lulus sekolah yang biasanya merantau keluar desa baik ke Kecamatan Karangmojo, kota Wonosari, maupu kota Yogyakarta, sekarang lebih memilih terlibat dalam kegiatan pariwisata yang ada. Salah satunya yaitu berasal dari kelompok pengelola destinasi wista Goa Pindul, yaitu Pokdarwis Dewa Bejo yang telah ikut adil dalam mengentaskan pengangguran dan menyerap tenaga kerja dengan jumlah yang cukup signifikan. Data resmi yang diperoleh dari Pokdarwis Dewa Bejo, menunjukan penyerapan jumlah tenaga kerja sebagai pengelola destinasi wisata Goa Pindul lebih dari seratus orang dan semua pekerjanya melibatkan berbagai dusun yang ada di Desa Bejiharjo.

Pertumbuhan kunjungan wisatawan ke Goa Pindul yang terus mengalami peningkatan disertai dengan berkembangya destinasi wisata Goa Pindul yang menjadi komoditas produktif untuk memberikan keuntungan ekonomi tentunya menjadi daya tarik atau insentif yang sangat besar bagi para pelaku wisata. Namun, keberhasilan Goa Pindul sebagai destinasi wisata primadona ternyata tidak lepas dari berbagai macam problema. Salah satu problema serius yang

(9)

9 tengah dihadapi adalah konflik yang terjadi antar pengelola Goa Pindul. Berikut bagan peta konflik yang terjadi dalam tubuh pengelola Goa Pindul:

Bagan 1.1

Peta Konflik Pengelolaan Destinasi Wisata Goa Pindul

Sumber: Diolah secara mandiri oleh peneliti.

Pada awalnya destinasi wisata Goa Pindul hanya dikelola oleh satu kelompok sadar wisata, yaitu Dewa Bejo yang terletak di Dusun Gelaran I.

Goa Pindul Pokdarwis Dewa Bejo Pokdarwis Panca Wisata Pokdarwis Wira Wisata Pokdarwis Gelaran Indah Pokdarwis Mriwis Putih Pokdarwis Tunas Wisata Pokdarwis Trip Goa Pindul Pokdarwis Soka Liman Pokdarwis Sumber Banyumot o Pokdarwis Karya Wisata Pokdarwis Panji Wisata

(10)

10 Namun, dengan adanya peningkatan jumlah pengunjung destinasi wisata Goa Pindul mengakibatkan kelompok pengelola Dewa Bejo kewalahan dalam mengelola wisata ini. Melihat keadaan yang demikian, terbentuklah kelompok pengelola destinasi wisata Goa Pindul yang kedua bernama Wira Wisata yang terletak di Dusun Gelaran II. Dalam perkembangannya, dua Pokdarwis tersebut masih saja mengalami kewalahan dalam mengelola destinasi wisata Goa Pindul, sehingga terbentuklah kelompok pengelola ketiga bernama Pancawisata yang terletak di Dusun Gelaran II dan disusul dengan pengelola keempat bernama Tunas Wisata yang terletak di Dusun Gunungbang. Sampai dengan tahun 2016 sudah terdapat 11 Pokdarwis yang mengelola destinasi wisata Goa Pindul, yaitu Dewa Bejo, Wira Wisata, Pancawisata, Tunas Wisata, Karya Wisata, Dewitaliman, Mriwis Putih, Gelaran Indah, Sumber Banyu Moto, Ngancar Wisata, dan Kedung Gupit Adventure. Seiring berjalannya waktu, lahirnya kelompok-kelompok sadar wisata tersebut mulai memunculkan konflik dalam masyarakat.

Konflik mulai muncul ke permukaan ketika Pokdarwis Dewa Bejo, Wira Wisata, Pancawisata, dan Tunas Wisata sebagai perintis Goa Pindul memiliki hak akses langsung terhadap Goa Pindul, sedangkan Pokdarwis lainnya yang ingin menjadikan Goa Pindul sebagai destinasi wisata harus melalui salah satu dari keempat Pokdarwis tersebut. Permasalahan timbul ketika salah satu Pokdarwis diluar keempat Pokdarwis inti tersebut menganggap bahwa seharusnya mereka dapat mengakses Goa Pindul secara langsung tanpa tanpa melalui Pokdarwis yang telah ditentukan tersebut dengan asumsi bahwa mereka adalah masyarakat Desa

(11)

11 Bejiharjo, sehingga seharusnya mempunyai hak yang sama dalam mengakses destinasi wisata tersebut.

Permasalahan semakin bertambah dengan adanya persaingan tidak sehat antar pengelola yang ditandai dengan perang tarif dan penggunaan jasa joki. Sejumlah pengelola yang semula sepakat tidak menggunakan jasa joki justru berbalik menggunakan jasa joki dengan alasan sebagai strategi pemasaran Pokdarwisnya. Hal ini membuat kondisi Goa Pindul menjadi tidak kondusif, terutama citra buruk dimata wisatawan yang berkunjung ke Goa Pindul. Keberadaan joki-joki tersebut berdampak pada keresahan bagi wisatawan ke Goa Pindul dan menyebabkan semakin mempolarisasi keharmonisan antar Pokdarwis. Pasalnya, bagi wisatawan yang tidak mengetahui aturan main di Goa Pindul, antara kelompok satu dengan kelompok lainnya terjadi perbedaan tarif tiket masuk ke tempat wisata, sehingga yang terjadi pengunjung akan diantarkan oleh joki ke tempat kelompok Pokdarwis dengan tarif mahal.

Bertolak dari latar belakang diatas, maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai konflik yang terjadi di Goa Pindul serta perlu dilakukan analisa mengenai manajemen konflik yang diupayakan oleh masing-masing aktor yang berkonflik dan intervensi pihak ketiga dalam pengelolaan konflik destinasi wisata Goa Pindul. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti dan megkaji kasus ini dengan judul “Manajemen Konflik Pengelolaan Destinasi Wisata Goa Pindul, Desa Wisata Bejiharjo, Kabupaten Gunungkidul”.

(12)

12 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka masalah penelitian yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konflik yang terjadi dalam pengelolaan destinasi wisata Goa Pindul?

2. Bagaimana manajemen konflik pengelolaan destinasi wisata Goa Pindul?

1.3 Batasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah, terfokus, dan tidak meluas, peneliti membatasi ruang lingkup penelitian pada konflik internal yang terjadi antar pengelola destinasi wisata Goa Pindul, dalam hal ini yaitu para kelompok sadar wisata (Pokdarwis) di Desa Bejiharjo yang terjadi dari tahun 2012 hingga tahun 2016 yang dianggap berakhir dan telah mencapai kesepakatan dari masing-masing pihak yang terlibat konflik. Konflik ini tidak termasuk dalam konflik sengketa lahan yang terjadi antara pihak Ibu Damayanti dengan Pokdarwis Dewa Bejo.

1.4 Tujuan Penelitian

Dalam upaya menjawab permasalahan penelitian dan dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian, maka penelitian ini bertujuan:

1. Mendeskripsikan tentang konflik yang terjadi dalam pengelolaan destinasi wisata Goa Pindul, Desa Wisata Bejiharjo, Kabupaten Gunungkidul.

2. Mendeskripsikan tentang manajemen konflik pengelolaan destinasi wisata Goa Pindul, Desa Wisata Bejiharjo, Kabupaten Gunungkidul.

(13)

13 1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangsih terhadap khasanah ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang manajemen konflik pengelolaan destinasi wisata.

2. Manfaat Praktis

Memberikan kontribusi positif sebagai rujukan, input atau masukan mengenai manajemen konflik kepada berbagai instansi atau komunitas sebagai bahan pertimbangan atau acuan dalam menyusun rancangan dan kebijakan guna menemukan solusi yang bisa diterima semua pihak atas konflik yang sedang dihadapi saat ini maupun di masa mendatang.

Gambar

Tabel diatas menunjukkan bahwa di antara 18 desa wisata yang tersebar di  Kabupaten  Gunungkidul,  destinasi  wisata  Goa  Pindul  merupakan  salah  satu

Referensi

Dokumen terkait

Adapun saran terhadap Rumah Sakit Cahya Kawaluyan dalam hal pengelohan sampah organik menjadi kompos dalam waktu yang cepat dan efisien dapat menggunakan

Karena itu persentase H2O tubuh yang tinggi berkaitan dengan tubuh langsing dan persentase H2O yang rendah berkaitan dengan obesitas karena komposisi sebagian

Dari hasil perhitungan analisa rugi daya, dapat diketahui kerugian daya pada titik sambung pierching connector dengan selisih nilai rugi daya 134,3 W dan jika

Agar penelitian ini lebih terarah, terfokus dan tidak meluas dari identifikasi masalah yang ditentukan, peneliti membatasi penelitian ini pada bagaimana metode expressive

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis kesalahan yang dilakukan siswa kelas VII C SMP N 3 Kebasen dalam menyelesaikan soal operasi hitung bilangan

Evaluasi penerapan protokol routing OSPF pada jaringan VoIP berbasis MPLS VPN dilakukan dengan mengukur Quality of Service yang terdiri dari throughput, delay, packet

Agar penelitian ini lebih terarah dan terfokus serta tidak meluas kemana-mana, peneliti akan membatasi penelitian pada objek yang akan diteliti yaitu di Bank Syariah

Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari tujuannya, maka ruang lingkup penelitian ini membatasi permasalahan mengenai pemberian MPASI lokal