• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI REFERENSI RATE OF RETURN TERHADAP REPUTASI PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH. Oleh : Erike Anggraini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI REFERENSI RATE OF RETURN TERHADAP REPUTASI PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH. Oleh : Erike Anggraini"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI REFERENSI RATE OF RETURN TERHADAP REPUTASI PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH

Oleh : Erike Anggraini

A. Pendahuluan

Abstract

Rate of return-reference becomes investment guidelines for Islamic banking financing. This reference drives the implementation of profit-loss sharing in real sector as typical of Islamic principle. It should refers to general investment guidelines also added by mashlahah variable, so that it will not only rely the benefit for some groups but also bring social welfare for wider community. Therefore, it can manage sharia-bank’s reputation as financial institution which is more than just a bank.

Keyword : Rate of Return, Pembiayaan, Perbankan Syari’ah

Pandangan bahwa perbankan syariah sebagai bank pembawa mashlahah menggiring ekspektasi masyarakat umum bahwa bank syariah harus lebih murah, lebih mudah, dan lebih merakyat. Harapan tersebut berhadapan dengan kondisi bisnis perbankan syariah kemudian memunculkan paradigma di masyarakat bahwa tidak ada perbedaan hakiki antara perbankan syariah dan perbankan konvensional.

Gap antara harapan dan kondisi yang dirasakan masyarakat itu muncul melalui keluhan bahwa seringnya institusi keuangan syariah melakukan penyetaraan dengan suku bunga sistem konvensional, implementasi sistem bagi hasil yang masih dirasa belum memenuhi prinsip keadilan karena cenderung menyamakan pola bagi hasil pembiayaan produktif para debitur meski memiliki pola karakteristik usaha yang berbeda, dan penerapan prosedur pelayanan sistem bagi hasil yang tidak berbeda dengan bank konvensional. Stigma-stigma negatif tersebut bukan tidak mungkin menimbulkan masalah reputasi bagi dunia perbankan syariah. Padahal reputasi merupakan salah satu diantara resiko yang harus dikelola oleh bank syariah mengingat sektor perbankan bertumpu penuh pada kepercayaan masyarakat.

Reputasi negatif atas penerapan pola sistem bagi hasil tersebut berlatar belakang dari ketiadaannya standar atau referensi nilai imbal bagi hasil atas keuangan syariah. Selain itu sebagai pelaku bisnis perbankan syariah juga dihadapkan pada profit yang ditargetkan, adaptasi terhadap kondisi mikro dan makro nasional maupun internasional, serta manajemen atas resiko-resiko keuangan.

Berlatar belakang kondisi tersebut, tulisan ini akan mengkaji implemetasi referensi rate of return terhadap reputasi pembiayaan perbankan syariah.

B. Pembahasan

1. Resiko Reputasi Perbankan Syariah

Resiko reputasi oleh Direktorat Perbankan Syariah didefinisikan sebagai resiko yang disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank.1

a. Dominasi akad murabahah

Dalam hal ini pihak bank harus terus memantau dan mengidentifikasi resiko reputasi yang melekat pada aktifitas fungsional yang dijalankan seperti pembiayaan, investasi, operasional dan jasa, teknologi informasi, dan sumber daya manusia.

Perbankan syariah disadari atau tidak sedang menghadapi beberapa resiko terkait reputasinya sebagai salah satu lembaga keuangan syariah. Resiko reputasi tersebut terkait dengan praktek pembiayaan, diantaranya:

Pembiayaan syariah hingga kini cenderung bertumpu pada model pembiayaan-pembiayaan berbasis non bagi hasil yang dimasukkan dalam akad murabahah seperti ditunjukkan oleh tabel-tabel berikut:

Penulis adalah Dosen Tetap pada Fakultas Syari’ah IAIN Raden Intan Lampung

1

(2)

Tabel 1. Komposisi Pembiayaan Bank Umum Syariah & Unit Usaha Syariah Akad 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (Agts) Mudharabah 5.578 6.205 6.597 8.631 10.229 12.023 13.299 Mus yarakah 4.406 7.411 10.412 14.624 18.960 27.667 35.883 Murabahah 16.553 22.486 26.321 37.508 56.365 88.004 105.061 Salam - - - - - - -Is tis hna 351 369 423 347 326 376 539 Ijarah 516 765 1.305 2.341 3.839 7.345 9.856 Qardh 540 959 1.829 4.731 12.937 12.090 9.900

Lainnya - - - - - - - Dalam miliar rupiah (data diolah dari Statistik Perbankan Syariah Agustus

Tabel 2. Komposisi Pembiayaan BPRS

Akad 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (Agts) Mudharabah 41.714 42.952 52.781 65.471 75.807 99.361 113.784 Musyarakah 90.483 113.379 144969 217.954 246.796 321.131 412.185 Murabahah 716.240 1.011.743 1269900 1.621.526 2.154.494 2.854.646 3.374.622 Salam 0 38 105 45 20 197 36 Istishna 13.467 24.683 32766 27.598 23.673 20.751 19.005 Ijarah 3.661 5.518 7803 13.499 13.815 13.522 8.464 Qardh 19.038 40.308 50018 63.000 72.095 81.666 88.334 Multijasa 6.106 17.988 28578 51.344 89.230 162.245 224.194

Dalam juta rupiah (data diolah dari Statistik Perbankan Syariah Agustus 20 Dari tabel-tabel di atas menunjukkan bahwa seluruh perbankan syariah, baik Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, maupun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah didominasi oleh komposisi pembiayaan murabahah yang notabene merupakan pembiayaan berbasis margin sehingga kurang sesuai dengan spirit profit-loss sharing. Dominasi pembiayaan yang berbasis margin (non bagi hasil) diidentikkan oleh masyarakat awam layaknya kredit pada perbankan konvensional, mengingat prosedur pelaksanaan pembiayaan tersebut kurang dirasa memiliki ciri khas syariah. Kondisi ini mengakibatkan munculnya reputasi bank syariah yang dominan pada akad murabahah dan kurang merespon pembiayaan - pembiayaan yang bersinggungan dengan produksi sektor riil.

b. Penyetaraan dengan suku bunga sistem konvensional

Pada praktek pembiayaan bank syariah masih cenderung melakukan penyetaraan dengan suku bunga konvensional, sehingga masyarakat merasakan ketiadaan perbedaan hakiki antara bank syariah dan bank konvensional, baik dari sisi konsep maupun prosedur pembiayaan.

c. Penyetaraan pola nisbah pada pembiayaan produktif

Pembiayaan produtif masih menggunakan pola nisbah bagi hasil yang cenderung sama. Padahal usaha produktif dalam sektor yang sama memungkinkan untuk menggunakan pola nisbah yang berbeda, contohnya pembiayaan modal usaha jual beli produk pakaian dan jual kendaraan bekas dimana keduanya berada pada sektor perdagangan namun keduanya belum tentu memiliki pola pendapatan dan perkembangan usaha yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa usaha meskipun pada sektor yang memungkinkan untuk mendapat pola nisbah yang berbeda.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa bank syariah harus siap menghadapi resiko reputasi terkait aktifitas penyaluran dana melalui lini pembiayaannya.

2. Penentuan Nisbah Bagi Hasil

Secara teoritis nisbah bagi hasil pada tiap-tiap akad akan berbeda-beda tergantung pada kesepakatan pihak-pihak yang bertransaksi. Adapun penentuan besar margin dan atau nisbah bagi hasil dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, diantaranya:

a. Komposisi Pendanaan, bila pendanaan diperoleh dari giro dan tabungan yang keduanya tidak setinggi sumber pendanaan dari deposan, maka penentuan bagi hasil bisa lebih kompetitif dibandingkan bila porsi dana didominasi deposan

b. Tingkat Persaingan, bila kompetisi ketat maka porsi keuntungan bank atas bagi hasil akan tipis begitu pula sebaliknya.

(3)

c. Resiko Pembiayaan, pada pembiayaan beresiko tinggi memungkinkan bank untuk menerapkan pola bagi hasil yang dapat memberikan keuntungan lebih bagi bank

d. Tingkat expected return, penentuan spread yang ditetapkan atau keuntungan yang targetkan berpengaruh pada kebijakan penentuan besar margin dan nisbah bagi hasil pembiayaan.

e. Kondisi perekonomian, baik dan buruknya kondisi perekonomian nasional maupun internasional membawa dampak pada kebijakan yang ketat atau longgar dalam penentuan nisbah bagi hasil

Adapun pembiayaan perbankan syariah akan dibedakan berdasarkan dua jenis akad yakni2

a. Pembiayaan berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC), yakni akad pembiayaan tanpa kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing)

contohnya akad mudharabah dan musyarakah dengan menerapkan tingkat nisbah bagi hasil. Pendapatan atau keuntungan bisnis tersebut dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati diawal akad.

:

b. Pembiayaan berbasis Natuaral Certainty Contracts (NCC) yakni akad bisnis yang memberikan kepastian pedapatan (return) baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing) seperti murabahah (jual beli) dan ijarah (sewa) dengan menerapkan tingkat margin/tingkat hasil sewa.

Langkah-langkah dalam penentuan nisbah bagi hasil pembiayaan berbasis natural uncertainty contract ditentukan sebagai berikut:

a. Penentuan expected return, merupakan tahap penentuan tingkat keuntungan yang diharapkan pihak bank. Tingkat keuntungan ini disesuaikan dengan kondisi pasar yang meliputi:

- Beban dana operasional merupakan biaya yang dikeluarkan langsung oleh bank untuk memperoleh dana dari shohibbul maal. Besar beban ini tergantung dari imbal bagi hasil yang diberikan bank kepada shohibul maal, dimana semakin tinggi imbal bagi hasil yang diberikan maka makin tinggi pula beban dana operasional dan demikian sebaliknya.

- Beban dana efektif, merupakan dana yang dikeluarkan setelah diperhitungkan dengan cadangan likuiditas wajib minimum (reserve requirement) yang harus dimiliki bank. Dimana makin besar jumlah cadangan wajib minimum yang dimiliki maka semakin meningkat beban dana bank karena makin kecil jumlah dana yang dapat disalurkan kepada mudharib.

- Beban overhead, seluruh beban yang tidak termasuk dalam dua beban sebelumnya dimasukkan dalam kategori beban overhead. Adapun tinggi rendahnya beban ini sangat tergantung dari efisiensi yang diterapkan tiap-tiap bank.

- Margin keuntungan, penetapan margin memperhatikan kondisi persaingan, nasabah, dan jenis proyek yang dibiayai.

- Cadangan resiko pembiayaan bermasalah, merupakan komponen yang dipersiapkan bank dalm menghadapi kemungkinan resiko dalam penyaluran pembiayaan gagal bayar baik disengaja maupun tidak disengaja.

b. Perkiraan kemampuan keuntungan usaha yang dibiayai, pada tahap ini akan diperoleh data historis tingkat rata-rata usaha yang akan dibiayai dengan mempertimbangkan 1) perkiraan aktifitas transaksi penjualan usaha yang meliputi volume penjualan per periode, frekuensi penjualan per periode, fluktuasi harga penjualan, rentang harga penjualan yang dinegosiasikan, marjin keuntungan per transaksi; 2) rentang waktu cash to cash cycle yang meliputi rentang waktu proses barang, rentang waktu proses persediaan; 3) perkiraan biaya langsung meliputi biaya angkut, biaya pengemasan; 4) perkiraan biaya tak langsung meliputi biaya gaji, sewa kantor

c. Penghitungan nisbah bagi nasabah yang didapat dari selisih antara tingkat keuntungan yang diharapkan bank dengan perkiraan keuntungan usaha.

d. Penghitungan nisbah bank yang didapat dari sisa nisbah nasabah

Sedangkan penentuan tingkat margin pada pembiayaan berbasis Natural Certainty Contracts

(NCC) hampir sama dengan proses penentuan tingkat keuntungan yang diharapkan bank pada pembiayaan berbasis Natural Uncertainty Contracts (NUC). Selanjutnya hasil perhitungan tersebut dijadikan penentu tingkat margin pembiayaan (pricing) yang ditawarkan kepada nasabah.

3. Referensi Nilai Imbal Hasil (Rate of Return)

2

(4)

Referensi nilai imbal hasil dimaknakan sebagai standar nilai imbal hasil dari tiap-tiap sektor usaha ekonomi yang digunakan pada keputusan penentuan nisbah bagi hasil untuk pembiayaan syariah. Wacana referensi ini sudah dikemukakan sejak pertengahan 2012 oleh Bank Indonesia sebagai Indeks Bagi Hasil Sektor Riil namun hingga kini belum terimplementasi sepenuhnya.

Adanya referensi rate of return memberi manfaat bagi bank syariah antara lain: a. Pada proses pengambilan keputusan pembiayaan

- Perbankan syariah mampu menilai lebih akurat proyek yang akan dibiayai - Penentuan daerah mana yang lebih menguntungkan untuk suatu bisnis

- Bank syariah mampu memahami karakteristik dan sebaran resiko usaha pada berbagai sektor, sub-sektor dan komoditas

- Bank syariah memahami resiko pada berbagai sebaran geografis

- Bank dapat menetapkan tingkat harga (margin atau nisbah bagi hasil) yang sesuai dengan kemampuan pasar dan karakteristik biaya yang dimiliki untuk mencapai optimalisasi penyaluran pembiayaan,

- Bank lebih akurat menyesuaikan strategi bisnis berdasarkan tingkat imbal hasil di pasar dan daerahnya.

b. Pada kondisi mikro industri perbankan syariah

- Menjadi referensi untuk product pricing bagi perbankan syariah. - Menjadi referensi bagi perhitungan kelayakan investasi

- Meminimalkan potensi ketidakadilan dalam interaksi pelaku pasar di sektor perbankan c. Referensi rate of return berimplikasi positif bagi kondisi makro perekonomian

- Memberikan informasi akurat bagi pasar sehingga tercipta keadilan bagi seluruh pelaku pasar dan kondisi pasar yang kondusif

- Mendorong terwujudnya pasar keuangan yang transparan dan efisien

- Mendorong optimalisasi alokasi sumber daya dalam peningkatkan aktivitas investasi yang maksimal bagi sektor riil

- Menekan kesenjangan antara sektor riil dan sektor keuangan sekaligus dorong keseimbangan kedua sektor tersebut

Referensi nilai imbal balik tersebut didasarkan pada pedoman investasi diantaranya: 1. Metode Average Rate of Return (ARR)

2. Metode Payback Period

3. Metode Net Present Value (NPV) 4. Metode Internal Rate of Return (IRR) 5. Metode Profitability Index

6. Metode Average Rate of Return (ARR)

Lebih jauh penelitian Muflih dan Syarief (2012) memberi tambahan baru bagi referensi nilai imbal hasil yang dapat diterapkan perbankan syariah. Keduanya menambahkan prinsip

maqasid al syariah dalam pedoman investasi yang biasa dipakai dalam penilaian kelayakan bisnis. Prinsip maqasid al syariah menjadikan referensi indeks rate of return sektor riil tetap berorientasi pada aspek keuntungan tanpa mengabaikan manfaat sosial yang lebih besar. Pandangan ini menolak keuntungan kelompok tertentu yang dapat membiaskan tujuan ta’awun

pembiayaan bagi hasil perbankan syariah. Muflih dan Syarief menghubungkan data return PDB, return tenaga kerja dalam indeks sektor-ektor riil sehingga akan dapat diketahui sektor-sektor mana yang terbaik dan layak mendapat prioritas pembiayaan.3

4. Implementasi Referensi Nilai Imbal Hasil Terhadap Reputasi Pembiayaan Syariah

Stigma masyarakat akan ketiadaan pembeda yang dirasa signifikan atas industri perbankan syariah bukan hanya menjadi tantangan dan ancaman bahkan dapat menjadi kelemahan bagi bank syariah atas upaya positioning dan diferensiasi produk-produk perbankan syariah.

3

Muflih, Muhammad; Syarief,M.Edman. 2012. Indeksasi Return dan Maqasid Al Syari’ah Sektor Riil Sebagai Acuan Pembiayaan Bagi Hasil Perbankan Syariah Di Indonesia. Bandung: Politeknik Negeri Bandung

(5)

Greuning dan Iqbal (2011) memaparkan bahwa publisitas negatif dapat berdampak terhadap pangsa pasar, profitabilitas, dan likuiditas suatu lembaga.4

C. Simpulan

Dari penjelasan tersebut diketahui bahwa pandangan negatif atas produk pembiayaan syariah dapat berdampak pada masing-masing bank atau kepada seluruh lembaga-lembaga keuangan syariah.

Mengingat jasa perbankan syariah berbasiskan pada kepercayaan, maka positioning atas produk perbankan sangat penting untuk memperoleh tempat dan citra tersendiri di benak masyarakat secara umum dan nasabah secara khusus. Diferensiasi atas tiap-tiap produk perbankan syariah penting untuk dilakukan. Diferensiasi perlu dilakukan terkait kompetitor produk perbankan syariah maupun produk bank konvensional, terutama sangat diperlukan dalam mengambil pasar floating consumer.

Pandangan negatif yang berkembang dapat merusak reputasi dan kepercayaan masyarakat atas perbankan syariah. Oleh karenanya diperlukan referensi rate of return sebagai salah satu roda penggerak proses diferensiasi produk pembiayaan bank syariah. Referensi ini akan mampu mengembalikan pembiayaan syariah sesuai dengan khas ekonomi syariah yang bertumpu pada sektor riil dan penerapan prinsip keadilan dalam proses pembiayaan. Kondisi ini akan mengembalikan positioning perbankan syariah sebagai lembaga keuangan yang lebih dari sekedar bank (slogan iB).

Banyak penelitian sebelumnya yang menyimpulkan bahwa nisbah bagi hasil memiliki hubungan yang signifikan berpengaruh terhadap pembiayaan syariah. Dengan kata lain pola kebijakan nisbah dan prosedur penentuan nisbah memiliki hubungan kausalitas dengan pembiayaan syariah. Semakin adil penentuan pola nisbah makin menumbuhkan kepercayaan nasabah atas pembiayaan syariah.

Kondisi ini seyogyanya disikapi perbankan syariah dengan melakukan evaluasi internal terkait produk pembiayaan. Salah satunya dengan menambah pembiayaan berakad mudharabah dan musyarakah yang menggunakan prinsip bagi hasil dan bertumpu pada sektor riil produktif. Pelemparan pembiayaan pada sektor riil produktif memang cenderung bersifat Natural Uncertainty Contract yang memunculkan resiko-resiko bagi perbankan. Namun dengan bersandar pada perangkat perkiraan kemampuan keuntungan usaha yang dibiayai dan cadangan resiko pembiayaan diharapkan perbankan syariah lebih condong pada nasabah pembiayaan sektor riil.

Referensi nilai imbal hasil inipun ke depannya akan membutuhkan tindak lanjut guna memaksimalkan manfaat atas penggunaannya. Salah satu tindak lanjut yang diperlukan yakni dukungan sistem informasi teknologi atas data terkait dan aksesabilitasnya, kesiapan SDM yang berbasis ekonomi syariah dan teknologi informasi selaku motor penggeraknya. Di sisi lain penerapan referensi ini tentu akan menghadapi kendala seperti apakah referensi tiap sektor maupun sub-sektor dapat diterapkan di seluruh wilayah, mengingat kondisi ekonomi makro dan mikro tiap daerah tentunya berbeda-beda. Sehingga dibutuhkan data pendukung referensi nilai imbal hasil tiap sub sektor per wilayah.

Referensi imbal hasil menjadi acuan pedoman investasi dan pembiayaan perbankan syariah. Referensi atas sektor riil menjadi pendorong penerapan akad berbasis bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah, sebagaimana khas dari ekonomi syariah yang berprinsip ta’awun dengan nisbah profit loss sharing. Referensi ini selain mengacu pada pedoman investasi pada umumnya, sepatutnya juga menambahkan variabel mashlahah sosial masyarakat yang lebih luas sehingga tidak hanya bertumpu pada keuntungan kelompok tertentu saja. Dengan demikian dapat mengembalikan reputasi bank syariah sebagai lembaga keuangan yang lebih dari sekedar bank.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Perbankan Syariah. 2012 Statistik Perbankan Syariah Agustus 2013. Jakarta : Bank Indonesia

4

Van Greuning, Hennie; Zamir,Iqbal. 2011. Analisis Resiko Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat. Hlm.172

(6)

Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam:analisis fiqih dan keuangan. Jakarta: Rajagrafindo

Muflih, Muhammad; Syarief, M.Edman. 2012. Indeksasi Return dan Maqasid Al Syari’ah Sektor Riil Sebagai Acuan Pembiayaan Bagi Hasil Perbankan Syariah Di Indonesia.

Bandung: Politeknik Negeri Bandung

Rivai, Veithzal. 2010. Islamic Banking. Jakarta: Bumi Aksara

Rivai, Veithzal; Veithzal, Andria Permata. 2008. Islamic Financial Management. Jakarta : Rajagrafindo

Van Greuning, Hennie; Zamir, Iqbal. 2011. Analisis Resiko Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat.

Gambar

Tabel 1. Komposisi Pembiayaan Bank Umum Syariah & Unit Usaha Syariah Akad 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 (Agts) Mudharabah       5.578        6.205        6.597       8.631     10.229    12.023           13.299 Mus yarakah       4.406        7.411

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh variabel inflasi, BI Rate, pertumbuhan pembiayaan dan ukuran bank terhadap pembiayaan bermasalah sektor UKM pada

Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah

Berdasarkan prinsip diatas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah tidak sanggup lagi untuk membayar seluruh kewajibannya

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari akad pembiayaan murabahah dan margin keuntungan kpr tapak ib terhadap proses keputusan pembelian

BPRS Adeco Kota Langsa, yaitu mengakui piutang murabahah sebesar nilai perolehan ditambah keuntungan (margin) yang disepakati oleh bank dan nasabah. Pengakuan keuntungan

Hal ini berarti bahwa jumlah pembiayaan yang berasal dari dana nasabah tidak berpengaruh terhadap perubahan laba bersih, sedangkan jumlah pembiayaan

Sedangkan penilaian yang diberikan oleh pihak bank syariah terhadap pembiayaan bermasalah yang diakibatkan kelalaian nasabah (tidak membayar angsuran) karena force

3 Pembiayaan murabahah dikenakannya suatu transaksi yaitu tambahan keuntungan yang disebut sebagai margin, artinya selisih antara harga jual kepada nasabah dan harga beli bank.10 Harga