• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TANGGAPAN MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENANGGULANGAN PERJUDIAN DI KECAMATAN CEPU KABUPATEN BLORA. A. Tanggapan Masyarakat Terhadap Perjudian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV TANGGAPAN MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENANGGULANGAN PERJUDIAN DI KECAMATAN CEPU KABUPATEN BLORA. A. Tanggapan Masyarakat Terhadap Perjudian"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

TANGGAPAN MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENANGGULANGAN PERJUDIAN DI KECAMATAN CEPU

KABUPATEN BLORA

A. Tanggapan Masyarakat Terhadap Perjudian

Merebak dan menjamurnya perjudian di wilayah hukum Jawa Tengah khususnya Kecamatan Cepu, telah membuat gerah masyarakat, khususnya bagi mereka yang menganggap perjudian ini sebagai penyakit masyarakat yang sudah “akut”. Dampak yang paling terlihat adalah terkurasnya uang yang seharusnya untuk memenuhi kebutuhan pokok, Tri Handayani sekretaris desa Balun (11/7).

Di Kecamatan Cepu, banyak terjadi adanya praktek perjudian secara “illegal”. Beberapa tampat yang sering dipakai bermain judi secara sembunyi biasanya di belakang stasiun Kereta Api, sebab tempat ini cukup dibilang sepi. Sedangkan praktek judi yang sifatnya umum seperti dadu, remi, roulet, billiard, play stasion terdapat di terminal dan pasar, ungkap Bambang warga desa Mulyorejo (20/7).

Nampaknya reaksi masyarakat Cepu terhadap apa yang terjadi sangat beragam. Ada yang diam saja (acuh) dan ada yang aktif ingin merespon apa yang terjadi pada lingkungannya, seperti yang diungkapkan Hasyim (seorang pengajar di SMU I Cepu), ketika ditemui di rumahnya (11/7), menyatakan semua bentuk perjudian yang merebak luas di berbagai daerah semua tidak ada

(2)

ijinya. Ia menambahkan para aparatpun dirasa tidak adil, karena menangkapi para penjual yang tergolong kecil, sementara yang besar dibiarkan. Disamping itu judi bisa mempengaruhi roda perekonomian di kalangan masyarakat kelas bawah.

Muhaimin, tokoh agama dari desa Nglanjuk (12/7) menambahkan bahwa masyarakat Cepu pada dasarnya sudah resah dengan adanya perjudian, karena perjudian secara tegas dilarang agama, maka dari itu ia menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum terhadap pemberantasan judi.

Sementara menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Blora Muharror Ali, bahwa bentuk serta hadiah dari judi adalah haram, bahkan cenderung memberikan rangsangan negatif yang lama-kelamaan membuat warga masyarakat terbuai dan terjerumus ke jurang kemiskinan (wawasan, 2004 : 24). Pimpinan Pesantren Konzinnatul Ulum Blora ini menambah, dampak yang ditimbulkan dari perjudian sungguh memprihatinkan, yakni judi tidak menolong masyarakat, sebaliknya menjerumuskan dan membuat ekonomi kalang kabut.

Sementara itu Ketua Paguyuban Warga Blora (PAGUWARA) Ramelan, yang juga pengusaha Nasional, menandaskan judi hanya memberikan harapan-harapan kosong, memberi janji-janji dan mimpi-mimpi indah. Namun tanpa disadari judi berdampak merusak mental warga masyarakat luas, khususnya kalangan bawah yang akhirnya mereka sibuk meramal dan malas bekerja (Lihat Wawasan, 2004 ; 24).

(3)

Pernyataan di atas merupakan respon positif terhadap upaya penanggulangan perjudian. Namun ada pula dari masyarakat yang relatif pasif terhadap fenomena tersebut, hal ini dikarenakan desakan atau pertimbangan ekonomis. Menurut Dodi, yang biasa berjudi (6/8) menuturkan perjudian tidak selamanya merugikan orang lain, dan justru mengobati stress, di samping itu kalau menang bisa menambah uang.

Dari berbagai pernyataan di atas nampaknya respon masyarakat terhadap perjudian sangat beragam, hal ini disebabkan beberapa faktor, Pertama judi haram bagi agama dan merusak moral. Kedua, secara ekonomi judi dapat menguntungkan yang bermain.

Sehubugan dengan kedua faktor tersebut, kiranya di dalam menyikap perjudian perlu harti-hati, karena hal ini bersinggungan dengan masyarakat. Kendati demikian perjudian perlu disikapi yang serius, sebab perjudian merupakan penyakit masyarakat yang apabila dibiarkan akan berujung pada tatanan kehidupan.

Apabila dilihat dari segi normatif, perjudian merupakan perbuatan yang dilarang, tetapi bila ditinjau dari segi ekonomi, bagi masyarakat ekonomi menengah kebawah perjudian bisa menghasilkan keuntungan, karena permainan ini sifatnya untung-untungan. Di samping itu melalui judi, sebagaimana dalam Bab III sebelumnya, bahwa perjudian dapat dijadikan sumber inkonvensional yang besar.

Dengan demikian hemat penulis permainan apapun modelnya yang ada unsur spekulatif, hukumnya haram dan apabila perjudian dijadikan sebagai

(4)

sumber inkonvensional, maka perlu adanya lokasi yang tepat serta jelas incomnya, tetapi bukan berarti judi di iIlegalkan, adapun dengan melokalisir perjudian dengan tujuan agar mudah dipantau dan menghindari judi-judi liar di tengah masyarakat.

B. Tanggapan Masyarakat Terhadap Upaya Penanggulangan Perjudian Sebenarnya pembahasan terhadap perjudian penekanannya pada aktivitas polisi dan Dinas Sosial. Namun dalam hal ini masyarakat juga perlu ikut serta dalam penanggulangna perjudian. Sejalan dengan proses penanggulangan perjudian di Kecamatan Cepu. Maka dalam menanggulangi perjudian harus menggunakan metode yang tepat. Sebab, daerah ini merupakan daerah industri dan perdangangan.

Adapun langkah-langkah yang sering dilakukan selama ini hanya mengarah pada kekerasan yakni, penggerebegan yang dilakukan aparat polisi. Langkah ini cukup baik namun sifatnya hanya sementara yang pada akhirnya akan menyebabkan menjamurnya perjudian yang terselubung, sehingga banyak masyarakat yang tidak setuju dengan cara tersebut.

Menurut Nurcholis (6/8) Kepala Kelurahan Balun, menyatakan upaya menanggulangi perjudian dengan penggrebegan cukup baik, karena hal itu bisa membuat orang takut untuk bermain judi. Berbeda dengan Nurcholis, Burhanudin (26/8) ketika ditemui di rumahnya, ia menandaskan bahwa selama ini apatat kurang tegas dalam pemberantasan dengan cara penggrebegan

(5)

hanya akan menyebabkan ketakutan yang sesaat dan justru menyebabkan judi-judi liar.

Sehubungan dengan itu masyarakat menilai, selama ini di dalam menanggulangi perjudian di Cepu dirasa kurang maksimal. Hal tersebut dapat dilihat masih banyaknya praktek-praktek judi di berbagai tempat, apalagi sampai saat ini permainan yang mengarah perjudian dibiarkan begitu saja.

Namun pernyataan tersebut dibantah Ketua MUI Blora, bahkan Paliwang sebagai Kapolres Blora, cukup aktif dan tegas memberantas judi di seluruh Kabupaten Blora (Wawasan, 2004 :24). Hal yang sama diungkapkan Camat Cepu, yakni Suryanto, ia menjelaskan (12/9) bahwa pada dasarnya di dalam menanggulangi perjudian telah berbagai cara dilakukan, antara lain :

1. Intruksi Resmi

Dalam upaya penanggulangan perjudian, Camat Cepu telah menginstruksikan kepada P2A untuk memberikan penerangan kepada para tokoh agama dan perangkat desa atau kelurahan se-Kecamatan Cepu. Adapun instruksinya dengan cara memberikan ceramah yang berkaitan dengan judi kepada masyarakat. Karena menurut Suryanto, hanya para tokoh agama setempat yang mengetahui sosio-cultural masyarakat tersebut, sehingga nanti di dalam melakukan pendekatan akan lebih luwes.

Nampaknya apa yang dilakukan Camat Cepu cukup beralasan, karena hal ini besinggungan dengan masyarakat. Dengan demikian dalam melakukan pendekatan perlu langkah-langkah yang tepat dalam hal ini

(6)

dengan tujuan agar antara penyuluh dengan masyarakat mempunyai hubungan kekeluargaan.

2. Penyuluhan Agama

a. Pelaksanaan Penyuluhan Agama

Dalam pemberian bimbingan dan penyuluhan Islam pada masyarakat, pemerintah kecamatan Cepu telah mengintruksikan kepada para aparat desa atau kelurahan dan tokoh agama untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada warga mereka agar masyarakat Cepu tidak melakukan perjudian.

Adapun pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan yang dilakukan oleh aparat, sebagaiana data-data yang penulis peroleh melalui interview dari berbagai pihak, ternyata tidak ada ketentuan jadwal yang pasti. Untuk itu penulis hanya mendapatkan beberapa penulis tempat untuk mengadakan penyuluhan, berikut sumber yang diperoleh dari Suryanto (12/9), Camat Cepu :

1. Balai Kecamatan, ini diprakarsai oleh camat Cepu dan dihadiri Muspika, aparat pemerintah dan tokoh agama. Hal ini dilakukan satu bulan sekali di akhir bulan sebagai laporan dalam kasus tindakan sosial di kecamatan Cepu.

2. Masjid, Tempat ini sebagai pembinaan agama, karena dirasa cukup mudah untuk mempertemukan antar warga, adapun masjid yang dipakai sesuai tempat tinggalnya masing-masing.

(7)

3. Balai Desa, ditempat ini para lurah atau kepala desa juga dianjurkan untuk melaksanakan penyuluhan terhadap warganya, di Balai Desa, sebab tempat ini lebih mudah untuk mengumpulkan warga. Namun yang terjadi hanya kelurahan Balun saja yang pernah melaksanakan hal ini.

Sehubungan dengan tempat-tempat yang ditunjuk oleh Camat Cepu, dirasa masih kurang tepat, sebab tempat-tempat tersebut bersifat elitis, artinya tempat tersebut bertemunya warga tertentu. Misal, masjid bagi mereka yang biasa ke masjid, sedangkan yang tidak biasa ke masjid pasti tidak pernah mendapat penyuluhan.

Dengan demikian tempat yang paling tepat menurut penulis pertemuan warga tingkat RT yang justru lebih baik untuk membahas perjudian, karena pertemuan ini merupakan bertemunya semua warga, di samping itu warga akan lebih bersifat terbuka.

b. Materi Penyuluhan

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi penulis dengan tokoh masyarakat, materi yang diberikan meliputi : aqidah, ibadah, dan bahaya perjudian.

1. Aqidah

Materi ini merupakan yang terpenting dalam bimbingan dan penyuluhan Islam. Sebagaimana diketahui bahwa seorang penjudi biasanya kadar keimanannya sangat tipis. Untuk itu, materi aqidah

(8)

merupakan yang paling pokok di dalam menanamkan dan menambahkan keimanan seseorang.

2. Ibadah

Materi ini diberikan sebagai langkah untuk mewujudkan rasa keimanan kepda Allah SWT, di dalam materi ini biasanya yang ditekankan adalah shalat dan puasa, karena kedua ibadah tersebut dapat mencegah atau mengendalikan kemunkaran.

Dari kedua materi di atas merupakan ajaran Islam yang sering disampaikan kepada individu, tetapi sering pula dilupakan oleh individu. Untuk itu pemahaman tentang ubudiyah terhadap dirasa sangat perlu.

3. Bahaya perjudian

Di dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan Islam, para penyuluh menjelaskan tentang bahaya judi. Hal ini dilakukan melalui seminar lokakarya dan sebagainya oleh pihak Kecamatan, dengan materi ini penyuluh mengharapkan bagi masyarakat agar tidak gemar berjudi, sebab mau tidak mau uang akan terkuras dan ini akan berpengaruh terhadap kehidupan rumah tangga.

Sementara menurut penulis, materi merupakan kunci keberhasilan atau tidaknya di dalam menangani masalah, oleh karena itu materi yang diberikan cukup baik, namun perlu ditunjang dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat, sebab persoalan perjudian menyankut faktor ekonomi masyarakat.

(9)

Seiring dengan itu, dalam memberikan penyuluhan tidak hanya secara teoristis semata, tetapi mengedepankan kesejahteraan warga, karena mereka yang berjudi rata-rata tataran ekonomi lemah dan ada jadwal penyuluhan yang pasti agar lebih mudah di dalam memberikan pembinaan.

Dari berbagai kegiatan di atas bagi penulis cukup baik, namun ternyata ternyata kurang mendapatkan respon masyarakat. Hal ini terungkap dari pernyataan Joko (1/10) Ketua RT 03 Nglanjuk, bahwa ada beberapa hambatan dalam menanggulangi perjudian, yaitu :

1. Tidak tegasnya pemerintah dalam menjalankan undang-undang.

2. Aparat penegak hukum kurang serius dalam memberantas perjudian, dan bahkan mereka menjadi “backing” para bandar judi.

3. Tidak ada sosialosasi jadwal yang pasti dalam memberikan penyluhan.

4. Dalam bimbingan penyuluhan Islam bersifat elitis, artinya hanya masih sebatas aparat pemerintah dan tokoh –tokoh tertentu dalam penyuluhan sehingga belum sampai masyarakat bawah.

Sementara menurut Sangadi, ketika ditemui di rumahnya (14/7) bahwa selama ini penaggulangan perjudian dirasa tidak adil,

(10)

alasannya pemberantasan perjudian hanya dilakukan orang kecil semata, sedangkan bandarnya tidak pernah ditangkap. Untuk itu lanjutnya, kalau memberantas perjudian harus semuanya.

Kemudian menurut Kusno (18/7), apa yang dilakukan aparat dalam menanggulangi perjudian bisa dibilang baik, dan yang perlu dibenai ada peningkatan pembinaan kepada masyarakat. Sebab selama upaya pembinaan tidak pernah ada.

Sejalan dengan pernyataan di atas, nampak jelas bahwa dalam upaya penanggulangan perjudian belum bisa dikatakan maksimal, hal ini terbukti dari beberapa pernyataan-pernyataan masyarakat yang cenderung menganggap upaya penanggulangan perjudian dianggap masih belum sesuai dari harapan.

Sehubungan pendapat di atas, tampaknya masyarakat Cepu dalam memandang perjudian dan keberagaman, untuk itu menurut Kartono (2001 : 72) ada dua sebab :

1. Sebagian anggota masyarakat sudah kecanduan perjudian, taruhan dan lotre yang semuanya bersifat untung-untungan. Maka melalui perjudian dan pertaruhan mereka mengharapkan keuntungan besar dalam waktu pendek dengan cara yang mudah, untuk kemudian dapat berebut status sosial yang tinggi. 2. Perjudian dianggap sebagai persitiwa ‘biasa” sehingga orang

(11)

Kedua terori tersebut mengisyaratkan bahwa perjudian secara praktis sulit diberantas, meskipun berbagai cara telah dilakukan, sehingga menurut Muhaimin (14/7), tokoh agama dari desa Nglanjuk ini mengatakan perjudian sulit diberantas hingga akar-akarnya, sebab judi sama dengan pelacuran, yang diprediksi bakal terus ada sampai hari kiamat tiba.

Vonis yang diungkapkan Muhaimin sesuai dengan pendapat Muslim dalam Harian Suara Mederka (3/7) kalau judi dalam bentuk transparan diberangus, tentu frekuensi judi dalam bentuk tersamar akan menggelembung.

Dari berbagai pendapat di atas, nampaknya masyarakat dihadapkan peroalan yang dilematis, yakni bila judi diberantas, maka akan berhadapan dengan masyarakat, namun bila tidak diberantas penyakit masyarakat ini akan menyakiti jiwa masyarakat yang berimbas pada tatanan kehidupan sosial.

Dengan demikian, ada beberapa segi masyarakat dalam memandang perjudian :

¾ Segi Moral

1. Perjudian bertentangan dengan ajaran Islam

2. Banyak madharat dari permainan judi, mulai dari munculnya watak irasional, meningkatnya angka kriminalitas, kebangkrutan, sampai rumah tangga yang terbengkalai.

(12)

3. Segala bentuk perjudian harus dilarang, termasuk judi yang dilokalisir pada tempat tertentu.

¾ Segi rasional-pragmatis

1. Realitas bahwa sebagian orang senang judi, sehingga sulit diberantas.

2. Realitas bahwa pemerintah bisa mengenakan pajak dan retribusi yang tinggi terhadap pelaku perjudian, yang hasilnya dipakai untuk kemaslahatan masyarakat luas.

3. Lokasi judi merupakan jalan keluar terbaik dari berbagai pilihan.

Tanggapan masyarakat mengindikasikan perjudian harus mendapatkan perhatian yang khusus, ditinjau dari sisi pola pikir masyarakat.

Masyarakat Cepu sendiri menurut penilaian penulis, dalam hal ini hanya menyerahkan sepenuhnya kepada yang berwajib, hal ini terlihat masyarakat Cepu terkesan bersikap pasif terhadap persoalan tersebut. Namun hal itu menurut penulis upaya penanggulangan perjudian tidak bisa dianggap gagal, sebab dalam pengamatan penulis, perjudian yang biasa mangkal di jalan, seperti togel, kuda lari, togel singapura, sekarang sudah tidak nampak.

Sementara dadu liar yang biasa di terminal, pasar, belakang stasiun, itu sifatnya musiman, dengan kata lain kalau ada razia perjudian, mereka tidak berjudi, tetapi kalau tidak ada razia mereka

(13)

berjudi, dan perjudian yang sifatnya musiman ini justru lebih semarak dan aman.

Adapun kalau muncul billiard, play station, dindong, yang menganggap sebagai perjudian, hal ini masih menjadi kontroversi, apakah permainan ini termasuk perjudian atau tidak. Sebab selama ini masyarakat Cepu masih menganggap permainan tersebut merupakan Hobby-nya orang-orang mampu.

Dengan demikian menurut penulis, perjudian di Cepu dibilang sudah mulai hilang dan langkah-langkah yang dilakukan yang berwajib sudah dianggap cukup baik, namun yang masih perlu dibenahi adalah koordinasinya dengan masyarakat dalam menanggulangi patologi sosial tersebut.

C. Tinjauan Bimbingan dan Penyuluhan Terhadap Penanggulangan Perjudian di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora.

Berjudi adalah tindakan spekulasi, bersifat untung-untungan terhadap kemenangan atau laba yang belum pasti. Perjudian ini menggiring orang kepada tindakan buruk yang tidak terbatas. Meskipun pemerintah sudah berkali-kali melarang dengan undang-undang, sanksi dan hukuman, namun perjudian sulit diberantas.

Berkenaan dengan masalah perjudian ini, masyarakat dihadapkan kepada dilema. Jika judi diperkenankan, maka peristiwa ini menumbuhkan penyimpangan tingkah laku. Sebaliknya, melarang sama sekali lalu

(14)

menangkap agen-agen dan bandar adalah kurang manusiawi. Justru akan menimbulkan judi liar.

Sehubungan dengan itu ketika penulis melakukan observasi (11/8), pada dasarnya kebanyakan pemasang lotre buntut dan penjudi liar bukanlah mereka dari golongan “the haves”, akan tetapi berdiri dari rakyat yang miskin, tukang becak, pedangang kecil, pekerja kasar yang tidak berpengharapan.

Sebagaimana yang diungkapkan Ahmadi (2002) dengan penelitianya menjelaskan pelaku perjudian pada umumnya pengangguran, karyawan pabrik, ibu rumah tangga.

Dari sini jelas, nampaknya penjudi rata-rata berpenghasilan rendah dan dengan judi akan menghasilkan tambahan.

Untuk itu dalam hal ini akan dikemukakan upaya menanggulangi perjudian yang dirumuskan Kartono (2003 ;77)

1. Mengadakan perbaikan ekonomi nasional secara menyeluruh, menetapkan undang-undang atau peraturan yang menjamin kesejahteraan buruh, memperluas lapangan pekerjaan.

2. Adanya keseimbangan pembagian pendapatan pusat dan daerah. 3. Menyediakan tempat-tempat rekreasi dan hiburan yang sehat.

4. Lokasi perjudian, dengan mengalokalisasi tempat perjudian berarti mudah untuk mengawasi praktek perjudian.

5. Penegekan hukum, dalam memberikan sanksi penjudi tidak setengah-setengah.

(15)

Islam sebagai agama dakwah, oleh karena itu dalam menyangkut masalah pembentukan sikap mental dan pengembangan motivasi yang bersifat positif dalam lapangan hidup manusia, maka dibutuhkan keilmuan yang lain, yaitu Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Penyuluhan Islam pada prinsipnya suatu aktivitas memberikan bimbingan, pelajaran dan pedoman kepada individu yang meminta bimbingan (klien) dalam hal bagaimana seharusnya seorang klien dapat mengembangkan potensi akal pikirannya, kejiwaannya, keimanannya, dan keyakinan serta dapat menanggulangi problematika hidup dan kehidupannya dengan baik Adz-Dzaky (2002 : 189)

Sehubungan eksistensi Islam dalam membantu dan membimbing manusia untuk membangun kepribadian yang tangguh, jiwa yang sempurna, menanggulangi problema hidup, serta mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan alam.

Untuk itu di dalam menanggulangi problema perjudian di kecamatan Cepu, perlu kiranya Bimbingan dan Penyuluhan Islam diterapkan, sebab selama ini dari pengamatan penulis upaya penanggulangan perjudian hanya dengan tindakan “represif’ yakni dengan penggerebegan dan penangkapan.

Dengan demikian fungsi –fungsi bimbingan dan penyuluhan Islam dirasa perlu :

1. Fungsi preventif (pencegahan), yakni melakukan pencegahan mulai dini, agar perjudian tidak merebak, yakni dengan memasang poster sebagai

(16)

himbauan bahwa judi, memfungsikan masyarakat sebagai pegontrol lingkungan.

2. Fungsi Kuratif (pengobatan), yakni melakukan pengobatan kepada masyarakat yang telah, sering berjudi, ini direalisasikan dengan mengadakan pengajian, pertemuan warga.

3. Fungsi Developmental (pengembangan), mengembangkan yang baik menjadi lebih baik, dalam hal tindakan yang dilakukan adalah membina masyarakat yang belum berjudi.

Sesungguhnya usaha penanggulangan perjudian di kecamatan Cepu sudah dibilang baik, namun dalam hal ini perlu memandang norma dan kodrat manusia, dengan kata lain manusia harus ditinjau dari fisik dan psikis sebelum bertindak.

(17)

Referensi

Dokumen terkait

Sifat kimia yang memiliki pengaruh terhadap perbedaan vegetasi mangrove adalah nilai daya hantar listrik (DHL/EC), persentase kadar air lapang, persentase kejenuhan

Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor internal, eksternal serta merumuskan kebijakan karantina ikan, dan menetapkan prioritas kebijakan karantina ikan

Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali, Kota Surakarta termasuk ke dalam Kawasan Andalan Subosuka-Wonosraten dan diarahkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN)..

Pelitian ini bertujuan untuk menjawab masalah utama dan sub masalah. Masalah utamanya yaitu seperti apakah media pembelelajaran yang inovatif pada pelajaran PKn

Walaupun masuk dalam kategori baik yang menjadi catatan adalah sistem memberikan langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah belum sepenuhnya dimengerti oleh beberapa guru,

Soeseno (2011) dalam Bong (2011) pada penelitian sebelumnya yang dilakukan pada Hypermarket di Jakarta, prediktor belanja impulsif diambil dari faktor-faktor yang

Data Flow Diagram (DFD) adalah alat pembuatan model yang memungkinkan profesional sistem untuk menggambarkan sistem sebagai suatu jaringan proses fungsional yang dihubungkan satu

Sebelumnya diolah dengan Microsoft Excel dan kemudian diolah dengan bantuan komputer SPSS for windows release 16.0 untuk mengetahui hubungan antara konformitas