• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan menuju indonesia sehat 2010 yang memuat visi dan misi making

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kesehatan menuju indonesia sehat 2010 yang memuat visi dan misi making"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka mewujudkan visi Indonesia sehat 2010 telah di tetapkan misi pembangunan yaitu menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan individu, keluarga masyarakat beserta lingkungannya (Depkes RI, 2005).

Tujuan pembangunan kesehatan sebagaimana ditegaskan dalam sistem kesehatan nasional (SKN), adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional (Depkes RI. 2002).

Untuk mewujudkan maka pemerintah menyusun rencana pembangunan kesehatan menuju indonesia sehat 2010 yang memuat visi dan misi “making pregnancy safer (MPS)” di indonesia 2001-2010. Visi MPS adalah ”kehamilan dan persalinan di indonesia berlangsung aman serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat “. Sedangkan misi MPS adalah ”menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi melalui pemantapan sistem kesehatan untuk menjamin akses terhadap intervensi yang cost effectif berdasarkan bukti ilmiah yang berkualitas, memberdayakan wanita, keluarga dan masyarakat melalui kegiatan yang mempromosikan kesehatan ibu dan bayi baru lahir serta menjamin agar kesehatan

1 1

(2)

ibu dan bayi ditingkatkan dan dilestarikan sebagai prioritas program pembangunan nasional” (Depkes RI.2005).

Persalinan merupakan proses normal berupa kontraksi uterus involunter yang efektif dan terkoordinasi, yang menyebabkan penipisan dan dilatasi serviks secara progresif serta penurunan dan pelahiran bayi dan plasenta. Mendekati akhir proses, persalinan dapat dipercepat oleh upaya mengejan yang volunter untuk membantu pelahiran hasil konsepsi (Benson dan pernoll, 2009 ).

Mulainya persalinan sejati ditandai oleh kontraksi uterus yang semakin sering, kuat, lama dan akhirnya teratur. Setiap kontraksi dimulai dengan penambahan intensitas bertahap dan menghilang bertahap juga setelah mencapai puncaknya sebelum timbul rasa tidak nyaman. Dilatasi jalan lahir bagian bawah hampir selalu menyebabkan nyeri pada perineum atau pelvic dalam (Prawirohardjo,2006)

Persalinan memerlukan interaksi yang disebut sebagai 4P yaitu pasengger, pelvis, power dan penolong. Faktor 4P ini dapat berdiri sendiri ataupun kombinasi,yang dapat menyebabkan persalinan dan pelahiran normal atau dengan kombinasi, misalnya jika janin besar dan panggul kecil atau sempit, persalinan dapat terjadi lama atau kemajuan tidak mungkin terjadi meskipun kontraksi kuat, bahkan dengan letak plasenta yang normal pada fundus (Benson dan pernoll,2009).

Keadaan panggul merupakan faktor yang penting dalam kelangsungan persalinan, tetapi yang tidak kurang penting adalah hubungan kepala janin dengan

(3)

panggul ibu. Besarnya kepala janin dan perbandingan dengan luas panggul ibu menentukan apakah ada disproporsi sefalopelvik atau tidak (Prawirohardjo,2002).

Diagnosa sang ahli kandungan memperkirakan ukuran dan bentuk pelvic sang pasien ketika melakukan pemeriksaan dalam pada pemeriksaaan pertama dan pada saat bersalin telah tiba waktunya maka akan diperkirakan sang bayi. Pada umumnya hasil pemeriksaan bisa dilakukansaaan ini akan menunjukkan keseimbangan antara kedua ukuran tersebut sehingga kelahiran janin bisa dilakukan secara pervaginam. Dan perbandingan ukuran yang berbeda sangat jarang terjadi maka kelahiran tidak bisa melalui jalan normal, tetapi harus melalui operasi caesar (Manuaba, 2002)

Sebagai tenaga profesional, bidan memikul tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. Seseorang bidan harus dapat mempertahankan tanggung jawab bila terjadi gugatan terhadap tindakan yang dilakukannya (Soepardan, 2008).

Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan yang penting untuk mendapatkan keterangan lebih banyak tentang keadaan panggul dengan pelvimetri roengenologik diperoleh gambaran yang jelas tentang ketika bidang panggul dengan bemacam-macam ukuran dan tipenya yaitu panggul ginekoid, panggul antropoid, panggul android, dan panggul platipelloid (Prawirohardjo,2006).

Panggul sempit (pelvic contaction) merupakan salah satu kelainan jalan lahir yang akan menghambat kemajuan persalinan karena yang akan menghambat kemajuan persalinan karena ketidak sesuaian antara ukuran kepala janin dengan panggul ibu yang biasa disebut dengan disproporsi sefalopelvik. Istilah disproporsi

(4)

sefalopelvik muncul pada masa dimana indikasi utama seksio sesarea adalah panggul sempit yang disebabkan oleh rakhitis. Disproporsi sefalopelvik sejati seperti itu sekarang sudah jarang ditemukan, umumnya keadaan tersebut disebabkan oleh janin yang besar (Cephalopelvic disproportion. 2009).

Hal tersebut dapat diatasi dengan dilakukan persalinan percobaan, persalinan dengan menggunakan alat bantu seperti cunam atau forcep, seksio sesaria, simpisiotomi dan kraniotomi (Prawirohardjo, 2006).

Menurut Prawirohardjo (2006), penanganan disproporsi sefalopelfik dapat dilkukan dengan cara melakukan persalinan percobaan yaitu melalui pengawasan yang seksama terhadap keadaan ibu dan janin, persalinan secepat mungkin, sedangkan syarat persalinan pervaginam belum dipenuhi. Selanjutnya penanganan disproporsi sefalopelvik dapat dilakukan dengan melakukan simfisiotomi yaitu tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dari tulang panggul kanan pada simfisis supaya dengan demikian rongga panggul menjadi lebih luas dan melakukan seksio saesarea.

Menurut Sastrawinata (2002) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penatalaksanaan kasus kebidanan termasuk kasus disproporsi sefalopelfik diantaranya adalah pengetahuan bidan, pendidikan, dan pengalaman.

Menurut Word Health Organitation (WHO), standar rata-rata sectio caesarea disebuah negara adalah sekitar 5-15%. Di rumah sakit pemerintah rata-rata 11%, sementara di rumah sakit swasta bisa lebih dari 30% (Dewi P, 2007). Tahun 2004 angka kejadian sectio caesarea di Inggris sekitar 20% dan 29.1%. Sedang pada tahun 2001-2003, angka kejadian sectio caesarea di Kanada adalah

(5)

22.5% (Dewi Y, 2007). Permintaan sectio caesarea di sejumlah negara berkembang melonjak pesat. Pada tahun 70-an permintaan sectio caesarea adalah sebesar 5%, kini lebih dari 50% ibu hamil menginginkan operasi sectio caesarea (Judhita, 2009).

Angka persalinan dengan sectio caesarea di Indonesia cukup tinggi menurut survei yang dilakukan oleh Prof. Dr. Gulardi dan dr. A. Basalamah, terhadap 64 rumah sakit di Jakarta pada tahun 1993. Hasilnya 17.665 kelahiran yang dikutip dari majalah Ayahbunda No. 3/Februari 2001. Dari angka kelahiran tersebut, sebanyak 35,7-55,3 % melahirkan dengan tindakan sectio caesarea. Sebanyak 19,5-27,3 % di antaranya merupakan sectio caesarea karena adanya komplikasi Cephalopelvik Disproportion/CPD (ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin). Berikutnya, sectio caesarea akibat perdarahan hebat yang terjadi selama persalinan sebanyak 11,9-21 % dan sectio caesarea karena janin sungsang berkisar antara 4,3-8,7 % (Kasdu, 2003)

Cephalopelvic Disproportion (CPD) merupakan 50% penyebab Arrest of descent pada nulipara dan pada multipara hanya 29,7%. Berdasarkan penelitian Friedman dkk 30,4% pasien dengan Arrest of descent memerlukan Seksio saesarea, 37.6% dilakukan persalinan dengan midforsep dan 5,1% mengalami forsep gagal. Tanpa adanya intervensi pembedahan maka untuk terjadinya fetal distress sebanyak 12,5% kasus dan sering didapati apgar score yang rendah sebanyak 21,9% dan didapat distosia bahu sebanyak 14,1%.

Menurut Kasdu (2003) hasil survei sederhana yang dilakukan oleh Gulardi dan Basalamah, terhadap 64 rumah sakit di Jakarta pada tahun 1993, tercatat

(6)

17.665 kelahiran, dari angka kelahiran tersebut, sebanyak 35,7-55,3% melahirkan dengan operasi sesarea. Sebanyak 19,5-27,3% diantaranya merupakan operasi sesarea karena adanya komplikasi Cephalopelvic Disproportion / CPD (ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin). Berikutnya, operasi sesarea akibat perdarahan hebat yang terjadi selama persalinan sebanyak 11,9-21% dan kelahiran sesarea karena janin sungsang berkisar antara 4,3-8,7%

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh jumlah bidan yaitu 44 orang. Dari hasil survey tersebut juga dapat di simpulkan bahwa pengetahuan bidan tentang Cephalopelvic Disproportion (CPD) banyak bidan yang sudah mengerti tentang CPD akan tetapi masih ada bidan diantaranya yang tidak mengetahui cara penatalaksanaan CPD tersebut, yang mengetahui tentang penatalaksanaannya lebih banyak bidan yang senior, sedangkan yang junior atau bidan yang baru, mereka masih hanya melihat dokter atau bidan senior saat melakukan penanganan pada pasien dengan kasus CPD tersebut.

Berdasarkan data tersebut maka Peneliti meneliti lebih lanjut tentang “ Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Bidan Tentang Penatalaksanaan Cephalopelvic Disproportion (CPD) pada Ibu Bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas rumusan permasalahan adalah Faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan cephalopelvic disproportion (CPD) pada ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

(7)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan cephalopelvic disproportion (CPD) pada ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan pengalaman dengan pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan cephalopelvic disproportion (CPD) pada ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

b. Untuk mengetahui hubungan pelatihan dengan pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan cephalopelvic disproportion (CPD) pada ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

c. Untuk mengetahui hubungan umur dengan pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan cephalopelvic disproportion (CPD) pada ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

(8)

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan

Penulisan ini diharapkan dapat menambah informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan Cephalopelvic Disproportion (CPD) pada ibu bersalin.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan dan kajian ilmu pengetahuan dalam meningkatkan wawasan peserta didik tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan Cephalopelvic Disproportion (CPD) pada ibu bersalin.

3. Bagi Tempat Penelitian

Dapat menjadi masukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan memahami tentang penatalaksanaan Cephalopelvic Disproportion (CPD) pada ibu bersalin.

4. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam melaksanakan Penulisan dan meningkatkan pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan Cephalopelvic Disproportion (CPD) pada ibu bersalin.

(9)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS A. Pengetahuan

1. Defenisi pengetahuan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, kepandaian, atau segala yang deketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengidraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendegaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang di cukup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, (Notoadmodjo, 2007), yakni: a. Tahu ( know)

Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, di artikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu disini diartikan sebagai segala sesuatu yang diketahui ibu hamil tentang persalinan berkepanjangan.

b. Memahami (Comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan

(10)

materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, maramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Contohnya seperti ibu hamil harus dapat menjelaskan kenapa terjadi persalinan berkepanjangan.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi ril ( sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip dan sebaginya dalam konteks atau yang lain. Sehingga ibu hamil dapat mengguanakan pengetahuannya untuk dapat mencegah terjadinya persalinan berkepanjangan.

d. Analisis ( Analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponenen–komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi dan masih banyak pada kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari pengguna kata–kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. Misalnya ibu hamil dapat menggambarkan/ mengelompokkan perbedaan persalinan tersebut termasuk persalinan berkepanjangan atau tidak.

(11)

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian–bagian didalam suatu Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian–bagian didalam suatu bentuk keseluruhan formulasi–formulasi yang ada. Contohnya ibu hamil dapat menyusun atau merencanakan apabila terjadi persalinan berkepanjangan mereka dapat menetapkan apa yang harus dilakukan. f. Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu penilaian–penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria–kriteria yang telah ada. Jadi ibu hamil dapat menilai kejadian persalinan berkepanjangan.

2. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penilitianatau responden. Kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan- tingkatan-tingkatan di atas. Bila seseorang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu dengan baik secara lisan maupun tulisan, maka dapat dikatakan ia mengetahui bidang itu (Notoatmodjo, 2007).

3. Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.

Menurut Mubarak (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain sebagai berikut :

(12)

1. Pendidikan, pendidikan berarti bimbingan yang di berikan seseorang kepada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat di pungkiribahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, maka akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi, dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

2. Pekerjaan, lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik langsung maupun tidak langsung.

3. Usia, dengan bertambahnya usia seseorang maka akan terjadinya perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar dapat di katagorikan menjadi empat yaitu : perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, aspek psikologis atau mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.

4. Minat, minat adalah suatu kecendrungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang mendalam.

5. Pengalaman, pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dan berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecendrungan pengalaman yang kurang baik akan berusaha untuk di lupakan oleh

(13)

seseorang. Namun jika pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan, maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaan, dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya.

Pengalaman hasil persentuhan alam dengan panca indra manusia, pengalaman memungkinkan seseorang menjadi tahu dan hasil tahu ini kemudian disebut pengetahuan. Pengalaman adalah guru terbaik atau peristiwa yang menimpa perjalanan hidup manusia yang telah lewat baik peristiwa yang menyenangkan, kemudian atas kejadian itu kita jadikan sebagai suatu pelajaran, peringatan dan motivasi yang berharga dalam menyikapi dan menentukan langkah perjalanan hidup berikutnya.

6. Kebudayaan lingkungan sekitar, kebudayaan dimana kita hidup dan di besarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap seseorang.

7. Informasi, kemudahan untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

Nursalam (2003) menyatakan tingkat pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu :

a) Baik (76% - 100%) b) Cukup (56% - 75%) c) Kurang (<56%)

(14)

B. Cephalopelvic Disproportion (CPD) 1. Pengertian

Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidak sesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.

2. Pintu Atas Panggul

Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum 1, linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak dari pinggir bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis 1,3 cm. Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, Selisih antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.

(15)

3. Panggul Tengah (Pelvic Cavity)

Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis panggul tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.

4. Pintu Bawah Panggul

Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm). 5. Panggul Sempit

Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus, janin, tulang panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan ini oleh ACOG dibagi menjadi tiga yaitu:

(16)

a. Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya ekspulsif ibu.

1) Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his

2) kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak nafas.

b. Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang, letak dahi, hidrosefalus.

c. Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang mempersempit jalan lahir.

Pola Persalinan Kriteria Diagnostik Penanganan yang dianjurkan Penanganan Khusus.

Pola Persalinan Kriteria Diaknostik

Penanganan yang dianjurkan Penangana Khusus Nulipara Multipara Prolongation Disorder (pemanjangan fase laten) Protaraction Disorders (kelainan perlambatan) 1. perlambatan pembukaan fase aktif 2. perlambatan waktu penurunan kepala Arrest Disorders (kelainan macet) 1. memanjangnya fase deselarasi > 20 jam <1,2 cm/jam <10 cm/jam > 3 jam > 2 jam > 14 jam < 1,5 cm/jam < 2,0 cm/jam > 1 jam > 2 jam Tirah baring Menunggu dan suportif Oksitosin tanpa CPD Seksio saesarea pada CPD Oksitosin atau seksio saesarea untuk masalah yang mendesak Seksio saesarea untuk CPD Istirahat bila keletihan Seksio saesaria

(17)

2. kemacetan pembukaan 3. kemacetan penurunan 4. kegagalan penurunan > 1 jam Tidak terjadi penurunan pada fase deselarasi atau kala dua > 1 jam

Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal. Ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga menimbulkan kesulitan pada persalinan pervaginam. Panggul sempit yang penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul.

Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat panggul sempit lainnya. Panggul ini digolongkan menjadi empat, yaitu:

a) Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul Naegele, panggul Robert, split pelvis, panggul asimilasi.

b) Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.

c) Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis, spondilolistesis.

(18)

d) Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki.

Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya.

6. Penyempitan pintu atas panggul

Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anteriorposterior terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter transversal terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonal secara manual yang biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5 cm. Mengert (1948) dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat pada diameter anteroposterior kurang dari 10 cm atau diameter transversal kurang dari 12 cm. Distosia akan lebih berat pada kesempitan kedua diameter dibandingkan sempit hanya pada salah satu diameter.

Diameter biparietal janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga sangat sulit bagi janin bila melewati pintu atas panggul dengan diameter anteroposterior kurang dari 10 cm. Wanita dengan tubuh kecil kemungkinan memiliki ukuran panggul yang kecil, namun juga memiliki

(19)

kemungkinan janin kecil. Dari Penulisan Thoms pada 362 nullipara diperoleh rerata berat badan anak lebih rendah (280 gram) pada wanita dengan panggul sempit dibandingkan wanita dengan panggul sedang atau luas. Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung menekan bagian selaput ketuban yang menutupi serviks. Akibatnya ketuban dapat pecah pada pembukaan kecil dan terdapat resiko prolapsus funikuli.

Setelah selaput ketuban pecah, tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan segmen bawah rahim sehingga kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau tidak sama sekali. Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi prognosa buruk pada wanita dengan pintu atas panggul sempit. Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk dalam rongga panggul sebelum persalinan. Adanya penyempitan pintu atas panggul menyebabkan kepala janin mengapung bebas di atas pintu panggul sehingga dapat menyebabkan presentasi janin berubah. Pada wanita dengan panggul sempit terdapat presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan prolaps tali pusat empat sampai enam kali lebih sering dibandingkan wanita dengan panggul normal atau luas.

7. Penyempitan panggul tengah

Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina

(20)

isciadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu atas panggul. Hal ini menyebabkan terhentunya kepala janin pada bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea. Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti seperti penyempitan pada pintu atas panggul.

Kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau kurang. Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri roentgenologik ialah distansia interspinarum. Apabila ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu diwaspadai kemungkinan kesukaran persalinan apalagi bila diikuti dengan ukuran diameter sagitalis posterior pendek.

8. Penyempitan Pintu Bawah Panggul

Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul. Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu besar dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam menimbulkan robekan perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang

(21)

sempit, kurang dari 900 sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis, melainkan menuju ramus iskiopubik sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.

Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan anamnesa. Misalnya pada tuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis. Pada wanita dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada kemungkinan memiliki kapasitas panggul sempit, namun bukan berarti seorang wanita dengan tinggi badan yang normal tidak dapat memiliki panggul sempit. Dari anamnesa persalinan terdahulu juga dapat diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada persalinan terdahulu berjalan lancar dengan bayi berat badan normal, kemungkinan panggul sempit adalah kecil.

Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk memperoleh keterangan tentang keadaan panggul. Melalui pelvimetri dalama dengan tangan dapat diperoleh ukuran kasar pintu atas dan tengah panggul serta memberi gambaran jelas pintu bawah panggul. Adapun pelvimetri luar tidak memiliki banyak arti. Pelvimetri radiologis dapat memberi gambaran yang jelas dan mempunyai tingkat ketelitian yang tidak dapat dicapai secara klinis. Pemeriksaan ini dapat memberikan pengukuran yang tepat dua diameter penting yang tidak mungkin didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu diameter transversal pintu atas dan diameter antar spina iskhiadika.

(22)

Tetapi pemeriksaan ini memiliki bahaya pajanan radiasi terutama bagi janin sehingga jarang dilakukan.4 Pelvimetri dengan CT scan dapat mengurangi pajanan radiasi, tingkat keakuratan lebih baik dibandingkan radiologis, lebih mudah, namun biayanya mahal. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan dengan MRI dengan keuntungan antara lain tidak ada radiasi, pengukuran panggul akurat, pencitraan janin yang lengkap. Pemeriksaan ini jarang dilakukan karena biaya yang mahal. Dari pelvimetri dengan pencitraan dapat ditentukan jenis panggul, ukuran pangul yang sebenarnya, luas bidang panggul, kapasitas panggul, serta daya akomodasi yaitu volume dari bayi yang terbesar yang masih dapat dilahirkan spontan. Pada kehamilan yang aterm dengan presentasi kepala dapat dilakukan pemeriksaan dengan metode Osborn dan metode Muller Munro Kerr.

Pada metode Osborn, satu tangan menekan kepala janin dari atas kearah rongga panggul dan tangan yang lain diletakkan pada kepala untuk menentukan apakah kepala menonjol di atas simfisis atau tidak. Metode Muller Munro Kerr dilakukan dengan satu tangan memegang kepala janin dan menekan kepala ke arah rongga panggul, sedang dua jari tangan yang lain masuk ke vagina untuk menentukan seberapa jauh kepala mengikuti tekanan tersebut dan ibu jari yang masuk ke vagina memeriksa dari luar hubungan antara kepala dan simfisis.

(23)

9. Janin yang besar

Normal berat neonatus pada umumnya 4000 gram dan jarang ada yang melebihi 5000 gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000 gram dinamakan bayi besar. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3%, dan berat badan lahir yang melihi 4500 gram adalah 0,4%. Biasanya untuk berat janin 4000-5000 gram pada panggul normal tidak terdapat kesulitan dalam proses melahirkan. Faktor keturunan memegang peranan penting sehingga dapat terjadi bayi besar. Janin besar biasanya juga dapat dijumpai pada ibu yang mengalami diabetes mellitus, postmaturitas, dan pada grande multipara. Selain itu, yang dapat menyebabkan bayi besar adalah ibu hamil yang makan banyak, hal tersebut masih diragukan.

Untuk menentukan besarnya janin secara klinis bukanlah merupakan suatu hal yang mudah. Kadang-kadang bayi besar baru dapat kita ketahui apabila selama proses melahirkan tidak terdapat kemajuan sama sekali pada proses persalinan normal dan biasanya disertai oleh keadaan his yang tidak kuat. Untuk kasus seperti ini sangat dibutuhkan pemeriksaan yang teliti untuk mengetahui apakah terjadi sefalopelvik disproporsi. Selain itu, penggunaan alat ultrasonic juga dapat mengukur secara teliti apabila terdapat bayi dengan tubuh besar dan kepala besar.

Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan dalam proses melahirkan janin yang beratnya kurang dari 4500gram. Kesulitan dalam persalinan biasanya terjadi karena kepala

(24)

janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dapat ditemukan pada janin yang memiliki berat badan lebih juga dapat dijumpai pada anensefalus. Janin dapat meninggal selama proses persalinan dapat terjadi karena terjadinya asfiksia dikarenakan selama proses kelahiran kepala anak sudah lahir, akan tetapi karena lebarnya bahu mengakibatkan terjadinya macet dalam melahirkan bagian janin yang lain. Sedangkan penarikan kepala janin yang terlalu kuat ke bawah dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada nervus brakhialis dan muskulus sternokleidomastoideus.

C. Penanganan

1. Persalinan Percobaan

Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara kepala janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat berlangsung pervaginam dengan selamat dapat dilakukan persalinan percobaan. Cara ini merupakan tes terhadap kekuatan his, daya akomodasi, termasuk moulage karena faktor tersebut tidak dapat diketahui sebelum persalinan.

Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak bisa pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya. Ketentuan lainnya adalah umur kehamilan tidak boleh lebih dari 42 mingu karena kepala janin bertambah besar sehingga

(25)

sukar terjadi moulage dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan menjadi penyulit persalinan percobaan.

Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan selalu dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala bayi sudah keluar sedangkan dalam melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan episiotomy medioateral yang cukup luas, kemudian hidung dan mulut janin dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan hati-hati dan tentunya dengan kekuatan terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan pemutaran badan bayi di dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu depan dimana sebelumnya merupakan bahu belakang dan lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum berhasil, penolong memasukkan tangannya kedalam vagina, dan berusaha melahirkan janin dengan menggerakkan dimuka dadanya.

Untuk melahirkan lengan kiri, penolong menggunakan tangan kanannya, dan sebaliknya. Kemudian bahu depan diputar ke diameter miring dari panggul untuk melahirkan bahu depan. Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of labour. Trial of labour serupa dengan persalinan percobaan di atas, sedangkan test of labour sebenarnya adalah fase akhir dari trial of labour karena baru dimulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam kemudian.

Saat ini test of labour jarang digunakan karena biasanya pembukaan tidak lengkap pada persalinan dengan pangul sempit dan terdapat kematian anak yang tinggi pada cara ini. Keberhasilan

(26)

persalinan percobaan adalah anak dapat lahir spontan pervaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik. Persalinan percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannya, keadaan ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran bandel, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk PAP dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada forceps yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan seksio sesarea.

2. Seksio Sesarea

Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki. Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu) dilakukan karena persalinan percobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan syarat persalinan pervaginam belum dipenuhi.

3. Simfisiotomi

Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.

4. Kraniotomi dan Kleidotomi

Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau kleidotomi. Apabila panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan, maka dilakukan seksio sesarea.

(27)

D. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Bidan 1. Pengalaman

Sesuatu yang pernah dilakukan seseorang dapat menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat non formal. Pengalaman secara langsung berhubungan dengan peningkatan pengetahuan, makin banyak pengalaman yang ditemui dalam hidup maka akan memberi pengaruh langsung pada pengetahuan seseorang. Seorang bidan yang sering menolong pasien dan melakukan pengisian partograf akan mempengaruhi pengetahuannya secara langsung (Azwar, 2005)

Pengalaman sangat menentukan adanya peningkatan pemahaman seseorang. Hal ini juga berbanding lurus dengan kebiasaan dan kemantapan dalam pola pikir yang lebih sehat dan positif. Hasil suatu survei menunjukkan bahwa pengalaman mempunyai hubungan yang signifikan dengan pengetahuan (Arsyandi, 2001).

Pengalaman ada dua makna jika ditinjau dari segi orang yang tertimpa yaitu berdasarkan pengalaman diri sendiri dan pengalaman orang lain. Dalam memaknai ungkapan tersebut sudah jelas bahwa kejadian menyenangkan dan tidak menyenangkan itu memang terjadi pada diri kita sendiri atau peristiwa yang menimpa orang lain dan hanya diri kita yang merasakan dan diri kita sendiri yang menanggung sendiri akibatnya (Wikipedia, 2008).

(28)

2. Pelatihan

Menurut Depkes RI (2005) pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pekerjaan tertentu, terinci dan rutin untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sekarang. Dengan demikian pelatihan mempunyai ruang lingkup yang luas dalam upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan sikap seseorang dengan perspektif waktu pada masa yang akan datang.

Selanjutnya Depkes RI (2005) menyebutkan pelatihan sangat diperlukan oleh suatu perusahaan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM-nya. Kegiatan pelatihan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi perusahaan dalam rangka mempersiapkan SDM-nya dalam menghadapi meningkatnya persaingan baik dari dalam maupun dari luar negeri. Kegiatan pelatihan yang efektif diharapkan dapat mengoptimalkan produktivitas kerja karyawan. Di samping itu peranan pelatihan adalah sangat penting dalam rangka menghadapi perubahan teknologi serta komputerisasi yang sedemikian cepat perubahannya. Oleh karena itu menuntut penyesuaian tata-kerja, rancangan pekerjaan (job design) serta penyesuaian sistem dan prosedur kerja yang lebih baik.

Pelatihan merupakan kegiatan dalam hubungannya dengan peningkatan pengetahuan, keahlian, sikap maupun perilaku. Seperti halnya tenaga kerja yang diterima melalui program seleksi, pada umumnya belum siap pakai dan tenaga kerja yang lama memerlukan

(29)

pengetahuan, keahlian dan kecakapan yang baru sesuai dengan tuntutan jabatan dan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryana, 2006).

Lebih lanjut Suryana (2006) menyebutkan bahwa untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan jabatan dan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi, setiap organisasi harus membekali setiap anggotanya dengan pengetahuan, kemampuan tuntutan bersikap dan berperilaku yang diharapkan. Salah satu upaya adalah mengadakan pelatihan bagi anggota organisasinya.

3. Umur

Umur adalah lamanya tahun dihitung sejak lahir hingga penelitian ini dilakukan. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru, pada masa ini merupakan usia produktif, masa bermasalah, masa keterampilan, sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa perubahan nilai, masa penyesuaian dengan hidup baru dan masa kreatif. Pada dewasa ini ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental, semakin bertambah umur seseorang keinginan pengetahuan tentang kesehatan. Umur yang lebih cepaat menerima pengetahuan adalah 18-40 tahun. (Notoadmodjo, 2003)

Dalam Notoadmodjo (2003) umur adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan

(30)

maupun kematian hampir semua keadaan menunjukan hubungan dengan kategori sebagai berikut :

1. Umur muda (< 20 tahun). 2. Umur sedang ( 20-35 tahun). 3. Umur tua ( > 35 tahun).

Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia setengah baya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia setengah baya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. (Notoadmodjo, 2007)

(31)

Pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan cephalopelvic disproporstion pada ibu bersalin Pengalaman

Pelatihan

Umur

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan teori Notoatmodjo (2007) yang menyatakan bahwa pengetahuan menjadi landasan penting untuk menentukan tindakan. Pengetahuan,sikap dan perilaku seseorang akan kesehatan merupakan faktor yang menentukan dalam mengambil suatu keputusan. Orang yang berpengetahuan baik akan mengupayakan kemampuan menerapkan pengetahuannya didalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan teori tersebut maka dapat dibuat suatu kerangka konsep Penulisan sebagai berikut :

Independen Dependen

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

(32)

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasioanal

Variabel Definisi

Operasional Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala

1 2 3 4 5 6 Pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan cephalopelvic disproporstion pada ibu bersalin Hal-hal yang diketahui bidan tentang penatalaksanaan cephalopelvic disproportion pada ibu bersalin

Kuesioner Menyebarkan kuesioner sebanyak 10 pertanyaan - Baik, jika 75-100% - Cukup, jika 56- 75% - Kurang, jika <56% Ordinal Sub Variabel

Pengalaman Peristiwa atau kejadian yang sudah dialami oleh Bidan dalam tentang

penatalaksanaan cephalopelvic disproporstion pada ibu bersalin

Kuesioner Menyebarkan kuesioner sebanyak 1 pertanyaan - Ada - Tidak ada Ordinal

Pelatihan Pelatihan yang pernah diikuti oleh bidan terutama tentang penatalaksanaan cephalopelvic disproporstion pada ibu bersalin

Kuesioner Memberikan 1 pertanyaan dengan kriteria

- Pernah, jika pernah mengikuti pelatihan - Tidak pernah, jika

tidak pernah mengikuti pelatihan Pernah Tidak pernah Ordinal Umur Lamanya seseorang hidup yang dihitung sejak lahir sampai saat dilakukannya Penulisan

Kuesioner Dengan memberikan 1 pertanyaan mengenai umur dengan - Muda jika < 20 tahun - Sedang, jika 20-35 tahun - Tua, jika >35 tahun Ordina l

(33)

C. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan pengalaman dengan pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan cephalopelvic disproportion (CPD) pada ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

2. Ada hubungan pelatihan dengan pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan cephalopelvic disproportion (CPD) pada ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

3. Tidak ada hubungan umur dengan pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan cephalopelvic disproportion (CPD) pada ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

(34)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik deskriptif dimana peneliti ingin mengetahui faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan Cephalopelvic Disproportion (CPD) pada ibu bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tanggal 19 s/d 22 agustus 2013.

C. Populasi Dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam Penelitian ini adalah seluruh bidan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh berjumlah 44 orang.

2. Sampel

Sampel dalam Penelitian ini adalah semua populuasi di jadikan sampel (total sampling) yaitu berjumlah 44 orang.

(35)

Untuk lebih jelas dapat dilihat di tabel di bawah ini :

No Nama Ruangan Jumlah Bidan

1. Seurune III 10 orang Bidan Praktik, 2 orang Bidan Pendidik.

2. Bersalin 11 orang Bidan Praktik 3. Geurute 1 orang Bidan Praktik

4. NICU 7 orang Bidan Praktik

5. Mamplam II 2 orang Bidan Praktik 6. Seurune I 3 orang Bidan Praktik

7. IGD 5 orang Bidan Praktik

8. Poli Kebidanan 2 orang Bidan Praktik 9. Seurune II 1 orang Bidan Praktik

D. Alat Pengukuran Data

Alat pengukuran data terdiri dari 2 bagian :

1. Bagian a merupakan data demografi yaitu karakteristik responden meliputi umur, pelatihan, pengalaman

2. Bagian b berisi mengenai data tentang pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan Cephalopelvic Disproportion (CPD) pada ibu bersalin.

(36)

1. Data Primer

Data pengetahuan, umur, pelatihan dan pengalaman yang dilakukan dengan cara menyebar kuesioner kepada bidan yang ada Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

2. Data Sekunder

Untuk melengkapi data primer Peneliti memperoleh data dari Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

F. Pengolahan Data

Proses pengolahan data dapat dilakukan melalui beberapa tahap. Menurut Arikunto (2003) tahap pengolahan data meliputi :

1. Editing, adalah memeriksa dan menyesuaikan dengan rencana semula seperti apa yang diinginkan.

2. Coding, adalah mengklasifikasikan jawaban menurut jenisnya dengan memberikan kode tertentu.

3. Transfering, yaitu memindahkan jawaban responden dalam bentuk tabel pengolahan data.

4. Tabulating, adalah data yang sudah benar kemudian dimasukkan dalam tabel distribusi frekuensi.

(37)

Analisa data dilakukan dengan komputer menggunakan program Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16.0, analisis data dilakukan secara statistik deskriptif dan analitik.

Analisa data yang dilakukan meliputi :

a. Analisa univariat adalah analisa yang digunakan dengan menjabarkan secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi variabel yang diteliti, baik varibael terikat maupun variabel bebas. Untuk analisa ini, semua variabel disajikan dalam bentuk table disribusi frekuensi.

%

100

x

n

f

p

Keterangan : P = Angka persentase

f = Frekuensi jawaban sampel n = Banyaknya sampel

b. Analisa bivariat menggunakan tabel silang untuk menyoroti dan menganalisis perbedaan atau hubungan antara dua variable. Menguji ada tidaknya perbedaan/hubungan antara variabel internal pegawai, lingkungan internal organisasi, dan lingkungan eksternal organisasi dengan dignakan analisis Chi Square, dengan tingkat kemaknaan  = 0,05. Hasil yang diperoleh pada analisis Chi Square dengan menggunakan program SPSS yaitu nilai p, kemudian dibandingkan dengan  = 0,05. Apabila nilai P. value lebih kecil dari  = 0,05 maka ada hubungan/perbedaan antara dua variabel tersebut.

(38)

Data dianalisis dengan statistic deskriptif dan statistic inferensial, dengan dibantu program SPSS versi 1,0 (Statistical Product and Service Solutions) dengan ketentuan Chi Square sebagai berikut:

a. Bila tabel 2x2, dan tidak ada nilai Expected (harapan) / E ¸5, maka uji yang dipakai sebaiknya “Continuity Correction (a)”.

b. Bila tabelnya 2x2, dan ada nilai E < 5, maka yang di uji yang dipakai adalah ”Fisher’s Exact Test”.

c. Bila tabelnya lebih dari 2x2, misalnya 2x3, 3x3, dan lain-lain, maka digunakan uji “Pearson Chi Square”

d. Sedangkan “Uji Likelihood Ratio” dan “Linear-by-Linear Assciation”, biasanya digunakan lebih spesifik, misalnya analisis statifikasi pada bidang epidemiologi dan juga untuk mengetahui hubungan linear dua variabel kategori, sehingga kedua jenis ini jarang dipakai.

Kemudian untuk mengetahui ada/tidaknya nilai E kurang dari 5, maka dilihat pada footnote a di bawah kotak Chi square (Riyanto, 2010).

(39)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin merupakan rumah sakit pemerintah yang beralamat di Jln. Tgk. H.M. Daud Beureueh Nomor 108 Banda Aceh, memiliki luas area 196.480 m2 dengan luas bangunan 25.760 m2. Rumah sakit ini berdiri pada tanggal 22 Februari 1979 dan merupakan rumah sakit kelas “A” sesuai dengan keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor: 1062/Menkes/Sk/2011, tentang peningkatan kelas Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin pada tanggal 1 juni 2011.

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin menawarkan pelayanan kesehatan yang luas serta menyediakan pelayanan kesehatan baik rawat jalan, rawat inap serta medical check up. Selain itu, Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin sudah terakreditasi 16 pelayanan dari departemen kesehatan Republik Indonesia meliputi : administrasi manajemen, pelayanan medis, pelayanan gawat darurat, pelayanan keperawatan, rekam medis, farmasi, radiologi, laboratorium, kamar operasi, pengendalian infeksi rumah sakit, perinatal, resiko tinggi, pelayanan rehabilitsi medik, pelayanan gizi, pelayanan intensif dan pelayanan darah.

(40)

B. Hasil Penelitian 1. Analisa Univariat

a. Umur

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Umur Bidan tentang Penatalaksanaan Cephalopelvic Disproportion (CPD) Pada Ibu Bersalin Dirumah Sakit Umum

Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh

No Umur F %

1 Muda 4 9,3

2 Sedang 15 32,6

3 Tua 25 58,1

Total 44 100

Sumber Data Primer diolahTahun 2013

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 44 responden mayoritas umurnya berada dalam kategori tua sebanyak 25 (58,1%). b. Pelatihan

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Pelatihan Bidan tentang Penatalaksanaan Cepalopelvic Disproportion (CPD) Pada Ibu Bersalin Dirumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh

No Pelatihan f %

1 Pernah 24 54,5

2 Tidak Pernah 20 45,5

3 Total 44 100

Sumber Data Primer diolahTahun 2013

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 44 responden mayoritas pernah mengikuti pelatihan sebanyak 24 orang (54,5).

(41)

c. Pengalaman CPD

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Pengalaman CPD Bidan tentang Penatalaksanaan Cepalopelvic Disproportion (CPD) Pada Ibu Bersalin Dirumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh

No Pengalaman CPD f %

1 Tidak 24 54,5

2 Ada 20 45,5

Total 44 100

Sumber Data Primer diolahTahun 2013

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 44 responden mayoritas tidak ada pengalaman sebanyak 24 orang (54,5%)

d. Pengetahuan

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Pengetahuan Bidan tentang Penatalaksanaan Cepalopelvic Disproportion (CPD) Pada Ibu Bersalin Dirumah Sakit Umum Daerah

dr.Zainoel Abidin Banda Aceh

No Pengetahuan f %

1 Baik 23 52,3

2 Cukup 13 29,5

3 Kurang 8 18,2

Total 44 100

(42)

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 44 responden mayoritas pengetahuannya berada pada kategori baik sebanyak 23 orang (52,3%).

2.Analisa Bivariat

a. Hubungan umur dengan pengetahuan Penatalaksanaan Cepalopelvic Disproportion.

Tabel 5.5

Hubungan Umur Dengan PengetahuanBidan tentang Penatalaksanaan Cepalopelvic Disproportion (CPD)

Umur

Pengetahuan

Total p value Α % Baik Cukup Kurang

Muda 3(60%) 2(40%) 0(0%) 4

0,56 0,05 100 % Sedang 6(42,9%) 4(28,6%) 4(28,6%) 15

Tua 14(56%) 8(32%) 3(12%) 25

Sumber Data Primer diolahTahun 2013

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 25 responden yang umurnya tua ternyata (56%) pengetahuannya baik, dari 14 responden yang umur sedang ternyata (42,9) pengetahuannya baik, sedangkan 5 responden yang umurnya dalam kategori muda 3 orang (60%).

(43)

Hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,56 berarti tidak ada hubungan antara umur dengan pengetahuan Penatalaksanaan Cepalopelvic Disproportion.

b. Hubungan Pelatihan dengan pengetahuan Penatalaksanaan Cepalopelvic Disproportion.

Tabel 5.5

Hubungan Pelatihan Dengan Pengetahuan Bidan tentang Penatalaksanaan

Cepalopelvic Disproportion (CPD) Pelatihan

Pengetahuan

Total p value Α % Baik Cukup Kurang

Pernah 13(54,2%) 6(25%) 5(20,8%) 24

0,02 0,05 100 Tidak

pernah 10(50%) 7(35%) 3(15%) 20 Sumber Data Primer diolahTahun 2013

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 24 responden yang pernah mengikuti pelatihan ternyata pengetahuannya baik sebanyak 13 orang (54,2%), sedangkan 20 responden yang tidak pernah mengikuti pelatihan ternyata pengetahuannya baik sebanyak 10 (50%).

(44)

Hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,02 berarti ada hubungan antara pelatihan dengan pengetahuan Penatalaksanaan Cepalopelvic Disproportion.

c. Hubungan Pengalaman dengan Penatalaksanaan Cephalopelvic Disproportion

Tabel 5.6

Hubungan Pengalaman Dengan Pengetahuan Bidan tentang Penatalaksanaan Cepalopelvic Disproportion (CPD)

Pengalaman

Pengetahuan

Total pvalue Α % Baik Cukup kurang

Tidak ada 12(50%) 8(33,3%) 4(16,7%) 24

0,01 0,05 100 Ada 11(55%) 6(30%) 3(15%) 20

Total 23 14 7 44

Sumber Data Primer diolahTahun 2013

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 24 responden yang tidak ada pengalaman ternyata pengetahuannya baik sebanyak 12 orang (50%), sedangkan 20 responden yang ada pengalaman ternyata pengetahuannya baik sebanyak 11 orang (55%).

Hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,01 berarti ada hubungan antara pengalaman Penatalaksanaan Cepalopelvic Disproportion (CPD).

C. Pembahasan

1. Hubungan umur dengan pengetahuan Penatalaksanaan Cepalopelvic Disproportion.

(45)

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 25 responden yang umurnya tua ternyata (56%) pengetahuannya baik, dari 14 responden yang umur sedang ternyata (42,9) pengetahuannya baik, sedangkan 5 responden yang muda 3 orang (60%) pendidikannya baik.

Hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,56 berarti tidak ada hubungan antara umur dengan pengetahuan Penatalaksanaan Cepalopelvic Disproportion.

Hasil penelitian fanny, (2010) menyatakan umur tidak mempengaruh i seseorang untuk mendapatkan ilmu atau pengetahuan dengan adanya keinginan dan minat sehingga dapat mengembangkan informasi.

Penelitian ini sesuai dengan pernyataan teori eddy (2010), umur adalah usia perubahan bentuk tubuh, sel, dan juga perkembangan pola fikir dan juga aktivitas.

Menurut asumsi peneliti tidak adanya hubungan antara umur dengan pengetahuan pada penatalaksanaan Cepalopelvic Disproportion karena yang ditemukan peneliti dilapangan semakin responden tidak melakukan tindakan Cepalopelvic Disproportion maka semakin sedikit informasi atau penegtahuan yang akan diketahui responden. Jadi umur tidak berperan utama yang paling berperan adalah pengalaman responden. 2. Hubungan pelatihan dengan pengetahuan Penatalaksanaan Cepalopel

vic Disproportion.

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 24 responden yang pernah mengikuti pelatihan ternyata pengetahuannya baik sebanyak 13

(46)

orang (54,2%), sedangkan 20 responden yang tidak pernah mengikuti pelatihan ternyata pengetahuannya baik sebanyak 10 (50%).

Hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,02 berarti ada hubungan antara pelatihan dengan pengetahuan Penatalaksanaan Cepalopelvic Disproportion.

Menurut hasil penelitian maysaroh (2005), mengatakan bahwa pelatihan mempunyai hubungan yang signifikan terhadap pengetahuan dan juga perilaku.

Penelitian ini sesuai dengan teori anwar, (2005) bahwa pelatihan bisa memicu seseorang untuk mengulang kembali apa yang telah dipelajari yang termasuk kedalam pelatihan bisa seperti, ujian, praktikum, dan juga pembelajaran khusus.

Menurut asumsi peneliti adanya hubungan antara pelatihan dengan pengetahuan penatalaksanaan Cepalopelvic Disproportion karena pelatihan mempunyai peran penting seperti memicu kembali semangat, mengasah kembali pembelajaran yang lalu, mengupdate informasi terbaru dan juga pelatihan mampu membuat persaingan pengetahuan sesama tenaga kesehatan sehingga tenaga kesehatan dapat lebih giat lagi untuk mengasah kemapuan dan penegtahuannya.

3. Hubungan pengalaman dengan pengetahuan Penatalaksanaan Cepalo pelvic Disproportion.

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 24 responden yang pengalamanyan ada ternyata 12 orang (50%), sedangkan 20 responden

(47)

yang tidak ada pengalaman ternyata pengetahuannya baik sebanyak 11 orang (55%).

Hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,01 berarti ada hubungan antara pengalaman Penatalaksanaan Cepalopelvic Disproportion (CPD).

Menurut penelitian surya (2009), mengatakan bahwa pengalaman atau masa kerja mempengaruhi skiil seseorang dalam bidang- bidang tertentu.

Menurut teori didin (2012), pengalaman adalah proses pembentuka n pengetahuan atau keterampilan tentang suatu metode pekerjaan dalam waktu tertentu.

Menurut asumsi peneliti, pengalaman atau masa kerja mempengaruhi pengetahuan responden tentang penatalaksanaan Cepalopelvic Disproportion (CPD) karena, semakin sering responden melakukan tindakan tersebut semakin ia mencari tau lebih mendalam lagi tentang pelaksanaan Cepalopelvic Disproportion (CPD) supaya dapat melakukan pelaksanaan dengan semaksimal mungkin.

(48)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 19 – 22 Agustus 2013 tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan cephalopelvic disproportion pada ibu bersalin dengan responden berjumlah 44 orang, maka dapat disimpulkan:

1. Tidak ada hubungan antara umur dengan pengetahuan penatalaksanaan cephalopelvic disproportion dengan nilai p value 0,56

2. Ada hubungan antara pelatihan dengan pengetahuan penatalaksanaan cephalopelvic disproportion dengan nilai p value 0,02

3. Ada hubungan antara pengalaman dengan pengetahuan penatalaksanaan cephalopelvic disproportion dengan nilai p value 0,01

B. Saran

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan

Cephalopelvic Disproportion (CPD) pada ibu bersalin. 1. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan bahan masukan dan kajian ilmu pengetahuan dalam meningkatkan wawasan peserta didik tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan Cephalopelvic Disproportion (CPD) pada ibu bersalin.

(49)

2. Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan menjadi masukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan memahami tentang penatalaksanaan Cephalopelvic Disproportion (CPD) pada ibu bersalin.

3. Bagi Peneliti

Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam melaksanakan Penulisan dan meningkatkan pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan bidan tentang

Gambar

Tabel 3.1 Definisi Operasioanal

Referensi

Dokumen terkait

1) Aktivitas mahasiswa memperhatikan uraian materi oleh guru, berada pada kategori baik sekali. 2) Aktivitas mahasiswa mengajukan pertanyaan kepada guru, sudah

Untuk referensi berupa artikel ilmiah yang ditulis pada jurnal, proceedings, majalah ilmiah, atau terbitan berkala, urutan penulisan informasinya adalah: nama pengarang

Pada tabel-tabel diatas, menunjukkan bahwa hasil dari kuesioner yang telah disebar oleh penulis, terhadap pertanyaan sistem houkoku, renraku, dan soudan,

Koordinasi dalam penyusunan perencanaan pemulangan TKI dari titik debarkasi sampai ke daerah asal dilakukan oleh Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan Balai

Pengumpulan, analisis &amp; diseminasi/komunikasi data kesehatan (data penyakit) dan data keselamatan (data kecelakaan) spesifik untuk populasi pekerja berisiko dengan

Bank Negara Indonesia (BBNI) optimis penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada tahun 2016 akan terealisasi lebih cepat dengan turunnya suku bunga KUR menjadi 9%.. BNI

Batuk disertai dahak dengan konsistensi kental dan warna dahak kehijauan, tidak berbau.. Pada pemeriksaan pasien ditemukan adanya sekret pada hidung, faring hiperemis,

Pertanggung jawaban pelaku usaha sudah diatur dalam Pasal 7 huruf f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau yang disebut dengan