• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Mathieson, 2006). Pariwisata diyakini menjadi salah satu primadona

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Mathieson, 2006). Pariwisata diyakini menjadi salah satu primadona"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1. Latar Belakang

Kegiatan pariwisata merupakan kegiatan ekonomi besar yang memiliki pengaruh signifikan terhadap perkembangan sosial. Lebih dari 720 juta wisatawan dunia menghabiskan 480 miliar dolar tiap tahunnya (WTO 2004 dalam Wall dan Mathieson, 2006). Pariwisata diyakini menjadi salah satu primadona pembangunan di berbagai negara walaupun sering diiringi dengan gejolak instabilitas politik dan ekonomi global. Dampak gangguan keamanan dan isu terorisme bahkan tidak mampu menyurutkan minat wisatawan untuk terus berkunjung ke berbagai negara tujuan wisata. Begitupula para pemangku kebijakan dan pelaku industri pariwisata yang tetap mengambil keputusan untuk terus menggarap industri pariwisata. Hal tersebut jarang terjadi pada sektor industri lain (Damanik, 2008).

Perkembangan pariwisata di era globalisasi yang semakin melaju pesat terutama di negara-negara berkembang menimbulkan berbagai dinamika yang menarik untuk dikaji, salah satunya adalah sisi sumber daya manusianya. Sumber daya manusia sangat berkaitan dengan aspek pariwisata baik dari sisi ketersediaan (supply) maupun permintaan (demand). Sumber daya manusia sangat menentukan keberlangsungan destinasi pariwisata dalam hal manajemen dan pengelolaannya. Bila ditarik lebih jauh, maka fokus utama sumber daya manusia berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan (Liu dan Wall dalam Damanik, 2008).

(2)

Daya saing sumber daya manusia (SDM) Pariwisata Indonesia menempati ranking empat dari sepuluh negara anggota ASEAN. Kedudukan Indonesia masih

di bawah Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam1. Daya saing sumber daya

manusia, alam dan budaya Indonesia menurut World Economic Forum (WEF)

dalam laporan Human Resources and Labor Market 2015, Indonesia menempati

posisi 53 dari 141 negara di dunia jauh berada di bawah negara tetangga Malaysia yang berada di peringkat 30, lebih unggul dari Prancis yang tepat berada di

bawahnya. Dalam Human Development Report yang dilansir UNDP pada tahun

2015, Indonesia menempati posisi 110 dari 188 negara. Indonesia berada di

kategori medium human development tertinggal cukup jauh dari negara-negara

ASEAN seperti Sri Lanka dan Malaysia yang berada di kategori high human

development. Fakta tentang masih rendahnya sumber daya manusia Indonesia tidak berhenti sampai disitu, ternyata Indonesia menduduki peringkat yang sama

pada kategori education achievements yang dilaporkan UNDP tahun 2015.

Pembangunan sektor pariwisata Indonesia masih menghadapi

permasalahan mendasar antara lain masih terbatasnya SDM pengelola, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Daya saing SDM Pariwisata Indonesia masih relatif rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Masih rendahnya daya saing tersebut dapat dilihat dari ketimpangan antara proporsi SDM pada level operasional dibandingkan dengan SDM level manajemen, pemikir maupun perencana. Kondisi ini disebabkan karena pendidikan dan keterampilan yang diberikan di sekolah-sekolah pariwisata mulai dari tingkat SMK sampai dengan

1

Paparan Menteri Pariwisata Indonesia Arif Yahya saat memberikan kuliah umum di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung (STP Bandung) 13 Februari 2015

(3)

Diploma dan Strata 1 lebih memprioritaskan pada pendidikan dan pelatihan

praktis (practical skills). Di sisi lain, SDM Pariwisata di tingkat pelaksana

(practical workers) kurang memberi perhatian pada pembekalan keilmuan yang dapat mempersiapkan SDM berkompetensi tinggi (Wijono dkk, 2015). Ditambah lagi perhatian pariwisata Indonesia masih berkiblat pada seberapa besar devisa, jumlah wisatawan asing dan sebagainya, sementara aspek kualitatif yang dapat dilihat dari perubahan positif mutu sumber daya manusia cenderung diabaikan. Padahal target-target ekonomi tersebut dapat dicapai jika persoalan sumber daya manusia lebih dulu ditangani (Kusworo dan Damanik, 2002).

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang didengung-dengungkan menjadi sentra pariwisata Indonesia kedua setelah Bali mulai memprioritaskan industri pariwisata dan ekonomi kreatif sebagai andalan pendapatan daerah. Badan Pusat Statistik (BPS) DIY melansir total 1165 hotel pada tahun 2015 dengan rincian 1076 hotel non bintang dan 89 hotel berbintang, dapat diperkirakan perkembangan tersebut akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Selain banyaknya hotel-hotel baru yang marak dibangun di DIY, bukti pariwisata menjadi prioritas juga diperlihatkan dengan munculnya pariwisata jenis baru yang bukan hanya sekedar senang-senang belaka tetapi bernuansa memberi pendidikan dan pengalaman baru, ekowisata salah satunya.

Perkembangan pariwisata DIY yang begitu signifikan dalam hal penyediaan produk dan raihan pasar masih dihadapkan pada permasalahan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni demi mengikuti perkembangan industri pariwisata yang dinamis, ditambah lagi dengan persaingan

(4)

bursa kerja internasional dan isu Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) semakin terasa efeknya. Pendidikan yang dipandang sebagai salah satu pemicu adanya sumber daya manusia yang baik dirasa belum mampu banyak menciptakan sumber daya manusia yang mumpuni. Sekolah vokasi, baik sekolah menengah maupun sekolah tinggi yang seharusnya - seperti yang dikatakan Thompson (1973) dalam Lastariwati (2012:75):

Vocational education as education designed to develop skills, abilities, understandings, attitudes, work habits, and appreciation needed by work to enter and make progress in employement on useful and productive basis”

Sekolah Vokasi didesain untuk mengembangkan kemampuan,

pengetahuan, etos kerja yang baik dan siap kerja di dunia industri. Sekolah vokasi khususnya pada tingkat sekolah menengah (SMK) dipandang masih belum dapat

mencetak lulusan yang siap mental untuk bekerja2. Padahal jika ditinjau dari

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 60 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 SMK dan Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) disana tertulis dengan jelas bahwa:

“SMK/MAK menyelenggarakan program Pendidikan Sistem Ganda (PSG) bersama dengan institusi pasangan yang memadukan secara sistematis dan sistemik program pendidikan di sekolah dengan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui bekerja langsung di institusi pasangan, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu”

Jelas tertulis kata profesional di dalam peraturan pemerintah tersebut, namun faktanya justru lulusan SMK dipandang belum siap mental dan etos bekerja dirasa masih kurang. Para lulusan SMK dipandang masih harus mengikuti

2

Hasil Focus Group Dsicussion “Mengurai Anatomi Pendidikan SMK Pariwisata di DIY” Pusat Studi Pariwisata (PUSPAR) UGM tanggal 6 Mei 2015

(5)

pelatihan demi mematangkan skill bekerjanya di pendidikan yang lebih tinggi (D1, D2 dan D3) ataupun di tempat pelatihan-pelatihan. Data BPS pada Agustus 2014 mencatat bahwa total pengangguran lulusan SMK mencapai 1.332.521 orang, jumlah tersebut justru meningkat dari data sebelumnya pada Februari 2014 yaitu 847.365 orang. Hal tersebut mendorong penulis untuk mencari tahu apa sebenarnya yang menjadi kendala lulusan SMK Pariwisata, siswa SMK Pariwisata

kebanyakan menjadi pekerja tidak tetap atau casual di dunia industri.

Maraknya pembangunan hotel dan industri pariwisata lainnya di DIY seharusnya dapat diimbangi dengan adanya sekolah-sekolah kejuruan, namun sepertinya sekolah-sekolah yang ada belum mampu menyiapkan lulusan yang siap kerja terutama pada aras sekolah menengah (SMK). Terdapat total 208 jumlah SMK di DIY dengan sedikitnya 20 sekolah bidang kepariwisataan seperti akomodasi perhotelan, patiseri, jasa boga, usaha perjalanan wisata, kecantikan kulit dan kecantikan rambut. Sejauh ini, jurusan-jurusan tersebut sudah

disesuaikan dengan permintaan industri. Namun, matriks hasil Focus Group

Discussion atau FGD di Pusat Studi Pariwisata (PUSPAR) menunjukkan bahwa kualitas yang dimiliki oleh para lulusannya masih relatif kurang terutama jika bersaing di taraf internasional.

(6)

Tabel 1.1. Matriks Kemampuan Siswa SMK di Yogyakarta

Aspek Keterangan

Kemampuan Siswa

- Siswa yang praktek industri tidak mengalami kesulitan

hanya saja butuh pengarahan sedikit dari pembimbing di hotel.

- Hotel membutuhkan tenaga yang siap secara mental/emosi

dan memiliki multiskills

- Siswa SMK butuh latihan dan praktik lebih lama lagi

terutama bahasa dan skill jika ingin bersaing dan berkualitas

- Beberapa siswa ada yang bukan peminat pertama sehingga

sulit menerima KBM dengan baik.

- Industri butuh lulusan SMK yang bermental kuat dan

multiskill siap kerja

Sumber: Wijono dkk, 2015

Jika dilihat dari spesifikasi jurusan, seharusnya lulusan SMK Pariwisata dapat langsung diserap oleh dunia industri pariwisata dan menghasilkan tenaga kerja berkualitas yang siap kerja dan siap mental. Pola pembelajaran SMK, khususnya SMK Pariwisata sejauh ini sudah berusaha mengacu dan berkiblat pada dunia industri agar para lulusannya dibekali kesiapan kerja baik mental maupun kualitas kerja agar para lulusannya memiliki kompetensi yang handal. Namun faktanya justru banyak pengangguran dari lulusan SMK di Indonesia, terutama di

Daerah Istimewa Yogyakarta3.

Jika ditarik lebih jauh lagi, fokus pendidikan di sekolah-sekolah bergantung pada kurikulum yang diterapkan, sedangkan penerapan kurikulum itu sendiri bergantung pada prosesnya. Proses pembelajaran sendiri melibatkan banyak hal mulai dari tenaga pendidik, peserta didik, sarana dan prasarana serta kerjasama dengan berbagai pihak. Upaya untuk mencapai kualitas lulusan pendidikan kejuruan yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja perlu didasari

3

Dikutip dari halaman (http://www.solopos.com) diakses pada tanggal 30 April 2015 pukul 17:00 wib

(7)

dengan kurikulum yang dirancang dan dikembangkan dengan prinsip kesesuaian dengan kebutuhan industri dan para pemangku kebijakan. Kurikulum yang merupakan salah satu kelengkapan dalam penyelenggaraan pendidikan memegang peran penting dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan.

Kurikulum pendidikan kejuruan secara spesifik memiliki karakter yang mengarah kepada pembentukan kecakapan lulusan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pekerjaan tertentu. Hal ini disebabkan karena perkembangan teknologi di industri terjadi sangat cepat, sementara hal sebaliknya terjadi pada dunia pendidikan. Untuk itulah mitra industri sangat diperlukan sebagai wahana pengenalan terhadap dunia kerja, standar kerja dan perkembangan teknologi. Jaringan kerja dengan industri perlu dikembangkan untuk membantu kelancaran dan keuntungan akademik yang optimum (Lastariwati, 2012).

Pada praktiknya, Daerah Istimewa Yogyakarta menerapkan kurikulum yang berbeda di beberapa sekolah. Saat ini terdapat dua kurikulum yang digunakan yaitu Kurikulum 2013 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Perbedaan penggunaan kurikulum tersebut menyebabkan penggunaan metode belajar yang berbeda pula.

Ketika kurikulum sudah dianggap baik dan baku, mengapa kemudian hasil tidak seperti yang diharapkan – seperti yang disampaikan fakta di atas – khususnya dalam memenuhi kebutuhan industri. Di sisi lain, ada beberapa faktor yang juga berpengaruh terhadap proses belajar siswa dalam pembentukan kompetensinya (dalam Slameto, 2010). Sejauh mana faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi proses belajar siswa. Kajian-kajian tersebut dirasa penting sebagai

(8)

bahan evaluasi karena berguna untuk merencanakan kebutuhan SMK, khususnya SMK pariwisata di masa yang akan datang.

Bentuk usaha lain yang perlu dilakukan demi meningkatkan peranan

lulusan Sekolah Menengah Kejuruan Pariwisata dalam dunia usaha yaitu meninjau, mengkaji kembali proses pembelajaran dan penerapan kurikulum di SMK bidang keahlian pariwisata. Dalam mengkaji proses tersebut perlu juga melihat faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar seperti kemampuan guru, fasilitas sekolah, kurikulum dan siswa itu sendiri.

Untuk itu, penelitian ini menganalis sejauh mana proses penerapan kurikulum di sekolah-sekolah kejuruan pariwisata khususnya DIY, dalam membantu membentuk kompetensi siswa menghadapi dunia kerja. Penelitan ini dilakukan agar dapat menjadi bahan evaluasi bagi para pemangku kebjakan maupun pengelola sekolah serta para tenaga pendidik di Indonesia khususnya DIY.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis jabarkan di atas, maka terdapat beberapa masalah yang ditemukan, diantaranya yaitu:

a. Kurikulum sebagai akar pendidikan yang dianggap baik belum dapat

menghasilkan outcome lulusan yang siap bekerja sesuai kebutuhan industri

(9)

b. Pendidikan level sekolah vokasi (SMK) dianggap belum dapat memaksimalkan perannya dalam mencetak SDM yang unggul bagi industri pariwisata.

c. Lulusan SMK dianggap belum siap untuk benar-benar bisa bekerja di

dunia industri. 1.3. Pertanyaan penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian dan rumusan malasah di atas, maka timbul beberapa pertanyaan yang selanjutnya menjadi bahan pembahasan dalam penelitian ini, diantaranya yaitu:

1. Bagaimana proses penerapan kurikulum di SMK bidang kompetensi

keahlian Pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menyiapkan kompetensi sumber daya manusia pariwisata?

2. Bagaimana outcome kompetensi siswa SMK Pariwisata Daerah Istimewa

Yogyakarta di dunia industri?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi proses penerapan kurikulum dalam

menyiapkan kompetensi sumber daya manusia pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta.

1.4. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pertanyaan penelitian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui proses penerapan kurikulum di SMK Pariwisata dalam

(10)

2. Mengetahui outcome kompetensi sumber daya manusia SMK Pariwisata di dunia industri.

3. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi proses penerapan kurikulum

dalam menyiapkan kompetensi sumber daya manusia pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta.

1.5. Manfaat Penelitian

Selain bagi peneliti sendiri, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi

berbagai pihak, diantaranya:

1. Guru-guru SMK Pariwisata khususnya D.I. Yogyakarta dalam

menyiapkan dan menerapkan kurikulum pariwisata.

2. Pemangku kebijakan seperti Kementerian Pendidikan dan Pelaku industri

kepariwisataan sebagai bahan acuan, pertimbangan dalam menetapkan kebijakan kurikulum baru bagi industri dan dunia pendidikan kepariwisataan.

3. Bagi dosen, peneliti dan mahasiswa, penelitian ini dapat dijadikan sebagai

tambahan wawasan, menjadi rujukan bagi penelitian lebih lanjut tentang

Gambar

Tabel 1.1. Matriks Kemampuan Siswa SMK di Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Untuk merumuskan rencana pengembangan keorganisasian, dengan mengacu pada analisis SWOT, dilandaskan pada efektifitas dan efisiensi yang akan tercipta dari

Kesimpulan pada penelitian ini adalah: (1) tingkat penerapan etika perkantoran para tenaga administrasi sekolah SMP Negeri di Kecamatan Bantur Kabupaten Malang berada pada

Jika terjadi gempabumi dengan magnitudo yang sangat besar terjadi di Zona Megathrust Sulawesi Utara yang berpotensi terjadinya tsunami, maka perlu dibuat estimasi ancaman

Oleh karena itu, al-Ma’mun mengumumkan sebagai khalifah kaum muslimin yang mengurus masalah-masalah agama dan dunia untuk mereka, al-Ma’mun berkewajiban tidak

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini adalah keterampilan mengajar guru menurut persepsi siswa dan motivasi belajar berhubungan dengan hasil

Sekretaris Perusahan Bank Mandiri bertanggung jawab langsung kepada Direksi dan berada di bawah supervisi Direktur Utama yang mempunyai tugas dan tanggung jawab antara lain