• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mereka yang Dilupakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mereka yang Dilupakan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Mereka yang Dilupakan

Situasi Penyandang Disabilitas Psikososial di

Panti-Panti Sosial

Yeni Rosa Damayanti Perhimpunan Jiwa sehat

(2)

Ribuan penyandang disabilitas psikososial dikurung di

panti-panti sosial di Indonesia

Kyai Jasono, Cilacap 2018

Brebes

, 2017

(3)

Apa Yang Terjadi di panti2 sosial?

Penghuni panti ditempatkan dalam fasilitas menyerupai penjara dalam kurun waktu yang tidak tertentu, bisa berbulan-bulan sampai bertahun-tahun.

Di banyak panti, mereka bukan hanya terkurung di kompleks panti, mereka bahkan tidak bisa meninggalkan ruangan/sel dimana mereka berada, kecuali untuk makan. Mereka dikunci dalam ruangan siang dan malam. Lamanya mereka dikurung di panti bisa bulanan sampai tahunan. Perempuan yang tampak dalam gambar ini rata-rata telah berada disana selama 2 tahun.

.

(4)

Bukan hanya dikurung,

banyak dari mereka juga dirantai.

(5)

Permasalahan yang sering dihadapai:

Pengobatan Paksa:

Obat diberikan tanpa persetujuan bahkan sepengetahuan yang bersangkutan.

Dalam kunjungan th 2018 ke yayasan Galuh Bekasi, semua penghuni yang berjumlah hampir 450 orang, diberikan

suntikan obat anti psikotik dengan jenis obat yang sama dengan dosis yang sama.

Tidak ada penegakan diagnosis individual. Tidak semua penghuni menderita psikotik.

Obat yang disuntikkan itu obat generasi lama dengan banyak efek samping.

Penguni yang diwawancara mengatakabn mereka disuntik 2 minggu sekali, tanpa mengetahui apa dan untuk apa

suntikan tersebut.

Beberapa penghuni mengeluhkan badan sakit dan kaku, yang khas merupakan efek samping Haloperidol

Komnasham juga menemukan hal yang sama selama dalam kunjungan ke 6 panti2 sosial di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Panti2 yang menjalankan pengobatan tradisional juga melakukannya tanpa perestujuan ybs. Tindakan yang dilakukan antara lain, direndam, dipijat dengan kasar dll.

(6)

Tidak ada layanan kesehatan yang memadai.

Tidak ada layanan

kesehatan yang memadai.

Angka Kematian tinggi

 Di panti Al Fajar Berseri rata2 3 sd 4 0rang

meninggal dalam sebulan (Kunjungan tahun 2018)

 Tidak ada yang pernah melakukan monitoring mengenai tingkat kematian ini. Penghuni mati secara diam-diam tanpa ada yang memtanyakan.

(7)

Situasi perempuan penghuni panti yang hamil dan melahirkan

 Di panti Al Fajar Berseri ada beberapa penghuni panti perempuan yang hamil.

 Saat dikunjungi bulan Oktober th 2018, pengurus panti mengatakan tidak ada pemeriksaan kesehatan selama kehamilan.

 Saat melahirkan hanya dibantu oleh staff panti, tanpa kehadiran bidan, perawat, atau tenaga medis. Ada kasus2 dimana ibu dan bayi meninggal saat proses kelahiran.

(8)

Gizi Buruk

Di beberapa panti penghuni dibiarkan kelaparan seperti di Padepokan Mbah Marsiyo in Kebumen (Okt, 2018). Di Kabupaten Sragen District, di panti Sehat Waras Sejahtera,

(9)

Penggundulan

Banyak panti, termasuk institusi milik

pemerintah, mencukur kepala penghuni pria dan wanita tanpa persetujuan dari orang tersebut

merupakan hal yang dianggap wajar. Pengurus panti berpendapat bahwa pencukuran ini dilakukan karena ada kutu atau borok di kepala warga.

 Seorang penghuni perempuan yang kami wawancarai mengatakan bahwa dia telah dicukur dua kali. Dia merasa sangat terhina dan dilecehkan oleh perlakuan ini tetapi tidak dapat melakukan apapun.

 Ketika ditanya apa yang akan terjadi jika dia menolak, dia mengatakan ada risiko dia bisa dipukuli.

(10)

Kondisi tempat tinggal

Rata2 tidak ada kasur, penghuni tidur di lantai.

Sanitasi buruk.

Di yayasan Galuh bahkan

penghuni ada yang buang air di selokan kecil di tengah ruangan.

(11)

Situasi perempuan disabilitas psikososial di

panti2 sosial

 Seringkali, kamar mandi dan toilet

terbuka tanpa pintu, sehingga petugas laki-laki dapat melihat tubuh perempuan.

 Kami mengamati ada warga

perempuan yang dimandikan oleh staf laki-laki dalam keadaan

telanjang dan dirantai di Syamsul Panti, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.

 Kami menemui penghuni wanita

yang mandi di ruang terbuka sementara staf pria lalu lalang.

(12)

Perampasan hak untuk membesarkan anak.

 Pengurus salah satu panti di Bekasi yang diwawancarai IMHA menjelaskan bahwa

panti tersebut terkadang menampung perempuan yang sedang hamil.

 Ketika ditanya apakah anak-anak tersebut kemudian dirawat di panti, pengelola mengatakan bahwa karena ibunya adalah seorang penderita gangguan jiwa, ia jelas tidak mampu merawat anak tersebut.

 Jadi, pihak panti menyerahkan anak-anak ini kepada orang lain tanpa izin resmi dari ibu.

 Pemantauan Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan Indonesia juga menemukan bahwa anak yang lahir di panti tersebut kemudian dibawa ke

penampungan anak di Salatiga. Hampir dapat dipastikan penyandang disabilitas psikososial yang sedang hamil dan kemudian melahirkan di panti akan

kehilangan anaknya. Wawancara IMHA dengan pengelola panti sosial di Bekasi pada 2 Oktober 2018. Kecuali penyandang disabilitas psikososial memiliki keluarga atau tetangga yang bersiap untuk mengadopsi dan merawat anak

(13)

PEMISAHAN LAKI2, PEREMPUAN DAN

ANAK-ANAK.

Di beberapa panti tidak ada pemisahan antara

penghuni pria dan wanita dan anak di bawah umur.

Warga laki-laki dan perempuan tidak dipisahkan

setidaknya pada institusi berikut: Bina Lestari Mandiri,

Jawa Tengah; Pusat Penyembuhan Kyai Syamsul Maarif,

Brebes, Jawa Tengah; dan Padepokan Mbah Marsiyo.

Pantauan PJS menemukan beberapa penghuni di

bawah umur ditempatkan di fasilitas yang sama atau

bahkan di kamar yang sama dengan orang dewasa di

sebuah panti di Bekasi.

(14)

Privasi dan kepemilikan pribadi

Di banyak lembaga, penghuni harus tinggal bersama di lingkungan atau

ruangan yang dipenuhi banyak orang. S

eringkali ruangan ini terbuka

atau berdinding dengan jeruji besi

seperti kandang. Hal ini membuat

penghuni tidak memiliki privasi sama sekali.

Bahkan toilet pun tidak

berpintu, termasuk toilet untuk penghuni perempuan.

Selain itu,

penghuni juga tidak diperbolehkan memiliki atau menyimpan

barang pribadi.

Hampir semua warga yang dikunjungi PJS dilarang

memiliki barang pribadi. Penghuni terpaksa hanya menggunakan

barang-barang yang dipinjamkanoleh panti, seperti pakaian, sandal,

dan perlengkapan mandi. Hal ini bertentangan dengan salah satu

prinsip hak asasi manusia yang menyatakan bahwa setiap orang berhak

memiliki harta benda sebagaimana tertuang dalam Pasal 17 Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia.

(15)

Kekerasan terhadap perempuan di panti sosial

Perempuan penyandang disabilitas psikososial yang ditahan di

panti sosial rentan mengalami pelecehan seksual. IMHA,

Human Rights Watch serta Komnas Perempuan

menemukan

kasus kekerasan berbasis gender saat berkunjung ke panti2

sosial.

Semua perempuan yang kami wawancarai mengaku terlalu

takut untuk melaporkan hal ini, terutama karena

pelakunya

adalah petugas panti.

Mekanisme perlindungan yang tersedia bagi perempuan

korban kekerasan seksual di luar institusi seperti

pendampingan hukum, shelter, safe house, konselor tidak

tersedia bagi mereka.

(16)

Tidak ada mekanisme pengaduan dan

perlindungan terkait kekerasan di panti2.

 Di semua lembaga yang dikunjungi tidak ada mekanisme pengaduan yang bisa digunakan penghuni untuk melaporkan kekerasan yang dialami.

 Warga bahkan tidak memiliki akses untuk menggunakan telepon.

Segala sesuatu yang terjadi di dalam institusi berlangsung secara tertutup dengan hampir tidak ada orang luar yang mengetahui apa yang terjadi di dalam panti.

 Dalam wawancara dengan warga panti, kami sering mendengar pengaduan tentang kekerasan, pelecehan seksual, dan lain

sebagainya. Namun, warga terlalu takut untuk melaporkan kejadian tersebut, terutama karena pelakunya banyak yang merupakan staff panti. Hal ini menempatkan warga pada posisi yang sangat rentan dan tidak berdaya.

(17)

Kontrasepsi/strilisasi paksa

Perempuan penyandang disabilitas psikososial yang

ditempatkan di panti sosial dan rumah sakit jiwa juga

rentan terhadap kontrasepsi paksa dan sterilisasi paksa.

Berdasarkan pantauan Komnas Perempuan di Panti

Sosial Margo Widodo, Semarang, Jawa Tengah,

lembaga tersebut

memasangkan IUD

pada perempuan

penghuni usia subur.

Sedangkan RS Jiwa Dr Amino Regional

melakukan

tubektomi

pada pasien wanita.

Semua

tanpa persetujuan

langsung dari wanita yang

terlibat.

(18)

Resiko kekerasan seksual

Risiko kekerasan seksual di panti sosial juga

disebabkan oleh

terbatasnya jumlah pegawai

perempuan

. Hampir di semua lembaga yang diamati,

jumlah pegawai laki-laki jauh lebih banyak

dibandingkan pegawai perempuan.

Banyak

penghuni perempuan dirawat oleh staf

laki-laki.

Staf pria juga dengan mudah memasuki kamar

(19)

Grafik Jumlah Panti

(dikumpulkan oleh PJS dari dinas sosial berbagai propinsi)

(20)

Perbandingan jumlah petugas dan penghuni.

(21)

Mengapa penyandang disabilitas terjebak hidup

di panti-panti sosial?

Tidak ada tempat tinggal lainnya (“mau tinggal dimana?”)

Keluarga tidak mau menerima (baik karena stigma maupun

karena tidak ada dukungan, termasuk dari negara, untuk

merawat PD)

Tidak memiliki kapasitas hukum untuk keluar dari panti atas

keinginan sendiri.

Tidak ada perlindungan sosial saat meninggalkan panti (“mau

(22)

Masalah dalam keluarga

Stigma

Stigma yang berat di masyarakat membuat keluarga merasa malu memiliki anggota keluarga dengan disabilitas mental sehingga keluarga menyembunyikannya di panti-panti sosial.

Keluarga tidak mengetahui cara merawat orang dengan masalah kejiwaan.

Tidak ada informasi kepada keluarga bagaimana cara merawat, bagaimana harus memperlakukan, bagaimana pengobatan, bagaimana mengatasi kondisi gaduh gelisah dll.

Pandangan bahwa gangguan jiwa tidak dapat dipulihkan dan PDM akan berada dalam kondisi terganggu sepanjang hidupnya.

Tidak ada informasi bahwa gangguan jiwa (bahkan yang berat sekalipun seperti skizofrenia), dengan dukungan yang tepat baik medis maupun sosial), bisa dipulihkan dan orang yang mengalaminya bisa hidup seperti orang-orang lainnya dan berpartisipasi di masyarakat.

Hal ini membuat keluarga merasa putus asa serta tidak ada harapan dan masa depan bagi anggota keluarganya.

(23)

Perbedaan diantara keduanya hanyalah yang satu

mendapat dukungan, yang satu tidak.

.

Eddiansyah R Saputra

Pegawai Pemda DKI, Steering Committee @dkimuda, IT, Penikmat Buku, Pecandu Kopi, Skizofrenia Survivor, INFP, BBM Scholarship Awardee

Pemuda tanpa nama

Orang dengan Skizofrenia; Dipasung disebuah panti di Jawa Tengah

(24)

Masalah Kapasitas Hukum.

Penyandang disabilitas mental seringkali dianggap tidak memiliki kapasitas untuk mengambil keputusan sendiri. Implikasinya adalah keputusan diambil oleh orang lain yang dianggap

sebagai walinya. Hal ini berimplikasi pada hilangnya kapasitas hukum penyandang Disabilitas mental, baik secara formal melalui putusan pengadilan, maupun secara informal, tanpa

penetapan pengadilan.

Kapasistas hukum adalah fundamental bagi hak seseorang untuk menentukan nasib sendiri. Tanpa kapasitas hukum kita tidak bisa melakukan hal-hal seperti menolak atau menerima tindakan medis, menolak penempatan di panti-panti, menerima dan mengelola warisan, memilih dalam pemilu, melakukan transaksi jual beli, menikah dan berkeluarga, mendapat hak mengasuh anak dll.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

Pasal 433 :“ Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap

menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan ”.

(25)

Dampak tidak adanya kapasitas hukum

 Tidak mendapatkan harta warisan atau tidak boleh mengelola harta

warisan.

 Kesulitan membuka rekening dan meminjam uang di bank.  Dilarang menikah atau dipaksa menikah.

 Kesulitan mengadukan tindak kekerasan yang dialaminya, termasuk

kekerasan atau pelecehan seksual, karena diragukan kapasitasnya sebagai pelapor.

 Kesulitan menjadi saksi dalam perkara hukum karena diragukan

kapasitasnya sebagai saksi.

 Pemaksaan alat kontrasepsi

 Pemaksaan tindakan medis, termasuk obat-obatan yang berefek

(26)

.

Pemaksaan perawatan di RS Jiwa

Pemaksaan untuk tinggal di panti-panti.

Pemasungan

Tidak boleh merawat anak sendiri.

Tidak boleh mengadopsi anak.

Dilarang hidup secara mandiri

Kesulitan menyewa rumah

Kesulitan melakukan transaksi jual beli

Tidak boleh memilih dalam Pilkada

Dampak tidak adanya

kapasitas hukum

(27)

Tidak ada dukungan, termasuk skema

perlindungan sosial saat keluar dari panti

Penyandang disabilitas psikososial yang kami temui

rata-rata mengatakan bahwa mereka tidak bisa keluar dari

panti, walaupun sudah tinggal disana selama

bertahun-tahun, karena keluarganya tidak menjemput.

Adapula penyandang disabilitas psikososial yang tidak lagi

memiliki keluarga.

Bagi penyandang disabilitas yang ditolak oleh keluarganya

maupun yang tidak memiliki keluarga, maka untuk bisa

keluar dari pengurungan di panti-panti dibutuhkan

(28)

Apa yang bisa dilakukan?

Tahap 1: Mengubah panti-panti sosial dari

bentuk tertutup seperti penjara mejadi

bentuk terbuka seperti asrama.

Tahap 2: Memberi dukungan agar

perempuan disabilitas bisa keluar dari panti

dan hidup secara inklusif di masyarakat.

(29)

Mengubah panti-panti sosial dari bentuk

tertutup seperti penjara mejadi bentuk

terbuka seperti asrama.

Membutuhkan pelatihan pada petugas

Mekanisme perlindungan terhadap

tindak2 kekerasan termasuk sisten

pelaporan

Monitoring dan evaluasi secara rutin dari

(30)

Dukungan apa yang dibutuhkan agar

penyandang disabilitas bisa hidup diluar panti ?

Mata pencaharian/pekerjaan

Ketrampilan

Tempat tinggal (perumahan sosial)

Skema perlindungan sosial seperti:

Unemployment benefit (tunjangan bagi orang yang tidak bekerja)

Disability benefit (tunjangan disabilitas, mempertimbangkan extra cost of disability)

Asuransi kesehatan

Bantuan makanan

Konsesi (potongan harga) misalnya transportasi, listrik, air.

(31)

Perumahan Sosial

Perumahan sosial adalah

perumahan sewa yang dapat

dimiliki dan dikelola oleh

negara, oleh organisasi

nirlaba, atau kombinasi

keduanya, biasanya dengan

tujuan menyediakan

perumahan yang terjangkau.

Perumahan sosial juga dapat dilihat

sebagai obat potensial untuk ketidaksetaraan perumahan.

(32)

Perlindungan sosial dan hak atas perumahan

saling mendukung.

Target SDG 11.1:

berkomitmen untuk "memastikan akses bagi semua orang ke

perumahan yang memadai, aman dan terjangkau serta layanan

dasar dan meningkatkan permukiman kumuh".

(33)

NO ONE LEFT BEHIND

Gambar

Grafik Jumlah Panti  (dikumpulkan oleh PJS dari dinas sosial berbagai propinsi)

Referensi

Dokumen terkait

Elemen tersebut sangat erat kaitannya dengan risiko finansial, karena proyeksi aliran kas dalam perhitungan dengan metoda capital budgeting menggambarkan bahwa investasi

Tradisi Larung Sungai ini tidak bisa dihindari dari masyarakat bantaran sungai Surabaya, apabila masyarakat bantaran sungai tidak melaksanakan upacara atau melewati

Pada halaman berikut ini anda akan menjumpai beberapa pertanyaan yang harus anda jawab, semua jawaban bisa diterima dan tidak ada jawaban yang salah sejauh itu sesuai dengan

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan

Memperoleh pengetahuan mengenai hambatan yang dialami masyarakat sebagai penerima kredit dan UPK sebagai pelaksana kegiatan atau pemberi kredit dalam proses pemberian

b. Melaksanakan rekruitmen dan kaderisasi, serta pendidikan dan pelatihan kewilayahan, keorganisasian, manajemen, dan politik, serta kepemimpinan.. Persyaratan umum

"Suatu visi terhadap kosmos yang dielaborasi dengan prosedur, kategori dan tujuan-tujuan filosofis, yang pada waktu yang sama mengambil beberapa kebenaran

Penelitian Donri Toni (2006) tentang Persepsi Auditor yang Bekerja Di Kantor Akuntan Publik yang Berafiliasi dan Non – Afiliasi terhadap Efektivitas Metode – Metode