• Tidak ada hasil yang ditemukan

Endang Sundari NPM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Endang Sundari NPM"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS UNTUK TUJUAN

PROFESI DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

NEGERI 6 JAKARTA

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

Program Studi Linguistik Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia

OLEH

Endang Sundari

NPM 6705030134

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2008

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis ini telah diujikan pada hari Kamis, tanggal 24 Juli 2008, pukul 09.00 WIB,

dengan susunan tim penguji sebagai berikut.

1. Umar Muslim, Ph. D (Ketua Penguji) ………...

2. Prof. Dr. Rahayu S. Hidayat (Pembimbing 1 /Anggota Penguji) ………..

3. Diding Fachrudin, MA (Pembimbing 2/Anggota Penguji) ……….

4. Dr. Sisilia S. Halimi (Anggota penguji) ……….

Depok, Juli 2008

Disahkan oleh:

Ketua Program Studi Linguistik Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Program Pascasarjana FIB UI Universitas Indonesia

M. Umar Muslim, Ph. D Dr. Bambang Wibawarta

NIP. 131965937 NIP. 131882265

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya naikkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pemurah dan Pengasih.

Akhirnya saya dapat menyelesaikan penulisan tesis sebagai syarat untuk menyelesaikan

program S2 Program Studi Linguistik pada Program Pascasarjana Universitas

Indonesia.

Tesis ini merupakan usaha untuk menghasilkan suatu silabus yang dapat

mempersiapkan siswa SMK menggunakan bahasa Inggris untuk tujuan profesi. Saya

tertarik untuk memilih topik ini karena melihat peluang kerja yang tidak dapat diisi oleh

lulusan SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen karena bahasa Inggris mereka

dinilai kurang.

Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sangat tulus

dan penghargaan setinggi-tingginya kepada ibu Prof. Dr. Rahayu Hidayat, selaku

pembimbing pertama dan bapak Diding Fachrudin, MA, selaku pembimbing kedua

saya. Meskipun beliau dalam keadaan yang sangat sibuk, namun masih memberikan

waktunya untuk bimbingan tesis. Terutama, di saat keputusasaan melanda, beliau

memompa semangat agar saya tetap bertahan sehingga mampu menyelesaikan tesis ini.

Ucapan terima kasih juga ingin saya sampaikan kepada:

(1) Bapak Umar Muslim, Ph. D dan Dr. Sisilia S. Halimi yang telah memberikan

masukan serta saran untuk perbaikan tesis ini.

(2) Bapak Drs. H. Margani M. Mustar, M.Sc, kepala dinas Pendidikan Menengah

dan Tinggi (Dikmenti) DKI Jakarta yang telah memberikan beasiswa selama

empat semester untuk pendidikan di tingkat magister ini.

(4)

(3) Bapak Drs. Ratiyono, M.Si, kepala Subdistendik dinas Dikmenti DKI Jakarta

dan stafnya yang telah mengurus keperluan saya dalam mengikuti studi di

tingkat magister ini.

(4) Bapak Drs. Waluyo Hadi, kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N)

6 Jakarta yang telah memberikan ijin belajar selama dua tahun dan berbagai

kemudahan lainnya.

(5) Semua rekan guru bahasa Inggris SMK N 6 Jakarta yang dengan ikhlas telah

menanggung beban yang seharusnya saya pikul selama saya studi. Tak lupa

pula rekan-rekan guru komputer dan staf Tata Usaha (TU) yang telah banyak

saya ganggu untuk mengatasi permasalahan yang muncul dalam pengetikan

tesis ini serta rekan guru lainnya yang dengan penuh perhatian membesarkan

hati saya disaat keputusasaan datang.

Akhirnya, pernyataan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan penuh kasih

sayang saya tujukan kepada keluarga tercinta, papi Harun, suami saya, yang selama

saya studi menjadi terabaikan, terutama ketiga buah hati saya: Gesit, Bintang, dan si

bungsu Vesia yang lahir di awal studi saya, yang merasa kehilangan. Terima kasih

untuk doa, pengertian, dan semangat yang diberikan. Kepada orang tua dan sanak

saudara saya juga saya sampaikan penghargaan setinggi-tingginya atas doa yang

senantiasa mengalir untuk kelancaran studi saya.

Harapan saya kiranya semua pihak yang telah mendorong saya menyelesaikan tesis

ini mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Murah.

Cibinong, 24 Juli 2008

Endang Sundari

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ...i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI ...iv

ABSTRAK ...viii

ABSTRACT ...ix

DAFTAR DIAGRAM ... x

DAFTAR LAMPIRAN ...xi

DAFTAR TABEL ...xii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 8

1.3 Cakupan Penelitian ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 10

1.5 Kemaknawian Penelitian ... 11

BAB 2 KERANGKA TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN

2.1 English for Specific Purposes (ESP) ... 12

(6)

2.1.2 Klasifikasi English for Specific Purposes (ESP) ... 20

2.2 Prinsip dalam Perancangan Silabus English for Occupational Purposes

(EOP)

2.2.1 Pengertian Silabus ... 25

2.2.2 Silabus Bahasa Inggris Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ... 31

2.2.3 Materi Pembelajaran English for Occupational Purposes

(EOP) ... 34

2.2.4 Analisis Kebutuhan ... 37

2.3 Metodologi Penelitian ... 48

2.3.1 Metode Penelitian Survei ... 48

2.3.1.1 Teknik Pengumpulan Data ... 48

2.3.1.2 Teknik Analisis Data... 52

2.3.2 Metode Penelitian Kasus ... 52

2.3.2.1 Teknik Pengumpulan Data ... 52

2.3.2.2 Teknik Analisis Data ... 58

(7)

BAB 3 SITUASI PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SEKOLAH

MENENGAH KEJURUAN NEGERI (SMKN) 6 JAKARTA

3.1 Visi Sekolah ... 60

3.2 Misi Sekolah ... 62

3.3 Kurikulum di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N) 6

Jakarta ... 63

3.4 Silabus Bahasa Inggris Sekolah Menengah Kejuruan Negeri

(SMK N) 6 Jakarta ... 70

3.5 Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N) 6 Jakarta ... 81

3.6 Guru Bahasa Inggris Sekolah Menengah Kejuruan Negeri

(SMK N) 6 Jakarta ... 83

3.7 Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Menengah Kejuruan

Negeri (SMK N) 6 Jakarta ... 86

BAB 4 ANALISIS KEBUTUHAN DAN SILABUS ENGLISH FOR

OCCUPATIONAL (EOP)

4.1 Analisis Kebutuhan ... 90

4.1.1 Kebutuhan Pemerintah Akan Bahasa Inggris ... 90

4.1.2 Kebutuhan Institusi/Sekolah Akan Bahasa Inggris... 91

4.1.3 Kebutuhan Siswa Akan Bahasa Inggris ... 91

4.1.3.1 Keadaan Pemelajar ... 92

(8)

4.1.3.3 Minat Pemelajar Terhadap Bahasa Inggris ... 95

4.1.3.4 Gaya Belajar Pemelajar ... 100

4.1.3.5 Sikap Pemelajar Terhadap Bahasa Inggris ... 106

4.1.3.6 Tujuan dan Harapan Pemelajar Terhadap Bahasa

Inggris ... 109

4.1.4 Kebutuhan Dunia Kerja Akan Bahasa Inggris ... 111

4.2 Silabus EOP untuk siswa kelas X SMK N 6 Jakarta ... 114

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan... 123

5.2 Saran... 125

DAFTAR ACUAN ...126

(9)

DAFTAR DIAGRAM

Halaman

Diagram 2.1 Klasifikasi ESP (Dudley-Evans dan St. John, 1998) ………21

Diagram 2.2 Klasifikasi ESP (Hutchinson dan Waters, 1987) ………..23

Diagram 2.3 Klasifikasi ESP (Robinson, 1991) ………24

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Data Alumni SMK N 6 Jakarta Tahun 2000-2006.

2. Daftar Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N) 6 Jakarta

Tahun Pelajaran 2007/2008.

3. Kuesioner untuk Responden Kelas X Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK N) 6 Jakarta.

4. Panduan Wawancara untuk Guru Bahasa Inggris Sekolah Menengah Kejuruan

Negeri (SMK N) 6 Jakarta.

5. Panduan Wawancara untuk Praktisi Dunia Kerja.

6. Soal TOEIC Regional 2007.

7. Daftar Konversi (Conversion Table).

8. Skor TOEIC dan interpretasinya.

9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22

Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23

Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan

Dasar dan Menengah.

11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24

Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22

Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar

Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Materi Pembelajaran EOP ……….

36

Tabel 2.2 Responden Kelas X ……… 51

Tabel 2.3 Panduan Analisis Dokumen ………... 53

Tabel 2.4 Pelaksanaan Wawancara dengan Informan Guru ………..

54

Tabel 2.5 Pelaksanaan Wawancara dengan Informan Praktisi Dunia Kerja ….. 57

Tabel 3.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bahasa Inggris SMK … 66

Tabel 3.2 Siswa SMK N 6 Jakarta ……….. 82

Tabel 4.1 Usia Pemelajar Kelas X ……….. 92

Tabel 4.2 Lamanya Pemelajar Kelas X Belajar Bahasa Inggris ………... 93

Tabel 4.3 Bahasa Sehari-hari yang Digunakan Pemelajar Kelas X di Rumah … 94

Tabel 4.4 Perolehan Skor TOEIC Pemelajar Kelas X ………... 95

Tabel 4.5 Mengerjakan Tugas atau Pekerjaan Rumah Bahasa Inggris Tepat

Waktu ………... 96

Tabel 4.6 Mengikuti Kursus, Kegiatan, dan Lomba Bahasa Inggris …………... 97

Tabel 4.7 Mendengarkan Lagu, Cerita, dan Film Berbahasa Inggris ………….. 98

Tabel 4.8 Membaca Buku, Koran, Majalah, dan Artikel Berbahasa Inggris …... 99

Tabel 4.9 Berbahasa Inggris dengan Teman, Guru, dan Orang Lain yang

Senang Berbahasa Inggris ……….. 100

(12)

Tabel 4.11 Materi Pembelajaran Bahasa Inggris Praktis ……… 102

Tabel 4.12 Guru Lebih Banyak Ceramah ………... 103

Tabel 4.13 Pemelajar Lebih Banyak Beraktivitas ……….. 104

Tabel 4.14 Tugas Dikerjakan Secara Perorangan ………... 105

Tabel 4.15 Tugas dikerjakan Secara Kelompok ………... 106

Tabel 4.16 Bahasa Inggris Sangat Penting untuk Dipelajari ……….. 106

Tabel 4.17 Kemampuan Berbahasa Inggris Merupakan Syarat Utama Bekerja

di Perusahaan ……….... 107

Tabel 4.18 Bahasa Inggris Perlu Diajarkan Sejak Taman Kanak-kanak ………... 108

Tabel 4.19 Alasan Pemelajar Memilih Belajar di SMK ………... 109

Tabel 4.20 Yang Ingin Dipelajari di SMK ………... 110

(13)

ABSTRAK

Pembelajaran bahasa Inggris di SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen

dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang siap mengisi kesempatan bekerja. Oleh

karena itu pembelajaran bahasa Inggris berorientasi ke dunia kerja.

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N) 6

Jakarta, Jl. Prof Joko Sutono, SH nomor 2 A, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dan lima

perusahaan di sekitar lokasi sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk menciptakanl

silabus bahasa Inggris untuk sekolah menengah kejuruan (SMK) bidang keahlian bisnis

dan manajemen yang dapat mempersiapkan lulusannya siap bekerja, yang dinamakan

silabus English for Occupational Purposes (EOP).

Untuk menciptakan silabus EOP ini dilakukan penelitian survei dengan

menyebarkan kuesioner dan pengetesan, serta penelitian kasus dengan mengadakan

analisis dokumen yang terkait dan wawancara. Kuesioner dan pengetesan dilakukan

terhadap responden siswa SMK N 6 Jakarta kelas X. Analisis dokumen dilakukan

terhadap Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) nomor 20 tahun

2003 tentang sistem pendidikan nasional, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP), dan silabus bahasa Inggris SMK N 6 Jakarta. Wawancara dilakukan dengan

guru, wakil kepala sekolah, kepala sekolah, dan praktisi dunia kerja.

Data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner dan pengetesan dianalisis secara

kuantitatif, sedangkan data yang diperoleh dari analisis dokumen dan wawancara

dianalisis secara kualitatif. Ada dua hasil utama dari tesis ini: (1) daftar kompetensi

bahasa Inggris yang berguna di dunia kerja dan (2) silabus EOP. Daftar kompetensi ini

dimaksudkan untuk kelas X. Namun, daftar itu juga dapat diberlakukan untuk kelas XI

dan XII dengan kedalaman yang berbeda.

Di samping dua hasil utama yang diperoleh, penelitian ini menghasilkan dua

temuan, yakni (1) kelemahan dalam pembelajaran bahasa Inggris dan (2) kesamaan

kebutuhan dari pihak yang terkait dengan pembelajaran bahasa Inggris. Kelemahan

pembelajaran itu terdapat dalam KTSP, silabus, guru, dan siswa. Untuk kebutuhan yang

dipandang sama yaitu dalam hal orientasi pembelajaran bahasa Inggris yang mengarah

pada tujuan kerja.Temuan ini mengindikasikan bahwa silabus EOP sesuai untuk SMK

bidang keahlian bisnis dan manajemen. Pembelajaran bahasa Inggris dengan silabus

EOP dengan enam kompetensi dasar yang telah dirumuskan diharapkan dapat

mempersiapkan siswa memasuki dunia kerja.

(14)

ABSTRACT

The aim of English learning at Senior Vocational High School/SMK business and

management program is to produce the SMK graduates to be ready to fill the job

vacancies. So, orientation of the English learning program is occupational purposes.

The research was conducted at Government Senior Vocational High School/SMK

N 6 Jakarta, Jl. Prof. Joko Sutono, SH, No.2A, Kebayoran Baru, South Jakarta and five

companies around SMK N 6 Jakarta. The aims of the research are to identify useful

competencies in working places and to create English for occupational Purposes (EOP)

syllabus for SMK of business and management program, especially SMK N 6 Jakarta.

The EOP syllabus was designed for preparing the SMK N 6 Jakarta graduates to fill job

vacancies.

The writer held survey and case research by using research instruments such as

questionnaires, English proficiency test, documents analysis, and interview. The

questionnaires and English proficiency test were given to SMK N 6 Jakarta students of

grade X. Documents analysis were for analyzing Undang-undang Sistem Pendidikan

Nasional (Sisdiknas) number 20, 2003, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

SMK N 6 Jakarta, and English syllabus of SMK N 6 Jakarta. The interview was

conducted for teachers, vice headmaster, headmaster, and practitioners of working

places.

Data gained from questionnaires and English proficiency test were analyzed

quantitatively, while data of documents analysis and interview were analyzed

qualitatively. There were two main results of the research, they are (1) list of useful

competencies in working places and (2) EOP syllabus.

Besides the main results, the research had findings (1) weaknesses in learning

English and (2) the same needs in learning English among stakeholders. Their same

needs is English learning to prepare students in filling job vacancies. It means that EOP

syllabus is suitable for SMK business and management program.

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan suatu lembaga pendidikan formal kejuruan yang mempersiapkan lulusannya untuk bekerja (Undang-undang Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 3 penjelasan pasal 15). Oleh karena itu, setelah menyelesaikan pendidikan mereka segera bekerja walaupun ada sebagian yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yakni ke akademi ataupun perguruan tinggi. Kenyataan yang ditemui peneliti ini di lapangan menunjukkan bahwa pada umumnya lulusan SMK bekerja di berbagai perusahaan lokal dan asing.

Di Jakarta, terdapat delapan jenis SMK: (1) sekolah menengah kejuruan bidang keahlian bisnis dan manajemen, (2) sekolah menengah kejuruan bidang keahlian teknologi dan informasi, (3) sekolah menengah kejuruan bidang keahlian pariwisata, (4) sekolah menengah kejuruan bidang keahlian kerajinan dan seni, (5) sekolah menengah kejuruan bidang keahlian pekerjaan sosial, (6) sekolah menengah kejuruan bidang keahlian farmasi, (7) sekolah menengah kejuruan bidang keahlian kelautan, dan (8) sekolah menengah kejuruan bidang keahlian grafika. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian ini adalah SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen.

Untuk mempersiapkan lulusannya bekerja SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen memberikan pembekalan berupa berbagai mata pelajaran dan praktik

(16)

kerja lapangan (PKL) di industri selama kurang lebih tiga bulan. Mata pelajaran yang diajarkan di SMK kelompok bisnis dan manajemen dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yakni kelompok normatif, adaptif, dan produktif. Mata pelajaran kelompok normatif mengajarkan mata pelajaran yang mengandung norma dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan, dan Seni Budaya. Mata pelajaran kelompok adaptif mengajarkan mata pelajaran yang dapat membantu siswa menyesuaikan diri terlibat dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang meliputi Bahasa Inggris, Matematika, Keterampilan Komputer dan Pengolahan Informasi, Kewirausahaan, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Mata pelajaran kelompok produktif atau kejuruan mengajarkan berbagai keterampilan yang disesuaikan dengan masing-masing program keahlian (administrasi perkantoran, akuntansi, dan penjualan), misalnya surat-menyurat, perpajakan, dan pemasaran. Mata pelajaran kelompok produktif merupakan yang paling erat kaitannya dengan dunia kerja karena mata pelajaran ini mengajarkan berbagai macam keterampilan yang terdapat di dunia kerja. Seperti pada kelompok mata pelajaran produktif, peneliti ini berpendapat bahwa mata pelajaran bahasa Inggris untuk SMK walaupun termasuk kelompok adaptif, kompetensi yang terkandung di dalamnya harus bersifat produktif karena bahasa Inggris ini menjadi sarana penting dalam melakukan berbagai aktivitas produktif di dunia kerja, seperti menangani tamu, dan memberikan informasi.

(17)

Seperti diuraikan di atas, sebagian besar lulusan SMK bekerja setelah menyelesaikan pendidikannya. Peneliti ini tertarik meneliti pemakaian bahasa Inggris yang ada di lingkungan kerja karyawan lulusan SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen. Berdasarkan pengamatan peneliti ini menarik kesimpulan bahwa bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawab karyawan lulusan SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen tidak banyak melibatkan pemakaian bahasa Inggris baik secara lisan maupun tertulis. Dari penelusuran alumni SMK N 6 Jakarta yang berhasil didokumentasikan tahun 2001 hingga 2008 terungkap sebagian besar alumni bekerja pada bagian yang tidak melibatkan pemakaian bahasa Inggris, seperti pekerjaan di bagian administrasi, keuangan, dan pemasaran. Selain itu, survei di beberapa perusahaan tempat alumni bekerja dan tempat siswa melaksanakan PKL juga menunjukkan keadaan yang sama. Kemungkinan, yang menjadi penyebabnya adalah (1) ruang lingkup pekerjaan tidak membutuhkan pemakaian bahasa Inggris dan (2) kemampuan berbahasa Inggris karyawan lulusan SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen tidak memadai untuk menangani pekerjaan tersebut.

Berikut ini diuraikan penyebab pertama, yakni jenis pekerjaan yang tidak membutuhkan pemakaian bahasa Inggris. Kondisi ini terjadi di perusahaan lokal dan perusahaan asing. Di perusahaan lokal yang tidak memiliki hubungan dengan luar negeri ataupun orang asing dapat dikatakan sangat sedikit bahkan tidak ada pemakaian bahasa Inggris dalam pekerjaan sehari-hari. Untuk perusahaan asing yang memiliki hubungan dengan luar negeri ataupun orang asing, bahasa Inggris dipakai dengan efektif untuk menangani berbagai macam pekerjaan. Namun, jenis

(18)

pekerjaan ini biasanya diisi oleh karyawan minimal lulusan D3, bukan lulusan SMK. Di perusahaan asing, karyawan lulusan SMK itu belum mendapatkan jabatan tinggi, sehingga pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya tersebut tidak melibatkan pemakaian bahasa Inggris.

Penyebab kedua, kemampuan berbahasa Inggris karyawan lulusan SMK kelompok bisnis dan manajemen tidak memadai untuk menangani pekerjaan yang ada. Di perusahaan yang memiliki hubungan dengan luar negeri atau orang asing, bahasa Inggris menjadi sarana mutlak dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari. Karena ketidakmampuan berbahasa Inggris, karyawan lulusan SMK kelompok bisnis dan manajemen tidak dapat menduduki jabatan yang ditawarkan. Hal ini menunjukkan bahwa untuk dapat merebut kesempatan bekerja, siswa SMK kelompok bisnis dan manajemen harus mampu berbahasa Inggris. Keterbatasan kemampuan tersebut akan menjadi hambatan dalam bersaing.

Selanjutnya, peneliti ini menduga ada kelemahan dalam pembelajaran bahasa Inggris di SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen tersebut. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian mengenai pembelajaran bahasa Inggris yang dapat membekali siswa SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen agar dapat mengisi kesempatan bekerja.

Dalam penulisan tesis, peneliti ini menggunakan istilah pembelajaran dan pengajaran sesuai dengan maknanya. Makna keduanya diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 2005. Dalam kamus tersebut, pembelajaran diartikan “proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar”. Ini mengandung pengertian bahwa ada dua pihak yang terlibat secara aktif, yakni

(19)

guru dan siswa. Aktivitas guru meliputi persiapan membuat program pengajaran hingga upaya memperbaiki kelemahan siswa dalam belajar. Jadi aktivitas berlangsung dua arah, yakni dari guru ke siswa dan sebaliknya dari siswa ke guru. Untuk pengajaran diartikan “proses, cara, perbuatan mengajarkan”. Definisi ini mengandung pengertian bahwa kegiatan berlangsung satu arah. Pihak yang aktif adalah guru terkait dengan pemberian pengetahuan dan keterampilan kepada siswa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembelajaran merupakan padanan arti dari bahasa Inggris learning, sedangkan pengajaran padanan dari teaching.

Penelitian ini dilakukan terhadap SMK Negeri (SMK N) 6 Jakarta yang merupakan satu dari SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen. Di SMKN 6 Jakarta ada tiga kelas/tingkat, yakni kelas X (sepuluh), XI (sebelas), dan XII (dua belas). Secara khusus, penelitian ini dilakukan terhadap kelas X (sepuluh). Peneliti ini berpendapat bahwa mata pelajaran bahasa Inggris sejak kelas X harus sudah berorientasi ke dunia kerja karena dua alasan: (1) waktu belajar di SMK berlangsung hanya tiga tahun dan (2) siswa yang masuk ke SMK sudah memiliki kemampuan bahasa Inggris dasar, sehingga pembelajaran bahasa Inggris di SMK tidak lagi dimulai dari pengetahuan dasar, tetapi dilanjutkan ke keterampilan yang lebih maju.

Peneliti ini menilai silabus bahasa Inggris SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen yang dikembangkan dari kurikulum SMK yang dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) belum berorientasi ke dunia kerja. Oleh karena itu, peneliti ini ingin menghasilkan silabus yang

(20)

memiliki kaitan erat dengan persiapan memasuki dunia kerja yang didasarkan pada hasil penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Sesuai dengan uraian di atas, model silabus yang akan dihasilkan ini ditujukan untuk kelas X.

Istilah KTSP dalam penelitian ini diacu dari Bahan Bimbingan Teknis Penyusunan KTSP dan Silabus Sekolah Menengah Kejuruan, 2006. Dalam Bimbingan Teknis tersebut dinyatakan KTSP adalah “kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan”. Dengan demikian, setiap sekolah membuat kurikulumnya sendiri sesuai dengan petunjuk yang diberikan.

Silabus yang dihasilkan dalam penelitian ini berorientasi ke dunia kerja. Oleh karena itu, peneliti ini menyebutnya silabus bahasa Inggris untuk tujuan kerja atau profesi. Untuk memahami istilah silabus peneliti ini mengacu pada definisi yang dinyatakan dalam Bimbingan Teknis di atas yang berbunyi: “silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar”. Untuk memudahkan pemahaman, peneliti ini menyebut pembelajaran dan silabus yang terkait dengan tujuan kerja dengan istilah pembelajaran EOP dan silabus EOP. Istilah EOP (English for Occupational Purposes) ini diacu dari gagasan Dudley-Evans dan St. John (1998). Menurut Dudley-Evans dan St John (1998), EOP adalah bahasa Inggris yang diajarkan untuk tujuan pekerjaan. EOP merupakan salah satu cabang dari ESP (English for Specific Purposes). Cabang

(21)

lainnya dari ESP adalah EAP (English for Academic Purposes), yakni bahasa Inggris yang diajarkan untuk tujuan akademis.

Penelitian terdahulu mengenai silabus EOP telah dilakukan oleh Djuwari (1997), dan Sudarto (1999). Untuk menyusun silabus EOP bagi mahasiswa jurusan ekonomi, Djuwari (1997) mengadakan penelitian dengan melakukan analisis kebutuhan. Data diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner, mengadakan wawancara, dan survei. Sumber data dalam penelitiannya itu ialah mahasiswa, dosen, pembantu rektor, dan rektor di STIE Perbanas Surabaya. Hasil penelitiannya adalah silabus EOP untuk semester dua dengan penekanan pada fungsi bahasa (language function) yang terbagi atas keterampilan lisan dan tertulis.

Berbeda dengan Djuwari (1997), Sudarto (1999) melakukan penelitian dalam merancang silabus EOP untuk akademi sekretaris di Jakarta yang sudah memiliki silabus tertentu. Menurut Sudarto (1999), walaupun sudah ada silabus bahasa Inggris baku tetap perlu diadakan perbaikan karena bahasa Inggris mengalami perkembangan. Hasil penelitian Sudarto (1999) adalah rancangan silabus EOP untuk akademi sekretaris semester satu hingga semester enam.

Selain Djuwari (1997) dan Sudarto (1999), peneliti lain yang mengembangkan analisis kebutuhan yaitu Kusni (2004). Ia melakukan analisis kebutuhan untuk mengadakan reformulasi perancangan program ESP di perguruan tinggi. Penelitian Kusni (2004) menghasilkan sebuah model perancangan yang disebut sebagai Model Kolaborasi Kolektif (MKK), yakni suatu proses perancangan program ESP yang dilakukan secara bersama oleh

(22)

semua pihak yang berkepentingan dalam suatu forum diskusi, seminar, lokakarya, dan sebagainya di bawah koordinasi pimpinan Program Studi (PS) dan fakultas. Pada intinya ketiga peneliti di atas melakukan analisis kebutuhan sebagai dasar dalam merancang suatu program bahasa Inggris untuk tujuan khusus (ESP) baik EAP maupun EOP. Peneliti ini akan melakukan hal yang sama dengan ketiga peneliti di atas, tetapi untuk tingkat SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen. Melalui model silabus EOP siswa diharapkan mendapatkan pembelajaran bahasa Inggris yang benar-benar mempersiapkan mereka memasuki dunia kerja.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian, masalah utama penelitian ini adalah bahasa Inggris seperti apa yang dibutuhkan di dunia kerja.

Masalah utama di atas dapat dijabarkan menjadi dua pertanyaan penelitian berikut ini.

(1) Kompetensi bahasa Inggris seperti apa yang dibutuhkan siswa kelas X SMK N 6 Jakarta?

(2) Silabus EOP seperti apa yang sesuai untuk siswa kelas X SMK N 6 Jakarta?

1.3 Cakupan Penelitian

Penelitian ini berbentuk studi kasus yang akan dilaksanakan di SMK N 6 Jakarta, Sekolah ini dipilih karena merupakan salah satu sekolah yang sedang merintis sebagai sekolah bertaraf international (SBI). Sebagai SBI, seharusnya SMK N 6

(23)

Jakarta memiliki silabus bahasa Inggris yang mempersiapkan siswanya memasuki dunia kerja, sehingga akan meningkatkan persentase keterserapan lulusan oleh dunia kerja. Peningkatan persentasi ini berpengaruh terhadap meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap SMK N 6 Jakarta.

Secara khusus, penelitian ini dilakukan terhadap kelas X. Peneliti ini berpendapat bahwa silabus EOP diterapkan mulai kelas X. Pertimbangannya adalah secara teori siswa SMK belajar selama tiga tahun. Pratiknya, mereka belajar di SMK selama dua setengah tahun. Berkurangnya waktu belajar ini disebabkan siswa harus melaksanakan PKL paling sedikit tiga bulan ketika mereka kelas XI dan proses pembelajaran efektif berakhir pada bulan Februari, untuk memberi kesempatan kepada siswa menyelesaikan karya tulisnya di saat kelas XII dan aktifitas lainnya untuk menyongsong ujian nasional (UN).

Secara teoretis, seperti yang diungkapkan oleh Dudley-Evans dan St John (1998), English for Specific Purposes (ESP) dibagi menjadi dua, yaitu English for Academic Purposes (EAP) dan English for Occupational Purposes (EOP). EAP adalah bahasa Inggris yang diajarkan untuk tujuan akademis, sedangkan EOP adalah bahasa Inggris yang diajarkan untuk tujuan bekerja. Dalam penelitian ini, materi penelitian dibatasi pada EOP yang disesuaikan dengan konteks SMK N 6 Jakarta. Pemilihan ini didasari oleh kenyataan bahwa lulusan SMK akan segera bekerja setelah mereka menyelesaikan pendidikannya.

Menurut Dudley-Evans dan St John (1998), ada lima tahap yang perlu dilakukan dalam menyusun suatu program ESP (EAP dan EOP) , yaitu (1) analisis kebutuhan, (2) tujuan yang ingin dicapai, (3) pemilihan dan penyusunan materi

(24)

pembelajaran, (4) pelaksanaan pembelajaran, dan (5) evaluasi. Kelima tahapan itu tidak berdiri sendiri tetapi merupakan suatu jalinan yang saling terkait. Mengingat keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti ini, maka peneliti ini hanya mengambil tahapan yang pertama, yakni analisis kebutuhan. Hal ini berarti membuka kesempatan peneliti lain yang memiliki minat yang sama untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.

Tahapan di atas oleh Graves (2000) dirangkum dalam satu kegiatan yang disebut analisis kebutuhan. Graves (2000), membagi kebutuhan menjadi dua, yakni informasi masa kini dan informasi masa depan. Informasi masa kini terdiri dari (1) informasi tentang diri pemelajar, (2) tingkat kemampuan bahasa Inggris pemelajar, (3) minat pemelajar, (4) gaya belajar pemelajar, dan (5) sikap pemelajar tehadap bahasa Inggris. Informasi masa depan terdiri dari (1) tujuan dan harapan pemelajar dalam mempelajari bahasa Inggris dan (2) keterampilan komunikatif yang dibutuhkan. Graves (2000) menyatakan bahwa dalam melaksanakan analisis kebutuhan bisa saja tidak semua aspek tersebut dianalisis tetapi beberapa aspek yang memiliki keterkaitan erat dengan konteks yang dimaksud.

1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan orientasi pendidikan kejuruan yakni menghasilkan lulusan yang siap mengadapi dunia kerja diperlukan suatu silabus yang mendukung tujuan itu. Untuk itu, peneliti ini mengadakan penelitian tentang silabus, khususnya silabus bahasa Inggris yang dapat mempersiapkan lulusan SMK siap bekerja. Tujuan

(25)

penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi kompetensi bahasa Inggris yang sesuai dengan kebutuhan siswa SMK N 6 Jakarta dan (2) merancang silabus EOP untuk siswa kelas X SMK N 6 Jakarta.

1.5 Kemaknawian Penelitian

Secara teoretis, hasil penelitian ini memberikan sumbangan kepada pengembangan linguistik terapan pada pengajaran bahasa khususnya perancangan silabus. Secara praktis, hasil penelitian ini memberikan berbagai masukan bagi guru bahasa Inggris SMK N 6 Jakarta dan lainnya dalam upaya mempersiapkan program pengajaran bahasa Inggris yang berbasis dunia kerja. Selain itu, hasil penelitian ini juga memberikan masukan kepada para stakeholders atau pemangku kepentingan di SMK N 6 Jakarta dan para pengembang silabus.

Masalah silabus EOP penting diteliti karena silabus EOP merupakan silabus yang efektif dalam mempersiapkan siswa memasuki dunia kerja. Di dunia kerja karyawan yang tidak mampu memahami dan menanggapi informasi dalam bahasa Inggris akan kalah bersaing dengan yang mampu. Dengan demikian, melalui pembelajaran bahasa Inggris yang menggunakan silabus EOP siswa akan memiliki kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja sehingga meraih kesempatan bekerja yang lebih luas dan memperoleh penghidupan yang lebih baik.

Silabus EOP ini dihasilkan melalui sejumlah teori. Penjelasan secara terperinci mengenai teori itu dapat dilihat pada bab selanjutnya.

(26)

BAB 2

KERANGKA TEORETIS DAN METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan tiga bahasan (1) bahasa Inggris untuk tujuan khusus (English for Specific Purposes/ESP): konsep dasar dan klasifikasi (2) penyusunan silabus EOP: analisis kebutuhan, materi pembelajaran EOP, dan silabus EOP, dan (3) metodologi penelitian. Pada bagian metodologi penelitian diuraikan metode yang digunakan dalam melaksanakan penelitian yang terdiri atas (1) metode penelitian survei dan pengetesan dan (2) metode penelitian kasus.

2.1 English for Specific Purposes (ESP)

Menurut Dubin dan Olshtain (1986), status pengajaran bahasa Inggris dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu bahasa Inggris yang diajarkan sebagai bahasa pertama, bahasa kedua, dan bahasa asing. Bahasa Inggris sebagai bahasa pertama diajarkan di negara yang penduduknya berbahasa Inggris, seperti Inggris, Amerika, dan Australia. Bahasa Inggris ini digunakan sebagai bahasa sehari-hari masyarakat itu.

Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, yakni bahasa Inggris bukan sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi; bahasa Inggris dipakai karena adanya faktor sejarah: bekas negara jajahan, alasan sosial dan ekonomi, misalnya di Israel, Kenya, Ethiopia, Malaysia, dan lain-lain. Di negara-negara tersebut bahasa Inggris

(27)

dipakai sebagai media pembelajaran di sekolah dan untuak berinteraksi dengan lingkungan.

Bahasa Inggris sebagai bahasa asing, yakni pemakaian bahasa Inggris dalam lingkup tertentu, misalnya untuk diajarkan di sekolah. Indonesia merupakan satu dari negara yang menempatkan bahasa Inggris sebagai bahasa asing.

Sebagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, arah pembelajaran bahasa Inggris untuk SMK berbeda dengan bahasa Inggris di sekolah menengah umum (SMU). Arah pembelajaran bahasa Inggris di SMK disesuaikan dengan penjelasan atas UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 15 yang berbunyi, “pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu”. Dengan demikian, bahasa Inggris untuk SMK mengandung tujuan khusus. Selanjutnya, peneliti ini membahas bahasa Inggris untuk tujuan khusus itu yang disebut English for Specific Purposes (ESP).

2.1.1 Konsep Dasar ESP

Hutchinson dan Waters (1987) sependapat dengan Dudley-Evans dan St. John (1998) berpendapat bahwa terdapat dua periode yang melahirkan ESP. Pertama, berakhirnya perang dunia kedua yang berdampak pada kemajuan pesat bidang ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam skala internasional yang didominasi oleh Amerika sehingga menjadikan bahasa Inggris menjadi bahasa internasional. Kedua, krisis minyak pada tahun 1970-an yang berdampak pada pemakaian bahasa Inggris yang semakin meluas ke negara-negara yang kaya

(28)

minyak. Sehubungan dengan hal ini muncul pemikiran untuk mengajarkan bahasa Inggris sesuai dengan kebutuhan pemelajar.

Disamping itu, secara umum terjadi pergeseran fokus pengajaran bahasa asing, dari fokus pendekatan dan metode ke fokus penggunaan bahasa untuk komunikasi nyata, yang dipelopori oleh pencetus pendekatan komunikatif antara lain Wilkins (1972, 1976) dan Munby (1978). Para ahli ini menyadari bahwa pemelajar memiliki suatu kebutuhan khusus dalam mempelajari bahasa asing. Maka dapat dikatakan bahwa ESP merupakan pengembangan dari pendekatan komunikatif.

Hutchinson dan Waters (1987:21) menyatakan “ESP is an approach to language teaching which is aimed to meet the needs of particular learners”. Pernyataan ini mengandung makna bahwa isi materi pengajaran adalah yang betul-betul dibutuhkan pemelajar. Jadi, fokus utama pengajaran ESP adalah keterampilan bahasa yang berkaitan dengan kebutuhan atau disiplin ilmu tertentu. Hutchinson dan Waters (1987) berpendapat munculnya ESP berawal dari jawaban atas pertanyaan why does the learner need to learn a foreign language? Jawaban atas pertanyaan itu akan berkisar pada siapa yang belajar, dan keterampilan berbahasa apa yang diperlukan. Jawaban itulah yang berpengaruh dalam merancang materi pembelajaran bahasa Inggris. Selanjutnya, gagasan Hutchinson dan Waters (1987) ini dikembangkan oleh para ahli ESP lainnya. Oleh karena itu gagasan Hutchinson dan Waters ini dapat dipandang sebagai tonggak berdirinya ESP. Gagasan Hutchinson dan Waters (1987) ini dapat diterapkan

(29)

untuk konteks SMK khususnya pernyataannya tentang materi atau pun keterampilan bahasa yang diajarkan yang sesuai dengan kebutuhan.

Ahli ESP lain yang sejalan dengan Hutchinson dan Waters (1987) adalah Strevens (1988). Strevens (1988) mendefinisikan ESP melalui dua karakteristiknya, yakni karakteristik absolut dan karakteristik variabel. Berikut ini penjelasannya.

Absolute characteristics:

(1) design to meet specified needs of the learners;

(2) related in content (that is in its themes and topics) to particular disciplines, occupations and activities;

(3) centred on language appropriate to those activities in syntax, lexis, discourse, semantics and so on, and analysis of the discourse;

(4) in contrast with ‘General English’

Variable characteristics:

(1) may be restricted as to the learning skills to be learned (for example reading only);

(2) may not be taught according to any pre-ordained methodology.

Kedua karakteristik di atas dipahami sebagai berikut. Program ESP adalah pengajaran yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan tertentu pemelajar yang berkaitan dengan disiplin ilmu dan pekerjaan tertentu sehingga program pembelajarannya berbeda dari bahasa Inggris umum. Perbedaan dengan bahasa Inggris umum ini nampak dalam disiplin ilmu dan pekerjaan tertentu pemelajar

(30)

yang berdampak pada penggunaan metodologi pengajaran. Selanjutnya, Strevens (1988) menjelaskan bahwa program ESP dapat dipakai untuk mengembangkan satu keterampilan bahasa tertentu saja, misalnya keterampilan membaca. Pemahaman ESP menurut Strevens (1988) ini banyak dijumpai pada lembaga kursus bahasa Inggris yang menawarkan kemahiran tertentu, misalnya bahasa Inggris untuk bercakap-cakap.

Untuk SMK kedua karakteristik ini tidak dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya. Pembelajaran bahasa Inggris tidak dilaksanakan untuk disiplin ilmu atau profesi tertentu. Yang ada pada SMK adalah kebutuhan tertentu. Namun, kebutuhan tertentu siswa SMK berbeda dengan kebutuhan tertentu yang dimaksud Strevens (1988). Kebutuhan tertentu siswa SMK adalah kebutuhan akan kesiapan kerja. Oleh karena itu, teori ESP Strevens untuk konteks SMK adalah program bahasa Inggris SMK untuk mempersiapkan siswa bekerja. Berikutnya adalah gagasan Robinson (1991). Gagasannya masih sejalan dengan Hutchinson dan Waters (1987) dan Strevens (1988). Ia juga menyatakan bahwa ESP merupakan program yang dikembangkan dari analisis kebutuhan. Pemahaman tentang ESP didasarkan pada dua kriteria dan tiga buah karakteristik. Kedua buah kriteria itu ialah bahwa ESP merupakan normally goal directed, dan bahwa pembelajaran ESP dikembangkan dari analisis kebutuhan.

Robinson (1991) juga melengkapi pemahaman ESP yang diketengahkan Hutchinson dan Waters (1987) dan Strevens (1988) dengan menyebutkan ciri-ciri ESP. Ciri-ciri tersebut ialah (1) limited time period, (2) adult, (3) homogeneous classes. Maksud jangka waktu penyelenggaraan terbatas ialah waktu belajar yang

(31)

singkat tidak seperti pada konteks sekolah formal, misalnya waktu belajar untuk SMK tiga tahun. Pengertian pemelajar dewasa mengacu kepada usia. Normalnya, pemelajar ESP adalah pemelajar yang sudah bekerja. Bahasa Inggris yang dipelajari diharapkan menunjang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Robinson (1991) beranggapan bahwa pembelajaran ESP akan lebih efektif diajarkan dalam kelas yang pemelajarnya memiliki kebutuhan atau tujuan yang sama. Dalam konteks SMK kebutuhan atau tujuan yang sama ini ialah pembelajaran bahasa Inggris yang digunakan sebagai sarana melakukan aktifitas di lingkungan kerja. Dengan kesamaan seperti ini proses pembelajaran bahasa Inggris dapat berlangsung efektif.

Berikutnya diuraikan gagasan Dudley-Evans dan St John (1998). Mereka mengembangkan gagasan Strevens (1988) mengenai karakteristik absolut dan karakteristik variabel. Berbeda dari Srevens (1988), Dudley-Evans dan St John (1998) mengurangi satu item pada karakteristik absolut, sehingga menjadi tiga item dan menambahkan dua item untuk karakteristik variabel. Karakteristik absolut Dudley-Evans dan St John (1998) adalah sebagai berikut.

Absolute characteristics:

(1) ESP is designed to meet specific needs of the learner;

(2) ESP makes use of the underlying methodology and activities of the disciplines it serves;

(3) ESP is centred on the language (grammar, lexis, register), skills, discourse and genres appropriate to these activities.

(32)

Pengertian ESP yang dikemukakan Dudley-Evans dan St John (1998) di atas mengandung makna bahwa ESP dirancang untuk memenuhi kebutuhan khusus pemelajar yang berkaitan dengan disiplin ilmu dan pekerjaan tertentu. Materi yang dipelajari dalam ESP dipusatkan pada unsur bahasa (tata bahasa, leksis, dan wacana), keterampilan bahasa sesuai dengan disiplin ilmu atau profesi tertentu. Jadi, karakteristik absolut yang diketengahkan Strevens (1988) oleh Dudley-Evans dan St John (1998) dikurangi bagian yang menyatakan bahwa ESP berbeda dari bahasa Inggris umum. Dudley-Evans dan St John (1998) berpendapat bahwa terdapat materi ESP yang tidak berbeda dengan materi dalam bahasa Inggris untuk umum, misalnya tata bahasa. Untuk penambahan dua item dalam karakteristik variabel dapat dijelaskan sebagai berikut.

Variable characteristics:

(1) ESP may be to or designed for specific disciplines;

(2) ESP may use, in specific teaching situation, a different methodology from that of general Englsih;

(3) ESP is likely to be designed for adult learners, either at tertiary level institution or in a professional work situation. It could, however, be used for learners at secondary level;

(4) ESP is generally designed for intermediate or advance students. Most ESP courses assume basic knowledge of the language system, but it can be used with beginners.

(33)

Pemahaman karakteristik variabel yang diuraikan Dudley-Evans dan St. John (1998) di atas yaitu ESP dirancang untuk pemelajar yang sudah maju. Pembelajaran ESP dilaksanakan untuk pemelajar yang sudah menguasai tata bahasa, tetapi dapat juga untuk pemelajar pemula.

Dalam karakteristik Variabel, Dudley-Evans dan St John (1998) mempersoalkan keadaan pemelajar. Mereka membedakan antara pemelajar yang belum dewasa dengan pemelajar dewasa dan pemelajar yang sudah maju dengan pemelajar pemula. Hutchinson dan Waters (1987), Strevens (1988), dan Robinson (1991) membatasi definisi ESP, yakni ditujukan kepada pemelajar dewasa, tetapi Dudley-Evans dan St John (1998) menambahkan bahwa ESP dapat juga untuk pemelajar yang belum dewasa. Selain masalah dewasa dalam pengertian usia, Dudley-Evans dan St John menambahkan bahwa program ESP bukan untuk pemelajar yang sudah maju atau sudah memiliki pengetahuan bahasa yang tinggi saja tetapi juga untuk pemelajar pemula, yakni pemelajar yang belum memiliki pengetahuan bahasa yang tinggi.

Peneliti ini memiliki pandangan bahwa ESP tidak saja dikhususkan untuk pemelajar dewasa dan sudah memiliki pengetahuan kebahasaan yang maju tetapi dapat diterapkan bagi pemelajar yang belum dewasa, misalnya siswa SMK. Sesuai dengan orientasi pendidikan kejuruan, dapat dikatakan bahwa siswa SMK ini memiliki kebutuhan khusus dalam mempelajari bahasa Inggris. Kebutuhan khususnya ini adalah menggunakan bahasa Inggris di lingkungan kerja sebagai tenaga kerja tingkat menengah. Maka bahasa Inggris yang diajarkan harus bersifat khusus pula, yakni yang berhubungan dengan dunia kerja. Mengingat kebutuhan

(34)

khusus ini maka pengajaran ESP dapat diberlakukan untuk pemelajar yang belum dewasa seperti siswa SMK.

Menyimak uraian para ahli ESP di atas, peneliti ini menjadikan karakteristik absolut butir kesatu dan karakteristik variabel butir ketiga dan keempat yang dipaparkan Dudley-Evans dan St John (1998) sebagai landasan berpikir karena dapat diterapkan dalam konteks SMK.

2.1.2 Klasifikasi ESP

Seperti dijelaskan di atas pemahaman ESP untuk landasan berpikir selanjutnya diambil dari gagasan Dudley-Evans dan St John (1998). Mereka sependapat dengan Hutchinson dan Waters (1987) menyatakan bahwa ESP diklasifikasikan menjadi dua, yaitu English for Academic Purposes (EAP) dan English for Specific Purposes (EOP). EAP adalah bahasa Inggris yang diajarkan kepada mahasiswa untuk tujuan akademik atau memahami bidang studi tertentu, seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, kedokteran, dan Ekonomi, sedangkan EOP adalah bahasa Inggris yang diajarkan kepada mahasiswa untuk tujuan pekerjaan/mendukung profesi dan kejuruan. Contoh yang lebih kongkrit adalah bahasa Inggris yang diajarkan untuk memahami teks atau literatur tentang kedokteran, digolongkan ke dalam EAP, sedangkan bahasa Inggris yang diajarkan untuk dokter digolongkan EOP. Di dalam EOP itu sendiri dibagi menjadi dua, yakni English for Professional Purposes (EPP ) dan English for Vocational Purposes (EVP) yang masing-masing memiliki subbagian lagi. Bahasa Inggris yang diajarkan untuk menjalankan profesi dokter, misalnya untuk berkomunikasi

(35)

dengan pasien digolongkan ke dalam EPP, sedangkan istilah-istilah kedokteran digolongkan ke dalam EVP.

Dalam klasifikasi Dudley-Evans dan St. John (1998), bahasa Inggris yang diajarkan di SMK tergolong ke dalam EPP khususnya EBP, sedangkan istilah-istilah bahasa Inggris yang terkait dengan mata pelajaran produktif, misalnya mata pelajaran akuntansi, kesekretarisan, dan lain-lain tergolong ke dalam EVP.

Dari klasifikasi ESP ini EOP dipakai oleh peneliti ini sebagai kerangka berpikir karena sesuai dengan ciri pendidikan kejuruan yang mempersiapkan lulusannya bekerja. Berikut ini diagram klasifikasi ESP yang dikemukakan Dudley-Evans dan St. John (1998).

Diagram 2.1:

Klasifikasi ESP (Dudley-Evans dan St. John, 1998:6)

ESP

EAP

EOP

English for (Academic) Science and Technology English for (Academic) Medical Purposes English for (Academic) Legal Purposes

English for Management, Finance, and Economics

English for

Professional Purposes

English for

Vocational Purposes

English for Medical Purposes

English for Business Purposes

Pre-Vocational English Vocational English

(36)

Konsep EOP Dudley-Evans dan St John (1998) ini disesuaikan dengan konteks SMK. Siswa SMK belum memiliki pekerjaan tertentu. Dengan demikian, bahasa Inggris yang diajarkan bukan bahasa Inggris untuk profesi tertentu, melainkan bahasa Inggris yang dipakai di lingkungan tempat kerja yang bermacam-macam. Tempat kerja yang dimaksud di sini adalah tempat kerja yang menerima lulusan SMK sebagai karyawannya, misalnya perusahaan yang bergerak di bidang jasa: biro perjalanan, restoran, dan bidang perpajakan.

Hutchinson dan Waters (1987) membagi ESP menjadi tiga macam, yaitu (1) English for Science and Technology (EST), yakni bahasa Inggris untuk ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) English for Business and Economics (EBE), yakni bahasa Inggris untuk binis dan ilmu ekonomi, dan (3) English for Social Sciences (ESS), yakni bahasa Inggris untuk ilmu pengetahuan dan sosial. Ketiga bagian ESP tersebut masing-masing memiliki EAP dan EOP. Bahasa Inggris untuk ilmu pengetahuan dan teknologi misalnya, terdapat EAP dan EOP. Untuk EAP, maksudnya ialah bahasa Inggris untuk memahami tentang disiplin ilmu teknologinya, sedangkan EOP ialah bahasa Inggris untuk seorang teknisi. Untuk konteks SMK, bahasa Inggris yang diajarkan tergolong ke dalam EBE bagian EOP. Namun, tidak sepenuhnya dapat digolongkan ke dalam bagian EOP itu sendiri, yakni bahasa Inggris untuk sekretaris. Di bawah ini klasifikasi ESP yang diuraikan Hutchinson dan Waters (1987).

(37)

Diagram 2.2:

Klasifikasi ESP (Hutchinson dan Waters, 1987)

Selanjutnya, Robinson (1991) membagi ESP menjadi dua macam, yaitu (1) English for Occupational Purposes (EOP), yang terdiri dari pre-experience, simultaneous/in service, dan post experience dan (2) English for Educational Purposes (EEP)/English for Academic Purposes (EAP), yang terdiri dari English for study in a specific discipline, dan English as a school subject. Pembagian ESP Robinson (1991) ini lebih dapat menampung pembelajaran bahasa Inggris di SMK ESP

English for Academic Purposes (EAP)

English for Science and Technology (EST)

English for Business And Economics (EBE)

English for Social Sciences (ESS)

English for Occupational Purposes (EOP)

English for Academic Purposes (EAP)

English for Medical Studies

English for Technician

English for Economics

English for Occupational

Purposes (EOP)

English for Academic Purposes (EAP)

English for Occupational Purposes (EOP)

English for Secretaries

English for Psychology

(38)

daripada pembagian ESP Hutchinson dan Waters (1987). Bahasa Inggris untuk SMK kelompok bisnis dan manajemen dapat digolongkan ke dalam kedua klasifikasi yang dikemukakan Robinson ini. Bahasa Inggris untuk siswa SMK yang belum bekerja (pre-experience) diajarkan untuk menghadapi dunia kerja (EOP) sekaligus diajarkan sebagai mata pelajaran di sekolah (EAP).

Diagram 2.3:

Klasifikasi ESP (Robinson, 1991)

Dilihat dari klasifikasi Robinson (1991) ini bahasa Inggris di SMK N 6 digolongkan sebagai EOP khususnya pre-experience, yakni bahasa Inggris untuk pemelajar yang belum memiliki pengalaman bekerja dan sekaligus EAP khususnya English as a school subject, yakni bahasa Inggris sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.

ESP EOP EEP/ EAP Pre-experience Simultaneous/In-service Post-experience For study in a specific discipline As a school subject Pre-study In-study Post-study Integrated Independent

(39)

2.2 Prinsip dalam Perancangan Silabus EOP

Sebelum mendapatkan pemahaman mengenai prinsip dalam perancangan silabus EOP, lebih dulu peneliti ini membahas pengertian silabus yang diketengahkan oleh pakar silabus. Berikut ini pembahasannya.

2.2.1 Pengertian Silabus

Hutchinson dan Waters (1997) menyatakan bahwa silabus berkenaan dengan sederetan daftar materi ajar yang akan diajarkan. Pendapat ini senada dengan Dubin dan Olshtain (1986:35) menyatakan silabus adalah ”a more detailed and operational statement of teaching and learning elements which translates the philosophy of the curriculum into a series of planned steps leading towards more narrowly defined objectives at each level”. Silabus merupakan bagian dari kurikulum yang memuat pemilihan dan pengurutan materi ajar berdasarkan pada tingkat kesulitan dan kebutuhan. Dengan kata lain, silabus lebih sempit daripada kurikulum. Sebaliknya, kurikulum lebih luas pengertiannya, yakni merupakan suatu dokumen yang digunakan sebagai pedoman untuk program pendidikan nasional. Pendapat Dubin Olshtain (1986) ini didukung oleh Nunan (1988) serta Celce Murcia dan Ohlstain (2000).

Selanjutnya, Hutchinson dan Waters (1987) menambahkan bahwa penyusunan silabus yang baik diawali dengan analisis kebutuhan untuk menentukan tujuan dan materi ajar. Dalam hal ini, Nunan (1988) sependapat dengan Hutchinson dan Waters (1987).

(40)

Nunan (1988) menyatakan bahwa kurikulum berkenaan dengan perencanaan, implementasi, dan evaluasi, sedangkan silabus berkaitan dengan pemilihan dan pengurutan isi. Selanjutnya, ia menyebutkan bahwa pada tahap perencanaan perlu diadakan analisis kebutuhan pemelajar. Jadi, pelajar dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan mengenai isi kurikulum. Peneliti ini menilai bahwa pendapat Nunan (1988) ini merupakan langkah maju dalam pembelajaran bahasa Inggris. Dengan dilibatkannya pihak pemelajar ini salah satu manfaat yang akan timbul adalah tumbuhnya motivasi.

Gagasan Nunan (1988) ini belum dapat dilaksanakan dalam penyusunan kurikulum di SMK. Namun, adanya KTSP, yakni kurikulum yang dibuat oleh pihak sekolah, menunjukkan telah adanya perkembangan kurikulum di Indonesia, dari yang ditentukan pemerintah menjadi ditentukan oleh pihak sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah itu.

Selanjutnya, Nunan (1988) menambahkan bahwa metodologi pengajaran bukan merupakan bagian silabus. Metodologi berisi pemilihan tugas dan aktivitas pembelajaran dapat dijabarkan secara panjang lebar pada bagian tersendiri terpisah dari silabus yang berisi isi pembelajaran. Dalam praktiknya, yang disebut Nunan (1988) dengan metodologi ini di SMK di istilahkan dengan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Oleh karena itu, dalam silabus EOP, peneliti ini tidak mencantumkan kegiatan pembelajaran, karena kegiatan itu dibahas dalam RPP. Celce-Murcia dan Ohlstain (2000) yang sependapat dengan Nunan (1988) menyatakan bahwa kurikulum mengandung unsur budaya, sosial, dan politis dari suatu masyarakat, dibuat oleh suatu lembaga pendidikan pusat dan berisi panduan

(41)

umum pengajaran, sedangkan silabus dibuat oleh guru dan berisi urutan materi pengajaran dan aktivitas pengajaran. Kondisi yang diuraikan Celce-Murcia ini tidak sesuai lagi dengan kondisi kurikulum pendidikan Indonesia semenjak tahun 2007. Dengan diberlakukannya KTSP yang disusun oleh sekolah menandakan bahwa kurikulum tidak dibuat lagi oleh lembaga pendidikan pusat.

Kegiatan analisis kebutuhan yang dinyatakan oleh Hutchinson dan Waters (1987) dan Nunan (1988) di atas didukung oleh Robinson (1991) dengan menambahkan keterangan bahwa untuk memperoleh silabus yang sesuai dengan kebutuhan, perancang silabus dapat memadukan dua atau lebih jenis silabus. Gagasan Robinson (1991) ini sejalan dengan Harmer (2001). Di bawah ini pendapat Harmer (2001).

Harmer (2001) menyatakan bahwa kurikulum berhubungan dengan daftar apa yang akan diajarkan, perencanaan, implementasi, evaluasi, pengelolaan, dan administrasi program pengajaran, sedangkan silabus berkaitan dengan pemilihan dan penyusunan materi yang akan dipelajari menurut tujuan yang ingin dicapai. Ia menyebutkan tujuh jenis silabus. Berikut ini penjelasannya.

(1) Grammatical syllabus atau silabus gramatikal, yaitu silabus yang disusun berdasarkan butir-butir gramatikal. Silabus ini digunakan sebagai dasar merencanakan program umum untuk tingkat dasar. Inti dari silabus gramatikal adalah (1) menyesuaikan antara pola yang tepat dengan waktu belajar yang tersedia, (2) butir-butir gramatikal diajarkan untuk memudahkan pemelajar belajar, dan (3) butir-butir gramatikal yang dipilih adalah butir-butir gramatikal yang produktif dengan tujuan mengembangkan keterampilan komunikatif dasar.

(42)

Peneliti ini beranggapan bahwa silabus seperti ini tidak tepat diterapkan untuk konteks SMK yang berorientasi ke dunia kerja. Silabus gramatikal lebih sesuai untuk siswa SMP yang masih memerlukan pengetahuan dasar kebahasaan seperti yang ditawarkan dalam silabus gramatikal.

(2) Lexical syllabus atau silabus leksikal, yaitu silabus yang disusun berdasarkan kosakata yang penting. Kosakata dipandang sebagai unsur yang penting dalam pembelajaran bahasa. Kosakata yang dipelajari antara lain

- kosakata yang berhubungan dengan topik tertentu (misalnya seni, pakaian) - pembentukan kata (misalnya sufiks dan perubahan morfologis)

- kata majemuk (misalnya walking-stick, multi-storey car park) - kata penghubung (misalnya when, if, he/she)

- ungkapan tertentu yang sudah pasti (misalnya Would you like to ...?, If I were you I’d ... )

- kata yang bermakna konotasi dan metafor.

Kelemahan silabus leksikal adalah bahwa kosakata yang diajarkan terlalu luas dan kompleks. Selain itu, jenis silabus ini membuka peluang terjadinya tumpang tindih antara penjelasan leksikal dalam pengertian multikata dan tata bahasa. (3) Functional syllabus atau silabus fungsional, yaitu silabus yang disusun berdasarkan fungsi-fungsinya dalam komunikasi (misalnya requesting, offering, inviting, dan agreeing and disagreeing dan sebagainya). Silabus ini menekankan fungsi bahasa sehingga dapat menghasilkan kemampuan berkomunikasi. Inti dari silabus ini memberi penekanan pada penggunaan bahasa terutama pada listening

(43)

dan speaking. Contoh ungkapan untuk fungsi offering antara lain Would you like me to ... I’ll dan I help you if you want.

Kelemahan dalam silabus fungsional yaitu perancang silabus menemui kesulitan mengenai pentahapan materi untuk leksikal dan tata bahasa. Tingkat kesulitan materi pembelajaran dalam silabus jenis ini sulit diidentifikasi.

(4) Situational syllabus atau silabus situasional, yaitu silabus yang disusun berdasarkan bahasa yang dibutuhkan dalam situasi tertentu misalnya at the bank, at the supermarket, at a factory dan sebagainya. Jadi perlu diidentifikasi penggunaan bahasa untuk berkomunikasi pada situasi tersebut. Silabus jenis ini memiliki kelemahan yang tidak jauh berbeda dengan silabus fungsional.

(5) Topic-based syllabus atau silabus berbasis topik, yaitu silabus yang disusun berdasarkan topik atau tema yang berbeda, misalnya the weather, sport, music, dan sebagainya. Silabus jenis ini sering digunakan di tingkat perguruan tinggi. Pelajaran bahasa Inggris diintegrasikan dengan ilmu lain, misalnya matematika dan ilmu pengetahuan sosial. Pembelajaran dengan silabus seperti ini telah dicobakan di SMK N 6 Jakarta untuk kelas tertentu, yakni kelas SBI. Namun, untuk kelas X belum dapat diterapkan sepenuhnya.

(6) Task-based syllabus atau silabus berbasis tugas, yaitu silabus yang disusun berdasarkan daftar serangkaian tugas-tugas yang dilaksanakan oleh siswa dalam bahasa yang dipelajari. Task ini merupakan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan bahasa yang sedang dipelajari. Misalnya, reading a map and giving directions.

(44)

Kelemahan silabus berbasis tugas adalah terjadinya kesulitan dalam menentukan tahapan atau tingkat kesulitan tugas. Dengan kata lain, perancang silabus menemui kesulitan dalam menentukan tugas seperti apa yang akan diajarkan lebih dulu.

Untuk mengatasi berbagai kelemahan dalam tiap-tiap silabus di atas, Harmer (2001) menghadirkan gagasannya mengenai multi-syllabus syllabus atau silabus multisilabus. Silabus jenis ini tidak menonjolkan pada suatu karakteristik tertentu, misalnya tata bahasa, leksis, fungsi, situasi. Silabus ini merupakan gabungan dari keenam jenis silabus di atas yang melibatkan unsur-unsur seperti tata bahasa, leksis, fungsi bahasa, situasi, topik, dan tugas-tugas. Jadi, silabus jenis ini tidak didominasi oleh karakteristik silabus tertentu, misalnya didominasi oleh unsur tata bahasa saja atau pun fungsi bahasa, tetapi merupakan gabungan berbagai jenis silabus. Walaupun demikian, dalam praktiknya pada tahap awal silabus multisilabus menggunakan karakteristik silabus gramatikal. Selanjutnya, silabus multisilabus memadukan kosakata dan keterampilan (skill) serta tugas dan fungsi. Pada akhirnya, tata bahasa dapat digunakan untuk melaksanakan fungsi dan tugas. Dalam hal ini tidak ada unsur yang kelihatan menonjol, karena semua karakteristik dalam tiap jenis silabus saling melengkapi. Peneliti ini menganggap silabus multi silabus merupakan jenis silabus yang dapat mengakomodasi pembelajaran EOP di SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen.

Harmer (2001) menambahkan bahwa untuk memperoleh silabus yang baik, perancang silabus sebaiknya mempertimbangkan empat kriteria, yaitu kemampuan belajar (learnability), frekuensi (frequency), cakupan (coverage), dan

(45)

kebermanfaatan (usefulness). Learnability mengacu kepada pertimbangan dalam mendahulukan butir-butir struktur atau leksikal yang lebih mudah untuk dikuasai. Misalnya, lebih mudah mengajarkan penggunaan some dan any lebih dulu daripada mengajarkan seluruh penanda jumlah, seperti much, many, few, dan sebagainya pada waktu yang bersamaan. Frequency berkaitan dengan kata atau makna yang lebih sering dipakai, misalnya lebih dulu diajarkan see yang bermakna understand daripada see yang bermakna melihat. Coverage berkenaan dengan kata dan struktur yang mempunyai ruang lingkup yang lebih luas daripada yang lain. Misalnya, lebih dulu diperkenalkan going to menunjukkan future daripada going to yang menunjukkan present continuous. Usefulness berkaitan dengan pemakaian kata yang lebih bermanfaat daripada kata yang lain. Misalnya, dalam ruang kelas kata seperti book dan pen merupakan kata yang bermanfaat pada situasi pembelajaran di kelas. Keempat kriteria ini menjadi rambu-rambu dalam menentukan materi pembelajaran.

2.2.2 Silabus Bahasa Inggris Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Selain jenis silabus yang telah diuraikan di atas, ada model silabus yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), yakni suatu lembaga yang mendapat kewenangan dari pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan untuk membuat model silabus bagi sekolah kejuruan. Model silabus ini memuat tujuh unsur, yaitu kompetensi dasar, indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Model silabus ini dapat dikembangkan oleh tiap sekolah sesuai dengan kebutuhannya.

(46)

Peneliti ini menggunakan format silabus dari BSNP ini, namun tidak menghilangkan bagian kegiatan pembelajaran, karena kegiatan pembelajaran ini akan diuraikan secara terperinci dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam satu dasawarsa lebih, pendidikan di Indonesia memberlakukan empat macam kurikulum, yakni kurikulum 1994, kurikulum edisi 1999, kurikulum 2004, dan kurikulum 2006, yang terkenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam pelaksanaannya, setiap kurikulum di atas dijabarkan ke dalam silabus. Kurikulum 1994 mendapat tanggapan, kritik, dan saran dari para praktisi, pakar, ahli, serta masyarakat. Tanggapan dan kritik pada umumnya berkenaan dengan padatnya isi kurikulum seperti banyaknya mata pelajaran dan substansi dari setiap mata pelajaran, materi yang kurang sesuai, baik dengan tahap perkembangan anak maupun dengan kebutuhan pembangunan nasional dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemerintah memandang perlu melakukan penyempurnaan sesuai dengan berbagai perkembangan dan perubahan yang terjadi. Penyempurnaan tersebut ditandai dengan munculnya kurikulum edisi 1999.

Seperti kurikulum 1994, kurikulum edisi 1999 berorientasi ke sederetan bahan atau pokok bahasan yang akan diajarkan kepada siswa. Silabus yang merupakan pengembangan dari kurikulum edisi 1999 secara otomatis berorientasi kepada deretan materi ajar. Banyak para ahli pendidikan menemukan kenyataan bahwa guru cenderung mengejar selesainya materi pembelajaran yang diwajibkan bukan pada pencapaian suatu kemampuan tertentu. Dapat saja materi pembelajaran telah selesai diajarkan, tetapi siswa tidak bisa berbahasa Inggris.

(47)

Untuk mengatasi masalah ini, sesuai dengan kebijakan pemerintah tentang otonomi daerah, maka untuk mengganti kurikulum edisi 1999 diberlakukan kurikulum 2004 yang dikenal dengan nama kurikulum berbasis kompetensi (KBK). KBK dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi). Silabus yang dikembangkan dari KBK disebut dengan Satuan Acara Pemelajaran (SAP). Penekanan dalam silabus ini adalah kompetensi yang harus dikuasai siswa. Jadi, silabus dalam KBK berorientasi pada kompetensi siswa daripada isi pelajaran. Prinsip pembelajaran dalam KBK yaitu berpusat pada siswa. Perubahan yang terjadi ini membawa implikasi terhadap perubahan kegiatan pembelajaran di kelas, yakni sekolah tidak lagi hanya menjadi wahana mengajar (teaching) tetapi lebih diarahkan sebagai wahana belajar (learning) (Depdiknas, 2003). Pemahaman ini digunakan peneliti ini di dalam mengembangkan silabus EOP. Dalam perkembangannya, kurikulum 2004 ini mendapat masukan-masukan sehingga lahirlah yang dikenal sekarang dengan nama kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006. Kurikulum ini mengacu kepada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan, Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, dan Permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kelulusan dan Standar Kompetensi Nasional. Perbedaan KTSP dengan kurikulum sebelumnya ialah bahwa kurikulum tidak lagi dibuat oleh pemerintah, tetapi oleh masing-masing tingkat pendidikan atau

(48)

sekolah dengan melibatkan dunia industri. Keterlibatan dunia kerja terutama untuk memberikan pandangan mengenai kompetensi kejuruan yang dibutuhkan dunia kerja. Bambang Suhendro, dalam Kumpulan Kabar Diknas Tahun 2006 (2006) menjelaskan ”sistem pendidikan harus merespon terhadap perubahan dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan serta perkembangan yang terjadi, baik di tingkat lokal, nasional maupun global”. Pembelajaran bahasa Inggris dalam KTSP tidak berbeda jauh dengan pembelajaran dalam kurikulum 2004, karena pada dasarnya KTSP mengacu pada kurikulum 2004. Jadi, silabus yang digunakan sebagai penjabaran KTSP mengacu pada penguasaan kompetensi siswa.

2.2.3 Materi Pembelajaran English for Occupational Purposes (EOP)

Selain konsep dasar dan klasifikasi ESP, gagasan Dudley-Evans dan St. John yang digunakan sebagai kerangka berpikir adalah materi pembelajaran. Dudley-Evans dan St. John (1998) menyatakan materi yang digunakan dalam pembelajaran EAP dan EOP pada dasarnya tidak berbeda. Yang membedakan di antara keduanya ialah dalam hal sumber atau bahan ajar dan penggunaan kosakata.

(1) Sumber atau bahan belajar adalah materi otentik yang diambil dari berbagai sumber, baik dalam bentuk buku teks, artikel majalah dan koran, brosur, materi audio, audio-visual, transparansi, komputer, dan lain-lain. (2) Unsur yang dikembangkan: keterampilan bahasa (menyimak, berbicara,

membaca, dan menulis) dan pengetahuan bahasa (tata bahasa, kosakata, dan pelafalan).

(49)

Dudley-Evans dan St John (1998) menjelaskan bahwa dalam proses pembelajaran EOP, keterampilan bahasa dan pengetahuan kebahasaan yang disebutkan di atas tidak diajarkan secara terpisah. Dua atau tiga keterampilan bahasa, misalnya membaca, dan berbicara dapat diajarkan secara serentak. Maksudnya, ketika guru mengajarkan keterampilan membaca pada saat yang sama muncul kebutuhan akan mengajarkan keterampilan berbicara yang menunjang keterampilan membaca tersebut.

Dalam pembelajaran EOP, keterampilan berbicara dalam suatu interaksi mendapatkan perhatian utama. Kemahiran berbicara sekaligus menunjukkan kemahiran menyimak. Untuk keterampilan membaca, fokusnya bukan pada teks sebagai objek kebahasaan, melainkan teks sebagai alat informasi.

Mengenai tata bahasa, Dudley-Evans dan St John (1998) menjelaskan bahwa tata bahasa tetap diperlukan untuk membantu pemahaman dalam keterampilan makro. Seberapa dalam materi tata bahasa yang diberikan, disesuaikan dengan tingkat penguasaan bahasa Inggris pemelajar dan prioritas pembelajaran. Pembelajaran yang memprioritaskan ketepatan tata bahasa, akan memberikan materi tata bahasa yang lebih lengkap dan dalam daripada pembelajaran yang memprioritaskan kelancaran pemakaian bahasa. Terkait masalah tata bahasa Parera menyatakan ”Tata bahasa diajarkan demi kepentingan pemahaman akan teks bacaan. Gradasi tata bahasa hanya terjadi pada tahap awal untuk kaidah-kaidah kata bahasa yang mendasar. Tata bahasa yang khusus dan spesifik diajarkan secara serentak ketika dijumpai dalam teks bacaan karena diperlukan.

Referensi

Dokumen terkait

Namun, perubahan BOD yang terjadi antara pengukuran hari ke 0 dan hari ke 7 menunjukkan bahwa variasi bakteri pada tiap perlakuan yang ditambahkan bekerja dalam

Radioisotop 198Au yang dihasilkan dikarakterisasi dengan mengukur aktivitas, waktu paruh, energi, yield, kemurnian radionuklida dan kemurnian radiokimia serta ukuran

Penguatan struktur ekonomi daerah dapat dimulai dari fondasi awal perekonomian makro wilayah yaitu meningkatkan kekuatan ekonomi masyarakat pelaku usaha produktif

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pembentuk ketahanan sosial ekonomi dalam kehidupan petani tambak di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Semarang melalui

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) juga berhak mendapatkan hak mereka, disamping pendidikan yang membantu perkembangan jasmani mereka yakni pedidikan pada raga, mereka juga

Pada tahun 2008 terjadi reorganisasi Badan Karantina Pertanian dimana terjadi integrasi antara Karantina Hewan dan Karantina Tumbuhan menjadi Karantina Pertanian

Tugas dan wewenang dari Produksi adalah melakukan proses produksi untuk menghasilkan FG sesuai dengan permintaan customer berdasarkan ProductionSchedule yang telah dibuat oleh