(
Quality of Swamp Buffalo Frozen Semen Cryopreserved with Sugar Palm Juice Extender)
Muhammad Rizal* dan Muhammad Riyadhi
Laboratorium Reproduksi dan Pemuliaan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Jenderal Ahmad Yani Km 36 Banjarbaru
*Penulis untuk korespondensi, email: [email protected]
ABSTRACT
Sugar palm juice can using as semen extender because its containing various nutrients which
needed spermatozoa for preservation. The objective of this research was to examine
effectivity of lactose and sugar palm juice extenders on quality of swamp buffalo frozen
semen. Semen of swamp buffalo were collected using an artificial vagina for seven times as
replication. Fresh semen were evaluated and divided in equal volume into two tubes and
diluted with lactose and sugar palm juice extenders, respectively. Semen was loaded in 0.25
ml mini straw with the concentration of 25 million motile spermatozoa. Semen was
equilibrated at 5
oC for four hours, then frozen and stored in liquid nitrogen container.
Quality of spermatozoa including percentages of motile spermatozoa (MS), live spermatozoa
(LS), and intact plasma membrane (IPM) were evaluated after diluting, equilibrating, and
thawing. Data were analyzed using t test. The result showed that percentage of MS, LS, and
IPM after thawing in lactose (45%, 58.57%, and 57.08%) (44%) were significantly higher than
sugar palm juice (30%, 47%, and 48.14%). In conclusion, frozen semen quality of swamp
buffalo diluted with lactose is better than diluted with sugar palm juice. Swamp buffalo
frozen semen diluted with lactose and sugar palm juice are suitable using in the artificial
insemination program.
Key words
: sugar palm juice, lactose, frozen semen, swamp buffalo.
ABSTRAK
Nira aren dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengencer semen karena mengandung
berbagai nutrien yang dibutuhkan oleh spermatozoa selama preservasi. Tujuan penelitian
ini adalah menguji efektivitas pengencer laktosa dan nira aren terhadap kualitas semen beku
kerbau rawa. Semen kerbau rawa dikoleksi menggunakan vagina buatan sebanyak tujuh
kali sebagai ulangan. Semen segar segera dievaluasi dan dibagi ke dalam dua buah tabung
reaksi dengan volume yang sama, kemudian diencerkan menggunakan dua jenis pengencer
berbeda sebagai perlakuan, yakni pengencer laktosa dan nira aren. Semen dikemas di dalam
straw
mini (0,25 ml) dengan konsentrasi 25 juta spermatozoa motil. Semen diekuilibrasi
pada suhu 5
oC selama 4 jam, kemudian dibekukan dan disimpan di dalam kontainer
nitrogen cair. Kualitas spermatozoa meliputi: persentase spermatozoa motil, spermatozoa
hidup, dan membran plasma utuh (MPU) dievaluasi setelah tahap pengenceran, ekuilibrasi,
dan thawing. Data dianalisis dengan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahap
setelah thawing, persentase spermatozoa motil, spermatozoa hidup, dan MPU perlakuan
laktosa (45%, 58,57%, dan 57,08%) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan nira
aren (30%, 47%, dan 48,14%). Dapat disimpulkan bahwa kualitas semen beku kerbau rawa
yang diencerkan dengan pengencer laktosa lebih baik daripada yang diencerkan dengan nira
aren. Semen beku kerbau rawa yang diencerkan dengan pengencer laktosa dan nira aren
memenuhi syarat untuk digunakan dalam program IB.
PENDAHULUAN
Kerbau rawa (Bubalus bubalis carabanensis) merupakan kerbau yang dipelihara secara
tradisional pada daerah-daerah berawa-rawa yang tergenang air hampir selama enam bulan
pertahun di Kalimantan Selatan (Hamdani et al., 2006). Populasi kerbau rawa di Kalimantan
Selatan semakin menurun, tercatat pada tahun 2004 sebanyak 38.488 ekor (Dinas Peternakan
Provinsi Kalimantan Selatan, 2004) dan pada tahun 2011 tercatat 23.843 ekor (Sulaiman et al.,
2012), atau menurun sebesar 38,05%. Pada tahun 2014, populasi ternak kerbau di
Kalimantan Selatan sebanyak 25.314 ekor (Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan,
2015).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempercepat peningkatan populasi
ternak kerbau adalah dengan penerapan teknologi reproduksi inseminasi buatan (IB).
Melalui teknologi IB, potensi reproduksi jantan unggul dapat dioptimalkan, sehingga
berperan penting dalam peningkatan kualitas genetik ternak secara umum (Harshan et al.,
2005). Hal ini karena salah satu teknologi yang terintegrasi dengan IB adalah teknologi
pengolahan semen. Tujuan utama pengolahan semen adalah meningkatkan kapasitas semen
untuk melayani lebih banyak ternak betina. Untuk mencapai tujuan ini, semen diencerkan
dengan bahan-bahan pengencer tertentu, yang memenuhi syarat seperti: sumber energi,
penyangga, tidak toksik, mencegah kerusakan pada spermatozoa, murah, dan mudah
diperoleh (Toelihere, 1993). Penerapan teknik IB terlebih dahulu harus diawali dengan
upaya pengolahan semen menjadi semen cair atau semen beku. Semen beku disimpan di
dalam kontainer berisi nitrogen cair bersuhu -196C selama puluhan tahun dengan tetap
mempertahankan kondisi fisologik spermatozoa, sehingga mampu membuahi oosit.
Berbagai penelitian telah dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas semen beku
kerbau (Kumaresan et al., 2006; Andrabi et al., 2007; Rasul et al., 2007; Shukla dan Misra, 2007).
Selama ini yang lazim dimanfaatkan sebagai komponen pengencer semen adalah
senyawa-senyawa kimia sintetik. Senyawa kimia tersebut umumnya berharga cukup mahal
dan tidak mudah diperoleh di daerah-daerah tertentu, karena merupakan produk impor.
Indonesia sebagai negara tropis sebenarnya memiliki berbagai macam sumber daya alam
yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pengencer semen berbasis alami.
Pemanfaatan berbagai bahan pengencer alternatif berbahan alami telah dilaporkan, seperti
air kelapa muda pada sapi American brahman (Rizal, 1989), kerbau belang (Toelihere, 1993),
dan domba garut (Rizal et al., 2006), nira aren pada domba garut (Farhan, 2003), serta ekstrak
buah melon dan wortel pada domba garut (Yulnawati et al., 2005). Nira aren dapat
digunakan sebagai bahan pengencer semen karena mengandung berbagai nutrien seperti
karbohidrat, protein yang dibutuhkan oleh spermatozoa selama proses preservasi semen.
Nira aren juga memiliki pH yang sama dengan pH semen yakni sekitar 6–7, sehingga tidak
menjadi masalah bagi spermatozoa.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas pengencer laktosa dan nira aren
terhadap kualitas semen beku kerbau rawa. Diharapkan hasil penelitian ini menjadi solusi
dalam mengatasi mahalnya harga bahan kimiawi sintetik yang selama ini lazim digunakan
sebagai pengencer semen.
MATERI DAN METODE
Penampungan dan Pengolahan Semen
Semen ditampung menggunakan vagina buatan dari pejantan kerbau rawa di Balai
Inseminasi Buatan Daerah (BIB-D) Provinsi Kalimantan Selatan, Banjarbaru. Proses
kriopreservasi semen dan evaluasi kualitas spermatozoa dilakukan di Laboratorium
Reproduksi dan Pemuliaan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas
Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Semen dikoleksi satu kali dalam satu minggu sebanyak
lima kali penampungan sebagai ulangan. Semen segar kemudian dievaluasi kualitasnya,
dan jika memenuhi syarat seperti memiliki gerakan massa ++, persentase spermatozoa
motil 70%, dan persentase spermatozoa abnormal <15% diencerkan dengan pengencer
sesuai perlakuan.
Semen segar dibagi ke dalam dua buah tabung reaksi dengan volume yang sama,
kemudian diencerkan menggunakan dua jenis pengencer berbeda sebagai perlakuan, yakni:
73% pengencer dasar laktosa + 20% kuning telur ayam ras + 7% gliserol (laktosa) dan 73%
nira aren + 20% kuning telur ayam ras + 7% gliserol (nira aren). Komposisi pengencer dasar
laktosa terdiri atas 9,3 g laktosa + 1,24 g fruktosa dilarutkan dengan akuabidestilata hingga
mencapai volume 100 ml. Proses penyiapan nira aren sebagai pengencer dilakukan dengan
memanaskan nira aren yang baru disadap hingga mendidih kemudian disaring dengan
kertas saring. Semua pengencer ditambahkan antibiotik berupa penisilin sebanyak 1.000 IU
dan streptomisin sebanyak 1.000 µg per mililiter pengencer. Spermatozoa diencerkan hingga
mencapai konsentrasi 120 juta spermatozoa motil per mililiter.
Semen yang telah diencerkan dievaluasi kualitasnya, kemudian dikemas di dalam
straw
mini (0,25 ml) dengan konsentrasi 25 juta spermatozoa motil per straw. Selanjutnya
semen yang telah dikemas tersebut diekuilibrasi di dalam lemari es pada suhu 5
oC selama
empat jam. Setelah ekuilibrasi, setiap sampel semen masing-masing perlakuan dievaluasi
kualitasnya.
Pembekuan semen dilakukan dengan cara meletakkan straw 10 cm di atas permukaan
nitrogen cair di dalam styrofoam yang ditutup rapat (suhu sekitar -130
oC) selama 15 menit.
Selanjutnya straw dimasukkan ke dalam nitrogen cair (suhu sekitar -196
oC) dan disimpan di
dalam kontainer nitrogen cair. Setelah disimpan selama empat hari, setiap sampel straw
masing-masing perlakuan dicairkan kembali (thawing) untuk dievaluasi kualitasnya. Semen
beku dicairkan kembali dengan cara memasukkan straw ke dalam air bersuhu 37
oC selama
30 detik.
Peubah kualitas semen yang dievaluasi
Peubah kualitas spermatozoa yang diamati adalah: persentase spermatozoa motil,
persentase spermatozoa hidup, dan persentase spermatozoa yang memiliki membran
plasma utuh (MPU) masing-masing setelah tahap pengenceran, ekuilibrasi, dan thawing.
Persentase spermatozoa motil: persentase spermatozoa yang bergerak progresif
(bergerak ke depan). Dievaluasi secara subyektif pada delapan lapang pandang yang
berbeda dengan mikroskop cahaya pembesaran 400x (Rasul et al., 2001). Angka yang
diberikan berkisar antara 0 dan 100% dengan skala 5%.
Persentase spermatozoa hidup: persentase spermatozoa yang hidup. Sedikitnya 200
spermatozoa dievaluasi dengan pewarnaan eosin-nigrosin menggunakan mikroskop cahaya
pembesaran 400x (Felipe-Perez et al., 2008). Spermatozoa yang hidup ditandai oleh kepala
berwarna bening, sedangkan yang mati ditandai oleh kepala berwarna merah (Gambar 1).
Persentase MPU: persentase spermatozoa yang memiliki membran plasma utuh.
Dievaluasi dengan metode hypoosmotic swelling (HOS) test (Jeyendran et al., 1984). Komposisi
larutan hipoosmotik terdiri atas: 1,35 g fruktosa + 0,73 g natrium sitrat yang dilarutkan
dengan akuabidestilata hingga mencapai volume 100 ml. Sebanyak 200 l larutan
hipoosmotik ditambahkan dengan 20 l semen dan dicampur hingga homogen kemudian
diinkubasi pada suhu 37
oC selama 45 menit. Preparat ulas tipis dibuat pada gelas objek
kemudian dievaluasi dengan bantuan mikroskop cahaya pembesaran 400x, terhadap
minimum 200 spermatozoa. Spermatozoa yang memiliki membran plasma utuh ditandai
oleh ekor melingkar atau menggelembung, sedangkan yang rusak ditandai oleh ekor lurus
(Gambar 2).
Gambar 1. Spermatozoa hidup (a) dan spermatozoa mati (b).
Gambar 2. Spermatozoa dengan membran plasma utuh (a) dan membran plasma rusak (b)
Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis dengan uji t (Steel dan Torrie, 1993).
a
b
a
b
a
a
a
a
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik semen segar kerbau rawa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik semen segar kerbau rawa adalah
volume rata-rata 1,71 ml, gerakan massa rata-rata ++, konsentrasi spermatozoa rata-rata
1.376,67 juta sel/ml, persentase spermatozoa motil rata-rata 73,57%, persentase spermatozoa
abnormal rata-rata 5,71%, dan persentase MPU rata-rata 87,33% (Tabel 1). Semen segar yang
baik harus memiliki persentase spermatozoa motil 70% dan gerakan massa ++ (Evans dan
Maxwell, 1987), persentase spermatozoa abnormal 6–10% (Delgadillo, 1992; Ax et al., 2000),
dan persentase MPU 60% (Revell dan Mrode, 1994).
Tabel 1.
Karakteristik semen segar kerbau rawa
Unsur
Ukuran
Volume (ml)
1,71 ± 0,49
Warna
Putih keruh
Derajat keasaman (pH)
6,83 ± 0,17
Konsistensi (kekentalan)
Encer – Sedang
Gerakan massa
++
Konsentrasi spermatozoa (juta/ml)
1.376,67 ± 155,26
Spermatozoa motil (%)
73,57 ± 2,44
Spermatozoa hidup (%)
87,43 ± 2,07
Spermatozoa abnormal (%)
5,71 ± 1,11
MPU (%)
87,33 ± 1,03
MPU = membran plasma utuh.