• Tidak ada hasil yang ditemukan

Type Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta Karya Sukirman Dharmamulya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Type Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta Karya Sukirman Dharmamulya"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Rumah Jawa adalah arsitektur tradisional masyarakat Jawa yang berkembang sejak abad ke-13 terdiri atas 5 tipe dasar (pokok) yaitu:

1. Joglo (atap joglo) 2. Limasan (atap limas) 3. Kampung (atap pelana) 4. Panggang Pe

5. Mesjidan/Tajug

Limasan adalah salah satu jenis rumah arsitektur tradisional Jawa. Rumah tradisional sudah ada sejak nenek moyang suku Jawa sejak lama. Terbukti dengan adanya relief yang

menggambarkan keberadaannya. Tidak hanya asal bangun, rumah Limasan mengandung falsafah yang sarat makna dan nilai-nilai sosiokultural. Selain itu, rumah Limasan juga dikenal memiliki desain yang sederhana dan indah. Kelebihan lain pada arsitektur bangunan limasan rumah ini juga dapat meredam gempa.

foto : relief sukuh (koleksi pribadi)

Bangunan ini dicirikan dengan pemakaian konstruksi atap yang kokoh dan berbentuk lengkungan-lengkungan yang terpisah pada satu ruang dengan ruang lainnya. Sebuah rumah limasan terbangun dari empat tiang utama.

Bangunan tradisional limasan banyak memakai elemen natural. Kemampuannya dalam meredam gempa karena sistim struktur yang digunakan. Struktur limasan berupa rangka yang memperlihatkan batang-batang kayu yang disusun dengan menerapkan bentuk kubus beratap limas. Hal ini didasarkan pada sistem dan sifat sambungan kayu yang digunakan, semuanya bersifat mengantisipasi gaya tarik.

Singkatnya, kemampuannya meredam gempa adalah karena antarstruktur dan materialnya saling berkait, dan juga karena sambungan antarkayunya yang tidak kaku. Hal ini membuat bangunannya fleksibel dan memiliki toleransi tinggi terhadap gempa.

Hal lain yang membuatnya dapat meredam guncangan gempa adalah sistem tumpuan dan sambungannya. Sistem tumpuan bangunan Limasan menggunakan sendi. Hal ini berfungsi mengimbangi struktur atas yang bersifat jepit. Sistem sambungannya yang tidak memakai paku, tetapi menggunakan lidah alur yang memungkinkan toleransi terhadap gaya-gaya yang bekerja pada batang-batang kayu. Toleransi ini menimbulkan friksi, sehingga bangunan dapat akomodatif menerima gaya-gaya gempa.

(2)

Tidak hanya itu, kemampuannya meredam gempa adalah juga karena material yang digunakan.Limasan menggunakan kayu untuk dindingnya, dan genteng tanah liat untuk atapnya. Material ini baik karena bersifat ringan sehingga relatif tidak terlalu membebani bangunan. Penutup atap yang digunakan juga berupa jerami, daun kelapa, daun tebu, sirap, dan ilalang yang sifatnya ringan. Di bawah ini beberapa jenis Limasan :

foto : Koleksi Troopen Museum (Hendrik Veen 1900-1940) -Huis en tuin, Wedonoh Paton (Wedana Patton)

Jenis Limasan Lambang Sari

Merupakan rumah tradisional Jawa yang berbentuk limasan dan mempunyai ciri khas khusus dibandingkan model rumah limasan lainnya. Sifat khusus bangunan ini yaitu pada konstruksi pembentuk atapnya, dimana terdapat balok penyambung antara “atap berunjung” dengan “atap penanggap”. Tiang yang digunakan sebanyak 16 buah. Atap bangunan ini memiliki 4 buah sisi yang masing-masing mempunyai bentuk bersusun 2 buah. Hal tersebut dikarenakan terdapat renggangan di antara kedua belah atap berunjung dan penanggapnya. Bangunan ini memiliki satu buah “bubungan” atau “wuwung” yang menghubungkan keseluruhan 4 buah sisi atap tersebut. Keseluruhan konstruksi bangunan ini menggunakan bahan kayu keras dan serat yang kuat. Kayu tersebut adalah kayu Jawa atau kayu-kayu yang berasal dari tanah di Pulau Jawa. Jenis kayu tersebut seperti kayu jati, kayu sonokeling, kayu nangka dan kayu keras lainnya. Bangunan ini menggunakan pondasi jenis “umpak” yang mempunyai ciri khas khususnya yaitu menggunakan purus pada bagian tengah tiang bawah yang berfungsi sebagai pengunci tiang atau kolom.

(3)

foto : Sukirman Dharmamulja * Jenis Limasan Trajumas Lawakan

Rumah tradisional Jawa ini merupakan perkembangan dari rumah tradisional model Limasan Trajumas yang mengalami penambahan pada penggunaan “emper” yang mengelilingi

bangunannya. Emper keliling ini mempunyai sudut kemiringan yang berbeda daripada atap bagian pokoknya. Bangunan ini tetap menggunakan tiang pada bagian tengahnya. Hal ini yang membuat terbentuknyadua buah “rong-rongan” pada pembagian ruang dalamnya. Jumlah atap terdiri dari 4 buah sisi yang masing-masing bersusun dua dengan satu

“bubungan” atau „wuwungan” sebagai titik pertemuan ke-empat sisi atap tersebut. Bangunan ini menggunakan 20 buah tiang atau saka sebagai struktur utama. Jika dilihat daripotongan bangunan, bentuk simetris sangat jelas dengan adanya tiang utama sebagai pembagi antara sisi ruang yang satu dengan yang lainnya. Keseluruhanbangunan menggunakan struktur kayu dengan serat kuat dan mampu menerima gaya tekan dan gaya tarik struktur. Kayu tersebut seperti kayu jati, kayu sonokeling, kayu nangka, kayu glugu dan jenis kayu jawa lainnya. Penggunaan Umpak sebagai pondasi tetap menjadi ciri khas bangunan tradisional jawa ini.

foto : Sukirman Dharmamulja * Jenis Limasan Trajumas

(4)

Merupakan rumah tradisional limasan yang hanya mempunyai 6 buah tiang atau saka sebagai struktur pokok. Karena memiliki 6 buah tiang dan terdapat ander pada bagian tengah yang membagi rumah ini menjadi dua bagian ruang yang sama atau dapat kita sebut dua buah ruangan ini sebagai dua “rong-rongan”. Rumah limasanini mempunyai empat buah sisi atap seperti rumah tradisional limasan pada umumnya. Bentuk sederhana ini merupakan kesatuan konstruksi rumah yang utuh dan unik sehingga sering dikolaborasikan dengan bentuk modern sebagai bungalow atau gazebo-gazebo yang berdiri sendiri secara terpisah dengan

rumahinduk yang lebih besar lagi.

foto : Sukirman Dharmamulja * Jenis Limasan Lambang Gantung

Rumah Limasan ini disebut sebagai “Rumah Limasan Trajumas Lambang Gantung” sebab bagian emper pada bangunan ini tidak menempel secara langsung pada tiang utama. Bagian emper menempel pada kayu yang bergantung di ujung “brunjung” dan disebut sebagai “saka bethung”, Jadi berbeda dengan “rumah limasan lambang teplok” yang bagian “emper”-nya menempel secara langsung pada tiang utama. Disebut sebagai “Trajumas” karenabangunan ini memiliki dua ruangan yang disebut sebagai “rong-rongan”. Satu “rong-rongan” dibatasi oleh empat tiang utama yang terletak pada bagian tengah (rong=liang). Rumah limasan ini menggunakan tiang atau saka sebanyak 8 atau 10 buah. Bangunan ini memiliki empat sisi atap yang tersusun secara berenggangan sehingga sirkulasi udara dapat masuk pada bagian renggangan tersebut.Bangunan ini tetap memiliki satu “Bubungan‟ atau “wuwung” pada atapnya.

(5)

foto : Sukirman Dharmamulja * Jenis Limasan Semar Tinandhu

Rumah tradisional jenis Limasan ini disebut sebagai “Semar Tinandhu” karena bagian atap “brunjung”nya bertumpu oleh ke–empat buah tiang, dimana tiang-tiang tersebut menumpu pada balok atau blandar di tengah, jadi atap berunjung ini tidak secara langsung menumpang pada ke-empat buah tiang utama. Rumah Limasan Semar Tinandhu ini mempunyai jumlah saka 16 dan 4 buah “ saka‟ pembantu dan 4 buah saka yang terletak di tengah. Bangunan ini memiliki susunan atap seperti pada rumah limasan pokok yaitu mempunyai 4 buah sisi yang ditambahkan 4 buah emper yang mengelilingi bangunan tersebut dan mempunyai satu buah wuwungan pada atapnya. Keseluruhan konstruksi menggunakan kayu yang mempunyai serat padat dan kuat untuk menerima gaya tarik dan gaya tekan. Jenis kayu yang dipergunakan biasanya adalah kayu jati, kayu mahoni, kayu nangka, kayu sonokeling dan jenis kayu Jawa lainnya. Keindahan bangunan ini adalah pada bagian interior ruang tengahnya yang memiliki konstruksi tiang bertumpuk sebagai penopang atap berunjungnya dan terlihat gagah sebagai bangunan sederhanayang sempurna dan simetris.

(6)

foto : Sukirman Dharmamulja * Jenis Limasan Lambang Teplok

Rumah tradisional jenis limasan ini menyerupai rumah kampung lambang teplok. Oleh sebab itu rumah ini menggunakan renggangan padakonstruksi atapnya, yaitu pada bagian atap “brunjung” dengan atap “penanggap”. Bagian ini menjadikan tampilan bangunan terlihat lebih tinggi dan gagah. Pada bagian regangan atap biasanya ditambahkan ornament pada sisi bagian dalamnya agar telihat lebih indah. Bukaan ini membuat sirkulasi udara pada bagian tengah ruangan terasa lebih nyaman dan adem. Bangunan tradisional ini memiliki 4 buah sisi atap dimana ada pemisahan regangan pada atap brunjung yang menyebabkan bagian atap terbelah menjadi dua bagian, yaitu atap penanggap sebagai emper dan atap brunjung sebagai konstruksi utama. Perbedaanya dengan rumahkampung lambang teplok adalah pada atapnya. Rumah Limasan Lambang Teplokini tidak menggunakan “Tutup Keong” pada sisi kanan kiri atapnya tetapi tetap menggunakan balok dudur yang menjadikan atapnya konsisten berbentuk limasan utuh. Keseluruhan bangunan menggunakan struktur kayu rigid dan kuat karena berbahan dasar kayu jawa berserat padat, kuat dan awet sehingga dapat berumur puluhan tahun. Kayu yang digunakan seperti kayu jati, kayu sonokeling, kayu nangka dan kayu jawa jenis serat kuat lainnya. Jenis bangunan ini dapat berdiri sendiri dan biasanya pada saat ini sering diaplikasikan sebagai pendopo atau tempat pertemuan terbuka tanpa dinding.

(7)

foto : Sukirman Dharmamulja * Jenis Limasan Gajah Ngombe

Merupakan rumah tradisional jawa bentuk limasan pokok yang mengalami penambahan atap sebagai emper pada bagian sisi pendeknya. Jika di lihat pada denah yang berbentuk empat persegi panjang posisi penambahan struktur emper terletak pada bagian sisi terpendeknya. Rumah tradisional Limasan Gajah Ngombeini mempunyai tiang atau saka sebanyak 6, 8, 10 buah dan seterusnya yang disesuaikan dengan besaran ruang yang diinginkan, termasuk didalamnya 4 buah tiang atau saka utama pada inti bangunan. Bangunan ini memiliki satu buah wuwung dan 4 buah dudur serta 4 buah sisi atap. Satu sisi atap ditambah emper yang menjadikan bentuk atap berundak sebab memiliki kemiringan yang berbeda dengan atap utama.

foto : Sukirman Dharmamulja * Jenis Limasan Lambang Gantung Rangka Kutuk Ngambang

Merupakan bangunan rumah jawa bentuk Limasan yang mempunyai ciri khas khusus pada bentukan konstruksi atapnya. Bangunan ini disebut sebagai “Lambang Gantung Rangka Kutuk Ngambang” karena pada ujung “molo” tedapat bagian yang menonjol sepanjang 2/3 dari panjang “ander”. Apabila bagian menonjol tersebut mempunyai ukuran 1/3 dari ukuran “ander”, maka disebut sebagai “Kutuk Manglung”. Bangunan ini disebut juga sebagai “Limasan Sinom Lambang Gantung” karena memiliki atap penanggap yang bersusun 2 buah

(8)

dan posisinya bergantung pada “Saka Bethung”. Bangunan ini mempunyai 3 buah “rong-rongan” dan mempunyai jumlah saka atau tiang sebanyak 48 buah sampai 60 buah.

Keseluruhan konstruksi atapnya terdiri dari 4 buah sisi yang masing-masing sisinya bersusun 3 buah susunan serta berpusat pada satu buah “bubungan”. Limasan ini bisa dikatakan hasil dari variasi rumah bentuk limasan yang cukup rumit dan terlihat megah secara struktural dan pada detail-detail sambungan konstruksi atapnya. Bangunan ini menjadi terlihat gagah dan perkasa jika kita pandang dari keseluruhan tampak luar serta interiornya. Sirkulasi udaraserta bias cahaya dapat masuk ke ruang dalam rumah dan mencangkup keseluruhan interiornya. Hal ini dikarenakan terdapat regangan-regangan pada 3 buah atap bersusunnya. Keseluruhan konstruksi pembentuk rumah ini menggunakan kayu jawa dan tetap menggunakan pondasi jenis umpak sebagai tumpuan tiang-tiang kolomnya.

foto : Sukirman Dharmamulja *

Gambar

foto : relief sukuh (koleksi pribadi)
foto : Koleksi Troopen Museum (Hendrik Veen 1900-1940) -Huis en tuin, Wedonoh Paton  (Wedana Patton)
foto  : Sukirman Dharmamulja *  Jenis Limasan Trajumas Lawakan
foto  : Sukirman Dharmamulja *  Jenis Limasan Lambang Gantung
+5

Referensi

Dokumen terkait

Untuk pemeriksaan sitologik,bahan diambil dari dinding vagina atau dari serviks dengan spatel ayre (dari kayu atau plastic). Selain untuk  diagnosis dini tumor ganas, pemeriksaan

[r]

Dalam Tahun Anggaran 2013, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) akan menyelenggarakan penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) sebanyak 36 (tiga puluh enam) orang

Produk-produk yang dihasilkan pada saat itu adalah produk non merk yang dijual dalam bentuk curah dan produk bermerk “Bimoli” yang dikemas menggunakan kaleng (2 kg, 5

Menurut Ruslan (2003:24) metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian,

Untuk inovasi baru mungkin dalam waktu dekat ini akan kami realisasikan seperti mengadakan program gathering agen dan brokers untuk memperkuat ikatan kerja sama pada

Isinya antara lain hukum Kepler I “Orbit planet berbentuk elip dengan Matahari terletak pada salah satu fokusnya,” dan hukum Kepler II,“Garis yang menghu- bungkan sebuah planet

Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi adanya keberadaan industri marmer di Desa Besole Kecamatan Besuki Kabupaten Tulungagung yang tentunya menimbulkan dampak