• Tidak ada hasil yang ditemukan

Apendisitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Apendisitis"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan.2

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan salah satu penyebab timbulnya appendisits. Di dalam apendiks juga terdapat immunoglobulin sekretoal yang merupakan zat pelindung efektif terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah IgA. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.

Peradangan pada apendiks dikenal dengan istilah apendisitis. Istilah apendisitis pertama kali diperkenalkan oleh Reginal Fitz pada tahun 1886 di Boston. Morton pertama kali melakukan operasi apendektomi pada tahun 1887 di Philadelphia. Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Namun lebih sering menyerang laki-laki-laki-laki berusia 10-30 tahun.

(2)

2 Gejala pada apendisitis akan mengakibatkan nyeri, dan obstruksi yang mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks. Yang paling ditakutkan pada apendisitis ini adalah terjadinya perforasi, perforasi ini bisa memperberat keadaan pasien.

(3)

3

BAB II LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

1. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Tn. H/Laki-laki/ 58 tahun

2. Pekerjaan : Wiraswasta

3. Alamat : RT 09 No. 102 Simp. III Sipin

2.2 Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga 1. Status Perkawinan : Menikah

2. Jumlah anak/saudara : 3 orang 3. Status ekonomi keluarga :

Os bekerja sebagai seorang petani sawit Kesan : mampu

Kondisi Rumah : baik

4. Kondisi Lingkungan Keluarga: baik

2.3 Aspek Psikologis di Keluarga Baik

2.4 Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga :

1. Riwayat pernah mengalami sakit yang sama tidak ada

2. Riwayat keluarga yang menderita keluhan yang sama disangkal 2.5 Keluhan Utama

Pasien dating dengan keluhan sakit pada daerah perut kanan bawah sejak lebih kurang 3 hari sebelum ke Puskesmas

2.6 Riwayat Penyakit Sekarang (autoanamnesa)

Os dating ke Puskesmas dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari yang lalu, awalnya os merasa perutnya sakit sehingga os minum obat maag yang dibeli di apotik, setelah minum obat tersebut keluhan os tidak kunjung

(4)

4 berkurang bahkan semakin bertambah, os juga merasa badanya demam yang turun naik, os juga mengeluh muntah dan perutnya terasa penuh dan kembung, nafsu makan os berkurang, sebenarnya keluhan yang os rasakan sudah pernah dialami os beberapa bulan terakhir dan os sudah pernah berobat ke dokter untuk penyakitnya tersebut, setelah minum obat dari dokter keluhannnya berkurang dan sembuh, sekarang keluahannya tersebut kambuh kembali, sehingga membuat os memutuskan untuk berobat ke Puskesmas.

2.7 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda vital : Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi : 80 x/menit Suhu : 37,8°C Pernafasan : 20 x/menit Berat badan : 66 kg Tinggi badan : - Kepala : Normocephal

Mata : Kelopak : Normal

Conjungtiva : Anemis (-) Sklera : Ikterik (-)

Kornea : Normal

Pupil : Isokor, reflex cahaya +/+

Lensa : Normal, keruh (-) Gerakan bola mata : Baik

THT : Tak ada kelainan

(5)

5 Bau pernafasan : Normal

Gigi geligi : Lengkap

Palatum : Leviasi (-)

Gusi : Warna merah muda, perdarahan (-) Selaput Lendir : Normal

Lidah : Putih kotor, ulkus (-) Leher : KGB : Tak ada pembengkakan

Kel.tiroid : Tak ada pembesaran JVP : 5 - 2 cmH2O

Pulmo

Pemeriksaan Kanan Kiri

Inspeksi Statis & dinamis: simetris

Statis & dinamis : simetris

Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal

Perkusi Sonor

Batas paru-hepar :ICS VI kanan

Sonor

Batas paru-gaster : ICS VII

Auskultasi Wheezing (-), rhonki (-) Wheezing (-), rhonki (-)

Jantung

Inspeksi Ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula kiri Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula kiri

Perkusi Batas-batas jantung : Atas : ICS II kiri

Kanan : linea sternalis kanan

Kiri : ICS VI 2 jari bergeser ke lateral dari linea midclavicula kiri

(6)

6 Abdomen

Inspeksi Datar, skar (-), venektasi (-), spidernevi (-)

Palpasi Nyeri tekan Mc Burney (+), Nyeri tekan regio epigastrium (-), defans musculer (+), hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri ketok costovertebra (-/-)

Perkusi Timpani

Auskultasi Bising usus (+) melemah

a. Ekstremitas Atas : Edema (-), akral hangat Ekstremitas bawah : Edema (-), akral hangat

2.8 Status Lokalis

Pemeriksaan Abdomen:

- Inspeksi : Simetris, datar, defans muscular (+)

- Palpasi : Nyeri tekan Mc Burney (+), Nyeri lepas (+), - Perkusi : Timpani, Nyeri ketuk (-)

- Auskulltasi : Bising usus (+) melemah

Pemeriksaan Tambahan: - Rovsing Sign (+) - Psoas Sign (+) 2.9 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium berupa darah rutin. Hasil Pemeriksaan:

Laeukosit : 15.000 mm3 Hb : 12 mg/dl

2.10 Diagnosis

(7)

7 2.11 Diagnosis Banding

o Infeksi saluran kemih o Ureterolitiasi

2.12 Manajemen a. Promotif :

o Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini merupakan infeksi atau peradangan pada usus buntu

o Menjelaskan kepada pasien penyebab kemungkinan timbulnya penyakit ini

o Menjelaskan komplikasi terburuk dari penyakit ini bila tidak dilakukan pengobatan secara cepat, tepat, dan adekuat.

b. Preventif :

o Pasien dianjurkan untuk tirah baring selama pengobatan o Pasien diminta untuk tidak mengurut perutnya yang sakit

o Meminta pasien untuk makan-makanan yang lunak dan tidak makan sambal yang terlalu banyak

c. Kuratif :  Medikamentosa : Asam mefenamat 3x500 mg Ciprofloxacin 2x500 mg Domperidone 3x10 mg B. complek 2x1 tab - Rahabilitatif :

o Pasien dirujuk untuk mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut.

(8)

8

Dinas Kesehatan Kota Jambi

Puskesmas : Simp. IV Sipin Dokter : Tata Maretha O.M Tanggal : 22 Oktober 2014

R/ Asam Mefenamat tab 500 mg No. X S 3dd tab I

R/ Ciprofloxacin 500 mg No. X S 2 dd tab I

R/ Domperidone 10 mg No. X S 3 dd tab I

R/ Vitamin B. Complex No. VI S 2 dd tab I

Pro : Tn.H Umur : 58 tahun

(9)

9

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm, dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin jadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak di intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang meso apendiks penggantungnya.Pada kasus selebihnya apendiks terletak retroperitoneal, yaitu dibelakang sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens.

Gambar 1.1 Anatomi apendiks

Persarafan apendiks berasal dari saraf parasimpatis cabang dari n.vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan a. appendikularis . sedangkan saraf simpatis berasal dari n.thorakalis x. karena itu nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus.

(10)

10 Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika erteri ini tersumbat, misalnya thrombosis pada infeksi, apendiks akan menglami gangrene.

Gambar 2.1 Perdarahan apendiks

3.2 Histologi

Apendiks mempunyai struktur yang sama dengan usus besar. Glandula mukosanya terpisahkan dari vascular submukosa oleh mukosa muskular dan bagian luar dinding submukosa adalah dinding otot yang sama. Apendiks dibungkus oleh tunika serosa yang terdiri atas vaskularisasi pembuluh darah besar dan bergabung menjadi satu di mesoapendiks.

(11)

11 Jika apendiks terletak di retroperitoneal, maka apendik tidak dibungkus oleh tunika serosa. Mukosa apendiks terdiri dari atas sel-sel gastrointestinal endokrin system.

3.3 Fisiologi

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal disurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara paendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.

Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gult associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh sebab jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.1 Jika terjadi sumbatan pada lumen apendiks maka akan timbul peradangan yang dikenal dengan apendisitis.

3.4 Definisi Appendistis

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat

(12)

12 3.5 Epidemiologi

Apendisitis akut timbul dalam sekitar 7 persen individu di Negara bagian barat, dan merupakan sebab terlazim akut abdomen yang memerlukan intervensi bedah. Sekitar 200.000 apendiktomi dilakukan tiap tahun di amerika serikat. Angka mortalitas bervariasi dari kurang dari 0,1 persen dalam kasus tak berkomplikasi sampai sekitar 5 persen dalam kasus dengan perforasi.2 Apendisitis dapat ditemukan pada semua usia, hanya pada anak kurang dari 2 tahun jarang dilaporkan. Insiden apendisitis tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah umur 30 tahun insiden apendisitis menglami penurunan jumlah. Insiden laki-laki dan perempuan umumnya sebanding.

3.6 Etiologi

Penyebab apendisitis akut yang palig sering adalah terjadinya obstruksi pada lumen. Obstruksi pada lumen biasanya disebabkan oleh fekalit (batu tinja), hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks dan parasit yang ada di usus besar. Parasit yang berperan dalam menyebabkan obstruksi pada apendiks adalah cacing asscaris dan strongiloide species.

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan –makanan yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Sehingga mempermudah timbulnya apendisitis akit.

3.7 Patofisiologi

Secara pathogenesis factor penting terjadinya apendisitis adalah adanya obstruksi lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Obstruksi lumen apendiks merupakan faktor penyebab dominan pada apendisitis akut. Peradangan pada apendiks berawal di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam. Obstruksi pada bagian yang proksimal dari lumen menyebabkan stasis bagian distal apendiks, sehingga mucus yang terbentuk secara terus menerus akan terakumulasi. Selanjutnya akan

(13)

13 menyebabkan tekanan intraluminal meningkat kondisi ini akan memacu proses translokasi kuman dan terjadi peningkatan jumlah kuman didalam lumen apendiks. Selanjutnya terjadi gangguan sirkulasi limfe yang menyebabkan udem. Kondisi ini memudahkan ivasi bakteri dari dalam lumen menembus mukosa dan menyebabkan ulserasi mukosa apendiks maka terjadi keadaan yang disebut apendiks fokal.

Obstruksi yang terus menerus akan menyebabkan tekanan intraluminer semkin tinggi dan menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi vaskuler. Keadaan ini akan menyebabkan edema semakin berat sehingga terjadi penumpukan nanah pada dinding apendiks atau disebut dengan apendisitis akut supuratif. Pada keadaan yang lebih lanjut dimana tekanan intraluminer semakin tinggi, udem menjadi lebih hebat, terjadi gangguan sirkulasi atrial. Hal ini menyebabkan terjadinya gangrene. Gangrene biasanya di tengah-tengah apendiks dan berbentuk ellipsoid, keadaan ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila tekanan terus meningkat maka akan terjadi perforasi yang mengakibatkan cairan mukosa apendiks akan tercurah ke rongga peritoneum dan terjadilah peritonitis.7

Patogenesis

F. Resiko Fokalit Obstruksi Lumen Peradangan mukosa

Stasis bagian distal Seluruh permukaan

(24-48 jam) Mukus terkurung,

Tek. Intraluminar √

Translokasi kuman Ggn. Sirkulasi danlimfe (edem)

Infeksi bakteri---lumen - mukosa Ulserasi fokal (app.

Fokal)

Penumpukan nanah

dan T. Intra/odem Ggn Sirkulasi Atrial

Gangren Tek. Meningkat dan

udem Ulserasi fokal (app.

Fokal)

Perforasi (app perforasi)

peritonitis

(14)

14 3.8 Klasifikasi Apendisitis

3.8.1 Apendisitis akut

a. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)

Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.

b. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

c. Appendicitis Akut Gangrenosa

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen. 3.8.2 Apendisitis Abses

Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic

(15)

15

.

3.8.3 Apendisitis Perforasi

Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.

3.8.4 Apendisitis Kronis

Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.

(16)

16 Gambar 4.1 infeksi appendik

3.9 Gambaran Klinis Apendisitis

Apendisitis sering ditandai dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneal local. Gejala klasik adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral didaerah epigastrium disekitar umbilicus. Gejala ini berlangsung 1 sampai 2 hari. Biasanya disertai dengan gejala tambahan seperti mual, muntah , nafsu makan menurun, anoreksia, pada beberapa penderita kadang mengalami diare dan opstipasi. Demam ringan dan leukositosis sedang dapat ditemukan. Dalam beberapa jam nyeri akan pindah ke titik Mc Burney. Nyeri akan terasa lebih hebat dan terlokalisir dengan tepat sehingga merupakan nyeri somatic setempat.

Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat serta meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskular diseluruh perut, mungkin dengan pungtum maksimum di region iliaka kanan. Peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik. Kecuali di region iliaka kanan, abses rongga peritoneum bisa terjadi bilamana pus yang menyebar bisa dilokalisir di suatu tempat. Paling sering adalah abses rongga pelvis dan diagfragma. Ultrasonografi membantu mendeteksi kantong nanah.

(17)

17 Diagnosis apendisitis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lab, pemeriksaan penunjang

3.10.1 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler abses.

Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah:

• Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.

Gambar 5.1 Titik Mc. Burney

• Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.

(18)

18 • Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence

muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang

menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.

• Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.

Gambar 6.1 Rovsing’s Sign

• Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.

(19)

19 • Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium.

Gambar 7. Obturator’s Sign

Tabel 1. Pemeriksaan Fisik yang Khas pada Apendisitis

Jenis Pemeriksaan Interpretasi

Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan.

Psoas sign atau Obraztsova’s sign

Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.

Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.

Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan batuk

Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada korda spermatic kanan

Kocher (Kosher)’s sign

Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah.

Sitkovskiy

(Rosenstein)’s sign

Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan pada sisi kiri

Bartomier-Michelson’s sign

Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan bawah pada pasien dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan dengan posisi terlentang

Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit triangle kanan (akan positif Shchetkin-Bloomberg’s sign)

Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba

(20)

20 Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus.

Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Didapatkan nyeri pada jam 9-12. Pada yang mengalami komplikasi, ampula teraba distensi/ cenderung kolaps pada anak-anak tidak perlu dilakuka rectal toucher karena apendiksnya berbentuk konus atau pendek.

Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor Alvarado, yaitu:

Tabel 2. Alvarado’s Score

Tanda Skor

Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa iliaka kanan 1

Anoreksia 1

Mual atau Muntah 1

Nyeri di fossa iliaka kanan 2

Nyeri lepas 1

Peningkatan temperatur (>37,5C) 1

Peningkatan jumlah leukosit ≥ 10 x 109/L 2

Neutrofilia dari ≥ 75% 1

Total 10

Interpretasi :

- Pasien dengan skor awal ≤ 4 sangat tidak mungkin menderita apendisitis dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit kecuali gejalanya memburuk. - Skor 5-6 : dipertimbangkan apendisitis akut tapi tidak perlu operasi segera - Skor 7-8 : dipertimbangkan mengalami apendisitis akut

- Skor 9-10: hampir defi-nitif mengalami apendisitis akut dan dibutuhkan tindakan bedah

(21)

21 3.10.2 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.

2. Radiologi

Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed

Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan

bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.

Gambar 8. CT-scan Appendiks (kiri) dan USG Appendiks (kanan)

3. Analisa urin

Bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah. sediment dapat

(22)

22 normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.

4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase

Membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas. 5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG)

Untuk memeriksa adanya kemungkinan kehamilan. 6. Pemeriksaan barium enema

Untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium enema dan

Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma

colon.

7. Pemeriksaan radiologi

Berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam lumen usus buntu. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut memperlihatkan tidak adanya pengisian apendiks dan efek massa pada tepi medial serta inferior dari seccum; pengisisan menyingkirkan appendicitis.

(23)

23

Appendicogram dengan non-filling apendiks (negatif

appendicogram) merupakan apendisitis akut. Appendicogram dengan partial filling (parsial appendicogram) diduga sebagai apendisitis dan appendicogram dengan kontras yang mengisi apendiks secara total (positif appendicogram) merupakan apendiks yang normal.

Appendicogram sangat berguna dalam diagnosis apendisitis akut,

karena merupakan pemeriksaan yang sederhana dan dapat memperlihatkan visualisasi dari apendiks dengan derajat akurasi yang tinggi.

8. Pemeriksaan foto polos abdomen

Pemeriksaan ini tiidak menunjukkan tanda pasti appendicitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan appendicitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan. Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi (misalnya peritonitis), tampak :

- scoliosis ke kanan

- psoas shadow tak tampak

- bayangan gas usus kananbawah tak tampak

- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak

- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak cut off. mouse tail. partial filling. hasil positif bila : non filling .

3.11 Diagnosis Banding

Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis appendicitis karena penyakit lain yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan appendicitis, diantaranya:

1. Gastroenteritis ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan, hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan appendicitis akut.

2. Limfadenitis Mesenterika, biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut kanan disertai dengan perasaan mual dan nyeri tekan perut.

(24)

24 3. Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh hasil positif untuk Rumple Leed, trombositopeni, dan hematokrit yang meningkat.

4. Infeksi Panggul, salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan appendicitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.

5. Gangguan alat reproduksi perempuan, folikel ovarium yang pecah dapat memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam. 6. Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan

keluhan yang tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim disertai pendarahan menimbulkan nyeri mendadak difus di pelvic dan bisa terjadi syok hipovolemik.

7. Divertikulosis Meckel, gambaran klinisnya hampir sama dengan appendicitis akut dan sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada appendicitis akut sehingga diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama.

8. Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan appendicitis jika isi gastroduodenum mengendap turun ke daerah usus bagian kanan sekum. 9. Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat appendiks dan menyerupai

appendicitis retrocaecal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, hematuria, dan terjadi demam atau leukositosis.

(25)

25 3.12 Terapi

Berikut adalah pengelolaan penderita tersangka Apendisitis akut:

Gambar 10. Bagan alur penatalaksanaan apendiks 3.12.1 Penanggulangan konservatif / sebelum operasi

a. Observasi

Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laktasif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya.

Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (lekosit dan hitung jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.

b. Antibiotik

Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada

Kecurigaan Apendisitis Akut

Tidak Jelas

Observasi Aktif

Tidak Jelas Penyakit lain Appendisitis

(26)

26 penderita appendicitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.

Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi appendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai 6 jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak terjadi dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik konvensional operasi pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas daerah apendiks.

Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan.

Penatalaksanaan apendiksitis sebelum operasi menurut Mansjoer: 1. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi

2. Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin 3. Rehidrasi

4. Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena

5. Obat – obatan penurun panas, phenergan sebagai anti mengigil, largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai

6. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.

3.12.2 Operasi

Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).

(27)

27 Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.

- Appendiktomi cito (appendicitis akut, abses, dan perforasi) - Appendiktomi elektif (appendisitis kronis)

- Konservatif kemudian operasi elektif (appendisitis infiltrat) Operasi Appendisitis akut disebut : A. Chaud

Operasi Appendisitis kronis disebut : A. Froid

Dengan peningkatan penggunaan laparoskopi dan peningkatan teknik laparoskopik, apendektomi laparoskopik menjadi lebih sering. Prosedur ini sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah, akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita. Beberapa studi mengatakan bahwa laparoskopi meningkatkan kemampuan dokter bedah untuk operasi.

a. Open Appendectomy

Tindakan operasi untuk apendisitis akut tanpa perforasi adalah dengan menggunakan insisi pada right lower quadrant muscle splitting Mc.Burney (oblique) atau rocky davis (transverse). Insisi yang dilakukan harus mencakup daeran di mana nyeri tekannya maksimal dirasakan atau dimana teraba masa.

Apabila telah terjadi perforasi dan terdapta tanda-tanda peritonitis, insisi yang dilakukan adalah lower midline incision untuk mendapatkan eksposur yang lebih baik pada kavum peritoneum.

Setelah dilakukan insisi, lakukan identifikasi caecum. Lanjutkan dengan identifikasi apendiks dengan mengikuti ketiga tinea coli sampai ke pertemuannya, kemudian ujung apendiks dicari sampai seluruh apendiks dapat terekposur dengan memobilisasi caecum.

Lakukan pembebasan apendiks dari mesoapendiks sambil melakukan ligasi a.apendikularis. setelah apendiks terbebas, lakukan

(28)

28 appendectomy. Pada apndiks perforasi atau gangrenous dilakukan pencucian rongga abdomen dengan normal saline sampai bersih.

Tabel 3. Macam-macam Insisi untuk apendektomi

Insisi Grid Iron (McBurney Incision)

Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis insisi parallel dengan otot oblikus eksternal, melewati titik McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang menghubungkan spina liaka anterior superior kanan dan umbilikus.

Lanz transverse incision

Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat, insisi transversal pada garis miklavikula-midinguinal. Mempunyai keuntungan kosmetik yang lebih baik dari pada insisi grid iron.

Rutherford Morisson’s incision (insisi suprainguinal)

Merupakan insisi perluasan dari insisi McBurney. Dilakukan jika apendiks terletak di parasekal atau retrosekal dan terfiksir.

Low Midline Incision

Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi perforasi dan te/rjadi peritonitis umum.

Insisi paramedian kanan bawah

Insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5 cm di bawah umbilikus sampai di atas pubis.

(29)

29 Penggunaan ligasi ganda pada setelah appendektomi terbuka dilakukan dengan jahitan yang mudah diserap tubuh. Ligasi yang biasa dilakukan pada apendektomi adalah dengan purse string (z-stich atau tobacco sac) dan ligasi ganda. Pada keadaan normal, digunakan jahitan purse string. Ligasi ganda digunakan pada saat pembalikkan tunggul tidak dapat dicapai dengan aman, sehingga yang dilakukan adalah meligasi ganda tunggul dengan dua baris jahitan.

Gambar 11. Teknik open apendictomy

b. Laparoscopy Appendictomy

Penderita harus dipasang kateter urin dan NGT sebelumnya. Operator berdiri di sisi kiri penderita dengan monitor pada sisi kanan penderita. Kemudian dibuat keadaan pneumoperitoneum. Trochar canulla sepanjang 10mm dimasukkan melalui umbilikus. Forward viewing

laparoscopy dimasukkan melalui kanula tersebut dan dilakukan inspeksi

cavum peritoneum. Kemudian trochar 10mm kedua dimasukkan melalui regio suprapubik pada garis tengah dan additional 5mm port dibuat di abdomen kanan atas dan kanan bawah.

(30)

30 Eksposure dilakukan dengan merubah posisi pasien menjadi

trendelenburg dengan sisi kanan lebih tinggi. Identifikasi caecum dan

apendiks. Kemudian lakukan mesoapendiks melalui penarikan tip apendiks dengan atraumatic gasper yang ditempatkan di trocher abdomen kanan atas. Mesoapendiks dipisahkan dengan alat stapling atau elektrokauter untuk diseksi dan diklips atau ligating loop untuk mengikat a. Appendikularis.

Pemisahan mesoapendiks dilakukan sedekat mungkin dengan apendiks. Setelah basis apendiks terekposue, 2 ligating loop ditempatkan di proksimal dan distal basis apendiks. Kemudian laukan apendiktomi denga sassor dan electrocauterization. Apendiks kemudian dibebaskan melalui trochar yang terletak di suprapubik.

Gambar 12. Laparoscopy Appendictomy

3.12.3 Pascaoperasi

Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya pendarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi Fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjai gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam

(31)

31 lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak

Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang. 3.13 Prognosis

Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari.

Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di dalam rongga perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi perlu dilakukan secepatnya. Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena usus buntu akut. Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak diobati secara benar.

3.14 Komplikasi

Menurut Hartman, dikutip dari Nelson 1994, komplikasi yang sering timbul adalah perforasi, peritonitis, infeksi luka, abses intraabdomen dan obstruksi intestinum.

Menurut Arif Mansjoer, Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.

Tanda – tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila perforasi

(32)

32 dengan peritonitis umum pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertama sekali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.

Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring dalam posisi fowler medium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotik yang sesuai dengan kultur, transfusi untuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada.

Bila terbentuk abses apendiks akan teraba masssa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakukan 6 – 12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fruktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.

Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase. Komplikasi lain yang terjadi ialah abses subfrenikus juga dapat terjadi akibat perlengketan.

Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan, obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan kematian.

Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intra-abdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks.

(33)

33

BAB IV PEMBAHASAN

4.1.Analisa Kasus

Pada analisa kasus kali ini adalah seorang pasien bernama Tn. H/58 tahun/ Wiraswasta, dating kepuskesmas dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari yang lalu, demam (+), mual muntah (+), perut kembung (+), os sebelumnya sudah pernah berobat dengan keluhan yang sama.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan, pada pemeriksaan abdomen nyeri tekan daerah Mc Burney (+), Nyeri lepas (+),

- Status Lokalis

Pemeriksaan Abdomen:

- Inspeksi : Simetris, datar, defans muscular (+)

- Palpasi : Nyeri tekan Mc Burney (+),Nyeri lepas (+), - Perkusi : Timpani, Nyeri ketuk (-)

- Auskulltasi : Bising usus (+) melemah - Pemeriksaan Tambahan:

- Rovsing Sign (-) - Psoas Sign (+) - Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan laboratorium berupa darah rutin. - Hasil Pemeriksaan:

- Laeukosit : 15.000 mm3

- Hb : 12 mg/dl

Berdaasarkan data-data diatas maka dapat disimpulkan penyakit yang diderita pasien adalah kolik abdomen e.c suspek appendicitis akut dengan diferential diagnosisnya infeksi saluran kemih, karena berdasarkan teori apendisitis adalah peradang apendik virmivormis, yang ditandai dengan nyeri daerah mc burney, nyeri lepas , psoas sign, abturator sign, kernig sign, difensmuskular, demam.

(34)

34 Untuk penegakkan diagnosis dapat menggunakan skore Alvarado :

Tanda Skor

Migrasi nyeri dari abdomen sentral ke fossa iliaka kanan 1

Anoreksia 1

Mual atau Muntah 1

Nyeri di fossa iliaka kanan 2

Nyeri lepas 1

Peningkatan temperatur (>37,5C) 1

Peningkatan jumlah leukosit ≥ 10 x 109/L 2

Neutrofilia dari ≥ 75% 1

Total 10

Interpretasi :

- Pasien dengan skor awal ≤ 4 sangat tidak mungkin menderita apendisitis dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit kecuali gejalanya memburuk. - Skor 5-6 : dipertimbangkan apendisitis akut tapi tidak perlu operasi segera - Skor 7-8 : dipertimbangkan mengalami apendisitis akut

- Skor 9-10: hampir defi-nitif mengalami apendisitis akut dan dibutuhkan tindakan bedah

Pada pasien ini Alvarado skornya 5 karena dijumpai leukositosis, anoreksia, mual muntah, peningkatan temperature dan nyeri lepas.

Penatalaksanaan pada kasus ini adalah :

Manajemen Promotif :

o Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini merupakan infeksi atau peradangan pada usus buntu

o Menjelaskan kepada pasien penyebab kemungkinan timbulnya penyakit ini

o Menjelaskan komplikasi terburuk dari penyakit ini bila tidak dilakukan pengobatan secara cepat, tepat, dan adekuat.

(35)

35 Preventif :

o Pasien dianjurkan untuk tirah baring selama pengobatan o Pasien diminta untuk tidak mengurut perutnya yang sakit

o Meminta pasien untuk makan-makanan yang lunak dan tidak makan sambal yang terlalu banyak

Kuratif :  Medikamentosa : Asam mefenamat 3x500 mg Ciprofloxacin 2x500 mg Domperidone 3x10 mg B. complek 2x1 tab - Rahabilitatif :

o Pasien dirujuk untuk mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut.

o Istirahat yang cukup

Berdasarkan teori terapi yang diberikan kepada pasien ini sudah tepat, karena pada pasien ini jumlah Alvarado skornya hanya 5, maka cukup dengan pemberian obat-obatan belum perlu operasi apendektomi, tetapi untuk kepastian diagnosis maka pasien disarankan untuk dirujuk/ dirawat secara intensif di Rumah Sakit.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Tn. H / 58 tahun / pekerjaan Wiraswasta menderita kolik abdomen e.c suspek apendisitis akut, dan terapi serta tindakan yang diberikan kepada pasien sudah tepat dan sesuai dengan teori dari apendisitis.

(36)

36

TINJAUAN PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat R, De Jong W. Apendiks Vermiformis dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua. Jakarta: EGC; 2005.

2. Alex SM. Apendisitis. APP (serial online). Diakses (tanggal 21 oktober

2014). Diunduh dari : URL:

https://www.scribd.com/doc/57761423/referat-apendisitis#download 3. Dono. Apendisitis. APP (serial online). Diakses (tanggal 21 oktober 2014).

Diunduh dari: URL: https://www.scribd.com/doc/85010953/Referat-Appendicitis-Dr-Dono-SpB#download

4. Wibisono S. APendisitis akut. (serial online). Diakses (tanggal 21 oktober

20140. Diunduh dari: URL:

https://www.scribd.com/doc/114013124/MAKALAH-APENDISITIS 5. Prasetyo DS. Apendsitis. (serial online). Diakese (tanggal 21 oktoer 2014).

Diunduh dari: URL: https://www.scribd.com/doc/82894087/MAKALAH-JADI-APENDISITIS

6. Lauren. System Skoring Pada Apendisitis. (serial online). Diakses (tanggal

21 oktober 2014). Diunduh dari: URL:

https://bedahunmuh.files.wordpress.com/2010/06/appendicitis.pdf

7. Sari SP. Penatalaksanaan Apendisitis. (serial online). Diakses (tanggal 21

oktober 2014). Diunduh dari : URL:

http://core.kmi.open.ac.uk/download/pdf/11712818.pdf

8. Guyton, Arthur C. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta:EGC (Penerbit Buku Kedokteran) ; 1996.

9. Lindseth GN. Gangguan Usus Halus. Patofisiologi. Vol. I. Jakarta EGC; 2006.

10. Sabiston DC. Apendiktomi pada Atlas Bedah Umum. Tangerang Selatan: Binarupa Aksara; 2011.

(37)

Gambar

Gambar 1.1 Anatomi apendiks
Gambar 2.1 Perdarahan apendiks
Gambar 3.2 Peradangan pada apendiks vermiformis
Gambar 3.3 Alur Patogenesis Appendisitis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apendisitis harus dipikirkan sebagai diagnosis banding pada semua pasien dengan nyeri abdomen akut yang sesuai dengan gejala klinis yakni mual dan muntah pada keadaan awal

Diagnosa banding apendisitis akut bergantung pada 4 faktor mayor: lokasi anatomis dari apendiks yang meradang, tahapan dari proses (tanpa atau dengan komplikasi), usia, dan

Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus.. Obstruksi pada lumen menyebabkan

Pada pasien dengan apendiks yang terletak di retrosekal bisa tidak ditemukan nyeri tekan sampai apendisitis sudah lanjut atau perforasi (Minkes, 2013).. Temuan fisik yang

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering 1.. Apendiks disebut juga

 Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendik dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui.  Obstruksi

Pada pasien dengan rhinitis alergi , pengobatan agresif gejala hidung dan tanda- tanda edema mukosa yang dapat menyebabkan obstruksi saluran keluar sinus, dapat mengurangkan

Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan