Lampiran 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Budiman
Tempat/ Tanggal lahir : Medan / 24 Oktober 1993 Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Inspeksi Komp. Greenland No.B20 Titipapan Medan Marelan
Riwayat Pendidikan : 1. TK Methodist-3, Medan (1998 – 2000) 2. SD Methodist-3, Medan (2000 – 2006) 3. SMP Sutomo-2, Medan (2006 – 2009)
4. SMA Sutomo-2, Medan (2009 – 2012)
Riwayat Pelatihan : 1. Seminar dan Workshop Basic Life Support dan Traumatologi
2. Seminar dan Workshop Terapi Cairan dan Manajemen Luka
LAMPIRAN 4 Data Induk
S1 7 Laki-laki Batak perforasi nyeri perut + mual muntah + demam + diare
S2 15 Laki-laki Batak akut nyeri perut
S3 12 Perempuan Batak akut nyeri perut + mual muntah + demam + diare
S4 7 Laki-laki Batak kronik nyeri perut
S5 12 Laki-laki Melayu perforasi nyeri perut + mual muntah + demam
S6 11 Laki-laki Jawa akut nyeri perut + mual muntah + demam
S7 10 Perempuan Melayu perforasi nyeri perut
S8 10 Perempuan Jawa kronik nyeri perut + demam
S9 5 Perempuan Karo perforasi nyeri perut + mual muntah + demam
S10 15 Laki-laki Karo akut nyeri perut + demam
S11 15 Perempuan Melayu akut nyeri perut + mual muntah + demam + diare
S12 15 Laki-laki Karo kronik nyeri perut + mual muntah
S13 14 Laki-laki Karo kronik nyeri perut
S14 9 Laki-laki Batak perforasi nyeri perut + mual muntah + demam
S15 11 Laki-laki Jawa perforasi nyeri perut + demam
S16 10 Laki-laki Karo akut nyeri perut + mual muntah + demam
S17 18 Laki-laki Batak akut nyeri perut + mual muntah + demam
S18 13 Laki-laki Karo akut nyeri perut + demam
S19 15 Laki-laki Melayu akut nyeri perut
S20 6 Perempuan Batak perforasi nyeri perut + mual muntah + demam + diare
S21 16 Perempuan Karo akut nyeri perut + mual muntah
S22 17 Perempuan Jawa akut nyeri perut
S23 13 Laki-laki Jawa akut nyeri perut + demam
S25 10 Laki-laki Batak akut nyeri perut + demam
S26 18 Perempuan Karo kronik nyeri perut + mual muntah
S27 14 Laki-laki Batak akut nyeri perut + demam
S28 11 Laki-laki Batak akut nyeri perut + mual muntah + demam
S29 11 Laki-laki Melayu akut nyeri perut + demam
S30 14 Laki-laki Melayu perforasi nyeri perut
S31 7 Laki-laki Jawa akut nyeri perut
S32 9 Laki-laki Melayu akut nyeri perut + mual muntah + demam + diare
S33 9 Laki-laki Karo akut nyeri perut
S34 6 Perempuan Karo akut nyeri perut + mual muntah + demam + diare
S35 13 Perempuan Melayu akut nyeri perut + demam
S36 15 Laki-laki Jawa akut nyeri perut + mual muntah + demam
S37 8 Perempuan Karo akut nyeri perut + demam
S38 12 Laki-laki Batak akut nyeri perut + demam
S39 14 Laki-laki Batak akut nyeri perut + demam
S40 18 Perempuan Jawa akut nyeri perut
S41 6 Perempuan Melayu akut nyeri perut + mual muntah + demam
S42 11 Perempuan Karo akut nyeri perut
S43 14 Perempuan Batak kronik nyeri perut
S44 15 Laki-laki Melayu akut nyeri perut
S45 13 Laki-laki Melayu akut nyeri perut + mual muntah + demam + diare
S46 7 Laki-laki Batak perforasi nyeri perut + demam
S47 11 Laki-laki Batak perforasi nyeri perutl + mual muntah + demam
S48 15 Perempuan Jawa kronik nyeri perut
S50 17 Perempuan Batak kronik nyeri perut + mual muntah
S51 17 Perempuan Melayu akut Demam
S52 18 Perempuan Jawa akut nyeri perut
S53 13 Perempuan Karo akut nyeri perut + mual muntah + demam + diare
S54 18 Laki-laki Batak akut nyeri perut + mual muntah + demam + diare
S55 12 Laki-laki Karo akut nyeri perut + mual muntah + demam
S56 3 Laki-laki Jawa akut nyeri perut + demam
S57 14 Perempuan Batak akut nyeri perut
S58 6 Laki-laki Batak akut nyeri perut + mual muntah
S59 17 Perempuan Batak akut nyeri perut
S60 14 Perempuan Batak akut nyeri perut + mual muntah + demam
S61 17 Perempuan Melayu akut nyeri perut + mual muntah + demam
S62 9 Perempuan Batak akut Demam
LAMPIRAN 5 Output SPSS
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Nyeri perut
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Apendisitis
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Akut kronik perforasi
Usia 1-9 tahun 9 2 5 16 akut kronik perforasi
Jenis Kelamin Laki-laki 25 3 7 35
Perempuan 19 6 3 28
Suku * Apendisitis Crosstabulation
Count
Apendisitis
Total akut kronik perforasi
Suku Batak 14 3 5 22
Jawa 9 2 1 12
Karo 10 3 1 14
Melayu 11 1 3 15
Total 44 9 10 63
Gejala klinis kombinasi * Apendisitis Crosstabulation
Count
Apendisitis
Total akut kronik perforasi
Gejala klinis kombinasi nyeri perut 12 4 2 18
demam 2 0 0 2
nyeri perut + mual muntah 2 3 0 5
nyeri perut + demam 11 1 2 14
nyeri perut + mual muntah +
demam 10 1 4 15
nyeri perut + mual muntah +
demam + diare 7 0 2 9
DAFTAR PUSTAKA
Berger, D.H., 2010. Schawrtz Principle of Surgery: The appendix. 9th ed. United States of America: The Mc Graw-Hill Companies.
Brant, W.E., Helms, C.A., 2007. Fundamentals of Diagnostic Radiology: Gastrointestinal Tract. 3rd ed. United States of America: Lippincott Williams & Wilkins
Dorland, W.A.N., 2007. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Alih bahasa oleh Elseria, R.N. Jakarta: EGC.
Ellis, H., 2006. Clinical Anatomy Applied Anatomy for Students and Junior
Doctors: The abdomen and pelvis. 11th ed. United States of America: Blackwell. Fritsch, H., 2008. Color Atlas of Human Anatomy Internal Organs: The appendix. 5th ed, vol 2. Germany: Georg Thieme Verlag.
Hartman, G.E., 2012. Nelson Ilmu Kesehatan Anak: Apendisitis akut. Edisi 12, vol 2. Alih bahasa oleh Wahab A.S., Noerhayati, Soebono H., et al. Jakarta: EGC. Kuehnel, W., 2003. Color Atlas of Human Cytology, Histology, and Microscopic
Anatomy: Digestive system. 4th ed. New York: Thieme.
Lee, J.H., Park, Y.S., dan Chai, J.S., 2010. The Epidemiology of Appendicitis and
Appendectomy in South Korea: National Registry Data. Seoul: J Epidimol 20(2):
97-105
Lin, K.B., Lai, K.R., Yang, N.P., Chan, C.L., Liu, Y.H., Pan, R.H., dan Hsuang,C.H., 2015. Epidemiology and Socioeconomic Features of Appendicitis in
Taiwan: a 12 Year Population-based Study. Taiwan: World Journal of Emergency
Surgery 10: 42
Maa. J., 2007. Sabiston Textbook of Surgery: The appendix. 18th ed. United States of America: Saunders Elsevier.
Marzuillo, P., Germani, C., Krauss, B.S., dan Barbi, E., 2015. Appendicitis in
Children Less Than Five Years Old: A Challenge for The General Practitioner.
Italy: World Journal of Clinical Pediatrics 4(2): 19-24
Notoatmodjo, S., 2010. Metode Penelitian Kesehatan: Metode Penelitian Survei. Jakarta: Rineka Cipta.
O’Connell, P.R., 2008. Bailey & Love’s Short Pratice of Surgery: The vermiform
appendix. 25th ed. United Kingdom: Hodder Arnold.
Pasaribu, I.C., 2010. Karakteristik Penderita Apendisitis di RSUP H. Adam Malik
pada Tahun 2009. Medan. Repository Universitas Sumatera Utara.
Sherwood, L., 2007. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem: Pertahanan tubuh. Edisi 6. Alih bahasa oleh Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat, R., dan De Jong, W., 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah
Sjamsuhidajat-De Jong: Usus halus, apendiks, kolon dan anorektum. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Snell, R.S., 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran: Rongga abdomen. Edisi 6. Alih bahasa ole Sugiharto L. Jakarta: EGC.
Sulu, B., Gunerhan, Y., Palanci, Y., Isler, B., dan Caglayan, K., 2010.
Epidemiological and demographic features of appendicitis and influences of several environmental factors. Turki: Ulus Travma Acll Cerrahi Derg 16(1): 38-42
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka konsep
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
3.2 Definisi Operasional
Sesuai dengan kerangka penelitian, maka yang menjadi definisi operasionil adalah sebagai berikut:
a) Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks vermiformis (Dorland, 2007). Penderita yang termasuk apendisitis adalah penderita yang telah didiagnosis dengan apendisitis dan yang telah melakukan apendektomi.
Alat ukur : Rekam medis Cara ukur : Analisa data Hasil ukur : 1. Apendisitis akut
2. Apendisitis kronik 3. Apendisitis perforasi Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : 1. Pasien berusia antara 1-9 tahun 2. Pasien berusia antara 10-18 tahun Skala ukur : Ordinal
• 1-9 tahun • 10-18 tahun
c) Jenis kelamin adalah perbedaan biologis dan fisiologis yang dapat membedakan laki-laki dengan perempuan.
Alat ukur : Rekam medis Cara ukur : Analisis data
Hasil ukur : 1. Pasien berjenis kelamin laki-laki 2. Pasien berjenis kelamin perempuan Skala ukur : Nominal
d) Suku merupakan golongan ras dari suatu bangsa. Alat ukur : Rekam medis
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional study (studi potong lintang).
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakasanakan pada RSUP H. Adam Malik Medan. Lokasi dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa RSUP H. Adam Malik merupakan rumah sakit tipe A, dimana Rumah Sakit tipe ini merupakan Rumah Sakit Rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Propinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. Dengan demikian data yang diperoleh lebih lengkap dan lebih bervariasi.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung selama lebih kurang 10 bulan yang berlangsung sejak bulan Maret 2015 hingga Desember 2015.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien anak yang menderita apendisitis di RSUP H. Adam Malik Medan yang ada pada tahun 2013-2014.
4.3.2 Sampel Penelitian
sertakan menjadi sampel penelitian. Selain itu, sampel yang akan diambil harus memenuhi kriteria inklusi serta tidak termasuk dalam kriteria eksklusi selama penelitian berlangsung.
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam pemilihan sampel penelitian ini adalah :
1. Kriteria Inklusi
Pasien penderita apendisitis yang tercatat pada RSUP H. Adam Malik pada tahun 2013-2014 yang berusia sampai 18 tahun.
2. Kriteria eksklusi
Pasien penderita apendisitis yang disertai dengan penyakit lain yang menyebabkan nyeri abdomen.
Pasien penderita apendisitis berusia lebih atau sama dengan 19 tahun.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui rekam medis seluruh pasien apendisitis di RSUP H. Adam Malik Medan yang ada pada tahun 2013-2014. Data-data dari rekam medis tersebut dicatat kemudian ditabulasikan sesuai dengan variabel penelitian.
4.5 Pengolahan dan Analisa Data
4.5.1 Pengolahan Data
4.5.2 Analisa Data
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP. H. Adam Malik yang beralamat di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A. Berdasarkan SK MenKes RI No. HK.02.02/MENKES/390/2014 tanggal 17 Oktober 2014 Tentang Pedoman Penetapan Rumah Sakit Rujukan Nasional, RSUP H. Adam Malik Medan merupakan salah satu rumah sakit di bagian Regional Barat yang merupakan Rumah Sakit Rujukan Nasional. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medis RSUP. H. Adam Malik.
5.1.2 Deskripsi Karakterisitik Sampel
Penelitian dilakukan dengan melihat data sekunder berupa data rekam medis dari 63 sampel pasien penderita apendisitis yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik dari tahun 2013-2014.
Karakteristik sampel yang diamati dalam penelitian ini berupa usia, jenis kelamin, suku, dan gejala klinis. Data-data karakteristik pasien tersebut disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.
5.1.2.1 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Usia
Distribusi data pasien apendisitis berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5.1. Data Frekuensi Usia
Usia Frekuensi Persentase (%)
Dari tabel 5.1. diketahui bahwa pasien apendisitis paling sering ditemukan pada pasien yang berumur antara 10-18 tahun yaitu sebanyak 47 orang (74,6%) kemudian diikuti oleh pasien yang berumur antara 1-9 tahun yaitu sebanyak 16 orang (25,4%).
5.1.2.2 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Kelamin
Distribusi data pasien apendisitis berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-Laki 35 55,6
Perempuan 28 44,4
Total 63 100%
Dari tabel 5.2. diketahui bahwa pasien apendisitis terbanyak adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 35 orang (55,6%) dan diikuti oleh pasien berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 28 orang (44,4%).
5.1.2.3 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Suku
Distribusi data pasien apendisitis berdasarkan suku dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Suku
Suku Frekuensi Persentase (%)
Batak
Selain itu dari tabel 5.3. juga diketahui bahwa pasien apendisitis dengan suku Karo sebanyak 14 orang (22,2%), dan yang dengan suku Melayu sebanyak 15 orang (23,8%).
5.1.2.4 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Gejala Klinis
Distribusi data pasien apendisitis berdasarkan gejala klinis dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5.4. Data Frekuensi Gejala Klinis
Dari tabel 5.4. diketahui bahwa dari 63 pasien apendisitis paling sering dijumpai gejala klinis nyeri yaitu sebanyak 61 orang (96,8%) kemudian dengan demam sebanyak 40 orang (63,5%), mual muntah 29 orang (46%) dan 9 orang (14,3%) dengan diare.
Tabel 5.5. Data Frekuensi Gejala Klinis Kombinasi
Gejala Klinis Frekuensi Persentase (%)
Nyeri perut 18 28,6
Dari tabel 5.5. diketahui bahwa pasien apendisitis paling sering dijumpai hanya dengan gejala klinis nyeri perut saja yaitu sebanyak 18 orang (28,6%), dan paling sedikit dijumpai pada pasien yang hanya dengan gejala klinis demam saja yaitu sebanyak 2 orang (3,2%).
Dari tabel tersebut juga diketahui frekuensi gejala klinis lainnya yang diderita pasien apendisitis yaitu kombinasi nyeri perut dan mual muntah sebanyak
5 orang (7,9%), kombinasi nyeri perut dan demam sebanyak 14 orang (22,2%), kombinasi nyeri perut, mual muntah dan demam sebanyak 15 orang (23,8%), dan kombinasi nyeri perut, mual muntah, demam dan diare sebanyak 9 orang (14,3%).
5.1.2.5 Distribusi Pasien Apendisitis
Distribusi data pasien apendisitis dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Pasien Apendisitis
Apendisitis Frekuensi Persentase (%)
Akut
Dari tabel 5.6. diketahui bahwa pasien apendisitis yang paling sering adalah apendisitis akut yaitu sebanyak 44 orang (69,8%) kemudian diikuti oleh pasien apendisitis perforasi sebanyak 10 orang ( 15,9%) dan yang paling jarang adalah apendisitis kronik yaitu sebanyak 9 orang (14,3%).
5.1.3. Data Tabulasi Silang
Berdasarkan data yang dikumpulkan, dilakukan analisa tabulasi silang yang akan disajikan dalam bentuk tabel.
Tabel 5.7. Tabulasi Silang Pasien Apendisitis dan Usia
Apendisitis
Akut Kronik Perforasi Total
1-9 tahun
kemudian diikuti usia antara 1-9 tahun sebanyak 2 orang. Pada apendisitis perforasi tidak didapatkan perbedaan antara usia 1-9 tahun dan usia 10-18 tahun.
Tabel 5.8. Tabulasi Silang Pasien Apendisitis dan Jenis Kelamin
Apendisitis
Akut Kronik Perforasi Total Laki-laki terdapat pada pasien yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 25 orang dan pada perempuan sebanyak 19 orang, sedangkan untuk pasien apendisitis kronik lebih banyak pada pasien berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 6 orang dan pada laki-laki sebanyak 3 orang. Pada pasien apendisitis perforasi didapati lebih banyak pasien yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 7 orang dan pada perempuan hanya terdapat 3 orang.
Tabel 5.9. Tabulasi Silang Pasien Apendisitis dan Suku
Apendisitis
Akut Kronik Perforasi Total Batak
Tabel 5.10. Tabulasi Silang Pasien Apendisitis dan Gejala Klinis
Apendisitis
Akut Kronik Perforasi Total Nyeri perut
Demam
Nyeri perut + mual muntah Nyeri perut + demam
Nyeri perut + mual muntah + demam Nyeri perut + mual muntah + demam + diare mengalami gejala klinis nyeri perut yaitu sebanyak 15 orang dan hanya 2 orang pasien yang datang hanya dengan gejala klinis demam. Pada apendisitis kronik juga didapatkan gejala klinis yang lebih sering nyeri perut sebanyak 4 orang dan tidak ada pasien yang datang hanya dengan keluhan demam saja sedangkan pada apendisitis perforasi lebih sering pasien datang dengan gejala klinis nyeri perut, mual muntah dan demam sebanyak 4 orang dan tidak ada pasien yang datang hanya dengan gejala klinis demam saja atau kombinasi nyeri perut dan mual muntah.
5.2 Pembahasan
5.2.1 Usia
Berdasarkan tabel 5.1. dapat diketahui bahwa pasien apendisitis paling sering ditemukan pada pasien yang berusia antara 10-18 tahun yaitu sebanyak 47 orang (74,6%) kemudian diikuti oleh pasien yang berusia antara 1-9 tahun yaitu sebanyak 16 orang (25,4%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Sulu et al. (2010) yang mendapatkan bahwa apendisitis banyak dijumpai pada pasien yang berusia 10-19 tahun.
kemudian diikuti usia antara 1-9 tahun sebanyak 2 orang. Pada apendisitis perforasi tidak didapatkan perbedaan antara usia 1-9 tahun dan usia 10-18 tahun.
5.2.2 Jenis Kelamin
Berdasarkan tabel 5.2. diketahui bahwa pasien apendisitis terbanyak adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 35 orang (55,6%) dan diikuti oleh pasien berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 28 orang (44,4%). Dari penelitian di Taiwan yang dilakukan oleh Lin et al (2015), diketahui bahwa penderita apendisitis pada rentang usia 0-14 tahun didapatkan sebesar 61,2% berjenis kelamin laki-laki dan sebesar 38,8% adalah perempuan. Pada rentang usia 15-29 tahun juga didapatkan persentasi yang lebih besar pada laki-laki yaitu sebesar 53,6%. Data tersebut sejalan dengan data penelitian ini dimana apendisitis lebih banyak pada laki-laki.
Pada tabel 5.8. didapatkan bahwa untuk pasien apendisitis akut lebih banyak terdapat pada pasien yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 25 orang sedangkan untuk pasien apendisitis kronik lebih banyak pada pasien berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 6 orang. Pada pasien apendisitis perforasi didapati lebih banyak pada pasien yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 7 orang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulu et al (2010), pada penderita apendisitis dalam rentang usia 0-9 dan 10-19 tahun yang didapatkan bahwa apendisitis perforasi juga lebih banyak pada pasien yang berjenis kelamin laki-laki.
5.2.3 Suku
Berdasarkan tabel 5.3. diketahui bahwa pasien apendisitis paling sering dijumpai pada pasien dengan suku Batak yaitu sebanyak 22 orang (34,9%) dan paling sedikit dijumpai pada pasien dengan suku Jawa, yaitu sebanyak 12 orang (19%).
apendisitis perforasi didapati juga pasien dengan suku Batak terbanyak yaitu sebanyak 5 orang.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Pasaribu (2010) bahwa mayoritas penderita apendisitis bersuku Batak. Hal ini mungkin disebabkan karena lokasi daerah yang menjadi tempat penelitian merupakan mayoritas suku Batak.
Pada penelitian kohort oleh Marzuillo et al (2015) oleh penderita apendisitis dengan usia di bawah 5 tahun, nyeri merupakan gejala klinis yang paling sering. Sebesar 95% pasien datang dengan keluhan nyeri kemudian diikuti oleh mual muntah sebesar 83%, 80% datang dengan keluhan demam dan 32% dengan diare.
Berdasarkan tabel 5.5. diketahui bahwa pasien apendisitis paling sering dijumpai hanya dengan gejala klinis nyeri perut saja yaitu sebanyak 18 orang (28,6%), dan paling sedikit dijumpai pada pasien yang hanya dengan gejala klinis demam saja yaitu sebanyak 2 orang (3,2%).
Dari tabel 5.10. diketahui bahwa pasien apendisitis akut paling sering hanya mengalami gejala klinis nyeri perut yaitu sebanyak 12 orang. Pada apendisitis kronik didapatkan gejala klinis yang lebih sering kombinasi nyeri dan demam sebanyak 3 orang sedangkan pada apendisitis perforasi lebih sering pasien datang dengan gejala klinis nyeri perut, mual muntah dan demam sebanyak 4 orang.
5.2.5 Apendisitis
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Pasien apendisitis yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2013-2014 lebih banyak yang berusia antara 10-18 tahun yaitu sebanyak 47 orang (74,6%).
2. Pasien apendisitis yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2013-2014 lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 35 orang (55,6%).
3. Pasien apendisitis yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2013-2014 lebih banyak yang bersuku Batak yaitu sebanyak 22 orang (34,9%).
4. Pasien apendisitis yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2013-2014 lebih banyak datang dengan gejala klinis nyeri perut yaitu sebanyak 61 orang (96,8,%).
5. Pasien apendisitis yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2013-2014 lebih banyak berjenis apendisitis akut sebanyak 44 orang (69,8%).
6.2 Saran
Adapun saran dari peneliti :
1. Bagi dokter dan tenaga medis lainnya agar hasil penelitian ini dapat dijadikan data epidemiologi bagi RSUP H. Adam Malik Medan, khususnya bagian bedah anak, guna mengambil langkah - langkah untuk mencegah dan menurunkan angka kejadian apendisitis seperti mengedukasi, mendeteksi dini, ataupun memberikan penatalaksanaan yang adekuat.
untuk melengkapi data rekam medis serta menulis dengan rapi dan jelas sehingga pembaca dapat memahami dengan benar dan tepat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Apendiks
Appendix vermiformis atau yang sering disebut apendiks merupakan organ
sempit, berbentuk tabung yang mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid. Panjang apendiks bervariasi dari 3–4 inci (8–13 cm). Dasarnya melekat pada permukaan sekum. Sekum adalah bagian dari usus besar yang terletak di perbatasan ileum dan usus besar. Bagian apendiks lainnya bebas. Apendiks ditutupi seluruhnya oleh peritoneum, yang melekat pada lapisan bawah mesenterium intestinum tenue melalui mesenteriumnya sendiri yang pendek yang dinamakan mesoapendiks. Mesoapendiks berisi arteri, vena dan saraf-saraf (Snell, 2006).
Gambar 2.1 Posisi dari usus besar. (1) sekum. (2) apendiks vermiformis. (3) ascending colon. (4) transverse colon. (5) descending colon. (6) sigmoid colon. (7) rektum. (8) anal canal.
Apendiks terletak di regio iliaka dekstra dan pangkal diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah garis yang menghubungkan spina iliaca anterior superior kanan dan umbilikus. Ujung apendiks mudah bergerak dan mungkin ditemukan pada tempat-tempat berikut ini:
1. Tergantung ke bawah ke dalam pelvis berhadapan dengan dinding pelvis kanan,
2. Melengkung di belakang sekum,
3. Menonjol ke atas sepanjang pinggir lateral sekum, dan 4. Di depan atau di belakang pars terminalis ileum.
Posisi pertama dan kedua merupakan posisi yang paling sering ditemukan (Snell, 2006).
Posisi apendiks sangat variabel dibandingkan daripada organ-organ lainnya. Yang paling sering, sekitar 75 % terletak di belakang sekum. Sekitar 20% menggantung ke bawah di bawah tulang panggul (Ellis, 2006).
Gambar 2.2 Variasi dalam posisi apendiks vermiformis
Sumber: Color Atlas of Human Anatomy Internal Organ
Persarafan apendiks berasal dari cabang-cabang saraf simpatis dan parasimpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus thorakalis X.
2.2 Histologi Apendiks
Apendiks terletak di bagian awal usus besar dan yang merupakan evaginasi dari sekum. Apendiks ditandai dengan lumen yang relatif kecil dan irregular, kelenjar tubuler yang lebih pendek dan kurang padat, dan tidak memiliki
taeniae coli. Apendiks tidak memiliki fungsi pencernaan, tetapi merupakan
komponen penting sebagai MALT(Mucosa-Associated Lymphoid Tissue), dengan sejumlah besar folikel limfoid pada dindingnya (Mescher, 2010) .
Gambar 2.3 Histologi Apendiks dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin
(1) Mesenteriolum. (2) Mucosa with crypts. (3) Lymph follicles with germinal centers. (4) Tela submucosa. (5) Tunica muscularis.
Sumber: Color Atlas of Cytology, Histology, and Microscopic Anatomy
2.3 Fungsi Apendiks
Apendiks merupakan suatu jaringan limfoid. Jaringan limfoid adalah jaringan yang memproduksi, menyimpan atau memproses limfosit (Sherwood, 2009).
sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfoid disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh (Sjamsuhidajat & de Jong, 2007).
2.4 Apendisitis
2.4.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab nyeri akut abdomen yang paling sering (Wibisono dan Jeo, 2013).
2.4.2 Etiologi dan Patogenesis
Obstruksi pada lumen merupakan etiologi paling sering pada apendisitis akut.
Fecalith (Faex = tinja, lithos = batu) merupakan penyebab paling umum obstruksi
Tekanan pada organ yang semakin meningkat melebihi tekanan pada vena menyebabkan kapiler dan pembuluh darah venule tersumbat tetapi aliran darah
arteriole sehingga menyebabkan pembesaran dan kongesti vascular. Proses
inflamasi kemudian melibatkan bagian serosa pada apendiks dan kemudian ke arah peritoneum parietal dimana dihasilkan karakteristik nyeri yang berpindah ke kuadran kanan bawah.
Mukosa saluran cerna termasuk apendiks rentan terhadap gagguan pada aliran darah. Oleh sebab itu integritas mukosa apendiks menjadi terganggu. Dengan distensi yang berlanjut, invasi bakteri, aliran darah yang tidak adekuat, progresi dari nekrosis jaringan dapat menyebabkan munculnya perforasi. Perforasi biasanya muncul di sisi luar obstruksi daripada ujung karena efek tekanan intraluminal pada dinding yang paling tipis (Berger, 2010).
2.4.3 Patofisiologi dan Gejala Klinis
Patofisiologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Sistem pertahanan tubuh berusaha membatasi proses radang ini dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang dikenal dengan istilah apendicial mass. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat (Sjamsuhidajat & de Jong, 2007).
Gejala dari apendisitis dapat berupa: 1. Nyeri kolik periumbilikus
2. Nyeri pada fossa-iliaca kanan
Nyeri akan berpindah setelah beberapa jam dari periumbilikus ke kanan bawah daerah fosa iliaka kanan. Disini, nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
3. Demam (Pyrexia)
Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5-38,5oC. Bila suhu lebih tinggi kemungkinan sudah terjadinya perforasi.
4. Mual, muntah, dan anoreksia
Nyeri perut bagian sentral berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia. Apendisitis hampir selalu disertai dengan anoreksia dan biasanya terjadi satu atau dua kali episode muntah. Hal ini konstan sehingga pada saat diagnosis harus ditanyakan ada tidaknya keluhan anoreksia. Walaupun 75% pasien menunjukkan gejala muntah namun hal itu tidak berlangsung lama, kebanyakan hanya satu atau dua kali saja. Gejala muntah ini disebabkan stimulasi dari neuron maupun gerakan dari usus. Pada 95% pasien dengan apendisitis akut, anoreksia merupakan gejala utama diikuti oleh nyeri abdomen kemudian dilanjutkan dengan gejala muntah. Jika muntah lebih dominan dari gejala nyeri abdomen maka apendisitis harus dipertanyakan (Berger, 2010).
2.4.4 Penegakan Diagnosa
2.4.4.1 Anamnesis
Apendisitis harus dipikirkan sebagai diagnosis banding pada semua pasien dengan nyeri abdomen akut yang sesuai dengan gejala klinis yakni mual dan muntah pada keadaan awal yang diikuti dengan nyeri perut periumbilikal yang kemudian nyeri perut kuadran kanan bawah yang makin progresif. Urutan munculnya gejala memiliki peranan penting dalam diagnosis banding apendisitis (Wibisono dan Jeo, 2013).
2.4.4.2 Pemeriksaan Fisik
nyeri tekan daerah apendiks pada titik sepertiga bawah garis antara umbilicus dengan spina iliaka anterior superior (McBurney’s point). Pada palpasi akan didapatkan muscle guarding. Nyeri tekan dan nyeri lepas akan dijumpai, batuk juga akan meningkatkan rasa nyeri pada apendisitis.
Gambar 2.4 McBurney’s point
Sumber: Bailey & Love’s Short Pratice of Surgery
Tanda khas yang dapat ditemukan pada apendisitis akut adalah: Pointing sign
Nyeri pada kuadran kanan bawah pada Mc’Burney point.
Rovsing sign
Nyeri pada fosa iliaka kanan pada saat palpasi dalam di region fosa iliaka kiri. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam diagnosis klinis apendisitis.
Psoas sign
Obturator sign
Nyeri pada pinggul pada saat dilakukan rotasi internal. Apendiks yang mengalami inflamasi akan menyebabkan nyeri pada daerah hipogastrium ketika dilakukan manuver ini (O’Connel, 2008).
Pada apendisitis perforata, nyeri abdomen menjadi sangat hebat dan tersebar, peningkatan spasme daripada otot abdomen sehingga menyebabkan kaku otot (muscle rigidity). Denyut jantung akan meningkat dan temperatur akan meningkat hingga melebihi 39oC (Maa, 2007).
2.4.4.3 Pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan pasien, sel darah putih akan meningkat dengan neutrofil lebih dari 75%. Kadar leukosit normal pada apendisitis ditemukan pada 10% kasus. Kadar leukosit yang tinggi, lebih dari 20.000/ml didapatkan apabila terjadinya gangren atau apendisitis perforasi. Urinalisis dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding pyelonephritis atau nephrolithiasis (Wibisono dan Jeo, 2013). Pemeriksaan Radiografi
Pemeriksaan Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat digunakan dengan penemuan diameter anteroposterior apendiks yang lebih besar dari 7mm, penebalan dindng, struktur lumen yang tidak dapat dikompresi, atau adanya apendikolit.
CT-scan
CT-scan merupakan pilihan untuk pasien pria, pasien yang lebih tua dan ketika
pasien diduga terdapat abses sekitar apendiks. Diagnosis CT-scan pada apendisitis didasarkan pada penemuan sebagai berikut:
1. dilatasi apendiks hingga > 6mm,
2. apendiks dikelilingi oleh gambaran inflamasi atau abses,
2.4.5 Diagnosis Banding
Menurut Sjamsuhidajat & de Jong (2007) beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosa banding, yaitu:
Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual muntah dan diare mendahului rasa nyeri. Nyeri perut sifatnya lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai adanya hiperperistaltik. Demam dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut.
Demam Dengue
Demam dengue dapat dimulai dengan nyeri perut mirip peritonitis. Pada penyakit ini, didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel leede trombositopenia dan peningkatan hematokrit
Limfadenitis mesenterika
Limfadenitis mesenterika yang biasa didahului olen enteritis atau gastroenteritis, ditandai olehnyeri perut, terutama perut sebelah kanan, serta perasaan mual dan nyeri tekan perut yang sifatnya samar, terutama perut sebelah kanan.
Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan nyeri pada perut kanan bawah di tengah siklus menstruasi. Pada anamnesis nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari.
Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagin, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur jika perlu.
Kehamilan di luar kandungan
timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vagina, didapatkan nyeri dan penonjolan rongga
Douglas.
Kista ovarium terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina atau colok rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menentukan diagnosis ini.
Endometriosis eksterna
Endometrium di luar rahim akan menimbulkan nyeri di tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.
Urolitiasis pielum/ureter kanan
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut yang menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosit pada urin sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan diagnosis penyakit ini.
Penyakit saluran cerna lainnya
Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan di perut, seperti divertikulus
Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis,
obstruksi usus, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid dan mukokel apendiks.
2.4.6 Penatalaksanaan
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Menurut Wibisono dan Jeo (2013), ada hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Pre operatif
2. Operatif
Apendektomi terbuka dilakukan dengan insisi transversal pada kuadran kanan bawah (Davis-Rockey) atau insisi oblik (McArthur-McBurney). Pada diagnosis yang belum jelas dapat dilakukan subumbilikal pada garis tengah.
Laparoskopi apendektomi, teknik operasi dengan luka dan kemungkinan infeksi lebih kecil.
3. Pasca operatif
Perlu dilakukan observasi tanda vital untuk mengantisipasi adanya perdarahan dalam, syok, hipertermi atau gangguan pernapasan. Pasien dibaringkan dalam posisi Fowler dan selama 12 jam dipuasakan terlebih dahulu. Pada operasi dengan perforasi atau peritonitis umum, puasa dilakukan hingga fungsi usus kembali normal. Secara bertahap pasien diberi minum, makanan saring, makanan lunak dan makanan biasa.
2.4.7 Komplikasi
Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks , sekum, dan lekuk usus halus.
Massa apendikular
apendektomi dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar pendarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.
Apendektomi dilakukan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberi antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendektomi. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.
Bila sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja. Apendektomi dikerjakan setelah 6-8 minngu kemudian. Jika pada saat dilakukan drainase bedah, apendiks mudah diangkat, dianjurkan sekaligus dilakukan apendektomi (Sjamsuhidajat & de Jong, 2007).
Apendisitis perforata
Adanya fekalit didalam lumen, penderita pada usia anak-anak maupun orangtua, dan keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperanan dalam terjadinya perforasi apendiks. Insidensi perforasi pada penderita di atas usia 60 tahun dilaporkan sekitar 60%. Faktor yang mempengaruhi tingginya insidensi perforasi pada orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen, dan arteriosklerosis. Insidensi tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendindingan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum berkembang.
peritoneum dapat terjadi bila pus yang menyebar terlokalisasi di suatu tempat, paling sering di rongga pelvis dan subdiafragma. Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai demam harus dicurigai sebagai abses. Ultrasonografi dapat membantu mendeteksi adanya abses.
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman Gram negatif dan positif serta kuman anaecrob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan.
Perlu dilakukan laparatomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat dilakukan pencucian ronga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat secara mudah serta pembersihan abses. Akhir-akhir ini mulai banyak dilaporkan pengelolaan apendisitis perforasi secara laparoskopi apendektomi. Pada prosedur ini, rongga abdomen dapat dibilas dengan mudah. Hasilnya dilaporkan tidak berbeda jauh dibandingkan dengan laparatomi terbuka, tetapi keuntungannya adalah lama rawat lebih pendek dan secara kosmetik lebih baik (Sjamsuhidajat & de Jong, 2007).
2.4.8 Prognosis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apendiks vermiformis adalah organ sempit, berbentuk tabung yang mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid (Snell, 2007). Apendiks memiliki panjang bervariasi sekitar 6cm hingga 9cm pada orang dewasa. Dasarnya melekat pada sekum dan ujungnya memiliki kemungkinan beberapa posisi seperti retrosekal, pelvis, antesekal, preileal, retroileal, atau perikolik kanan. Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Wibisono dan Jeo, 2014).
Apendisitis adalah suatu keadaan yang sering terjadi yang membutuhkan operasi kegawatan perut pada anak. Diagnosisnya sulit ditegakkan pada anak-anak, dan merupakan faktor yang dapat menyebabkan perforasi hingga 30%-60% pada anak. Risiko untuk perforasi terbanyak terjadi pada usia 1-4 tahun (70%-75%) dan terendah pada remaja (30%-40%). Sekitar 80.000 anak pernah menderita apendisitis di Amerika Serikat setiap tahunnya, di mana terjadi 4 per 1000 anak di bawah 14 tahun. Kejadian apendisitis meningkat dengan bertambahnya umur, dan memuncak pada remaja, namun jarang terjadi pada anak kurang dari 1 tahun (Hartman, 2013).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Pasaribu (2010) pada seluruh golongan usia yang mengalami apendisitis didapatkan 60% pada perempuan dan 40% pada laki-laki. Untuk kejadian apendisitis yang menyatakan jumlah maupun perbandingan penderita apendisitis dalam pembagian jenis apendisitis, golongan umur, jenis kelamin ataupun gejala klinis penulis tidak menemui referensi valid, maka itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui gambaran penderita apendisitis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai:
Bagaimana gambaran penderita apendisitis pada anak di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2013-2014?
1. Mengetahui gambaran penderita apendisitis pada anak di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2013-2014 berdasarkan jenis kelamin.
2. Mengetahui gambaran penderita apendisitis pada anak di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2013-2014 berdasarkan usia.
3. Mengetahui gambaran penderita apendisitis pada anak di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2013-2014 berdasarkan suku.
4. Mengetahui gambaran penderita apendisitis pada anak di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2013-2014 berdasarkan gejala klinis.
5. Mengetahui gambaran penderita apendisitis pada anak di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2013-2014 berdasarkan jenis apendisitis.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi peneliti
1. Untuk menambah wawasan peneliti tentang apendisitis.
2. Untuk memahami gambaran penderita apendisitis berdasarkan jenis kelamin, usia, suku dan gejala klinis.
1.4.2 Bagi pembaca
1. Memberikan informasi mengenai gambaran apendisitis pada RSUP H. Adam Malik tahun 2013-2014.
ABSTRAK
Apendisitis merupakan suatu keadaan kegawatan perut yang membutuhkan operasi pada anak. Pada anak-anak, apendisitis sulit ditegakkan diagnosanya sehingga menjadi factor yang dapat menyebabkan perforasi hingga 30-60%. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penderita apendisitis pada anak di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2013-2014.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan jenis potong lintang. Data penelitian diperoleh dari data sekunder rekam medik yang mencakup 63 pasien anak dari tahun 2013-3014 yang menderita apendisitis.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan paling banyak berada pada rentang usia antara 10-18 tahun yaitu sebesar 74,6%, dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 55,6%. Apendisitis lebih sering ditemukan pada pasien yang bersuku Batak yaitu sebesar 34,9%. Pasien apendisitis ditemukan lebih sering dating dengan gejala klinis nyeri perut yaitu sebanyak 96,8%. Apendisitis akut merupakan jenis apendisitis yang paling banyak ditemukan yaitu sebesar 69,8%.
ABSTRACT
Appendicitis is an emergency condition which needs operation in children. Appendicitis is hard to be diagnosed in children that cause perforation until 30-60%. The aim of this research is to determine the appendicitis children patients’ characteristics in RSUP H. Adam Malik Medan in 2013-2014.
This research is a descriptive study with cross sectional design. Data was obtained from medical records that included 63 children patients from 2013-2014 who suffered appendicitis.
The result show that the most frequent age was in 10-18 years old group with 74.6%, the gender were male (55.6%). Appendicitis often found in Batak ethnic which was 34.9%. the most frequent clinical manifestation was abdominal pain with 96.8%. And acute appendicitis was the most common appendicitis which was 69.8%.
Oleh :
BUDIMAN
120100084
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KARYA TULIS ILMIAH
“
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
”
Oleh :
BUDIMAN
120100084
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Apendisitis merupakan suatu keadaan kegawatan perut yang membutuhkan operasi pada anak. Pada anak-anak, apendisitis sulit ditegakkan diagnosanya sehingga menjadi factor yang dapat menyebabkan perforasi hingga 30-60%. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penderita apendisitis pada anak di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2013-2014.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan jenis potong lintang. Data penelitian diperoleh dari data sekunder rekam medik yang mencakup 63 pasien anak dari tahun 2013-3014 yang menderita apendisitis.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan paling banyak berada pada rentang usia antara 10-18 tahun yaitu sebesar 74,6%, dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 55,6%. Apendisitis lebih sering ditemukan pada pasien yang bersuku Batak yaitu sebesar 34,9%. Pasien apendisitis ditemukan lebih sering dating dengan gejala klinis nyeri perut yaitu sebanyak 96,8%. Apendisitis akut merupakan jenis apendisitis yang paling banyak ditemukan yaitu sebesar 69,8%.
ABSTRACT
Appendicitis is an emergency condition which needs operation in children. Appendicitis is hard to be diagnosed in children that cause perforation until 30-60%. The aim of this research is to determine the appendicitis children patients’ characteristics in RSUP H. Adam Malik Medan in 2013-2014.
This research is a descriptive study with cross sectional design. Data was obtained from medical records that included 63 children patients from 2013-2014 who suffered appendicitis.
The result show that the most frequent age was in 10-18 years old group with 74.6%, the gender were male (55.6%). Appendicitis often found in Batak ethnic which was 34.9%. the most frequent clinical manifestation was abdominal pain with 96.8%. And acute appendicitis was the most common appendicitis which was 69.8%.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah tepat pada waktunya. Karya tulis ilmiah ini berjudul “Gambaran Penderita Apendisitis pada Anak di RSUP H.Adam Malik pada Tahun 2013-2014”, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak lepas dari bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala rasa hormat penyusun ingin menyampaikan terima kasih sebesar – besarnya kepada :
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH.
2. Dosen Pembimbing, dr.Mahyono, Sp.B, Sp.BA yang telah bersedia meluangkan waktu di tengah kesibukan untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
3. Dosen Penguji I, dr.Sari Harahap, M.Ked (PD), Sp.PD dan Dosen Penguji II, dr.Donna Partogi, Sp.KK untuk setiap kritik dan saran yang membangun.
4. Dosen pembimbing Akademik, dr.Harry Agustaf Asroel, M.Ked. Sp.THT-KL yang telah membimbing selama menempuh pendidikan.
5. Semua staf pengajar Ilmu Kesehatan Kedokteran (IKK) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberi petunjuk dan bimbingan dalam mengerjakan karya tulis ilmiah ini
6. Semua pihak RSUP H. Adam Malik Medan yang telah membantu kelancaran dan terlaksananya penelitian ini.
7. Keluarga penulis yang telah banyak memberikan dukungan sehingga karya tulis ilmiah ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar penulis dapat menyempurnakan karya tulis ilmiah ini. Demikianlah kata pengantar ini penulis sampaikan. Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Medan, 7 Desember 2015
2.4.4.3. Pemeriksaan Tambahan ... 9
2.4.5. Diagnosis Banding ... 11
2.4.6. Penatalaksanaan ... 13
2.4.7. Komplikasi ... 14
2.4.8. Prognosis ... 16
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 17
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 17
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 22
5.1.2.1. Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Usia ... 22
5.1.2.2. Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Kelamin ... 23
5.1.2.4. Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Gejala
Klinis ... 24
5.1.2.5 Distribusi Pasien Apendisitis ... 25
5.1.3. Data Tabulasi Silang ... 25
5.2. Pembahasan ... 27
5.2.1. Usia ... 27
5.2.2. Jenis Kelamin ... 28
5.2.3. Suku ... 28
5.2.4. Gejala Klinis ... 29
5.2.5. Apendisitis ... 29
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
6.1. Kesimpulan ... 31
6.2. Saran ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 33
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
5.1 Data Frekuensi Usia 22
5.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin 23
5.3 Distribusi Frekuensi Suku 23
5.4 Data Frekuensi Gejala Klinis 24
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1 Posisi dari usus besar 4
Gambar 2.2 Variasi dalam posisi apendiks vermiformis 5 Gambar 2.3 Histologi apendiks dengan pewarnaan 6
Hematoxylin-Eosin
Gambar 2.4 McBurney’s point 10
Gambar 3.1 Kerangka Konsep 17
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Surat Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian dari Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan
Lampiran 4 Data Induk Penelitian