• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dibandingkan Dengan Baku Mutu KualitasPerairan PP RI No. 82 Tahun Pengembangan Usaha Budidaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dibandingkan Dengan Baku Mutu KualitasPerairan PP RI No. 82 Tahun Pengembangan Usaha Budidaya"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA

Sungai

Ekosistem air tawar secara umum dibagi atas 2 yaitu perairan lentik (perairan tenang) misalnya danau dan perairan lotik (perairan mengalir) yaitu sungai. Perbedaan utama antara perairan lotik dan perairan lentik adalah arus, dimana arus pada perairan lotik umumnya mempunyai kecepatan arus yang sangat tinggi disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat (Hutabarat, 2010).

Sungai adalah perairan umum yang airnya mengalir terus menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air permukaan yang diakhiri bermuara ke laut. Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem-sistem terestrial dan lentik. Ciri-ciri umum daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada umumnya mempunyai topografi makin bergelombang sampai

bergunung-Parameter Fisika dan Kimia Parameter Biologi (Plankton) Dibandingkan Dengan Baku Mutu KualitasPerairan PP RI No. 82 Tahun 2001 Pengembangan Usaha Budidaya

(2)

gunung. Sungai adalah lingkungan alam yang banyak dihuni oleh organisme (Odum, 1996).

Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Krueng Keureuto membentang pada Kabupaten Aceh Tengah pada bagian hulu dan Kabupaten Aceh Utara pada bagian hilir. Luas total daerah aliran sungai (catcment area) adalah 916,31 km2, dengan panjang sungai 93,91 km. Sungai Krueng Keureuto menerima kontribusi debit dari Hulu Sungai Krueng Keureuto (DAS 351,03 km2), Sungai Krueng Pirak (DAS 88,85 km2), Sungai Krueng Ceuku (DAS 82,25 km2), Sungai Krueng Peuto (DAS 276 km2), Aluleuhop (DAS 81,23 km2) dan Alueganto (DAS 37,28 km2) (Dinas Kimpraswil 2001). Keadaan geometrik sungai ini terutama di bagian hilir merupakan daerah daratan rendah dengan gejala meandering (anyaman) aktif dan kapasitas tampungan yang relatif kecil dibandingkan dengan debit yang dialirkan. Selain itu juga banyak terdapat belokan sungai yang tajam dengan kemiringan yang relatif datar sehingga kemampuan mengalirkan debit menjadi kecil. Sepanjang Sungai Krueng Keureuto ini tidak ada penambangan besar-besaran terhadap material dasarnya, sehingga relatif tidak menganggu keseimbangan angkutan sedimennya. Lhoksukon merupakan salah satu daerah yang menerima konstribusi air secara langsung dari Sungai Krueng Keureuto ini, terutama untuk kebutuhan irigasi dan tambak. Areal Lhoksukon meliputi perkampungan, areal persawahan dan ladang di sebelah barat, utara dan timur dari Lhoksukon, hutan, rawa, semak belukar dan perkebunan tebu di sebelah selatan Lhoksukon dan sebagian kecil tambak masyarakat. Pada sungai ini terdapat beberapa anak sungai diantaranya Krueng Pirak, Krueng Ceku, Alu Leuhop, Krueng Kreh, Krueng Peuto dan Alu Gunto. Keenam anak sungai ini memberikan kontribusi aliran ke

(3)

dalam alur sungai Krueng Keureuto yang menyebabkan puncak banjir yang tinggi di daerah hilir sungai(Syahyadi, 2012).

Budidaya Ikan

Ikan dan biota akuatik (air) umumnya merupakan bahan pangan bergizi tinggi yang telah dimnfaatkan umat manusia sejak mulai berburu manusia yang hidup disekitar sungai, danau, dan laut dapat menangkap dan memungut berbagai biota akuatik untuk dikonsumsi, baik dalam keadaan mentah maupun dimasak. Nenek moyang manusia yang hidup dilaut, didanau, dan disungai inilah yang kemudian melahirkan peradaban saat ini (Kordi K, 2010).

Budidaya ikan sebenarnya sudah lama dikenal banyak orang namun metode yang digunakan masih bersifat tradisional dan sederhana. Untuk meningkatkan produksi ikan perlulah kiranya dilakukan pengembangan dibidang metode budidaya ikan ini. Yang dimaksud dengan budidaya ikan disini adalah usaha manusia dengan segala tenaga dan kemampuannya untuk memelihara ikan dengan cara memasukkan ikan tersebut dalam tempat dengan kondisi tertentu atau dengan cara menciptakan kondisi lingkungan alam yang cocok bagi ikan (Afrianto dan Evi, 1988).

Pengembangan usaha budidaya perikanan adalah salah satu solusi untuk mengatasi penurunan hasil tangkapan dan peningkatan harga minyak. Pengembangan usaha ini akan dapat menjamin suplai ikan sepanjang tahun dan hal ini akan memberikan dampak positif bagi kehidupan nelayan di masa depan (Muchlisin, 2009).

(4)

Salah satu sistem budidaya yang cocok dilakukan pada perairan sungai adalah sistem karamba. Sistem karamba adalah sistem budidaya ikan yang dilakukan dalam suatu wadah yang dibatasi oleh bambu atau jaring kawat. Budidaya ikan dalam karamba telah dimulai untuk pertama kalinya di sungai Cibunut, Bandung pada tahun 1940. Sejak itu, sistem karamba mulai menyebar ke seluruh Jawa Barat. Saat ini, sistem karamba telah berkembang dengan pesat dan telah mampu memberikan hasil ikan kurang lebih sebesar 600 ton setiap hektarnya. Berdasarkan letaknya didalam perairan, maka karamba dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Karamba didasar perairan

2. Karamba dibawah permukaan air 3. Karamba pada permukaan

Jenis ikan air tawar yang sangat efisien dipelihra dengan sistem karamba adalah ikan mas (Cyprinus carpio). Selain itu, ikan bandeng (Chanos chanos) juga dapat dipelihara dengan sistem karamba diperairan payau. Akhir-akhir ini banyak dicoba untuk membudidayakan jenis ikan yang lain dalam karamba. Ternyata pemeliharaan ikan Lele (Clarias batrachus), Nila (Oreochromis niloticus), dan mujair (Oreochromis mosambicus) didalam karamba telah memberikan hasil yang baik (Afrianto dan Evi, 1988).

Kualitas Air

Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 menyatakan bahwa Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pasal 1, pencemaran air didefinisikan sebagai: “masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,

(5)

energidan atau komponen lain kedalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya’’ (Rahmawati, 2011).

Klasifikasi dan kriteria mutu air mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air yang menetapkan mutu air kedalam empat kelas:

1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau perutukan lain yang mempersyaratkan mutu air yangsama dengan kegunaan tersebut.

2. Kelas dua, air yang peruntukaannya dapat digunakan untuk prasarana/ sarana kegiatan rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan atau peruntukan lainnya yang mempersyaratkan mutu airyang sama dengan kegunaan tersebut.

3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan atau peruntukan lainnya yang mempersyaratkan mutu airyang sama dengan kegunaan tersebut. 4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi

pertamanan dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut (Rahmawati, 2011).

Kualitas air, yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain didalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam, dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan sebagainya). Pengelolaan

(6)

sumberdaya air sangat penting, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan (Effendi, 2003).

Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaaannnya didalam air. Sedangkan kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih ayak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu (Rahmawati, 2011).

Suatu sungai dikatakan tercemar jika kualitas airnya sudah tidak sesuai dengan peruntukannya. Kualitas air ini didasarkan pada baku mutu kualitas air sesuai kelas sungai berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Faktor Fisika Perairan 1. Suhu

Suhu memberi efek penting bagi ikan (organisme) untuk: ketahanan hidup (survival), perkembangbiakan (reproduction), tumbuh (development of young organism), dan kompetisi (competition) dengan yang lain (Nuitja, 2010).

Suhu sangat berpengaruh terhadap proses-proses yang terjadi dalam badan air. Suhu air buangan kebanyakan lebih tinggi daripada suhu badan air. Hal ini erat hubungannya dengan proses biodegradasi. Pengamatan suhu dimaksudkan untuk mengetahui kondisi perairan dan interaksi antara suhu dengan aspek kesehatan habitat dan biota air lainnya. Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut: (1) jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun, (2) kecepatan reaksi kimia meningkat, (3) kehidupan ikan dan hewan air lainnya

(7)

terganggu, (4) jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya akan mati (Fardiaz, 1992).

Setiap jenis fitoplankton memiliki suhu yang optimum tersendiri dan sangat bergantung kepada faktor lain seperti cahaya. Menurut Effendi (2000), kisaran suhu yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton diperairan adalah 20-30°C (Asriyana dan Yuliana, 2012).

Secara umum, laju fotosintesis plankton meningkat dengan meningkatnya suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies plankton selalu beradaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu (Aryawaty, 2007).

Menurut Odum (1993), Walaupun variasi suhu dalam air tidak sebesar di udara, hal ini merupakan faktor pembatas utama karena organisme akuatik sering kali mempunyai toleransi yang sempit (stenotermal). Menurut Haslan (1995) dalam Effendi (2003), kisaran suhu optimal bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 20°C – 30°C(Suryanto, 2011).

2. Kecerahan

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran tranparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan keeping secchi. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran (Effendi, 2003).

Effendi (2003) menyatakan bahwa perairan dengan nilai kecerahan kurang dari 200 cm termasuk perairan yang eutrofik. Nilai kecerahan pada perairan yang

(8)

dangkal (dekat oulet dan inlet) lebih rendah dari pada perairan yang dalam. Walaupun variasi suhu dalam air tidak sebesar di udara, hal ini merupakan faktor pembatas utama karena organisme akuatik sering kali mempunyai toleransi yang sempit (stenotermal). Kisaran suhu optimal bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 20 °C – 30 °C.

3. Total Suspended Sold (TSS)

Total suspended solid atau padatan tersuspensi (diameter >1 µm) yang tertahan dengan diameter pori 0,45 µm. Padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap. TSS terdiri dari lumpur, pasir halus, dan jasad renik akibat erosi tanah. Partikel menurunkan intensitas cahaya yang tersuspensi dalam air (Rahmawati, 2011).

Padatan total adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu (APHA, 1989). Padatan yang terdapat di perairan diklasifikasikan berdasarkan ukuran diameter partikel Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Padatan di Perairan Berdasarkan Ukuran Diameter

Klasifiksi Padatan Ukuran Diameter (μm) Ukuran Diameter (mm) Padatan terlarut Koloid Padatan Tersuspensi <10-3 10-1 >1 <10-6 10-6-10-3 >10-3 Sumber: APHA, 1989 4. Kecepatan Arus

Arus dapat membantu penyebaran dan migrasi horizontalplankton, tetapi jikaterlalu kuat dapat mengganggu keseimbangan ekologis perairan yang sudahterbentuk. Arus sangat berpengaruh terhadap sebaran fitoplankton

(9)

karenapergerakannya sangat tergantung pada pergerakan air(Romimohtarto dan Juwana,2004).

Kecepatan arus air dari suau badan air ikut, menentukan penyebaran organisme yang hidup di badan air tersebut, penyebaran plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton, paling ditentukan oleh aliran air. Tingkah laku hewan air juga ikut ditentukan oleh aliran air. Selain itu, aliran air juga ikut berpengaruh terhadap terhadap kelarutan udara dan garam-garam dalam air, sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme air (Suin, 2002).

Faktor Kimia Perairan 1. pH

pH yang ideal bagi kehidupan organisme aquatik termasuk plankton pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan pH diatas normal akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004).

2. DO

Kelarutan oksigen jenuh dalam air pada 25°C dan tekanan 1 atmosfir adalah 8,32 mg/L. Menurut Yang Hon Jung (2007) konsentrasi DO yang rendah

(10)

akan menurunkan tingkat nitrifikasi sehingga nilai NO3-N pada air sungai menjadi

rendah dengan TN dan NH4+-N yang tinggi. Hal ini yang dapat menghalangi self

purifikasi (pemurnian diri) pada permukaan air, dengan mengurangi laju proses transformasi nitrifikasi-dentrifikasi pada air (Rahmawati, 2011).

Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 menyatakan bahwa nilai standar baku untuk kegiatan perikanan sebesar 4 mg/l. Kandungan DO semakin menurun seiring dengan kedalamannya, ini disebabkan semakin kedalam perairan semakin berkurang cahaya matahari yang masuk sehingga proses fhotosintesis fitoplankton kurang berjalan dengan baik (Hardiyanto, dkk., 2012).

3. BOD5

Menurut Mahida (1986) BOD akan semakin tinggi jika derajat pengotoran limbah semakin besar. BOD merupakan indikator pencemaran penting untuk menentukan kekuatan atau daya cemar air limbah, sampah industri, atau air yang telah tercemar. BOD biasanya dihitung dalam 5 hari pada suhu 200°C. Nilai BOD yang tinggi dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut tetapi syarat BOD air limbah yang diperbolehkan dalam suatu perairan di Indonesia adalah sebesar 30 ppm.

4. Fosfat

Fosfor banyak digunakan sebagai pupuk, sabun atau detergen, bahan industri keramik, minyak pelumas, produk minuman dan makanan, katalis dan sebagainya. Kadar fosfat yang diperkenankan pada perairan alami berkisar antara 0,005-0,02 mg/l P-PO4 (Effendi, 2003).

Fosfat merupakan unsur zat hara yang berperan penting terrhadap produktivitas suatu perairan. Unsur ini termasuk salah satu unsur esensial dalam

(11)

pembentukan protein, lemak dan metabolisme organisme. Menurut Joshimura di dalam Nurhaniah (1998), tingkat kesuburan perairan dapat diduga berdasarkan kandungan orthofosfat yang terlarut dalam perairan. Kesuburan perairan termasuk rendah apabila kandungan orthofosfat (PO4) 0,100 – 0,200 mg/l. Asmawi (1994)

menyatakan bahwa dalam jumlah yang seimbang, fosfat dapat menstimulasi pertumbuhan dari mikroorganisme perairan yang berfotosintesis(Hardiyanto, dkk., 2012).

5. Nitrat

Zat hara sangat diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak, diantaranya adalah nitrogen dalam bentuk nitrat, serta perannya dalam proses sintesa protein hewan dan tumbuh-tumbuhan. Menurut Wardoyo (1985), berdasarkan kandungan nitrat kesuburan perairan dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu kurang subur 0,0 – 0,1 mg NO3/l, sedang 0,1 – 5,0 mg NO3/l dan subur 5,0 – 50,0 mg NO3/l (Hardiyanto, dkk., 2012).

Faktor Biologi Perairan (Fitoplankton)

Organisme yang hidup melayang-layang atau mengambang di dalam air dan memiliki kemampuan gerak yang relatif terbatas disebut plankton. Plankton mempunyai peranan penting dalam ekosistem perairan, karena plankton menjadi bahan makanan bagi berbagai jenis organisme lainnya di ekosistem perairan tersebut (Hutabarat, 1986).

(12)

Keberadaan plankton di dalam perairan sangat ditentukan oleh kondisi fisika dan kimia perairan tersebut. Plankton mempunyai batas toleransi tertentu terhadap parameter lingkungan sehingga keanekaragamannya akan berbeda pada kondisi parameter fisika dan kimia yang berbeda. Plankton adalah organisme air yang hidup melayang-layang dan pergerakannya sangat dipengaruhi oleh gerakan air. Plankton juga dibagi menjadi fitoplankton, yaitu organisme plankton yang bersifat tumbuhan dan zooplankton, yaitu plankton yang bersifat hewan (Barus, 2004).

Faktor fisika-kimia lingkungan terutama unsur hara nitrat dan fosfat sangat berpengaruh pada pertumbuhan plankton. Jika terjadi pencemaran oleh kedua unsur tersebut dapat mengakibatkan peledakan jumlah populasi plankton tertentu yang bisa mengeluarkan zat toksin ke dalam perairan. Hal tersebut sangat merugikan bagi organisme yang ada disekitarnya (Wibisono, 2005).

Kelompok organisme yang selalu terbawa arus perairan ini dibagi menjadi dua golongan utama yaitu Fitoplankton dan Zooplankton. Fitoplankton yang sering juga disebut dengan plankton nabati merupakan organisme autotroph yang sangat banyak dijumpai di ekosistem perairan. Sedangkan Zooplankton yang sering disebut plankton hewani merupakan organisme heterotroph yang memiliki ukuran lebih besar dari fitoplankton (Nybakken, 1988).

Fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan sangat penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan klorofil mampu melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air yang dilakukan oleh fitoplankton (produsen), merupakan sumber nutrisi utama bagi kelompok organisme air lainnya yang berperan sebagai konsumen dimulai

(13)

dari zooplankton dan diikuti oleh kelompok organisme air lainnya yang membentuk rantai makanan (Barus, 2004).

Perkembangan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh zooplankton dengan mengemukakan teori grazing, yang menyatakan jika di suatu perairan terdapat populasi zooplankton yang tinggi maka populasi fitoplankton akan menurun karena dimangsa oleh zooplankton (Nybakken, 1988).

Fitoplankton memegang peranan yang sangat penting dalam suatu perairan, fungsi ekologinya sebagai produsen primer dan awal mata rantai dalam jaring makanan menyebabkan fitoplankton sering dijadikan skala ukuran kesuburan suatu perairan. Tingkat berikutnya adalah pemindahan energi dari produsen ke tingkat tropik yang lebih tinggi melalui rantai makanan. Zooplankton merupakan konsumen pertama yang memanfaatkan produksi primer yang dihasilkan fitoplankton. Peranan zooplankton sebagai mata rantai antara produsen primer dengan karnivora besar dan kecil dapat mempengaruhi kompleksitas rantai makanan dalam ekosistem perairan(Handayani dan Mufti, 2005).

Fitoplankton memegang peranan yang sangat penting dalam suatu perairan, fungsi ekologinya sebagai produsen primer dan awal mata rantai dalam jaring makanan menyebabkan fitoplankton sering dijadikan skala ukuran kesuburan suatu perairan. Tingkat berikutnya adalah pemindahan energi dari produsen ke tingkat tropik yang lebih tinggi melalui rantai makanan. Zooplankton merupakan konsumen pertama yang memanfaatkan produksi primer yang dihasilkan fitoplankton. Peranan zooplankton sebagai mata rantai antara produsen primer dengan karnivora besar dan kecil dapat mempengaruhi kompleksitas rantai makanan dalam ekosistem perairan. Perubahan lingkungan yang terjadi pada suatu

(14)

perairan akan mempengaruhi keberadaan zooplankton baik langsung atautidak langsung. Struktur komunitas dan pola penyebaran zooplankton dalam perairan dapat dipakai sebagai salah satuindikator biologi dalam menentukan perubahan kondisi perairan tersebut. Untuk mengkaji hal tersebut salah satuyang dapat dilakukan yaitu dengan mengetahui komposisi, kelimpahan, dan keanekaragaman zooplankton. Strukturkomunitas zooplankton di suatu perairan ditentukan oleh kondisi lingkungan dan ketersediaan makanan dalam hal inifitoplankton. Apabila kondisi lingkungan sesuai dengan kebutuhan zooplankton maka akan terjadi proses pemangsaan fitoplankton oleh zooplankton(Handayani dan Mufti, 2005).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai Juni 2015 disepanjang Sungai Keureuto Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan 3 stasiun. Penelitian dilakukan dengan 2 tahap yaitu, secara langsung (insitu) yaitu dilapangan dan tidak langsung (exsitu) yaitu analisis sampel air dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) dan identifikasi plankton dilakukan di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan Terpadu. Adapun lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji atau membuktikan uapaya meningkatkan hasil belajar PKn melalui metode pembelajaran NHT pada siswa kelas 6A SD YPK Rut

Seminar Hukum dan Publikasi Nasional (Serumpun) II 2020 yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung ini di antaranya bertujuan untuk

Namun, diduga adanya kecenderungan pertumbuhan pabrik pakan ternak yang sampai saat ini telah membentuk oligopoli ditunjukkan dengan adanya (1) proporsi produksi pakan dari

Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang

Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada semua orang karena kelemahan otot akomodasi dan lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang

Daya yang dihasilkan dari penambahan elektrolit NaCL dan NaOH 15 ml mengalami kenaikan dibandingkan dari penambahan elektrolit NaCL dan NaOH 10 ml, Menujukan bahwa

Dari hasil wawancara,pak Dadang mengeluhkan adanya product defect yang dihasilkan setelah proses pengangkutan tomat dari kebun ke tempat pengumpulan.Ketika buruh

Dalam variasi tersebut menggunakan tehnik counter melody hal tersebut dikarenakan nada dalam melodi asli di variasikan dalam unsur nada nada yang terdapat pada