• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I KONSEP DASAR BETON BERTULANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I KONSEP DASAR BETON BERTULANG"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

-

1-BAB I

KONSEP DASAR BETON BERTULANG

1.1 Pendahuluan

Material beton bertulang merupakan salah satu material konstruksi yang sangat penting dalam industri konstruksi di dunia maupun di Indonesia. Material ini sangat banyak digunakan pada konstruksi teknik sipil, seperti : bangunan gedung, jembatan, dinding penahan tanah, terowongan, dan lain-lain.

Beton merupakan campuran dari pasir dan kerikil yang terikat bersama-sama dengan pasta semen dan air. Beberapa bahan tambah/additif dapat ditambahkan untuk memperbaiki karakteristik perilaku beton seperti : workability (kemampuan

(2)

-

2-untuk dikerjakan) , durability (ketahanan) dan hardening (waktu pengerasan),dan lain lain. Perilaku utama dari beton adalah mempunyai kuat tekan yang tinggi dan kuat tarik yang rendah.

Beton bertulang (reinforced concrete) merupakan kombinasi dari beton dan baja tulangan, dimana baja tulangan memikul tegangan tarik yang merupakan kelemahan dari material beton. Baja tulangan juga mampu memikul gaya tekan dan dapat juga digunakan sebagai tulangan kolom. Kelebihan dari penggunaan material beton bertulang antara lain :

 Biaya perawatan rendah.

 Kemampuan beton dicor dalam berbagai bentuk dan variasi, mulai dari pelat lantai, balok dan kolom sampai dengan pelat cangkang dan busur.  Kemampuan beton bertulang dalam menahan panas akibat kebakaran,

asalkan tebal selimut betonnya cukup memadai.

 Tidak membutuhkan tenaga kerja dengan keahlian khusus, jika dibandingkan dengan penggunaan material baja struktur.

 Pada banyak tempat, material pembentuk beton banyak tersedia dan harganya yang relatif lebih murah (ekonomis).

Dalam perencanaan konstruksi beton bertulang, seorang perencana harus memahami dengan baik kelemahan dan kelebihan dari material beton tersebut. Diantara kelemahan dari material beton antara lain :

 Beton merupakan material dengan kuat tarik yang rendah dan membutuhkan baja tulangan untuk menahan gaya tarik.

 Dibutuhkan bekisting/perancah untuk menahan material beton segar yang membutuhkan waktu dalam proses pengerasannya. Biaya untuk bekisting ini dapat menjadi lebih mahal.

 Sifat-sifat teknis beton mempunyai variasi yang besar karena disebabkan oleh variasi dalam proporsinya, pencampuran material beton serta pelaksanaan di lapangan.

 Secara umum, dimensi elemen beton bertulang relatif lebih besar dibandingkan dengan elemen struktur lainnya.

1.2 Elemen Beton Bertulang

Konstruksi beton bertulang terdiri atas sejumlah elemen struktur, diantaranya kolom, balok, pelat dan pondasi. Gambar 1.1. memperlihatkan tipikal rangka struktur dari beton bertulang. Pelat lantai selain memikul berat sendiri (dead loads) juga memikul beban hidup (live loads). Beban ini kemudian ditransfer ke elemen balok anak (beam). Reaksi perletakan dari balok anak kemudian ditransfer ke balok induk (girder) yang dipikul oleh elemen kolom, mulai dari lantai paling atas sampai dengan lantai paling bawah. Pada akhirnya, beban-beban yang bekerja pada kolom diteruskan ke elemen pondasi dan mendistribusikannya ke tanah. Semua beban-beban yang bekerja dipikul oleh daya dukung tanah.

(3)

-

3-Gambar 1.1. Tipikal konstruksi beton bertulang

1.3 Beton Bertulang

Sudah diketahui dengan baik bahwa material beton kuat terhadap gaya tekan (compression) tetapi lemah terhadap gaya tarik (tension). Nilai kuat tarik beton lebih kurang sepersepuluh (1/10) dari kuat tekannya. Balok beton polos (tanpa baja tulangan) akan segera runtuh dengan tiba-tiba ketika terjadi retak akibat adanya gaya tarik. Untuk mengatasi hal tersebut, maka baja tulangan ditanamkan pada bagian tarik untuk memikul gaya yang bekerja. Balok beton dengan baja tulangan tarik tersebut disebut dengan balok beton bertulang (reinforced concrete).

Beton dan baja tulangan bekerja sama dengan baik pada konstruksi beton bertulang. Kelebihan dari masing-masing material saling mendukung untuk mengatasi kekurangan dari masing-masing material. Kuat tarik beton yang rendah digantikan oleh kuat tarik yang tinggi dari baja tulangan. Kuat tarik baja lebih kurang sama dengan 100 -150 kali dari kuat tarik beton biasa. Material beton dan baja tulangan mengikat satu sama lain tanpa adanya slip (geseran), sehingga material beton bertulang tersebut bekerja bersama-sama sebagai satu kesatuan dalam memikul beban luar yang bekerja.

Salah satu kekurangan dari baja tulangan adalah daya tahan terhadap serangan korosi. Pengaruh korosi dapat diatasi dengan memberikan tebal selimut

dak beton kolom pelat lantai pondasi telapak balok kolom balok

(4)

-

4-beton yang cukup untuk melindungi baja tulangan tersebut. Baja tulangan yang dilindungi dengan selimut beton yang cukup juga memberikan elemen struktur beton bertulang yang tahan terhadap kebakaran. Beton dan baja tulangan bekerja sangat baik pada perubahan temperatur karena mempunyai koefisien ekspansi panas yang hampir sama. Koefisien ekspansi panas untuk baja adalah 12 x 10-6 dan untuk beton adalah 10-13 x 10-6.

1.4 Perilaku Beton Bertulang

Dengan adanya baja tulangan yang melekat dengan kuat pada beton (no-slip) akan menghasilkan elemen struktur yang mampu menahan gaya tarik dan tekan sehingga cocok digunakan untuk semua elemen struktur, seperti : pelat lantai, balok dan kolom. Baja tulangan harus ditempatkan pada lokasi dimana tegangan tarik dan retak akan terjadi, seperti pada Gambar 1.2. berikut :

(a) balok sederhana (b). balok kantilever

Gambar 1.2. Penempatan baja tulangan pada balok sederhana

Baja tulangan utama pada balok sederhana ditempatkan pada bagian serat bawah balok, dimana tegangan tarik bekerja, seperti diperlihatkan pada Gambar 1.2 (a). Untuk balok kantilever, baja tulangan utama ditempatkan pada bagian atas balok yang merupakan lokasi dari momen negatif maksimum, seperti pada Gambar 1.2 (b). Untuk balok menerus, bagian tulangan utama harus ditempatkan dekat serat bawah balok untuk momen positif dan bagian lainnya ditempatkan pada bagian serat atas untuk momen negatif, seperti pada Gambar 1.3. berikut :

Gambar 1.3. Penempatan baja tulangan pada balok menerus

baja tulangan

baja tulangan

retak retak

retak retak

retak retak retak retak

baja tulangan

P P

P P

(5)

-

5-1.5 Perilaku mekanik beton

1.5.1 Kuat tekan

Ada banyak faktor yang mempengaruhi kekuatan tekan beton, seperti rasio air semen (w/c) dan waktu perawatannya. Faktor yang paling utama dari semuanya adalah rasio air semen (w/c). Jumlah air yang rendah dengan tingkat workability yang baik akan memberikan kuat tekan beton yang tinggi. Menaikkan rasio air semen dari 0,45 menjadi 0,65 akan menurunkan kuat tekan sampai 30-40 persen. Pada saat sekarang, ketersediaan bahan tambahan superplasticizers (HRWR) memberikan kemudahan untuk mereduksi jumlah air dalam campuran beton.

Dalam SK SNI 03-2847-2002, dinyatakan bahwa kuat tekan beton ditentukan dari pembebanan benda uji silinder dengan ukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm pada umur 28 hari, yang dilambangkan dengan fc’. Standar untuk metode pengujian kuat tekan beton diatur dalam SNI 03-1974-1990, termasuk faktor koreksi jika digunakan benda uji yang dimensinya tidak sama dengan silinder. Kuat tekan ini yang digunakan dalam gambar-gambar konstruksi dan perencanaan konstruksi.

Pada kasus digunakan benda uji selain benda uji silinder, maka diperlukan faktor pengali seperti pada Tabel 1.1. berikut :

Tabel 1.1. Faktor pengali beberapa bentuk benda uji kuat tekan beton

No. Bentuk Benda Uji Faktor Pengali

1. Kubus : 15 cm x 15 cm x 15 cm 1,00

2. Kubus : 20 cm x 20 cm x 20 cm 0,95

3. Silinder : 152 mm x 305 mm 0,83

Pada umumnya, kondisi pembuatan campuran beton di lapangan tidak sama dengan kondisi di laboratorium, sehingga kuat beton rencana pada umur 28 hari yang dibuat di laboratorium tidak akan mungkin dapat dicapai. Dalam SK SNI 03-2847-2002, dijelaskan bahwa beton harus dirancang sedemikian hingga menghasilkan kuat tekan rata-rata seperti yang disyaratkan dan juga harus memenuhi kriteria keawetan. Frekuensi nilai kuat tekan rata-rata yang jatuh di bawah nilai fc’ haruslah sekecil mungkin. Selain itu, nilai fc’ yang digunakan pada bangunan yang direncanakan tidak boleh kurang daripada 17,5 MPa.

Material beton pada umumnya digunakan pada kondisi tekan, sehingga kurva tegangan-regangan pada kondisi tekan tersebut sangat diperlukan. Gambar 1.4. memperlihatkan sejumlah kurva tipikal yang diperoleh dari test tekan uniaksial dengan benda uji silinder. Semua kurva tersebut relatif mempunyai karakteristik yang hampir sama. Kurva tersebut terdiri atas bagian relatif agak elastis dimana tegangan dan regangan mendekati proporsional. Nilai maksimum

(6)

-

6-dicapai pada regangan, c = 0,002 – 0,003. Kemudian kurva akan menurun setelah tegangan maksimum tercapai. Dapat dinyatakan bahwa beton dengan kuat tekan yang lebih rendah kurang getas dari beton dengan kuat tekan yang lebih tinggi, karena mempunyai regangan dan deformasi yang lebih besar sebelum terjadi keruntuhan, seperti diperlihatkan pada Gambar 1.4.

Gambar 1.4. Kurva tegangan-regangan beton tipikal 1.5.2 Kuat Tarik

Dari test eksperimental, umumnya kuat tarik beton berkisar antara 8 -15% dari nilai kuat tekannya. Nilai aktual kuat tarik beton tergantung dari tipe test dan pola penjalaran retak pada saat keruntuhan. Kuat tarik biasanya ditentukan dari test lentur balok atau dari test belah silinder. Pada test lentur balok (modulus of rupture test), balok beton polos dibebani lentur sampai runtuh seperti diperlihatkan pada Gambar 1.5.

Gambar 1.5. Skematik test tarik lentur pada balok 10 20 40 30 60 50 0,001 0,002 0,003 Te g a n g a n ( M P a ) Regangan 0,004 0,0 70 M L P/2 P/2 fr b h + - a a

(7)

-

7-Kuat tarik lentur atau modulus of rupture (fr) dihitung dari persamaan berikut:

...(1.1)

dimana : ...(1.2) Test belah silinder dilakukan pada silinder dengan ukuran 150 mm x 300 mm yang diletakkan pada bagian sisinya dan diberi beban tekan sepanjang sisinya seperti diperlihatkan pada Gambar 1.6.(a). Tegangan-tegangan yang bekerja sepanjang diameter silinder merupakan tarikan seragam yang tegak lurus terhadap bidang pembebanan seperti diperlihatkan pada Gambar 1.6.(d). Kuat tarik belah fct dihitung dari persamaan berikut :

...(1.3)

Parameter pada pers 1.3 ditunjukkan pada Gambar 1.6. berikut :

(a) skematik test (b) sistem gaya

(c) tegangan pada elemen

(d) distribusi tegangan tarik Gambar 1.6. Skematik test tarik belah silinder (splitting test)

Kuat tarik beton yang dihitung dari modulus rupture nilainya selalu lebih besar dari hasil test belah silinder. Kuat tarik beton dapat juga ditentukan dari kuat tekannya. Kuat tarik beton tidak selalu mempunyai korelasi yang baik dengan kuat tekannya. Untuk memperkirakan kuat tarik beton fct dari kuat nilai tekannya, dapat digunakan persamaan berikut :

...(1.4)

1.5.3 Modulus Elastisitas (Ec)

Dari kurva tegangan-regangan beton, seperti pada Gambar 1.4., terlihat bahwa hubungan antara tegangan dan regangan tidak linear. Oleh karena itu modulus elastisitasnya berubah dari satu titik ke titik lainnya. Nilai modulus elastisitas bervariasi terhadap kuat tekan beton, umur beton, tipe pembebanan dan karakteristik dari semen dan aggregate. Modulus sekan (secant modulus)

P P d L P f1 f1 f2 f2 = fct tarik tekan

(8)

-

8-umumnya digunakan untuk menentukan nilai modulus elastisitas beton seperti diperlihatkan pada Gambar 1.7. berikut :

Gambar 1.7. Kurva tegangan-regangan dan modulus sekan

SK SNI 03-2847-2002 memberikan persamaan berikut untuk menentukan modulus elastisitas beton (Ec) , yaitu :

...(1.5)

dimana fc’ merupakan kuat tekan beton dalam N/mm2 (MPa)

Besarnya nilai modulus elastisitas dibutuhkan untuk menghitung lendutan, evaluasi kondisi kekangan dan retak dari struktur.

1.5.4 Susut (Shrinkage)

Ketika beton dalam proses pengeringan, maka akan terjadi penyusutan volume yang disebabkan oleh kelebihan air yang digunakan pada waktu pencampuran beton. Perpendekan beton per unit panjang yang disebabkan oleh kehilangan kadar air disebut dengan regangan susut. Besarnya regangan susut merupakan fungsi dari jumlah air awal, komposisi dari beton dan kelembaban relatif dari kondisi sekitar. Susut juga merupakan fungsi dari ukuran dan bentuk elemen. Susut pada bagian luar elemen lebih cepat terjadi dari bagian dalamnya.

Hal ini menyebabkan terjadinya tegangan tarik pada bagian luar elemen beton dan tegangan tekan terjadi pada bagian dalam. Kecepatan proses susut meningkat

10 20 40 30 60 50 0,001 0,002 0,003 Te g a n g a n ( M P a ) 0,004 0,0 70 ult Ec S

ult =tegangan ultimate

S = 40% x ult

Ec = modulus sekan

= kemiringan O-S

(9)

-

9-ketika luas area terbuka terhadap volume juga meningkat. Persamaan berikut dapat digunakan untuk memperkirakan ketebalan elemen virtual.

...(1.6) dimana B adalah ketebalan elemen virtual, Ac : luas penampang dan Pc adalah keliling penampang yang diakibatkan susut.

Meskipun proses susut akan berlanjut dalam beberapa tahun, seperti diperlihatkan pada Gambar 1.8., hampir 90% dari susut ultimate telah terjadi pada tahun pertama.

Gambar 1.8. Kurva regangan susut terhadap waktu

Besarnya nilai susut akhir untuk beton biasa berkisar antara 0,16 x 10-3 s.d. 0,30 x 10-3, atau dapat juga digunakan nilai pada Tabel 1.2. berikut :

Tabel 1.2. Nilai regangan susut beton ( x 10-3) Kondisi cuaca Cuaca kering Kelembaban relatif ~ 55% Cuaca lembab Kelembaban relatif ~ 75% Waktu dalam hari

Ketebalan virtual B Ketebalan virtual B

B ≥ 600 600 < B > 200 B ≤ 200 B ≥ 600 600 < B > 200 B ≤ 200

3 - 7 0,31 0,38 0,43 0,21 0,23 0,26

7 - 60 0,30 0,31 0,32 0,21 0,22 0,23

> 60 0,28 0,25 0,19 0,20 0,19 0,16

1.5.5 Rangkap (Creep)

Ketika elemen beton bertulang dibebani, deformasi awal akan terjadi seperti diperlihatkan pada Gambar 1.9. Hasil eksperimental memperlihatkan bahwa deformasi awal ini akan meningkat dengan waktu pada pembebanan konstan. Besarnya deformasi total dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu deformasi awal dan deformasi yang tergantung waktu yang disebut rangkak (creep). Setelah terjadi deformasi awal (titik Ao ke titik A), deformasi rangkak dimulai dengan cepat (titik

sh shu to t = ∞ waktu reg a n g a n su su t hampir rata

(10)

-

10-A ke titik B) dan kemudian berlanjut dengan peningkatan yang kecil sampai menjadi kurva garis lurus pada waktu tak berhingga.

Gambar 1.9. Deformasi elastis dan rangkak pada beton

Deformasi rangkak akan terjadi lebih dari 75% pada tahun pertama dan 95% pada lima tahun pertama. Jika beban dihilangkan pada titik B, akan terjadi pemulihan segera (titik C), dan kemudian berlanjut dengan pemulihan fungsi waktu sampai titik D (pemulihan rangkak). Deformasi yang terjadi pada elemen tersebut tidak bisa kembali seperti semula karena adanya deformasi yang tidak bisa dipulihkan dan disebut sebagai deformasi permanen.

Besarnya deformasi rangkak berkisar antara 1 – 3 kali deformasi elastis langsung. Rangkak menyebabkan peningkatan lendutan sejalan dengan waktu yang pada akhirnya menyebabkan deformasi yang tidak diinginkan pada elemen struktur. Oleh karena itu, lendutan harus dicek untuk memastikan apakah deformasi yang terjadi masih berada dalam batas yang diijinkan oleh peraturan.

1.6 Baja Tulangan

Tipe paling umum dari baja tulangan adalah berupa batangan. Terdapat dua jenis baja tulangan, yaitu tulangan polos (plain bar) dan tulangan ulir (deformed bar), seperti diperlihatkan pada Gambar 1.10. Sebagian besar baja tulangan yang dipakai di Indonesia merupakan produksi dari PT. Krakatau Steel, yang umumnya berupa baja tulangan polos untuk baja lunak (mild steel) dan tulangan ulir untuk baja keras (hard steel).

SK SNI 03-2847-2002 menggunakan simbol BJTP (baja tulangan polos) untuk tulangan polos dan BJTD (baja tulangan deformed) untuk tulangan ulir. Mutu baja tulangan polos yang tersedia mulai dari mutu 24 hingga BJTP-30 dan baja tulangan ulir umumnya dari BJTD-BJTP-30 hingga BJTD-40. Angka yang mengikuti simbol menyatakan tegangan leleh (yield stress) dari material baja.

Ao A B C D deformasi permanen d ef o rma si waktu deformasi elastis deformasi rangkak pemulihan elastis pemulihan rangkak

(11)

-

11-Contoh: BJTP-24 menyatakan baja tulangan polos dengan tegangan leleh sebesar 240 MPa (2400 kg/cm2) atau BJTD-40 untuk baja tulangan ulir dengan tegangan leleh sebesar 400 MPa (400 kg/cm2).

(a). baja tulangan ulir (b). baja tulangan polos Gambar 1.10. Bentuk dari baja tulangan ulir (a) dan polos (b) 1.6.1 Baja Tulangan Polos

SK SNI 03-2847-2002 membatasi penggunaan baja tulangan polos, yaitu hanya untuk sengkang, tulangan spiral dan tulangan susut. Baja tulangan polos ini tersedia dalam beberapa ukuran diameter dengan panjang standar 12 m. Tabel 1.3. memperlihatkan data dimensi dan penamaan beberapa tulangan polos.

Tabel 1.3. Data dimensi dan penamaan tulangan polos Diameter (mm) Luas penampang (mm2) Berat (kg/m) Penamaan 6 28,3 0,222 P6 8 50,3 0,395 P8 10 78,5 0,617 P10 12 113,1 0,888 P12 16 201,1 1,578 P16 19 283,5 2,226 P19 22 380,1 2,984 P22 25 490,9 3,853 P25

1.6.2 Baja Tulangan Ulir

Pasal 5.5 SK SNI 03-2847-2002 mensyaratkan penggunaan tulangan ulir pada penulangan semua elemen struktur. Salah satu tujuan dari ketentuan tersebut adalah agar struktur beton bertulang tersebut memiliki keandalan dalam memikul beban gempa, karena baja tulangan ulir mempunyai daya lekat yang jauh lebih baik dibandingkan dengan tulangan polos. Baja tulangan ulir dengan spesifikasi kuat leleh fy melebihi 400 MPa boleh digunakan, selama fy adalah nilai tegangan pada regangan 0,35 %. Tabel 1.4. memperlihatkan data dimensi dan penamaan dari beberapa tulangan ulir.

(12)

-

Tabel 1.4. Data dimensi dan penamaan tulangan ulir

Diameter (mm) Luas penampang (mm2) Berat (kg/m) Penamaan 10 78,5 0,617 D10 12 113,1 0,888 D12 16 201,1 1,578 D16 19 283,5 2,226 D19 22 380,1 2,984 D22 25 490,9 3,853 D25 32 804,3 6,313 D32 36 1017,9 7,990 D36

1.6.3 Kurva Tegangan dan Regangan

Gambar 1.11. memperlihatkan kurva tegangan regangan untuk baja lunak (mild steel) dan baja keras (high grade steel). Kuat tarik ultimate, kuat leleh dan modulus elastisitas baja ditentukan dari kurva tegangan-regangan dari benda uji batang tulangan yang dibebani tarik uniaksial sampai terjadi keruntuhan.

Gambar 1.11. Kurva tegangan regangan baja lunak dan baja keras

Modulus elastisitas baja (Es) yang merupakan besarnya kemiringan dari kurva tegangan-regangan pada daerah elastis adalah sebesar 200.000 MPa (N/mm2). Tegangan baja yang digunakan dalam disain biasanya didasarkan pada tegangan leleh baja lunak (mild steel), dan untuk baja dengan kuat leleh yang lebih tinggi didasarkan pada tegangan dengan nilai regangan 0,2% seperti diperlihatkan pada Gambar 1.11.

Kelemahan utama dalam penggunaan baja pada balok dan kolom beton bertulang adalah korosi. Besarnya volume dari batang baja yang terkorosi jauh

te g a n g a n regangan baja lunak baja keras

kondisi elastis kondisi plastis Es=200.000 MPa

0,002 fy

(13)

-

13-lebih besar dari volume awalnya. Hal ini akan memberikan tekanan yang besar keluar, dan ini akan menyebabkan sejumlah keretakan dan pecahnya pelindung beton. SK SNI 03-2847-2002 mensyaratkan peningkatan tebal selimut beton pada lingkungan yang korosif. Batang tulang yang dilapisi oleh epoxy (epoxy coated bars) merupakan solusi untuk masalah korosi pada tulangan baja, tetapi akan menyebabkan biaya lebih mahal dan dibutuhkan perhatian yang lebih tinggi untuk melindungi permukaan lapisan dari kerusakan. Bagaimanapun juga, penggunaan epoxy coated bar ini tidaklah seefisien penggunaan baja tulangan biasa yang dapat memberikan lekatan penuh pada beton.

1.7 Pembebanan pada Struktur

Beban yang bekerja pada struktur dapat dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu beban mati, beban hidup dan beban akibat pengaruh alam.

a. Beban mati (Dead Load)

Merupakan beban yang tetap dari segi besar dan lokasinya selama masa layan struktur. Bagian utama dari beban mati merupakan berat sendiri dari elemen struktur tersebut. Bagian beban mati termasuk juga material penutup lantai dan dinding bata. Besarnya intensitas beberapa beban mati pada struktur dicakup pada Tabel 1.5. berikut :

Tabel 1.5. Besarnya intensitas beban mati pada struktur

material berat

Beton 2.200 kg/m3

Beton Bertulang 2.400 kg/m3

Pasangan batu bata 1.700 kg/m3

Pasangan batu belah, batu gunung dan batu bulat 2.200 kg/m3

Pasangan batu karang 1.450 kg/m3

Besi tuang 7.250 kg/m3

Baja 7.850 kg/m3

Timah hitam 11.400 kg/m3

Aluminium 2.750 kg/m3

Kaca 2.600 kg/m3

Dinding Pasangan ½ bata 250 kg/m2

Langit-langit + penggantung 18 kg/m2

Lantai ubin dari semen Portland 24 kg/m2

Spesi per cm tebal 21 kg/m2

b. Beban hidup (Live Load)

Utamanya tergantung dari penggunaan dari struktur. Untuk bangunan gedung, beban hidup dapat berupa beban hunian dan furniture. Pada jembatan, beban kendaraan merupakan beban hidup utama. Beban hidup mempunyai besar dan lokasi yang berbeda. Beban hidup harus ditempatkan pada struktur yang menghasilkan gaya dalam maksimum

(14)

-

14-pada struktur. Tabel 1.6. memberikan besarnya beban hidup 14-pada lantai gedung seperti yang diatur dalam Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.5.3-1987).

Tabel 1.6. Besarnya intensitas beban hidup lantai gedung

No. Penggunaan berat keterangan

1 Lantai dan tangga rumah tinggal 200 kg/m2 kecuali yang

disebut no.2

2 - Lantai & tangga rumah

tinggal sederhana - Gudang-gudang selain untuk toko, pabrik, bengkel

125 kg/m2

3 - Sekolah, ruang kuliah

- Kantor - Toko, toserba - Restoran - Hotel, asrama - Rumah Sakit 250 kg/m2 4 Ruang olahraga 400 kg/m2 5 Ruang dansa 500 kg/m2

6 Lantai dan balkon dalam dari

ruang pertemuan 400 kg/m2 masjid, gereja, ruang pagelaran/rapat, bioskop dengan tempat duduk tetap

7 Panggung penonton 500 kg/m2 tempat duduk tidak

tetap / penonton yang berdiri

8 Tangga, bordes tangga dan gang 300 kg/m2 no.3

9 Tangga, bordes tangga dan gang 500 kg/m2 no. 4, 5, 6, 7

10 Ruang pelengkap 250 kg/m2 no. 3, 4, 5, 6, 7

11 - Pabrik, bengkel, gudang

- Perpustakaan,r.arsip,toko buku

- Ruang alat dan mesin

400 kg/m2 minimum

12 Gedung parkir bertingkat :

- Lantai bawah - Lantai tingkat lainnya

800 kg/m2

400 kg/m2

13 Balkon menjorok bebas keluar

300 kg/m2 minimum

c. Beban Akibat pengaruh alam

Beban akibat pengaruh alam dapat berupa beban angin, beban gempa, tekanan tanah atau air, serta beban akibat perbedaan suhu. Beban-beban ini besarnya tergantung dari lokasi bangunan. Bangunan yang terletak dekat daerah pantai akan menerima tiupan angin yang lebih kencang dibandingkan dengan bangunan yang ada di pedalaman. Begitu juga

(15)

-

15-untuk bangunan yang berada di daerah rawan gempa dibandingkan dengan daerah yang tidak ada pengaruh gempa.

c.1. Beban angin

Beban angin disebabkan oleh pergerakan udara, yang disebabkan oleh perbedaan tekanan udara yang disebabkan oleh pemanasan di bumi yang tidak sama. SKBI-1.3.5.3-1987 pasal 2.1.3.2 memberikan batasan minimum tekanan angin sebagai berikut :

1. Tekanan tiup minimum 25 kg/m2

2. Tekanan tiup minimum 40 kg/m2 (di laut dan tepi laut sampai 5 km dari pantai)

3. Jika kecepatan angin bisa menimbulkan tekanan yang besar lagi, dapat digunakan rumus berikut :

...(1.6) dengan : V adalah kecepatan angin dalam m/detik

Dalam perencanaan struktur, beban angin tidak terlalu berpengaruh karena iklim di Indonesia hanya mengenal dua musim sehingga variasi faktor yang berpengaruh pada beban angin tidak terlalu banyak dan potensi terjadinya angin badai relatif kecil.

c.2. Beban Gempa

Beban gempa berasal dari gaya inersia bangunan dalam arah horizontal yang disebabkan oleh adanya percepatan tanah akibat gempa (ground acceleration). Besarnya gaya inersia yang terjadi terutama tergantung pada besarnya massa bangunan, intensitas percepatan tanah, interaksi struktur terhadap tanah dan sifat dinamis bangunan seperti waktu getar alami dan nilai redaman struktur. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI-1726-2003) mengatur beberapa metoda yang dapat digunakan untuk menganalis beban gempa yang bekerja suatu struktur, diantaranya :

1. analisis beban dorong statik (static push over analysis) 2. analisis beban gempa statik ekuivalen

3. analisis perambatan gelombang 4. analisis ragam spektrum respons 5. analisis respons dinamik riwayat

Peninjauan efek beban gempa terhadap perencanaan suatu bangunan adalah untuk :

1. meminimalkan jumlah korban jiwa atau kecelakaan lainnya

2. menjamin bangunan-bangunan yang dianggap penting aman terhadap gempa, terutama bangunan-bangunan publik.

(16)

-

16-3. meminimalkan jumlah kerugian harta benda.

Kriteria struktur bangunan tahan gempa dalam SNI-1726-2003 ditetapkan sebagai berikut :

1. untuk gempa ringan, tidak ada kerusakan baik elemen struktural dan non struktural.

2. untuk gempa sedang, elemen struktural tidak rusak tetapi non struktural boleh rusak tetapi dapat diperbaiki.

3. untuk gempa kuat, elemen struktural dan non struktural rusak (terjadi sendi plastis pada struktur) tetapi struktur tidak roboh (mekanisme roboh didesain).

1.8 Kuat Perlu dan Kuat Rencana

Suatu struktur atau elemen struktur harus direncanakan mempunyai kapasitas kekuatan (kuat rencana) yang sama dengan atau lebih besar daripada berbagai kombinasi pembebanan yang bekerja (kuat perlu) pada struktur tersebut. Beberapa istilah yang biasanya digunakan dalam perencanaan struktur adalah :

a. Kuat nominal (N), merupakan kekuatan teoritis maksimum dari struktur atau elemen struktur.

b. Kuat rencana (R) suatu komponen struktur sehubungan dengan perilaku lenturnya, geser, torsi dan aksial, harus diambil sebagai kuat nominal dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan () yang lebih kecil dari 1. c. Kuat perlu (U) merupakan kekuatan struktur atau elemen struktur yang

diperlukan untuk menahan beban terfaktor dengan berbagai kombinasi efek beban.

Provisi keamanan dalam perencanaan struktur maupun elemen struktur dalam SK SNI 03-2847-2002 pasal 11 dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu provisi faktor beban dan provisi faktor reduksi kekuatan (). Kuat perlu U dari suatu struktur atau elemen struktur harus dihitung dengan beberapa kombinasi pembebanan yang mungkin bekerja, sebagai berikut :

1. Kuat perlu U untuk menahan beban mati DL paling tidak harus sama dengan

...(1.7)

2. Kuat perlu U untuk menahan beban mati DL, beban hidup LL, dan juga beban atap A atau beban hujan R, paling tidak harus sama dengan

(17)

-

17-3. Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan

dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban DL, LL, dan W berikut harus ditinjau untuk menentukan nilai U yang terbesar, yaitu: ...(1.9)

Kombinasi beban juga harus memperhitungkan kemungkinan beban hidup LL yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling berbahaya, yaitu :

...(1.10)

Perlu dicatat bahwa untuk setiap kombinasi beban DL, LL, dan W, kuat perlu U tidak boleh kurang dari pers. 1.8.

4. Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus diambil sebagai:

...(1.11) atau :

...(1.12)

Nilai E ditetapkan berdasarkan ketentuan SNI 03-1726-1989-F, Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan gedung, atau

penggantinya.

5. Bila ketahanan terhadap tekanan tanah H diperhitungkan dalam perencanaan, maka pada pers. (1.8), (1.10) dan (1.12) ditambahkan 1,6H, kecuali bahwa pada keadaan dimana aksi struktur akibat H mengurangi pengaruh W atau E, maka beban H tidak perlu ditambahkan pada pers. (1.10) dan (1.12).

6. Bila ketahanan terhadap pembebanan akibat berat dan tekanan fluida, F, yang berat jenisnya dapat ditentukan dengan baik, dan ketinggian maksimumnya terkontrol, diperhitungkan dalam perencanaan, maka beban tersebut harus dikalikan dengan factor beban 1,4, dan ditambahkan pada pers. (1.7), yaitu:

...(1.13)

Untuk kombinasi beban lainnya, beban F tersebut harus dikalikan dengan faktor beban 1,2 dan ditambahkan pada pers. (1.8).

(18)

-

18-7. Bila ketahanan terhadap pengaruh kejut diperhitungkan dalam

perencanaan maka pengaruh tersebut harus disertakan pada perhitungan beban hidup LL.

8. Bila pengaruh struktural T dari perbedaan penurunan fondasi, rangkak, susut, ekspansi beton, atau perubahan suhu sangat menentukan dalam perencanaan, maka kuat perlu U minimum harus sama dengan:

...(1.14)

Perkiraan atas perbedaan penurunan fondasi, rangkak, susut, ekspansi beton, atau perubahan suhu harus didasarkan pada pengkajian yang realistis dari pengaruh tersebut selama masa pakai.

9. Untuk perencanaan daerah pengangkuran pasca tarik harus digunakan faktor beban 1,2 terhadap gaya penarikan tendon maksimum.

10. Jika pada bangunan terjadi benturan yang besarnya P, maka pengaruh beban tersebut dikalikan dengan faktor 1,2.

Faktor reduksi kekuatan () digunakan untuk memberikan keamanan tertentu pada struktur maupun komponen struktur terhadap kemungkinan perbedaan dimensi penampang, kualitas material ataupun kualitas pelaksanaan pekerjaan yang mungkin terjadi antara pelaksanaan di lapangan dengan asumsi-asumsi yang diambil dalam perencanaan.

Pasal 11.3 SK SNI 03-2847-2002 pasal 11 memberikan nilai faktor reduksi kekuatan () sebagai berikut :

1. Lentur, tanpa beban aksial ... 0,80

2. Beban aksial, dan beban aksial dengan lentur. (untuk beban aksial dengan lentur, kedua nilai kuat nominal dari beban aksial dan momen harus dikalikan dengan nilai  tunggal yang sesuai):

a. Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur ...0,80 b. Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur:

Komponen struktur dengan tulangan spiral ...0,70

Komponen struktur lainnya ...0,65

3. Geser dan torsi …………..…0,75

4. Untuk lentur, tekan, geser dan tumpu pada

(19)

-

19-1.9 Kriteria disain Struktur dan Elemen Struktur

Secara umum suatu struktur atau elemen struktur beton bertulang akibat beban luar akan bekerja gaya-gaya dalam struktur seperti: momen lentur, geser, aksial dan momen torsi. Elemen struktur balok, kolom, pelat dan pondasi akan memikul dua atau lebih gaya-gaya dalam tersebut, tergantung dari fungsinya. Elemen struktur balok dan pelat biasanya akan memikul momen lentur dan geser. Sedangkan elemen kolom dan pondasi akan memikul gaya aksial dan momen lentur.

Dari kondisi tersebut diatas, agar struktur ataupun elemen struktur mampu memikul memikul beban-beban yang bekerja, maka struktur atau elemen struktur tersebut harus memenuhi kriteria disain berikut :

a. Kriteria disain elemen struktur balok dan pelat :

1. Untuk beban lentur : ...(1.15) dimana :

MR = momen rencana untuk disain Mn = momen nominal penampang

Mu = momen ultimate akibat beban terfaktor  = faktor reduksi (untuk lentur 

...(1.16) dimana :

VR = geser rencana untuk disain Vn = geser nominal penampang

Vu = geser ultimate akibat beban terfaktor  = faktor reduksi (untuk geser 

b. Kriteria disain elemen struktur kolom dan pondasi :

...(1.17) dimana :

PR = aksial rencana untuk disain Pn = aksial nominal penampang

Pu = aksial ultimate akibat beban terfaktor

 = faktor reduksi (untuk aksial dengan tulangan spiral 

...(1.18)

c. Untuk elemen struktur yang kemungkinan menahan momen torsi, dapat ditambahkan :

(20)

-

...(1.19) dimana :

TR = torsi rencana untuk disain Tn = torsi nominal penampang

Tu = torsi ultimate akibat beban terfaktor  = faktor reduksi (untuk torsi 

1.10 Ringkasan

a. Beton bertulang (reinforced concrete) merupakan kombinasi dari beton dan baja tulangan, dimana baja tulangan memikul tegangan tarik yang merupakan kelemahan dari material beton.

b. Beton dan baja tulangan bekerja sama dengan baik pada konstruksi beton bertulang. Kelebihan dari masing-masing material saling mendukung untuk mengatasi kekurangan dari masing-masing material. Kuat tarik beton yang rendah digantikan oleh kuat tarik yang tinggi dari baja tulangan.

c. Baja tulangan utama pada balok sederhana ditempatkan pada bagian serat bawah balok, dimana tegangan tarik bekerja dan untuk balok kantilever, baja tulangan utama ditempatkan pada bagian atas balok yang merupakan lokasi dari momen negatif maksimum.

d. Beban yang bekerja pada struktur dapat dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu beban mati, beban hidup dan beban akibat pengaruh alam. e. Suatu struktur atau elemen struktur harus direncanakan mempunyai

kapasitas kekuatan (kuat rencana) yang sama dengan atau lebih besar daripada berbagai kombinasi pembebanan yang bekerja (kuat perlu) pada struktur tersebut.

f. Kriteria disain untuk elemen struktur : 1. Untuk beban lentur : 2. Untuk beban geser : 3. Untuk beban aksial : 4. Untuk beban torsi :

Gambar

Gambar 1.3. Penempatan baja tulangan pada balok menerus
Tabel 1.1. Faktor pengali beberapa bentuk benda uji kuat tekan beton
Gambar 1.5. Skematik test tarik lentur pada balok10 20 40 30 60 50 0,001 0,002 0,003 Tegangan (MPa) Regangan  0,004 0,0 70 M L P/2 P/2 frb h + - a a
Gambar 1.7. Kurva tegangan-regangan dan modulus sekan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Model struktur berupa struktur beton bertulang dengan sistem rangka pemikul momen (SRPM) yang dibebani dengan beban gempa SNI 2002 dan SNI 2012 sebagai

beton pada balok beton bertulang, dikatakan bahwa pada daerah tarik ditahan oleh. tulangan baja dan daerah tekan ditahan oleh beton, maka dari itu perlu

Hening Agustya, 2016, Pengaruh Panjang Sambungan Lewatan Lebih dari Syarat SNI-2847-2013 terhadap Kuat Lentur pada Balok Beton Bertulang Tulangan Baja Ulir, Skripsi Program

Penggunaan jenis baja ringan pada balok beton bertulang pada penelitian ini dipilih berdasarkan rasio penulangan sehingga penggunaan Canal C75X0.75 dipilih sebagai tulangan pada balok

Analisa perbandingan kebutuhan tulangan sengkang TV antara balok beton prategang dengan balok beton bertulang : %Tv =volume tulangan beton bertulang-volume tulangan beton prategang

Pendetailan Tulangan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Sesuai Dengan SNI-03-2847-2002 39 Sugito Liono Untuk sambungan kolom dengan balok transfer disarankan menggunakan

Kekuatan Beton Bertulang Kekuatan suatu komponen struktur atau penampang yang dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi metode perencanaan sebelum dikalikan dengan nilai faktor

Pelat beton bertulang adalah sebuah struktur bangunan yang terbentuk dari tulangan baja yang dipasang menyilang dan diikat dengan kawat bendrat serta diisi oleh beton pada sebuah bidang