STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN
MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN
DAERAH
(Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy
di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas)
AKMARUZZAMAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
SURAT PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Strategi Mensinergikan Program Pengembangan Masyarakat Dengan Program Pembangunan Daerah (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2009
Akmaruzzaman NRP H251064045
ABSTRACT
AKMARUZZAMAN. Strategy for Synergizing Community Development (CD) Program with Local Development Program (A Case Study of Community Development Program of Star Energy in Natuna District and Anambas District). Under authorize from SUMARDJO and HIMAWAN HARIYOGA.
The aims of this research are: (1) to identify the development problems of Siantan Sub District and Palmatak Sub District in education, economy, health, and common facility provision sectors, and to evaluate the benefit, suitability, continuity and impact of the CD program of Star Energy; (2) to evaluate the effectiveness and stakeholders’ perception of the CD program, in terms of participation and partnership; and (3) to formulate a strategy for synergizing the CD Program of Star Energy with the local government’s development program. The analytical methods that are used in this research are descriptive analysis and SWOT analysis. This research was undertaken in Palmatak Sub District and Siantan Sub District of Natuna District of Kepulauan Riau Province, from June until October, 2008. The results indicated that the CD program of Star Energy was perceived as being inadequate by the stakeholders (representatives of the local government, Star Energy, and local community), in terms of its benefits, suitability, continuity, and impacts. Government stakeholders perceived that the participation of the CD program’s beneficiaries was adequate, and that the partnership between Star Energy and the local government was inadequate. The result of SWOT analysis suggested that Star Energy needs to focus its CD program on sustainable activities, such as economic development and education programs. The strategy for increasing synergy with the local development programs is to intensify communication between the company and the local government through the formation of community development partnership forum.
RINGKASAN
AKMARUZZAMAN, Strategi Mensinergikan Program Pengembangan Masyarakat dengan Program Pembangunan Daerah (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas). Dibimbing oleh Sumardjo sebagai Ketua, dan Himawan Hariyoga sebagai anggota komisi pembimbing.
Kabupaten Natuna merupakan daerah yang kaya dengan hasil sumberdaya alam, namun masih termasuk daerah tertinggal di Provinsi Kepulauan Riau. Pemerintah Daerah harus melakukan perubahan mendasar dalam membangun aspek infrastruktur, perekonomian, dan sumberdaya manusia untuk menghilangkan keterbelakangan dan mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat. Salah satu cara yang efektif membangun daerah adalah dengan memanfaatkan seoptimal mungkin sumberdaya yang tersedia dan salah satunya adalah dana yang menjadi bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility - CSR) yang digunakan untuk pengembangan/pemberdayaan masyarakat (community development – CD) di sekitar perusahaan. Perusahaan Star Energy yang bergerak dalam bidang pengeboran minyak dan gas bumi adalah salah satu perusahaan swasta yang melakukan program pengembangan masyarakat di Kabupaten Natuna dan di Kabupaten Anambas.
Tujuan umum kajian ini adalah untuk merumuskan strategi bagaimana mensinergikan program pengembangan masyarakat (CD) yang dilakukan Perusahaan Star Energy dengan program pembangunan daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Tujuan spesifiknya adalah untuk : (1) mengidentifikasi masalah di bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan dan fasum/fasos, terutama di Kecamatan Palmatak dan Kecamatan Siantan serta mengevaluasi sejauh mana manfaat, kesesuaian, keberlanjutan dan dampak program CD Perusahaan Star Energy, sehingga bisa berkontribusi menyelesaikan permasalahan tersebut; (2) mengevaluasi efektivitas dan pandangan stakeholders terhadap program tersebut dari aspek partisipasi pemanfaat dan aspek kemitraan; dan (3) merumuskan pola kemitraan antara Perusahaan Star
Energy dengan Pemerintah Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas dalam upaya strategi perbaikan program Perusahaan Star Energy.
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah analisis deskriptif, diskusi dan wawancara, serta menggunakan skala likert sebagai alat penilaian. Analisis SWOT digunakan untuk menentukan prioritas strategi program.
Program pemberdayaan masyarakat di bidang pendidikan dan kebudayaan dinilai baik oleh masyarakat dan pemerintah karena program ini dapat membantu pemerintah dalam upaya mensukseskan program pendidikan dasar sembilan tahun dan membantu meningkatkan kualitas SDM para guru. Program bidang kesehatan dinilai cukup oleh masyarakat dan pemerintah karena tidak ada keberlanjutannya. Program bidang pemberdayaan ekonomi dinilai baik karena program tersebut berdasarkan kebutuhan masyarakat sehingga bisa menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan penghasilan tambahan keluarga. Program bidang fasum/fasos dinilai baik karena sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan sarana dan prasarana yang memang masih sangat terbatas.
Penilaian stakeholders dari aspek partisipasi pemanfaat dinilai baik karena masyarakat pemanfaat memahami bahwa program pemberdayaan masyarakat Perusahaan Star Energy tersebut mereka butuhkan. Sementara itu, kemitraan Perusahaan Star Energy dengan pemerintah dan masyarakat dinilai cukup karena perusahaan selama ini kurang optimal melibatkan pemerintah daerah Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas dalam aspek perencanaan, monitoring dan eveluasi program.
Rancangan strategi untuk mensinergikan program pengembangan masyarakat Perusahaan Star Energy dengan program pembangunan daerah dapat ditempuh dengan cara meningkatkan intensitas komunikasi dari pihak perusahaan kepada pemerintah secara terjadwal. Salah satu konsep yang ditawarkan adalah dengan mendorong pemerintah untuk membentuk sebuah forum kemitraan pembanguanan pada tingkat kecamatan dan kabupaten dengan melibatkan stakeholders terkait untuk ikut berperan secara aktif sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN
MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN
DAERAH
(Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy
di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas)
AKMARUZZAMAN
Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul Tugas Akhir : Strategi Mensinergikan Program Pengembangan Masyarakat Dengan Program Pembangunan Daerah (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Anambas)
Nama : Akmaruzzaman
NRP : H251064045
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS Dr. Ir. Himawan Hariyoga, MS
Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Manajemen Pembangunan Daerah
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga Kajian Pembangunan Daerah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam kajian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2008 ini adalah Pengembangan Masyarakat (community development), dengan judul Strategi mensinergikan Program Pengembangan Masyarakat dengan Program Pembangunan Daerah (kasus program CD Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr.lr. Sumardjo, MS dan Bapak Dr. Ir Himawan Hariyoga, M.Sc. selaku komisi pembimbing, serta Bapak Dr. Parulian Hutagaol selaku penguji luar komisi, yang telah banyak memberi saran.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro selaku Direktur Program Studi Pascasarjana dan seluruh staf pengajar Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah IPB, yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan.
2. Direksi dan jajaran manajemen Perusahaan Star Energy, yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan di PS-MPD IPB.
3. Pemerintah Daerah Kabupaten Natuna, khususnya kepada Bapak Bupati Kabupaten Natuna Drs. H. Daeng Rusnadi, M.Si yang telah berkenan memberikan bantuan beasiswa pendidikan.
4. Direksi dan jajaran manajemen PT. ConocoPhilips, yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan di PS-MPD IPB.
5. Bapak dan Ibu, atas do'a dan semangat yang selalu diberikan.
6. Istri dan anak tercinta, atas do'a dan semangat yang selalu diberikan.
Bogor, Mei 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tarempa Kecamatan Siantan, Kepulauan Riau pada tanggal 3 April 1972, anak pertama dari pasangan Abdul Halim dan Rosmaini. Menyelesaikan pendidikan dasar di MIN Tarempa pada tahun 1986; lulus pendidikan menengah dari MTS Tarempa pada tahun 1989 dan dari KMM (Kuliatul Muballighin Muhammadiyah) Padang Panjang, Sumatera Barat pada tahun 1992. Penulis diterima di Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UMSB) pada tahun 1992, dan lulus pada tahun 1999. Penulis pernah bekerja di Sekolah Kuliatul Muballighin Muhammadiyah (KMM), sebagai staf tata usaha pada tahun 1992 – 1996, Mualimin Muhammadiyah Malinjau sebagai guru pada tahun 1995 – 1998, serta bekerja di Perusahaan ConocoPhilips pada tahun 1999 – sekarang sebagai Government Lessen, public relation, dan fright forwarder. Penulis menikah tahun 2002 dengan Yesi Susilawati, dikaruniai seorang putri bemama Wirdatul Mutma’inah Al-Kamil (7 tahun), dan seorang putra bernama Muhammad Hatta Al-Kamil (6 tahun). Tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di Magister Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana IPB dan dinyatakan lulus pada tahun 2009.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah... 6
1.3. Tujuan dan Manfaat ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan ... 9
2.1.1. Konsep- Konsep Pembangunan... 10
2.1.2. Perencanaan Pembangunan Nasional ... 13
2.1.3. Perencanaan Pembangunan Daerah... 16
2.2. Azas-Azas dan Prinsip-Prinsip Pengembangan Masyarakat... 19
2.2.1. Konsep Pengembangan Masyarakat Dalam Konteks Pembangunan Daerah ... 27
2.2.2. Konsep CSR (corporate social responsibility) sebagai Strategi Perusahaan ... 31
2.2.3. Landasan CSR (corporate social responsibility)... 32
2.2.4. Prinsip-Prinsip Program CD di Industri Migas... 33
2.2.5. Tahapan Program CD di Industri Migas... 33
2.2.6. Pendanaan Program CD di Industri Migas ... 37
2.3. Identifikasi Pemangku Kepentingan Dalam Rangka Implementasi CSR ... 38
2.4. Model-Model Kemitraan, Manfaat, dan Pembagian Peran Stakeholders
... 40
2.5. Metode Partisipatif ... 43
2.6. Konsep Keberlanjutan ... 48
2.7. Konsep Sinergi ... 51
BAB III METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran ... 52
3.2. Lokasi dan Waktu Kajian ... 56
3.3. Metode Kajian ... 57
3.3.1. Sasaran Penelitian dan Teknik Sampling ... 57
3.3.2. Metode Pengumpulan Data ... 58
3.3.2.1. Jenis dan Sumber Data ... 58
3.3.2.2. Metode Pengolahan dan Analisis data ... 59
3.4. Metode Perancangan Program ... 62
BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH KAJIAN 4.1. Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas Sebelum Pemekaran ... 64
4.1.1. Kabupaten Natuna ... 65
4.1.2. Kabupaten Anambas ... 66
4.2. Program-Program yang Dilakukan di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas ... 67
4.2.1. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas ... 67
4.2.2. Program-Program Pemerintah Kabupaten Natuna ... 69
di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas ... 74
4.2.3.1. Program-Program Pengembangan Masyarakat WNC (West Natuna Consortium) ... 74
4.2.3.2. Program-Program Pengembangan Masyarakat Oleh Perusahaan swasta ConocoPhilips ... 75
4.2.3.3. Program-Program Pengembangan Masyarakat Premier Oil ... 76
BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN STAR ENERGY 5.1. Profil Perusahaan Star Energy ... 78
5.2. Visi Perusahaan Star Energy ... 78
5.3. Misi Perusahaan Star Energy ... 78
5.4. Rujukan Kebijakan Tentang Program Community Development 79 5.5. Alur Proses Pelaksanaan Program CD Star Energy ... 80
5.6. Program-Program Pengembangan Masyarakat Perusahaan Star Energy ... 80
5.6.1. Pendidikan ... 80
5.6.2. Pemberdayaan Ekonomi ... 81
5.6.3. Kesehatan ... 82
5.6.4. Infastruktur dan Sosial ... 82
BAB VI KONDISI DESA DAN KELURAHAN PENERIMA PROGRAM PEMDA NATUNA DAN PROGRAM CD PERUSAHAAN STAR ENERGY DI KECAMATAN PALMATAK DAN KECAMATAN SIANTAN 6.1. Karakteristik Desa di Kecamatan Palmatak ... 83
6.1.1. Desa Payalaman ... 83
6.1.3. Desa Ladan ... 85
6.1.4. Desa Tebang ... 86
6.2. Karakteristik Desa/Kelurahan di Kecamatan Siantan ... 87
6.2.1. Kelurahan Tarempa ... 87
6.2.2. Desa Tarempa Barat ... 88
6.2.3. Desa Nyamuk ... 90
6.3. Potret daerah kajian sebelum mendapat bantuan Perusahaan Star Energy ... 91
6.3.1. Bidang Pendidikan dan Kebudayaan ... 91
6.3.2. Kesehatan ... 93
6.3.3. Kondisi Perekonomian ... 94
6.3.4. Kondisi Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum ... 95
BAB VII IMPLEMENTASI DAN EVALUASI PROGRAM CD STAR ENERGY DI KECAMATAN PALMATAK DAN KECAMATAN SIANTAN 7.1. Deskripsi Implementasi Program ... 97
7.2. Penilaian Program ... 98
7.2.1. Pendidikan dan Kebudayaan ... 99
7.2.1.1. Program Beasiswa ... 99
7.2.1.2. Penghargaan Terhadap Guru-guru berprestasi Dan Berdedikasi ... 101
7.2.1.3. Bantuan Peralatan dan Sponsor Kegiatan Kesenian Melayu ... 104
7.2.2. Kesehatan ... 106
7.2.3. Program Pemberdayaan Ekonomi ... 108
7.2.3.1. Pelatihan (virgin coconut oil, VCO) ... 108
7.2.3.2. Program Pengembangan perkebunan ... 111
7.2.3.3. Program Pelatihan Sablon ... 114
7.2.4. Program Fasum/Fasos ... 116
7.2.4.1. Pembangunan gedung TK ... 116
7.2.4.2. Pembangunan Gedung SMP Nyamuk ... 120
7.2.4.3. Pembangunan Gedung KUB ... 122
7.2.4.4. Rehabilitasi/Bedah Rumah ... 125
7.3. Evaluasi Program Pengembangan Masyarakat dari Aspek Partisipasi ... 127
7.4. Evaluasi Program Pengembangan Masyarakat dari Aspek Kemitraan ... 129
BAB VIII PERUMUSAN STRATEGI 8.1. Memaksimalkan Peranserta Stakeholders ... 131
8.2. Mensinergikan Program Pengembangan Masyarakat dengan Pembangunan Daerah ... 134
8.3. Analisa SWOT Program Pendidikan dan Kebudayaan ... 137
8.4. Matrix SWOT Program Kesehatan ... 139
8.5. Matrix SWOT Program Ekonomi ... 141
BAB IX STRATEGI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KABUPATEN NATUNA DAN KABUPATEN ANAMBAS
9.1. Pembatasan Rancangan Program ... 145
9.2. Rancangan Program ... 146
9.2.1. Rancangan Program Pemberdayaan Masyarakat ... 146
9.3. Rancangan Kebijakan Pembangunan Pemerintah Daerah ... 147
9.3.1. Pemberdayaan Bidang ekonomi ... 147
9.3.2. Pemberdayaan Bidang Sosial dan Budaya ... 147
9.4. Strategi Pelaksanaan Program ... 149
9.4.1. Organisasi Pelaksana Kegiatan CD Perusahaan ... 149
9.4.2. Kordinasi dan sosialisasi dengan Stakeholders Tingkat Desa ... 149
9.4.3. Membuat Forum Koordinasi Masyarakat Dusun (FMK-Kecamatan)... 149
9.4.4. Pelibatan Stakeholders ... 150
BAB X KESIMPULAN DAN SARAN 10.1. Kesimpulan ... 152
10.2. Rekomendasi ... 153
DAFTAR PUSTAKA ... 155
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Ruang Lingkup Perencanaan Pembangunan ... 15
Tabel 2. Sasaran Program CD (Community Developmet) MIGAS ... 37
Tabel 3. Distribusi Key informant Kajian ... 58
Tabel 4. Variabel Evaluasi Penelitian... 60
Tabel 5. Matriks Pendekatan Penelitian ... 62
Tabel 6. Matriks SWOT ... 62
Tabel 7. Program Pengembangan Masyarakat CD (Community Development) PremierOil 2007 ... 77
Tabel 8. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Payalaman ... 84
Tabel 9. Jenis Pekerjaan Penduduk Desa Ladan ... 85
Tabel 10. Sarana Pendidikan di Kelurahan Tarempa... 88
Tabel 11.Jumlah sarana Pendidikan di Kecamatan Palmatak dan Kecamatan Siantan Tahun 2007... 91
Tabel 12. Bantuan dan Kegiatan Adat ... 93
Tabel 13. kondisi infrastruktur, tenaga medis dan lingkungan sekitar ... 94
Tabel 14. Jenis pekerjaan Masyarakat Palmatak dan Siantan... 95
Tabel 15. Sarana dan Prasarana ... 95
Tabel 16. Program-Program Khusus Perusahaan Star Energy Tahun 2008 ... 98
Tabel 17. Peran Pelaku Pembangunan Terhadap Program Beasiswa .... 100
Tabel 18. Persepsi Stakeholders Terhadap Program Beasiswa Oleh Perusahaan Star Energy... ... 100
Tabel 19. Peran Pelaku Pembangunan Dalam Program Penghargaan Terhadap Guru 102
Tabel 20. Persepsi Stakeholders Terhadap Program Penghargaan Guru
Berdedikasi oleh Perusahaan Star Energy 103
Tabel 21. Peran Pelaku Pembangunan Terhadap Program Kesenian Melayu.. 104
Tabel 22. Persepsi Stakeholders Terhadap Program Bantuan Peralatan
Sponsor Kesenian Melayu oleh Perusahaan Star Energy... 105
Tabel 23. Peran Pelaku Pembangunan Terhadap Program Operasi Katarak... 107
Tabel 24. Persepsi Stakeholders Terhadap Program Bantuan Operasi Katarak
oleh Perusahaan Star
Energy... 107
Tabel 25. Peran Pelaku Pembangunan Terhadap Program Pelatihan VCO 110
Tabel 26. Persepsi Stakeholders Terhadap Program Pelatihan VCO
oleh Perusahaan Star Energy 110
Tabel 27. Peran Pelaku Pembangunan Terhadap Program Petani Perkebunan 113
Tabel 28. Persepsi Stakeholders Terhadap Program Pelatihan Perkebunan/
Pertanian oleh Perusahaan Star Energy……….. 113
Tabel 29. Peran Pelaku Pembangunan Terhadap Program PelatihanSablon... 115
Tabel 30. Persepsi Stakeholders Terhadap Program Pelatihan
Sablon oleh Perusahaan Star Energy 116
Gedung TK... 118
Tabel 32. Persepsi Stakeholders Terhadap Program Pembangunan
Gedung TK oleh Perusahaan Star Energy... 119
Tabel 33. Peran Pelaku Pembangunan Terhadap Program Pembangunan
Gedung
SMP... 120
Tabel 34. Persepsi Stakeholders Terhadap Program Pembangunan
Gedung SMP oleh Perusahaan Star Energy 121
Tabel 35. Peran Pelaku Pembangunan Terhadap Program Pembangunan
Gedung KUB... 123
Tabel 36. Persepsi Stakeholders Terhadap Program Pembangunan Gedung
KUB oleh Perusahaan Star
Energy... 124
Tabel 37. Peran Pelaku Pembangunan Terhadap Program Renovasi
Rumah
Miskin... 126
Tabel 38. Persepsi Stakeholders Terhadap Program Rehabilitasi Rumah
Masyarakat oleh Perusahaan Star Energy... 127
Tabel 39. Peran Stakeholders terhadap Pelaksanaan Program Pengembangan
Masyarakat Perusahaan Perusahaan Star Energy... 134
Tabel 40. Bagan Analisa SWOT Pendidikan dan Kebudayaan Program
Pengembangan Masyarakat oleh Star Energy 138
Masyarakat oleh Star Energy 140
Tabel 42. Bagan Analisa SWOT Program Ekonomi Program Pengembangan
Masyarakat oleh Star Energy 142
Tabel 43. Bagan Analisa SWOT Program Fasum/Fasos Program
Pengembangan Masyarakat oleh Star Energy 144
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Model Siklus Pengelolaan Program CD
(community development) 36
Gambar 2. Model Kerjasama Stakeholder 39
Gambar 3. Proses Sinergi Pembangunan 54
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Kajian 55
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Sinergi 56
Gambar 6. Peta Lokasi Kajian 57
Gambar 7. Prosesi Penyerahan Beasiswa oleh Perusahaan
Star Energy 101
Gambar 8. Penghargaan Terhadap Guru Berprestasi 103
Gambar 9. Penyerahan Bantuan Kesenian Melayu 105
Gambar 10. Kegiatan Operasi Katarak 108
Gambar 11. Hasil Produksi Kegiatan Program Ekonomi 111
Gambar 12. Kegiatan Pelatihan Perkebunan/Pertanian 114
Gambar 13. Pembangunan Gedung SMP Nyamuk 122
Gambar 14. Gedung VCO 125
Gambar 15. Rehabilitasi Rumah Miskin 127
Gambar 16. Persepsi Stakeholder (Pemerintah) Terhadap Program
Community Development oleh Perusahaan Star Energy 128
Gambar 17. Persepsi Stakeholder terhadap Community Development
Oleh Perusahaan Star Energy dari Aspek Kemitraan 129
Gambar 19. Bagan Alur Proses Koordinasi FMKP dan Pelibatan Stakeholder 151
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangRepublik Indonesia adalah sebuah negara yang besar dengan luas sekitar 2/3 bagian (5,8 juta Km2) adalah lautan, dan sekitar 1/3 bagian (2,8 juta km2) adalah daratan, terdiri dari 18.160 pulau-pulau kecil dan besar dengan jumlah penduduk lebih kurang 220 juta jiwa, (pada tahun 2009 diperkirakan akan mencapai 231 juta jiwa). Di dalamnya terdapat lebih kurang 366 etnis dan 360 suku bahasa yang berbeda, memiliki kekayaan alam terbesar ketiga di dunia, pengekspor minyak terpenting di kawasan Asia, dan pengekspor gas bumi terbesar di dunia (Susilo, 2006).
Kabupaten Natuna adalah bagian dari Provinsi Kepulauan Riau yang kaya dengan sumberdaya alam seperti minyak dan gas bumi serta kaya dengan hasil laut berupa perikanan, namun di sisi lain secara nasional Kabupaten Natuna termasuk daerah miskin dan tertinggal. Natuna terletak paling utara Indonesia, di sebelah utara, berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja, di selatan berbatasan dengan Sumatera Selatan dan Jambi, di sebelah barat dengan Singapura, Malaysia, Riau, dan di sebelah timur dengan Malaysia Timur dan Kalimantan Barat. Natuna berada pada jalur pelayaran internasional Hongkong, Jepang, Korea dan Taiwan. Kabupaten ini terkenal dengan penghasil Minyak dan Gas. Cadangan minyak bumi Natuna diperkirakan mencapai 14.386.470 barel, sedangkan gas bumi 112.356.680 barel.
Penduduk Kabupaten Natuna tahun 2005 berjumlah 93.644 jiwa, yang terdiri dari 47.945 jiwa penduduk laki-laki dan 45.699 jiwa penduduk perempuan, dengan laju pertumbuhan per tahun sebesar 4,29 persen. Selanjutnya jumlah rumah tangga pada akhir tahun 2005 berjumlah 23.785 rumah tangga. Kepadatan penduduk per-km2 menurut kecamatan menunjukan bahwa Kecamatan Serasan menempati urutan tertinggi yaitu 124,10 jiwa per km2, diikuti oleh Kecamatan Midai sebanyak 123,97 jiwa per km2 (Bappeda, 2007).
Seiring dengan kewenangan otonomi daerah, Kabupaten Natuna kemudian melakukan pemekaran daerah kecamatan yang hingga tahun 2007 telah berjumlah 16 kecamatan. Pemekaran tersebut sangat berarti bagi masyarakat karena akan memperdekat jarak birokrasi antar daerah dan memberi peluang yang sangat besar
bagi pengembangan daerah dan wilayah. Melalui pemekaran tersebut, warga masyarakat yang tergabung dalam gugusan pulau-pulau Anambas (Matak-Siantan-Jemaja) bercita-cita untuk membentuk suatu kabupaten, yaitu Kabupaten Kepulauan Anambas. Keinginan masyarakat tersebut juga mendapat dukungan dari pemerintah Kabupaten Natuna, Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) dan dari Pemerintah Propinsi Kepulauan Riau. Maka pada tanggal 12 Oktober 2008 terbentuklah Kabupaten Anambas melalui Undang-Undang No. 33 Tahun 2008, yang terdiri dari 6 Kecamatan (Bappeda, 2007).
Kecamatan Palmatak dan Kecamatan Siantan yang akan menjadi daerah kajian dulunya adalah bagian dari Kabupaten Natuna, namun dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 33 Tahun 2008 telah berubah menjadi bagian dari Kabupaten Anambas. Sewaktu kajian penulisan ini dilakukan, penulis masih menggunakan data-data yang berasal dari Kabupaten Natuna, karena Kabupaten Anambas belum mempunyai data-data yang baru.
Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka menjacapai tujuan negara, diselengarakan berdasarkan demokrasi dengan prinsip-prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemendarian dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan nasional (Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, 2004).
Pemerintah Kabupaten Natuna merancang 5 rencana strategis pembangunan menuju Natuna Emas yaitu : (1) meningkatan iman dan taqwa, (2) meningkatkan ekonomi, (3) peningkatan kesehatan, (4) peningkatan pendidikan, (5) peningkatan penertiban penegakan hukum (Bappeda, 2007).
Secara umum ada tiga masalah pokok yang berkaitan dengan pembangunan di Kabupaten Natuna, yaitu masalah keterbatasan infrastruktur, masalah kemiskinan dan masalah sumberdaya manusia. Kecamatan Palmatak dan Kecamatan Siantan belum memiliki infrastruktur yang memadai seperti yang diharapkan. Beberapa fasilitas yang tersedia saat ini seperti bangunan rumah sakit umum dan puskesmas pembantu yang kondisinya sangat memprihatinkan, begitu juga dengan fasilitas gedung sekolah yang masih banyak tidak tersedia di masing-masing desa. Masalah kemiskinan juga menjadi permasalahan utama di Kecamatan Palmatak dan
Kecamatan Siantan, karena rata-rata mata pencaharian mereka adalah sebagai nelayan dan petani tradisional. Keberadaan sumberdaya manusia juga menjadi masalah yang patut mendapat perhatian pemerintah, karena terbatasnya sarana pendidikan dan tenaga guru untuk mengajar. Di samping itu juga tidak banyak warga masyarakat disana yang menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah kabupaten untuk memaksimalkan pemanfaatan anggaran supaya dipergunakan dengan se-efektif dan se-efisien mungkin, memberdayakan potensi masyarakat, swasta untuk terlibat dan berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan.
Pemerintah kabupaten/kota diberikan kesempatan mengurus diri sendiri dan melaksanakan pembangunan sesuai karakteristik daerah (kondisi geografis, sumber daya alam dan sosial masyarakat) masing-masing dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Pemerintah daerah didorong untuk dapat memanfaatkan keunggulan geografis daerah guna mengembangkan perekonomian, yang berorientasi pada pasar global, namun tetap memperhatikan daya dukung lingkungan dan kapasitas sumber daya alam. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya tersebut dapat dilakukan dengan cara memberdayakan usaha kecil, usaha menengah dan koperasi sebagai aktor utama pembangunan ekonomi yang jumlahnya mayoritas.
Keberadaan Perusahaan Star Energy yang bergerak dalam bidang usaha minyak dan gas bumi di Kabupaten Natuna sangat diharapkan untuk bisa membantu percepatan proses pembangunan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama yang berada di sekitar wilayah operasi perusahaan. Tanggung jawab pembangunan tidak bisa dipikulkan hanya kepada pemerintah secara keseluruhan, peran serta pihak swasta/perusahaan diharapkan mampu memberikan kontribusi penyeimbangan struktur dunia usaha lewat program pengembangan masyarakat (community development).
Dunia bisnis pertambangan dewasa ini, telah berkembang serangkaian konsep yang berupaya menjembatani kesenjangan antara perusahaan dengan komunitas lokal sekaligus membangun tata-hubungan yang kondusif antara keduanya. Corporate social responsibilty (CSR) adalah sebuah konsep yang dikembangkan guna
membangun hubungan yang saling mendukung antara perusahaan, pemerintah dan masyarakat.
Untuk mendukung program pemerintah dalam meningkatkan kemandirian masyarakat sekitar dan masyarakat lokal, maka MIGAS sebagai “induk semang” dari Perusahaan Star Energy telah memberikan payung hukum tentang program pengembangan masyarakat No. 017/PTK/III/2005. Dijelaskan bahwa kontrak kerja sama untuk dapat mendukung pemerintah dalam upaya menciptakan kemandirian masyarakat dengan pola kemitraan dengan melakukan program ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Program-program pemberdayaan masyarakat tersebut diupayakan sinergi dengan program pemerintah setempat (MIGAS, 2004). Perusahaan Star Energy adalah salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang pengeboran minyak dan gas bumi lepas pantai di daerah Kabupaten Natuna dan telah beroperasi selama lima Tahun. Sebagai kontraktor dari MIGAS, keberadaan Perusahaan Star Energy khususnya di Kecamatan Siantan dan Kecamatan Palmatak merupakan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat lokal tempatan. Disamping itu, bila ditinjau dari aspek kesempatan kerja saat ini sekitar 179 orang dapat bekerja di perusahaan tersebut. Perusahaan Star Energy telah merancang program-program pengembangan masyarakat (community development) yang menitik-beratkan pada empat sektor utama yaitu: (1) bidang pendidikan, (2) bidang pemberdayaan ekonomi, (3) bidang kesehatan, (4) dan bidang infrastruktur. Hampir 618 orang yang mendapatkan bantuan beasiswa sebanyak 70 orang guru mendapat bantuan penghargaan sebagai guru berprestasi dan berdedikasi, juga sudah dibangun dua buah gedung sekolah tingkat SD dan tingkat SLTP dari aspek pendidikan. Aspek ekonomi Perusahaan Star Energy telah memberikan pelatihan dan pembinaan kepada para petani, pemuda dan masyarakat secara umum. Hal ini dilakukan dalam upaya mendukung program Pemerintah Kabupaten Natuna.
Berdasarkan observasi penulis di lapangan masih saja terdapat pandangan negatif yang ditujukan kepada perusahaan, baik itu dari sebagian masyarakat maupun aparat pemerintah. Mereka merasa bantuan perusahaan tidak maksimal, tidak merata, tidak adil dan seolah-olah terkesan mereka belum merasa terbantu, dipinggirkan, dan tidak dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan secara bersama padahal, program-program pemerintah sendiri juga masih jauh dari kesempurnaan, misalnya
program pembangunan sebuah pasar rakyat (pasar ikan) di Kecamatan Palmatak, dimana pasar tersebut dibangun pada tahun 2005, namun sampai sekarang tidak digunakan oleh masyarakat karena pasar tersebut berada pada daerah yang tidak strategis serta saat itu bukan merupakan suatu kebutuhan mendasar. Akibatnya sampai saat ini bangunan tersebut tidak dimanfaatkan. Sementara itu, pada tahun 2008 – 2009 telah dibangun juga sebuah pasar rakyat di Kecamatan Palmatak oleh masyarakat dengan memakai anggaran PNPM Mandiri. Pada kenyataannya pembangunan pasar rakyat tersebut sangat bermanfaat bagi masyarakat, karena prosesnya benar-benar melibatkan masyarakat secara keseluruhan dan berdasarkan pada kebutuhan. Penulis melihat bahwa permasalahan ini perlu menjadi perhatian dari pelaku pembangunan untuk memanfaatkan setiap dana anggaran dengan tepat guna, efektif, dan efisien dalam rangka memakmurkan rakyat serta percepatan proses pembangunan itu sendiri. Langkah-langkah yang perlu ditempuh baik oleh pemerintah maupun masyarakat serta pihak swasta adalah dengan mensinergikan segala bentuk program baik yang berasal dari tingkat pusat, daerah dan perusahaan. Hal ini tentunya membutuhkan sebuah strategi, jika permasalahan ini tidak ditangani secara serius maka akan terjadi gesekan-gesekan yang membuat suasana di lapangan tidak kondusif. Penulis termotivasi untuk mengangkat beberapa permasalahan-permasalahan di lapangan tersebut ke dalam sebuah kajian yang bisa memberikan masukan kepada pihak pemerintah dan perusahaan serta masyarakat dalam rangka meningkatkan sinergi program-program pengembangan masyarakat.
Berdasarkan Program Perencanaan Pembangunan Kabupaten Natuna, serta menyadari adanya berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah, maka program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh Perusahaan Star Energy dapat disinergikan dengan program-program yang dilaksanakan baik oleh pemerintah daerah, maupun pihak swasta yang lain.
Mengingat selama ini belum pernah dilaksanakan kegiatan penelitian tentang peran program pengembangan masyarakat (community development) dalam mendukung program pemerintah Kabupaten Natuna, maka dinilai perlu dilakukan sebuah kajian tentang strategi mensinergikan program pengembangan masyarakat dengan program pembangunan daerah (kasus program CD perusahaan star energy di kabupaten natuna dan kabupaten anambas).
1.2. Perumusan Masalah
Kondisi kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Natuna pada umumnya dan Kecamatan Palmatak dan Kecamatan Siantan pada kususnya dibandingkan dengan daerah-daerah lain di pulau Jawa, tergolong tertinggal. Kondisi sosial masyarakat seperti pengetahuan, sikap, dan keterampilan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Begitu juga halnya dengan kondisi ekonomi belum membaik, seperti pendapatan keluarga, kebutuhan sehari-hari, lapangan pekerjaan, pembanguan sarana dan perkembangan jenis usaha serta kondisi penguasaan teknologi. Kondisi ini sangat memerlukan penanganan yang sangat serius dari berbagai pihak, terutama sekali dari pemerintah daerah, namun harus didukung pula oleh masyarakat itu sendiri, serta pihak swasta dan perguruan tinggi.
Kabupaten Natuna juga mempunyai aset yang besar sekaligus merupakan kebanggaan yaitu adanya perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi yang beroperasi di laut Kabupaten Natuna. Harapan masyarakat dan pemerintah daerah setempat kepada pihak perusahaan adalah supaya pihak perusahaan dapat membantu secara maksimal dalam proses percepatan pembangunan. Diharapkan perusahaan bukan saja dapat mengambil keuntungan tetapi juga dapat secara bersama-sama berperan aktif membangun masyarakat setempat. Diharapkan perusahaan bisa menjadi mitra pembangunan dalam upaya meningkatkan pendapatan ekonomi rakyat, meningkatkan kesejahteraan, pendidikan, kesehatan, infrastruktur sehingga dengan demikian tercipta hubungan yang harmonis di antara berbagai pihak. Berdasarkan permasalahan tersebut maka pertanyaan kajian ini adalah sejauh mana program-program CD Perusahaan Star Energy memberikan kontribusi dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial, pendidikan, ekonomi, dan infrastruktur di Kabupaten Natuna.
Program pembangunan Kabupaten Natuna direncanakan berdasarkan mekanisme yang sudah diatur di dalam Undang-undang No.25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Usulan program mulai dibicarakan di tingkat desa, selanjutnya usulan tersebut dimusyawarahkan/dibahas pada tingkat kecamatan. Pada tingkat ini musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) dihadiri oleh seluruh perangkat desa dalam satu kecamatan, dimana semua usulan ditampung dan dicari mana usulan yang perlu menjadi proritas pada
masing-masing wilayah desa tersebut, dan untuk selanjutnya baru dibahas dalam musyawarah ditingkat kabupaten. Sementara itu program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh Perusahaan Star Energy juga melibatkan partisipasi masyarakat dan pemerintah setempat sehingga yang menjadi pertanyaan kajian adalah sejauh mana efektivitas dan persepsi masyarakat pemanfaat terhadap program pengembangan masyarakat oleh Perusahaan Star Energy.
Salah satu yang menjadi tujuan dari program pengembangan masyarakat (community development) Perusahaan Star Energy adalah untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara perusahaan, masyarakat sekitar dan stakeholders lainnya, sehingga terwujud suatu sinergi dalam pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki masing-masing pihak dalam rangka menciptakan sinergi diantara stakeholders. Oleh karena itu diperlukan strategi dan salah satunya adalah melalui kerjasama kemitraan yang saling melengkapi, saling mendukung, dan saling menguntungkan antara Perusahaan Star Energy dengan pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Sehubungan dengan itu, pertanyaan dari kajian ini adalah bagaimana pola kemitraan dan partisipasi pemanfaat terhadap pengembangan masyarakat Perusahaan Star Energy.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan
Secara umum tujuan kajian ini adalah merumuskan langkah-langkah dan strategi dalam upaya mensinergikan program-program CD (community development) Perusahaan Star Energy dengan program pembangunan daerah Kabupaten Natuna. Secara khusus, penulisan ini bertujuan untuk :
a. Mengidentifikasi masalah-masalah di bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan dan penyediaan fasilitas umum di lingkungan masyarakat Kabupaten Natuna, terutama di Kecamatan Palmatak dan Kecamatan Siantan serta mengevaluasi sejauh mana manfaat, kesesuaian, keberlanjutan dan dampak dari program CD (community development) Perusahaan Star Energy sehingga bisa berkontribusi menyelesaikan permasalahan tersebut.
b. Mengevaluasi efektifitas dan pandangan stakeholder terhadap program CD (community develovment) dari sisi partisipasi pemanfaat dan sistem kemitraan
c. Merumuskan pola kemitraan antara Perusahaan Star Energy dengan Pemerintah Kabupaten Natuna dalam upaya strategi perbaikan program pengembangan masyarakat (CD) Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna.
Manfaat
Hasil kajian ini diharapkan bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait dalam program pengembangan masyarakat di antaranya yaitu:
a. Memberikan gambaran yang komprenhensif tentang program pengembangan masyarakat yang telah dilakukan oleh Perusahaan Star Energy sehingga para stakeholders bisa memahami keberadaan dan kontribusi perusahaan tersebut dalam pembangunan daerah.
b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Kabupaten Natuna, Kabupaten Anambas dan Perusahaan Star Energy dalam upaya percepatan proses pengembangan dan pembangunan masyarakat Kabupaten Natuna pada umumnya, dan Kabupaten Anambas pada khususnya.
c. Bagi penulis merupakan sarana pengembangan wawasan, meningkatkan kapasitas dalam menganalisa suatu masalah khususnya dalam pengembangan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PembangunanKata pembangunan sudah menjadi kata kunci bagi segala hal. Secara umum,
kata pembangunan diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya, atau upaya untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia, baik secara individual, maupun kelompok, dengan cara-cara yang tidak menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun lingkungan alam (Galtung, 1980 dalam Trijono, 2007).
Pada awalnya istilah pembangunan dipakai dalam arti pertumbuhan ekonomi. Sebuah masyarakat dinilai berhasil melaksanakan pembangunan, bila pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi, yang diukur adalah produktivitas masyarakat atau negara setiap tahunnya. Dalam bahasa teknis ekonominya, produktivitas ini diukur oleh Produk Nasional Bruto (PNB atau Gross National Product, GNP) dan Produk Domestik Bruto (PDB atau Gross Domestic Product, GDP), dengan demikian dapat dilihat berapa produksi rata-rata setiap orang dari negara yang bersangkutan (Budimanta, 2000).
Pembangunan seharusnya merupakan suatu proses yang saling terkait antara proses pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial dan demokrasi politik yang terjadi dalam lingkaran sebab akibat kumulatif. Pembangunan dapat dimaknai sebagai : (1) proses perubahan sosial menuju kepada tataran kehidupan masyarakat yang lebih baik, (2) proses sosial yang bebas nilai, (3) upaya manusia yang sadar, terencana dan melembaga, (4) konsep yang sarat nilai, menyangkut proses pencapaian nilai yang dianut suatu bangsa secara makin meningkat, dan (5) pembangunan menjadi culture, specific, situation specific dan time specific (Soetarto, 2007).
Berdasarkan beberapa definisi pembangunan yang telah penulis sebutkan diatas, maka dalam pembahasan ini penulis sependapat dengan definisi yang disampaikan oleh Johan Galtung yang menyatakan, bahwa pembangunan adalah upaya untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia, baik secara individual maupun secara kelompok dengan cara-cara yang tidak menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun lingkungan alam. Dengan alasan bahwa konsep ini sangat universal dan komprehensif serta menekankan antara tujuan dengan cara yang yang
digunakan. Hak dan kebutuhan dasar manusia menurut Johan Galtung terdiri dari empat jenis kebutuhan yaitu : (1) kesejahteraan; (2) kebebasan; (3) keamanan; dan (4) identitas budaya. Keempat kebutuhan dasar ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya (Trijono, 2007).
Sumardjo (2003), mengemukakan bahwa kebutuhan dasar manusia pada tingkat yang paling dasar untuk kesejahteraan manusia yang beradab, paling tidak harus dapat memenuhi lima kebutuhan dasarnya, yaitu kecukupan pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Apabila kebutuhan dasar tersebut terpenuhi, maka kondisi tersebut dapat dikatakan sebagai kondisi tingkat aman pertama dalam kesejahteraan manusia.
Pengertian pembangunan nasional yang telah dirumuskan dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Tujuan Pembangunan Nasional tertuang dalam Bab II pasal 2 yang berbunyi, bahwa Pembangunan Nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi dengan prinsip-prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan nasional (Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, 2004).
2.1.1. Konsep-Konsep Pembangunan
Pembangunan, menurut literatur-literatur ekonomi pembangunan, sering di definisikan sebagai suatu proses berkesinambungan dari peningkatan pendapatan riil perkapita melalui peningkatan jumlah dan produktivitas sumber daya (Soetarto, 2007).
Terdapat enam pendekatan pembangunan, yaitu pendekatan pertumbuhan, pertumbuhan dan pemerataan, ketergantungan, tata ekonomi baru, kebutuhan pokok, dan pendekatan kemandirian menurut sebagai berikut (Troeller, 1978 dalam Tonny, 2006) :
1. Pertumbuhan (Growth Approach)
Konsep ini menggunakan penetapan ICOR (incremental capital output ratio) dan laju pertumbuhan ekonomi yang dikehendaki sebagai indikator utamanya.
Strategi pembangunan dirancang dengan sasaran tunggal, yaitu bagaimana mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam tempo yang singkat. Dalam rangka memenuhi ambisi tersebut, maka diperlukan modal investasi dalam jumlah besar. Sebagai jalan pintas dibukalah pintu lebar-lebar untuk investasi modal asing beserta teknologinya. Asumsi teori ini adalah bila terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sebagai konsekuensinya akan terjadi “tetesan rejeki ke bawah” (trickle down effect). Tetesan rejeki ke bawah diharapkan juga akan mencapai kelompok masyarakat lapisan bawah. Kenyataannya, hasil pembangunan yang terjadi memicu munculnya permasalahan lain, seperti : meningkatnya tingkat pengangguran pada angkatan kerja; tingkat kejahatan; tingkat migrasi desa ke kota; dan ketimpangan pada berbagai negara Dunia III;
2. Pertumbuhan Dan Pemerataan (Redistribution with Growth Approach),
Menurut Adelman & Morris ada tiga tipe indikator yang dapat digunakan untuk mengukur perkembangan pembangunan suatu negara. (1) indikator-indikator sosial-budaya, diantaranya : sektor pertanian, dualisme, urbanisasi, dan kelas menengah; (2) indikator-indikator politik, diantaranya: integrasi, sentralisasi kekuasaan, partisipasi politik, dan kebebasan kelompok; dan (3) indikator-indikator ekonomi, diantaranya; GNP, pertumbuhan riil GNP, keterbengkalaian sumberdaya alam, penanaman modal, dan modernisasi industri. Mereka yakin bahwa indikator-indikator tersebut dapat membedakan antara negara yang belum berkembang, sedang berkembang, dan negara maju. Isu utama dalam pendekatan ini adalah bahwa kemiskinan dilihat sebagai fenomena yang kompleks, dan dapat ditelusuri dari adanya kesenjangan antar kelas sosial-ekonomi; ketimpangan hubungan kota-desa; perbedaan antar suku, agama, dan daerah. strategi pertumbuhan dan pemerataan sebenarnya tidak banyak berbeda dengan pendekatan pertama.
3. Paradigma Ketergantungan (Dependence Paradigm)
Teori ketergantungan mencoba menjelaskan “mengapa bantuan yang sudah begitu besar yang diberikan oleh negara-negara Dunia I tidak memberikan hasil yang signifikan pada proses pembangunan negara Dunia III?” dan “mengapa masih banyak negara yang belum ataupun sedang berkembang, yang belum mampu mengelola pembangunan negara mereka tanpa diberikan dukungan oleh negara-negara donor?” Teori ini menunjukkan bahwa munculnya sifat ketergantungan
merupakan penyebab terjadinya “keterbelakangan” masyarakat negara yang sedang berkembang, oleh karena itu untuk membebaskan diri dari “keterbelakangan” diperlukan adanya upaya pembebasan masyarakat dari rantai yang membelenggu mereka.
4. Tata Ekonomi Internasional Baru (The New International Economic Order)
Pendekatan ini berlandaskan hasil studi yang dilakukan oleh The Club of Rome yang berjudul The Limits to Growth, yang memaparkan suatu prediksi akan munculnya bencana pada kurun waktu seratus tahun yang akan datang apabila pertumbuhan ekonomi, pertambahan penduduk, pertumbuhan eksploitasi bahan mentah, dan peningkatan polusi lingkungan masih tetap sama dengan tingkat pertumbuhan pada tahun 1970-an. Gagasan berikutnya adalah menciptakan tata ekonomi internasional baru yang berlandaskan pada kebutuhan negara-negara “selatan” untuk mengelola sumberdaya alam dan ekonomi mereka sendiri. Gagasan tersebut mencakup proses perumusan dan pengambilan keputusan, pengembangan prasyarat investasi, pengadaptasian teknologi baru, dan relasi perdagangan.
5. Kebutuhan Pokok (The Basic Needs Approach)
Tiga sasaran pendekatan ini adalah : (1) membuka lapangan kerja; (2) meningkatkan pertumbuhan ekonomi; dan (3) memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Kemudian pendekatan ini diperluas dengan memasukkan beberapa unsur kebutuhan pokok yang bersifat non-material sehingga dapat digunakan sebagai tolok ukur kualitas kehidupan (quality of life) dari kelompok masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan. Soedjatmoko dalam bukunya Policy Implications of the Basic Needs Approach, menyarankan agar pendekatan ini diterapkan secara komprehensif dan melibatkan masyarakat di pedesaan dan sektor informal dengan mengembangkan potensi, kepercayaan, dan kemampuan masyarakat itu sendiri untuk mengorganisir diri serta membangun sesuai dengan tujuan yang dikehendaki.
6. Kemandirian (The Self-Reliance Approach)
Pendekatan ini muncul sebagai konsekuensi logis dari berbagai upaya negara-negara Dunia III untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap negara-negara-negara-negara industri. Konsep kemandirian menekankan pada dua perspektif: (1) penekanan lebih diutamakan pada hubungan timbal-balik dan saling menguntungkan dalam perdagangan dan kerjasama pembangunan; dan (2) lebih mengandalkan pada
kemampuan dan sumberdaya sendiri untuk kemudian dipertemukan dengan pendekatan internasional tentang pembangunan. Penerapan konsep kemandirian membawa konsekuensi perlunya diterapkan pula pendekatan kebutuhan pokok bagi kelompok miskin, dan strategi pemerataan pendapatan serta hasil-hasil pembangunan.
2.1.2. Perencanaan Pembangunan Nasional
Pembangunan nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponan bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Rencana pembangunan nasional meliputi rencana pembangunan jangka panjang untuk periode 20 tahun, rencana pembangunan jangka menengah untuk periode 5 tahun, dan rencana pembangunan tahunan (Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, 2004).
Reformasi yang bergulir sejak tahun 1998 telah membawa perubahan yang mendasar pada hampir semua aspek kehidupan, baik di lingkungan masyarakat maupun di dunia organisasi. Pergeseran paradigma dan sudut pandang terhadap penyelenggaraan lembaga pemerintahan telah mendorong masyarakat untuk semakin berani dan terbuka dalam menuntut terwujudnya transparansi dan akuntabilitas menuju penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa dalam kerangka “good governance”.
Sejalan dengan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, terjadi berbagai pergeseran mendasar dalam sistem pemerintahan yakni dari pemerintahan sentralistik ke desentralistik. Pemerintahan sentralistik kurang populer karena ketidak mampuan aparat pusat untuk memahami secara tepat nilai-nilai daerah, dan secara fisik maupun psikologis warga masyarakat yang tinggal di daerah merasa dekat dan tentram dengan badan pemerintahan daerah (Bonne Rust dalam Napitipulu, 2007). Melalui sistem pemerintahan desentralistik diharapkan dapat dicegah bertumpuknya kekuasaan disatu tangan, dicapainya pemerintahan yang efektif dan efisien, dapat diambil keputusan yang lebih cepat dan tepat dalam mengantisipasi problem masyarakat lantaran perbedaan faktor-faktor geografi, demografi, sosial ekonomi dan kebudayaan, serta dapat diikutsertakannya masyarakat dalam kegiatan pembangunan secara maksimal (Kaho dalam Napitupulu, 2007).
Perubahan kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang sangat fundamental menuntut perlunya sistem perencanaan pembangunan yang komprehensif dan mengarah kepada perwujudan transparansi, akuntabilitas, demokratisasi, desentralisasi, dan partisipasi masyarakat, yang pada akhirnya dapat menjamin pemanfaatan dan pengalokasian sumber dana pembangunan yang semakin terbatas menjadi lebih efektif, efisien dan berkelanjutan.
Salah satu upaya untuk merespon tuntutan tersebut secara sistematis adalah dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). SPPN adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah dan disusun secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan. Untuk mengoptimalkan peran masyarakat dalam proses pembangunan diperlukan musyawarah yang selanjutnya disebut dengan musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang), yang bertujuan untuk menampung aspirasi masyarakat (PP No. 40 Tahun 2006). Pengertian masyarakat dalam kontek ini adalah semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan mulai dari perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pemuka adat dan pemuka agama, asosiasi profesi serta kalangan dunia usaha (Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, 2004).
Tujuan sistem perencanaan pembangunan nasional adalah sebagai berikut : (1) mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan; (2) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar-daerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah; (3) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; (4) mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan (5) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Tabel 1. Ruang Lingkup Perencanaan Pembangunan
NASIONAL DAERAH
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP Nasional )
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP Daerah)
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM Nasional)
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM Daerah)
Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL)
Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD)
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja – KL)
Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD)
Sumber: (Hariyoga, 2007)
Perencanaan Pembangunan Nasional dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 mencangkup lima pendekatan yaitu pendekatan politik, teknokratik, partisifatif, atas – bawah (top-down) dan bawah-atas (bottom-up). Proses politik bermakna bahwa pemilihan langsung kepala pemerintahan mulai dari pusat sampai daerah dipandang sebagai proses perencanaan karena menghasilkan visi, misi, dan program pembangunan yang ditawarkan oleh masing-masing calon Presiden/Kepala Daerah pada saat kampanye (Hariyoga, 2007).
Proses teknokratik adalah perencanaan yang dilakukan oleh profesional dengan memakai metode kerangka berfikir ilmiah atau oleh lembaga yang secara fungsional bertugas untuk itu. Proses partisifatif bermakna bahwa perencanaan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) antara lain melalui Musrenbang. Sementara itu proses bottom-up dan top-down bermakna bahwa perencanaan yang aliran prosesnya dari atas kebawah atau dari bawah ke atas dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan serta diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa (Hariyoga, 2007).
Perencanaan pembangunan terdiri dari empat tahapan, yakni : (1) penyusunan rencana; (2) penetapan rencana; (3) pengendalian pelaksanaan rencana; dan (4) evaluasi pelaksanaan rencana. Keempat tahapan ini diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara keseluruhan membentuk satu siklus perencanaan yang utuh (Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, 2004).
2.1.3. Perencanaan Pembangunan Daerah
Pemerintah daerah telah diberikan wewenang penuh untuk mengurus,
mengelola serta mempertanggung-jawabkan pembangunan, oleh karena itu maka diperlukan sebuah proses pembangunan yang lebih desentralistik, partisifatif, transparan dan akuntabel yang menjamin adanya keterpaduan dan sinergi program baik program pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, serta pihak-pihak swasta dan masyarakat. Hal ini akan lebih mudah terlaksana jika pemerintah daerah memiliki visi dan misi yang jelas yang akhirnya melahirkan suatu strategi pembangunan daerah, baik jangka pendek, menengah, dan jangka panjang yang sesuai dengan kebutuhan daerah dan kepentingan nasional. Strategi pembangunan adalah langkah-langkah yang berisikan program-program yang mengarah kepada upaya untuk mewujudkan visi dan misi dari sebuah pemerintahan (Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, 2004).
Sesuai kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, pemerintah pusat memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional. Gagasan tentang perencanaan pembangunan daerah berawal dari pandangan bahwa :
(1) Ada yang menganggap bahwa perencanaan pembangunan nasional tidak cukup efektif memahami kebutuhan warga negara yang berdomisili dalam satu wilayah administratif dalam rangka pembangunan daerah.
(2) Munculnya kebijakan pemerintah nasional yang memberikan kewenangan lebih luas kepada penyelenggara pemerintahan daerah dalam rangka penetapan kebijakan desentralisasi (Wrihatnolo dan Nugroho, 2006).
Argumen tentang pentingnya pembangunan daerah dan perencanaan pembanguan daerah adalah berdasarkan alasan politik, bukan murni alasan ekonomi. Melalui dimensi alasan politik, perencanaan pembangunan daerah dapat dilihat sebagai wahana untuk menciptakan hubungan yang lebih baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan. Sementara dalam dimensi alasan ekonomi, perencanaan pembangunan dapat dilihat sebagai wahana mencapai sasaran pengentasan kemiskinan dan sasaran pembangunan sosial secara
lebih nyata di daerah-daerah. Pengertian pembangunan daerah di sini mengacu kepada penyelenggaraan proses pembangunan, sejak dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi yang dilakukan secara partisifatoris dari masyarakat, oleh rakyat dan untuk rakyat (Wrihatnolo dan Nugroho, 2006).
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 21 menyatakan bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak : mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahanya, memilih pemimpin daerah, mengelola aparatur daerah, mengelola kekayaan daerah, memungut pajak dan retribusi daerah, mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainya yang berada didaerah, mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Di sisi lain, daerah mempunyai kewajiban : (a) melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (b) meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; (c) mengembangkan kehidupan demokrasi; (d) mewujudkan keadilan dan pemerataan; (e) meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; (f) menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; (g) menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; (h) mengembangkan sistem jaminan sosial; (i) menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; (j) mengembangkan sumber daya produktif di daerah; (k) melestarikan lingkungan hidup; (l) mengelola administrasi kependudukan; (m) melestarikan nilai sosial budaya; (n) membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan (o) kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan (Surya, Rukijo, Haryanto, 2004).
Teori pembangunan daerah dapat dibagi dalam dua fase yaitu fase pra 1980-an d1980-an fase Pasca 1980-1980-an. Pada fase pra 1980-1980-an ciri-cirinya adalah sebagai berikut : (1) pembangunan daerah yang menekankan pada peran pemerintah yang lebih dominan, misalnya dominasi pemerintah melalui bidang kelembagaan dan peraturan perundang-undangan, penguasaan berbagai sektor ekonomi melalui kepemilikan dan pengelolaan BUMN/D, serta kebijaksanaan subsidi impor; (2) hanya menekankan pertumbuhan ekonomi sehingga terjadinya kesenjangan antar daerah dan ketidak-merataan pembangunan; dan (3) pembanguan daerah justru menyebabkan konvergensi antar daerah, menjadi tidak efisien, dan pembangunan daerah
dikerdilkan oleh kebijaksanaan pembangunan yang ada. Pada fase pasca 1980–an pembangunan daerah ciri-cirinya adalah sebagai berikut: (1) pembangunan daerah yang pada akhirnya memeratakan pertumbuhan, perdagangan menjadi bebas dan semakin menyatunya ekonomi dunia; (2) sistem monopoli metropolitan dan kota-kota besar akan berakhir; (3) peran pemerintah daerah akan semakin besar terutama dalam mengindetifikasi serta menentukan pusat-pusat industri dan kegiatan ekonomi lainnya; dan (4) pihak swasta dan masyarakat akan ikut terlibat secara lebih aktif dalam proses pembangunan daerah (Manuwoto, 2007).
Secara umum perencanaan pembangunan daerah didefinisikan sebagai proses dan mekanisme untuk merumuskan rencana jangka panjang, mencegah, dan pendek di daerah yang dikaitkan pada kondisi, aspirasi dan potensi daerah, dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam rangka menunjang pembangunan nasional (Sumodiningrat, 2007).
Secara praktis perencanaan pembangunan daerah didefinisikan sebagai suatu usaha yang sistematis dari berbagai pelaku (aktor), baik umum (publik) atau pemerintah, swasta maupun kelompok masyarakat lain pada tingkatan yang berbeda, saling terkait antara aspek-aspek fisik, sosial-ekonomi, dan aspek-aspek lingkungan lainnya dengan cara : (1) secara terus menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan pembangunan daerah; (2) merumuskan tujuan-tujuan dan kebijakan-kebijakan pembangunan daerah; (3) menyusun konsep strategi-strategi bagi pemecahan masalah; (4) melaksanakannya dengan mengunakan sumber-sumber daya yang tersedia; dan (5) merebut peluang-peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah secara berkelanjutan (Syahroni, 2001 dalam Wrihatnolo dan Nugroho, 2006).
Dalam pembangunan daerah, pemerintah daerah diharapkan mampu melakukan manajemen pembangunan daerah dengan fokus pengembangan kawasan. Potensi wilayah diharapkan dapat dioptimalkan sehingga masyarakat menjadi tuan di atas wilayahnya sendiri dalam satu entitas kawasan pembangunan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip pembangunan. Tantangan pembangunan yang semakin luas menyebabkan perlunya pembangunan daerah dan semakin pentingnya perencanaan pembangunan daerah agar pemerintah dan masyarakat daerah dapat melakukan pendayagunaan sumber daya yang mereka miliki secara efisien. Dengan
demikian, melalui wahana perencanaan pembanguan daerah diharapkan semua elemen masyarakat (stakeholders) daerah dapat membina hubungan kerjasama diantara pemerintah , masyarakat sipil serta pihak swasta untuk dapat maju secara bersama, melaksanakan peran dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya membangun pemerintah daerah, untuk kesejahtaan masyarakat daerah (Sumodiningrat, 2007).
2.2. Azas–Azas dan Prinsip-Prinsip Pengembangan Masyarakat
Pengembangan masyarakat (community development) adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistimatis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya (Budimanta, 2002).
Secara hakekat, community development merupakan suatu proses adaptasi sosial budaya yang dilakukan oleh industri, pemerintah pusat dan daerah terhadap kehidupan komuniti lokal (Rudito, 2003).
Tujuan dari program community development adalah pemberdayaan masyarakat, bagaimana anggota dapat mengaktualisasikan diri mereka dalam pengelolaan lingkungan yang ada di sekitarnya dan memenuhi kebutuhanya secara mandiri tanpa ketergantungan dengan pihak-pihak perusahaan maupun pemerintah (Budimanta, 2002).
Pengembangan masyarakat (community development) sebagai suatu perencanaan sosial perlu berlandaskan pada asas-asas: (1) komunitas dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan; (2) mensinerjikan strategi komprehensif pemerintah, pihak-pihak terkait (related parties) dan partisipasi warga; (3) membuka akses warga atas bantuan profesional, teknis, fasilitas, serta insentif lainnya agar meningkatkan partisipasi warga; dan (4) mengubah perilaku profesional agar lebih peka pada kebutuhan, perhatian, dan gagasan warga komunitas (Ife, 1995 dalam Tony, 2006).
Perserikatan Bangsa-Bangsa (1957), dalam suatu laporannya mengenai konsep dan prinsip-prinsip pengembangan masyarakat, memaparkan sepuluh prinsip yang dianggap dapat diterapkan di seluruh dunia. Sepuluh prinsip tersebut adalah :
(1) Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan harus berhubungan dengan kebutuhan dasar dari masyarakat, program-program (proyek) pertama harus dimulai sebagai jawaban atas kebutuhan yang dirasakan orang-orang;
(2) Kemajuan lokal dapat dicapai melalui upaya-upaya tak saling-terkait dalam setiap bidang dasar, akan tetapi pengembangan masyarakat yang penuh dan seimbang menuntut tindakan bersama dan penyusunan program-program multi-tujuan;
(3) Perubahan sikap orang-orang adalah sama pentingnya dengan pencapaian kemajuan material dari program-program masyarakat selama tahap-tahap awal pembangunan;
(4) Pengembangan masyarakat mengarah pada partisipasi orang-orang yang meningkat dan lebih baik dalam masalah-masalah masyarakat, revitalisasi bentuk-bentuk yang ada dari pemerintah lokal yang efektif apabila hal tersebut belum berfungsi;
(5) Identifikasi, dorongan semangat, dan pelatihan pemimpin lokal harus menjadi tujuan dasar setiap program;
(6) Kepercayaan yang lebih besar pada partisipasi wanita dan kaum muda dalam proyek-proyek pengembangan masyarakat akan memperkuat program-program pembangunan, memapankannya dalam basis yang luas dan menjamin ekspansi jangka panjang;
(7) Agar sepenuhnya efektif, proyek-proyek swadaya masyarakat memerlukan dukungan intensif dan ekstensif dari pemerintah;
(8) Penerapan program-program pengembangan masyarakat dalam skala nasional memerlukan pengadopsian kebijakan yang konsisten, pengaturan administratif yang spesifik, perekrutan dan pelatihan personil, mobilisasi sumberdaya lokal dan nasional, dan organisasi penelitian, eksperimen, dan evaluasi;
(9) Sumberdaya dalam bentuk organisasi-organisasi non-pemerintah harus dimanfaatkan penuh dalam program-program pengembangan masyarakat pada tingkat lokal, nasional, dan internasional; dan
(10) Kemajuan ekonomi dan sosial pada tingkat lokal mensyaratkan pembangunan yang paralel di tingkat nasional (Tonny, 2006).
Prinsip-prinsip tersebut, apabila ditelaah satu per satu, akan memberikan keyakinan mendasar bagi mereka yang bekerja secara profesional dalam program-program pengembangan masyarakat. Mereka belajar bahwa suatu program-program pengembangan masyarakat tak dapat dipaksakan penerapannya dan apabila ingin berakar, harus bersifat lokalitas. Bagi kebanyakan warga dari negara-negara maju, tekanan pada prinsip-prinsip mengenai bantuan pemerintah mungkin akan dirasakan terlalu kuat. Akan tetapi mereka akan terkejut jika memahami besarnya bantuan dari pemerintah pusat dan daerah yang diberikan kepada masyarakat lokal. Artinya, di negara-negara maju program pengembangan masyarakat menekankan pada aspek non-pemerintah. Oleh karena itu, di negara-negara yang kaya sumberdaya ekonomi dan memiliki pemimpin terlatih, pendekatan perorangan dan sukarela dalam pengembangan masyarakat adalah sangat dimungkinkan. Akan tetapi di banyak negara-negara berkembang perlu waktu yang relatif lama melakukan pengembangan masyarakat dengan peranan pemerintah yang semakin berkurang (Tonny, 2006).
Prinsip pengembangan masyarakat tidak bebas satu sama lain, tetapi saling berkaitan mulai dari perspektif ekologi sampai dengan pandangan bahwa pentingnya keadilan sosial sebagai dasar pengembangan masyarakat. Ife (1995) dalam Tony (2006), memaparkan 22 prinsip pengembangan masyarakat (community development) berikut ini :
1. Pembangunan Terpadu (Integrated Development)
Proses pengembangan masyarakat tidak berjalan secara parsial, tetapi merupakan satu kesatuan proses pembangunan yang mencakup aspek sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, lingkungan, dan personal. Keenam aspek tersebut penting dan saling terkait satu-sama lain.
2. Konfrontasi dengan Kebatilan Struktural (Confronting Structural Disadvantage) Prinsip ini mengakar pada perspektif keadilan sosial dalam pengembangan masyarakat. Seorang community workers harus dapat menyadari adanya cara-cara dimana tekanan pada suatu kelas, gender, suku bangsa berlangsung kompleks. Seorang community workers perlu lebih kritis terhadap faktor kontektual (latar belakang warga komunitas, ras, jenis kelamin, sikap berdasarkan kelas warga komunitas dan partisipasi warga komunitas pada struktur penindasan tersebut). Oleh
karena itu community workers harus waspada serta memperhitungkan kompleksitas yang ditemukan dalam suatu komunitas.
3. Hak Asasi Manusia (Human Rights)
Hak asasi manusia sangat mendasar dan penting bagi community workers. Struktur masyarakat dan program yang dikembangkan tidak melanggar hak-hak asasi manusia. Oleh karena itu, program pengembangan masyarakat harus mengacu kepada prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia yang meliputi hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, hak untuk ikutserta dalam kehidupan kultural, hak untuk memperoleh perlindungan keluarga, dan hak untuk self-determination. 4. Keberlanjutan (Sustainablity)
Program pengembangan masyarakat berada dalam kerangka sustainability yang berupaya untuk mengurangi ketergantungan kepada sumberdaya yang tidak tergantikan (non-renewable) dan menciptakan alternatif serta tatanan ekologis, sosial, ekonomi, dan politik yang berkelanjutan di tingkat lokal. Prinsip ini membutuhkan penggunaan secara minimal dari sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui. Hal ini berimplikasi pada masyarakat setempat dalam hal penggunaan lahan, gaya hidup, konservasi, transportasi, dan lain-lain. Pengembangan masyarakat berusaha meminimalisasi ketergantungan pada sumberdaya yang tidak dapat diperbarui dan menggantinya dengan sumberdaya yang dapat diperbaharui.
5. Pemberdayaan (Empowerment)
Pemberdayaan harus menjadi tujuan program pengembangan masyarakat. Makna pemberdayaan adalah membantu komunitas dengan sumberdaya, kesempatan, keahlian, dan pengetahuan agar kapasitas komunitas bisa meningkat. 6. Pribadi dan Politik ( Personal and Political)
Pengembangan masyarakat perlu membangun keterkaitan antara aspek pribadi dan politik, individu dan struktur, dan isu umum. Keterkaitan tersebut terjalin apabila kebutuhan individu, masalah, aspirasi, penderitaan, dan prestasi yang dirasakan dapat diwujudkan dalam bentuk tindakan yang efektif di tingkat komunitas yang kemudian menjadi suatu kekuatan komunitas.
7. Kepemilikan Komunitas (Community Ownership)
Salah satu dasar dari pengembangan masyarakat adalah kepemilikian komunitas. Kepemilikan tersebut menjadi penting untuk membantu menciptakan