• Tidak ada hasil yang ditemukan

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN PELAYANAN INFORMASI OBAT DI APOTEK WILAYAH KOTA TANGERANG SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA KAJIAN PELAYANAN INFORMASI OBAT DI APOTEK WILAYAH KOTA TANGERANG SELATAN"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

KAJIAN PELAYANAN INFORMASI OBAT DI

APOTEK WILAYAH KOTA TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

AHMAD APRIANSYAH

1112102000063

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JANUARI 2017

(2)

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

KAJIAN PELAYANAN INFORMASI OBAT DI

APOTEK WILAYAH KOTA TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

AHMAD APRIANSYAH

1112102000063

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JANUARI 2017

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

Nama : Ahmad Apriansyah

NIM : 1112102000063

Program Studi : Farmasi

Judul skripsi : Kajian Pelayanan Informasi Obat Di Apotek Wilayah Kota Tangerang Selatan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.35 tahun 2014 mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Apoteker memiliki tugas dalam memberikan pelayanan obat dan pelayanan farmasi klinik. Pelayanan farmasi klinik dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat sehingga dapat meningkatkan keberhasilan terapi pasien. Salah satu kegiatan pelayanan farmasi klinik adalah pelayanan informasi obat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan peran Apoteker dalam pelayanan informasi obat di Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan. Metode penelitian menggunakan teknik survei terhadap 50 Apotek. Alat bantu penelitian ini adalah kuisioner. Hasil penelitian dari kuisioner yang diberikan kepada Apoteker menunjukkan 36% Apoteker yang hadir pada saat penelitian. Hasil penelitian menunjukkan penerapan kegiatan pelayanan informasi obat sesuai dengan peraturan yang berlaku adalah mengenai tujuan penggunaan obat 72,22%, waktu penggunaan obat (pagi/siang/malam) 66,66%, waktu penggunaan obat (sebelum/sedang/setelah makan) 66,66%, jumlah frekuensi penggunaan obat 61,11%, jumlah obat sekali minum 61,11%, nama obat 44,44%, indikasi obat 38,88%, interaksi obat (jika terdapat lebih dari 1 obat dalam resep) 5,55%, pencegahan interaksi obat 5,55%, efek samping obat 22,22% dan cara penyimpanan obat 38,88%. Sehingga penerapan pelayanan informasi obat di Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku hanya 38,37% dan dikategorikan buruk. Disarankan bahwa Apoteker harus meningkatkan perannya khususnya dalam pelayanan informasi obat dan pihak pemegang regulasi harus selalu memonitor penerapan standar tersebut.

(7)

vii

Name : Ahmad Apriansyah

NIM : 1112102000063

Study Program : Pharmacy

Title : Study of Drug Information Services in the pharmacies at South Tangerang City

According to Permenkes of The Republic of Indonesia No. 35 year 2014 about the standard of pharmacy services in pharmacies, pharmacists has duties in service of medicine and clinical pharmacy service. Clinical pharmacy service can improve the patient adherence in using drug, hence it can increase the successfullness of patient therapeutic. One of the clinical pharmacy service activities is a drug information service. The purpose of this study was to describe about drug information service in pharmacies located in South Tangerang City. The method of this study used survey on 50 selected pharmacies. The tools of this research is questionnaires. The result showed that 36% pharmacists presented when surveyor visit. The results showed the application of the drug information service in accordance with regulations as follow the purpose use of drug 72,22%, the time of drug use (morning/afternoon/evening) 66,66%, the time of drug use (before/are/after eating) 66,66%, frequency 61,11%, the amount of drug taken 61,11%, the drug’s name 44,44%, the drug indication 38,88%, the drug interaction 5,55%, prevention of drug interaction 5,55%, the side effect 22,22% and drug storage 38,88%. Totally, drug information services that met the standard stated in regulation is 38,37% and categorized as bad. It suggest that pharmacist could improve than role especially in drug information service and the regulation authority should monitor in the application of the standard.

(8)

viii

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala rahmat-Nya yang tak terhingga kepada kita semua. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Syukur atas limpahan cinta serta kasih-Nya sehingga penulis dapat menjalani masa perkuliahan dan penelitian hingga akhirnya menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Kajian Pelayanan Informasi Obat di Apotek Wilayah Kota

Tangerang Selatan”. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi

salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan skripsi ini tentu banyak berbagai kesulitan dan halangan yang menyertai, sehingga penulis tidak terlepas dari doa, bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua penulis, Bapak Ahmad Syukri, S.Sos., M.Si dan Mama Suryani yang selalu menjadi orang tua yang terhebat dalam doa, dukungan moril dan materil sekaligus menjadi alarm disaat kelalaian dalam hal penyelesaian skripsi ini. Mereka laksana ksatria dan bidadari terindah yang diberikan oleh Allah SWT, semoga berkah hidup, kesenangan, kebahagiaan dan kesehatan selalu mengiringi kehidupannya di dunia dan akhirat.

2. Bapak Yardi, Ph.D, Apt dan Ibu Dr. Dra. Delina Hasan. M.Kes.,Apt selaku pembimbing yang telah banyak memberikan waktu, ilmu, tenaga, kesabaran dalam membimbing, memberikan saran, dukungan, kesempatan untuk penulis menuangkan ide dan kepercayaannya selama penelitian berlangsung hingga tersusunnya skripsi ini.

3. Dr. H. Arif Sumatri, SKM, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak motivasi dan bantuan.

4. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya.

(9)

ix

6. Bapak Karyadi, M.Kep, Ph.D, selaku penguji yang telah memberikan waktu dan saran dalam membantu perbaikan skripsi ini.

7. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si, Apt., selaku penguji yang telah memberikan waktu dan saran dalam membantu perbaikan skripsi ini.

8. Instansi Pemerintahan Kota Tangerang Selatan, Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan dan KESBANGPOLINMAS Kota Tangerang Selatan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Kota Tangerang Selatan. 9. Bapak Dany Kurniawan, S.Farm., Apt., selaku Ketua Pengurus Cabang Ikatan Apoteker Indonesia Kota Tangerang Selatan yang telah mendukung penelitian ini.

10. Bapak/Ibu Apoteker dan pasien yang telah memberikan waktu dalam hal pengisian kuisioner penelitian ini.

11. Tirah Mawaddah, yang selalu sabar serta setia menemani dan mendukung secara moril dalam pembuatan skripsi ini.

12. Johanrik, S.Farm, yang membantu dalam mengelola data hasil penelitian ini. 13. Hary Abdul Rahman, S.Far dan Boy Reynaldi Noor, S.Far, yang menjadi

teman selama masa perkuliahan.

14. BP BPH ISMAFARSI 2014-2016, yang selalu menjadi inspirasi dalam hal membangun farmasi di Indonesia sehingga memunculkan ide untuk mengambil judul skripsi ini.

15. Serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah mendukung hingga terwujudnya skripsi ini.

(10)

x

memberikan manfaat untuk banyak pihak dan memberikan kontribusi dalam ilmu pengetahuan. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian ini.

Tangerang Selatan, 17 Januari 2017

(11)

xi

Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Ahmad Apriansyah

NIM : 1112102000063

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu dan pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya dengan judul

KAJIAN PELAYANAN INFORMASI OBAT DI APOTEK WILAYAH KOTA TANGERANG SELATAN

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Dibuat di : Tangerang Selatan Tanggal : 17 Januari 2016

Yang menyatakan,

(12)

xii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... xi

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan Penelitian ... 4 1.3.1 Tujuan Umum ... 4 1.3.2 Tujuan Khusus ... 4 1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1 Manfaat Penelitian Secara Teoritis ... 4

1.4.2 Manfaat Penelitian Secara Metodologis ... 4

1.4.3 Manfaat Penelitian Secara Aplikatif ... 4

1.5 Ruang lingkup penelitian ... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Gambaran Umum Kota Tangerang Selatan ... 6

2.2 Peran Apoteker ... 6

2.3 Apotek ... 8

(13)

xiii

2.5.2 Dispensing ... 11

2.5.3 Pelayanan Informasi Obat ... 13

2.5.4 Konseling ... 14

2.5.5 Pelayanan Kefarmasian di rumah ... 16

2.5.6 Pemantauan Terapi Obat ... 16

2.5.7 Monitoring Efek Samping Obat ... 17

BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 18

3.1. Kerangka Konsep ... 18

3.2. Definisi Operasional ... 19

BAB 4. METODE PENELITIAN ... 29

4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

4.1.1 Lokasi ... 29

4.1.2 Waktu penelitian ... 29

4.2. Rancangan Penelitian ... 29

4.3. Populasi dan Sampel ... 30

4.3.1 Populasi ... 30

4.3.2 Sampel... 30

4.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 31

4.4.1 Kriteria Inklusi ... 31 4.4.2 Kriteria Eksklusi ... 31 4.5. Langkah Penelitian... 32 4.5.1 Penelitian Pendahuluan ... 32 4.5.2 Instrumen Penelitian ... 32 4.5.3 Validasi Instrumen ... 32 4.5.4 Sumber Data... 32

4.5.5 Teknik Pengumpulan Data ... 33

(14)

xiv

4.7. Alur Penelitian ... 35

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

5.1. Gambaran Kehadiran Apoteker di Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan ... 37

5.2. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Informasi Obat di Apotek Wilayah Kota Tangerang Selatan ... 41

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

6.1. Kesimpulan ... 43

6.2. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(15)

xv

Tangerang Selatan ... ... ... 37 Tabel 5.1.2 Karakteristik Apoteker yang hadir di Apotek saat penelitian ... ... 39 Tabel 5.2 Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Informasi Obat yang diberikan

(16)

xvi

penelitian ... ... 49 Lampiran 2. Perhitungan Frekuensi Kehadiran Apoteker di Apotek Wilayah

Kota Tangerang Selatan ... ... 51 Lampiran 3. Perhitungan Presentase Kegiatan Pelayanan Informasi Obat yang

diberikan Apoteker di Apotek dan Persentase Pelaksanaan Pelayanan Informasi Obat ... ... 52

(17)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kefarmasian serta makin tingginya kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesehatan, para petugas kefarmasian dituntut meningkatkan pula kemampuan dan kecakapan dalam rangka mengatasi permasalahan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. Dalam konteks pelaksanaan pelayanan kefarmasian, Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 menyatakan bahwa pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan pengobatan untuk mencapai hasil yang optimal sehingga meningkatkan mutu kehidupan pasien serta menegaskan bahwa pekerjaan kefarmasian pada pelayanan kefarmasian dilakukan oleh Apoteker (PP No.51 RI, 2009)

Sebagai konsekuensinya, Apoteker dituntut untuk meningkatkan kepatuhan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat, dan mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Selain itu, Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menerapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional (Kemenkes RI, 2004).

Hal itupun diterapkan juga di beberapa fasilitas kesehatan terutama Apotek. Pelayanan apotek saat ini telah berubah orientasi dari drug oriented menjadi patient oriented dengan berasaskan pharmaceutical care. Kegiatan pelayanan farmasi yang awalnya hanya berfokus pada pengelolaan obat diubah menjadi pelayanan menyeluruh yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Handayani, Rini S, Retno G, Muktinigsih SR, Raharni, 2006). Salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian yang mengacu pada konsep pharmaceutical

(18)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

care secara nyata dapat dilihat dari kualitas pelayanan informasi obat di apotek (Susyanty AL, Sri H, 2007). Obat merupakan produk khusus yang memerlukan keamanan yang tinggi bagi pemakainya, sehingga pasien sebagai pengguna obat sangat perlu dibekali informasi yang memadai tentang obat yang dikonsumsinya (Schommer JC, Joseph BW, 1994). Selain itu, bagi Apoteker, pelayanan informasi obat dapat digunakan untuk mengidentifikasi, memecahkan, dan mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dengan obat (drug related problems) sehingga tujuan terapi yaitu kesembuhan pasien dapat tercapai (Nita Y, Umi A, I Nyoman W, Ratna KI, Merisya H, 2008). Pelayanan informasi obat yang ada saat ini masih berupa cara dan aturan pakai obat. Selain itu, tingkat kepuasan terendah pada pelayanan kefarmasian di apotek adalah atribut pemberian informasi saat obat diserahkan ke pasien (Mas’ud, 2009). Apoteker bertanggung jawab dalam pelayanan informasi obat belum melaksanakannya dengan baik. Dalam pelayanan informasi obat ini, peran Apoteker sangatlah penting. bila peran dan tanggung jawab ini dijalankan dengan benar, akan membentuk suatu penilaian di mata masyarakat. Salah satu bentuk penilaian tersebut dapat dilihat dari tingkat kepuasan pasien yang dapat dijadikan sebagai indikator dalam evaluasi mutu pelayanan, khususnya pelayanan informasi obat.

Namun banyaknya penelitian menemukan bahwa banyak Apoteker yang belum sepenuhnya menunjukkan perannya untuk memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien, hal ini tertera jelas dalam hasil penelitian terbaru sebelumnya Suci, PR, 2015 di Kecamatan Tarogong Kaler menunjukkan bahwa kehadiran Apoteker di Apotek hanya 30% dan masuk dalam kategori buruk. Penelitian serupa dilakukan oleh Kwando, RR 2014 di wilayah Surabaya Timur yaitu 61,3% dan masuk dalam kategori sedang. Pada tahun 2009 oleh Adelina BR.G menunjukkan 52,49 Apoteker tidak hadir setiap hari di Medan dan tahun 2003 oleh Angki, P menunjukkan 54,7% Apoteker tidak bekerja penuh di Jakarta.

Dengan berbagai data diatas, sesadarnya Apoteker dituntut untuk selalu hadir dalam hal keberlangsungan pelayanan kefarmasian di Apotek yang akan diberikan kepada pasien. Hal ini akan berkaitan juga dengan penelitian di Apotek Farmasi Airlangga Surabaya yang menyatakan Drug Related Problems (DRPs)

(19)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

terjadi pada resep polifarmasi di Apotek, dengan persentase Adverse Drug

Reactions (ADRs) sebanyak 27 kejadian (40,30%) dan ketidakpatuhan sebanyak

24 kejadian (35,82%) dan karena hal tersebut peran Apoteker di Apotek diperlukan untuk hal tersebut (Christina A.K. Dewi, et al., 2014). Data-data fakta diatas menjadi pemicu ketertarikan peneliti untuk meneliti pelayanan informasi obat di Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan.

1.2 Rumusan Masalah

Pelayanan kefarmasian di Apotek sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.35 tahun 2014 mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yaitu tercantum dalam Bab Pendahuluan dimana farmasi dalam hal ini Apoteker harus memberikan pelayanan obat dan pelayanan klinik. Pelayanan obat mencakup penjaminan mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengelolaan obat. Sedangkan pelayanan klinik mencakup pengkajian resep, dispensing, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care), pemantauan terapi obat (PTO) dan monitoring efek samping obat (Permenkes RI No.35, 2014). Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah pelayanan informasi obat di Apotek.

Pentingnya pelayanan informasi obat kepada pasien adalah untuk mencapai hasil pengobatan yang optimal sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Dampak dari tidak adanya pelayanan informasi obat salah satu contohnya adalah jika pasien yang memiliki resep lebih dari 1 obat, kemungkinan terdapat adanya interaksi obat maupun efek samping obat meningkat. Belum terdapatnya informasi mengenai pelayanan informasi obat di Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan menjadi ketertarikan peneliti untuk melihat bagaimana gambaran pelayanan informasi obat di Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan.

(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mendapatkan gambaran pelayanan informasi obat di Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kehadiran dan karakteristik Apoteker yang berada di Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan.

b. Mengetahui pelaksanaan pelayanan informasi obat di Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan serta

wawasan mengenai pelayanan informasi obat di Apotek.

1.4.2 Secara Metodologi

Metode penelitian ini dapat menjadi referensi untuk diaplikasikan pada penelitian pelayanan informasi obat di Apotek untuk daerah lain.

1.4.3 Secara Aplikatif

Hasil penelitian diharapkan akan menjadi gambaran untuk pembanding sejauh mana penerapan pelayanan farmasi klinik yang sudah diatur oleh berbagai peraturan dengan keadaan yang terjadi di Apotek yang akan ditunjukkan oleh hasil penelitian ini. Sehingga dapat menjadi bahan masukan atau evaluasi untuk para ahli profesi Apoteker dalam hal memperbaiki atau meningkatkan pelayanan kefarmasian di Apotek.

(21)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini berjudul Kajian Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek Wilayah Kota Tangerang Selatan. Kegiatan pelayanan farmasi klinik menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yaitu pengkajian resep, dispensing, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care), pemantauan terapi obat (PTO) dan monitoring efek samping obat (MESO). Namun yang akan dikaji pada penelitian ini adalah tahap pelayanan informasi obat (PIO) kepada pasien. Sampel penelitian ini adalah 50 Apotek dari populasi 362 Apotek di Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini dilakukan di Kota Tangerang Selatan yang dilakukan selama 3 bulan pada bulan September-November 2016. Teknik yang dilakukan dalam penelitian ini berupa pemantauan terhadap kegiatan pelayanan informasi obat yang menjadi fokus penelitian.

(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Kota Tangerang Selatan

Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Provinsi Banten. Kota Tangerang Selatan terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 49 (empat puluh sembilan) kelurahan dan 5 (lima) desa. Batas wilayah Kota Tangerang Selatan adalah sebelah utara berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang, sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang. Data Sensus Penduduk Kota Tangerang Selatan 1.443.403 jiwa pada tahun 2013. Menurut Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, jumlah seluruh Apotek di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2016adalah 362 Apotek.

2.2 Peran Apoteker

Apoteker butuh keterampilan dan sikap untuk melakukan fungsi-fungsi sebagai tenaga medis kesehatan. Konsep seven-star pharmacist diperkenalkan oleh WHO dan diambil oleh FIP pada tahun 2000 sebagai kebijaksanaan tentang praktek pendidikan farmasi yang baik (Good Pharmacy Education Practice) (Daris, 2006). Di Indonesia, menerapkan hal yang sama tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 tahun 2014 dimana Apoteker harus menerapkan konsep seven star pharmacist. Berikut peran farmasis yang digariskan oleh WHO dengan istilah “seven star pharmacist” meliputi (Firmansyah, 2009) :

1. Pemberi Pelayanan

Dalam memberikan pelayanan mereka harus memandang pekerjaan mereka sebagai bagian dan terintegrasi dengan sistem pelayanan kesehatan dan profesi lainnya. Pelayanannya harus dengan mutu yang tinggi.

(23)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Pembuat Keputusan

Penggunaan sumber daya yang tepat, bermanfaat, aman dan tepat guna seperti SDM, obat-obatan, bahan kimia, perlengkapan, prosedur dan pelayanan harus merupakan dasar kerja dari apoteker. Pada tingkat lokal dan nasional apoteker memainkan peran dalam penyusunan kebijaksanaan obat-obatan. Pencapaian tujuan ini memerlukan kemampuan untuk mengevaluasi, menyintesa informasi dan data serta memutuskan kegiatan yang paling tepat.

3. Komunikator

Apoteker adalah merupakan posisi ideal untuk mendukung hubungan antara dokter dan pasien dan untuk memberikan informasi kesehatan dan obat-obatan pada masyarakat. Dia harus memiliki ilmu pengetahuan dan rasa percaya diri dalam berintegrasi dengan profesi lain dan masyarakat. Komunikasi itu dapat dilakukan secara verbal ( langsung ) non verbal , mendengarkan dan kemampuan menulis. 4. Manajer

Apoteker harus dapat mengelola sumber daya (SDM, fisik dan keuangan), dan informasi secara efektif . Mereka juga harus senang dipimpin oleh orang lainnya , apakah pegawai atau pimpinan tim kesehatan. Teknologi informasi akan merupakan tantangan ketika apoteker melaksanakan tanggung jawab yang lebih besar untuk bertukar informasi tentang obat dan produk yang berhubungan dengan obat serta kualitasnya.

5. Long Life Learner

Konsep-konsep, prinsip-prinsip, komitmen untuk pembelajaran jangka panjang harus dimulai disamping yang diperoleh di sekolah dan selama bekerja. Apoteker harus belajar bagaimana menjaga ilmu pengetahuan dan keterampilan mereka seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6. Pengajar

Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk membantu pendidikan dan pelatihan generasi berikutnya dan masyarakat. Sumbangan sebagai guru tidak hanya membagi ilmu pengetahuan pada yang lainnya, tapi juga memberi peluang pada praktisi lainnya untuk memperoleh pengetahuan dan menyesuaikan ketrampilan yang telah dimilikinya.

7. Pemimpin

Dalam situasi pelayanan multi disiplin atau dalam wilayah dimana pemberi pelayanan kesehatan lainnya ada dalam jumlah yang sedikit, apoteker diberi tanggung jawab untuk menjadi pemimpin dalan semua hal yang menyangkut kesejahteraan pasien dan masyarakat. Kepemimpinan apoteker melibatkan rasa empati dan kemampuan membuat keputusan , berkomunikasi dan memimpin secara efektif. Seseorang apoteker yang memegang peranan sebagai pemimpin harus mempunyai visi dan kemampuan memimpin.

Dalam situasi pelayanan multi disiplin atau dalam wilayah dimana pemberi pelayanan kesehatan lainnya ada dalam jumlah yang sedikit, apoteker diberi tanggung jawab untuk menjadi pemimpin dalan semua hal yang menyangkut kesejahteraan pasien dan masyarakat. Kepemimpinan apoteker melibatkan rasa empati dan kemampuan membuat keputusan, berkomunikasi dan memimpin secara efektif. Seseorang apoteker yang memegang peranan sebagai pemimpin harus mempunyai visi dan kemampuan memimpin ( Firmansyah, 2009)

2.3 Apotek

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker (PMK no 35 tahun 2014). Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku Apotek harus dikelola oleh seorang Apoteker yang

(25)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

profesional. Apotek berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata Apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh Apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. (KMK no.1027, 2004)

2.4 Pelayanan Kefarmasian (Kemenkes RI, 2005)

Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Maka dari itu, pelayanan kefarmasian dibuat suatu standarisasi yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian; menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

Konsep pelayanan kefarmasian lahir karena kebutuhan untuk bisa mengkuantifikasi pelayanan kefarmasian yang diberikan, baik di klinik maupun di apotik (komunitas), sehingga peran Apoteker dalam pelayanan kepada pasien dapat terukur. Penekanan pelayanan kefarmasian terletak pada dua hal utama, yaitu :

 Apoteker menentukan pelayanan kefarmasian yang dibutuhkan pasien sesuai kondisi penyakit

 Apoteker membuat komitmen untuk meneruskan pelayanan setelah dimulai secara berkesinambungan

Berkembangnya paradigma baru tentang pelayanan kefarmasian ini tidak jarang mengundang salah pengertian profesi kesehatan lain. Oleh sebab itu, perlu ditekankan bahwa pelayanan kefarmasian yang dilakukan seorang Apoteker

(26)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

bukan untuk menggantikan dokter atau profesi lain, namun lebih pada pemenuhan kebutuhan dalam sistem pelayanan kesehatan yang muncul, antara lain:

 Adanya kecenderungan polifarmasi, terutama untuk pasien lanjut usia ataupun penderita penyakit kronis.

 Makin beragamnya produk obat yang beredar di pasaran berikut informasinya

 Peningkatan kompleksitas terapi obat

 Peningkatan morbiditas & mortalitas yang disebabkan masalah terapi obat  Mahalnya biaya terapi apalagi bila disertai kegagalan terapi

Secara prinsip, pelayanan kefarmasian terdiri dari beberapa tahap yang harus dilaksanakan secara berurutan:

 Penyusunan informasi dasar atau database pasien  Evaluasi atau pengkajian (Assessment)

 Penyusunan rencana pelayanan kefarmasian (RPK)  Implementasi RPK

 Monitoring implementasi  Tindak lanjut (follow up)

Untuk lingkungan praktek yang minim data pasien seperti di Apotek, maka perlu penyesuaian dalam praktek pelayanan kefarmasian. Tahap penyusunan dan evaluasi informasi dengan cara wawancara (interview) menjadi tumpuan untuk menentukan tahap selanjutnya dalam pelayanan kefarmasian.

2.5 Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek

Pelayanan farmasi klinik di Apotek diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014, pelayanan yang dilakukan adalah pengkajian resep, dispensing, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care), pemantauan terapi obat (PTO) dan monitoring efek samping obat (MESO).

(27)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.5.1 Pengkajian Resep (Permenkes RI, 2014)

Kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.

 Kajian administratif meliputi:

a. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan

b. nama dokter, nomor surat izin praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf

c. tanggal penulisan resep

 Kajian kesesuaian farmasetik meliputi : a. bentuk dan kekuatan sediaan b. stabilitas

c. kompatibilitas (ketercampuran obat)  Pertimbangan klinis meliputi :

a. ketepatan indikasi dan dosis obat b. aturan, cara dan lama penggunaan obat c. duplikasi dan/atau polifarmasi

d. reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain)

e. kontraindikasi f. interaksi

Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis resep.

2.5.2 Dispensing (Permenkes RI, 2014)

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut :

 Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep :

(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat.

 Melakukan peracikan obat bila diperlukan  Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:

a. warna putih untuk obat dalam/oral; b. warna biru untuk obat luar dan suntik;

c. menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.

 Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah.

Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut :

a. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep);

b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien; c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;

d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat;

e. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain;

f. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil;

g. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya;

h. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh Apoteker (apabila diperlukan);

(29)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

i. Menyimpan resep pada tempatnya;

j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien

Apoteker di Apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.

2.5.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO) (Permenkes RI, 2014)

Pelayanan Informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metode pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain.

Kegiatan pelayanan informasi obat di Apotek meliputi: a. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;

b. membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan);

c. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;

d. memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi;

e. melakukan penelitian penggunaan obat;

f. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah; g. melakukan program jaminan mutu.

(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pelayanan informasi obat harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan informasi obat :

 Topik pertanyaan;

 Tanggal dan waktu pelayanan informasi obat diberikan;

 Metode pelayanan informasi obat (lisan, tertulis, lewat telepon);  Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti

riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium);

 Uraian pertanyaan;  Jawaban pertanyaan;  Referensi;

 Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, per telepon) dan data Apoteker yang memberikan pelayanan informasi obat.

2.5.4 Konseling (Permenkes RI, 2014)

Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan Health Belief

Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga

pasien sudah memahami obat yang digunakan.

Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling :

a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).

b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi).

(31)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

c. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).

d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin).

e. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.

f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah. Tahap kegiatan konseling :

 Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien

Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three

Prime Questions, yaitu:

- Apa yang disampaikan dokter tentang obat Anda?

- Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat Anda?

- Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi obat tersebut?

 Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat

 Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan obat

 Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling.

(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.5.5 Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care) (Permenkes

RI, 2014)

Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis pelayanan kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker, meliputi :

a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan

b. Identifikasi kepatuhan pasien

c. Pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian obat asma, penyimpanan insulin

d. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum

e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan obat berdasarkan catatan pengobatan pasien

f. Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah

2.4.6 Pemantauan Terapi Obat (PTO) (Permenkes RI, 2014)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.

Kriteria pasien:

a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui. b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.

c. Adanya multidiagnosis.

d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati. e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.

f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang merugikan.

(33)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kegiatan:

 Memilih pasien yang memenuhi kriteria.

 Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat dan riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain

 Melakukan identifikasi masalah terkait obat. Masalah terkait obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian obat tanpa indikasi, pemilihan obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi obat yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi obat

 Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi

 Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki

 Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi.

 Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi obat

2.5.7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO) (Permenkes RI, 2014)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.

Kegiatan:

a. Mengalami efek samping obat.

b. Mengisi formulir monitoring efek samping obat (MESO) c. Melaporkan ke pusat monitoring efek samping obat nasional

(34)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang dilakukan (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini karakteristik Apoteker serta pemahaman terhadap pelayanan informasi obat akan mempengaruhi penerapan pelayanan informasi obat di Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan.

Pelayanan Informasi Obat

Informasi Obat yang harus selalu dilakukan :

1. Tujuan penggunaan obat 2. Waktu penggunaan obat

(pagi/siang/malam) 3. Waktu penggunaan obat

(sebelum/sedang/setelah makan) 4. Frekuensi penggunaan obat 5. Jumlah obat yang diminum saat

sekali minum

6. Menyebutkan nama obat 7. Indikasi obat

8. Interaksi obat

9. Pencegahan interaksi obat 10. Efek samping obat

11. Cara penyimpanan obat

Karakteristik Apoteker & Pemahaman terhadap Pelayanan

Informasi Obat 1. Karakteristik Apoteker

 Kehadiran Apoteker  Status Apoteker  Umur Apoteker

 Jenis Kelamin Apoteker  Pendidikan Terakhir Apoteker  Status Kepemilikan Apotek  Pengalaman menjadi Apoteker

pengelola Apotek

2. Pemahaman terhadap Pelayanan Informasi Obat

 Pengalaman mengikuti pelatihan mengenai pelayanan informasi obat

 Pengetahuan mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

(35)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan. Definisi operasional dari variabel penelitian penting dan diperlukan agar pengukuran variabel atau pengumpulan data (variabel) tersebut konsisten antara responden satu dengan responden lainnya (Notoatmodjo, 2012). Berikut ini definisi operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian :

a. Apotek adalah sarana kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker (Menkes RI, 2014)

b. Apoteker penanggung jawab Apotek adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker yang bekerja di Apotek dan menjabat sebagai penanggung jawab Apotek (Menkes RI, 2014)

c. Apoteker pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotek disamping Apoteker pengelola Apotek dan atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka Apotek.

d. Hasil penerapan pelayanan informasi obat di Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan adalah hasil data pengisian kuisioner yang diberikan kepada Apoteker yang hadir di Apotek pada saat penelitian.

(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta KARAKTERISTIK APOTEKER

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara

Mengukur

Ukuran Skala

1 Kehadiran Apoteker

A. Frekuensi Kehadiran

B. Waktu Kehadiran

Apoteker yang hadir di Apotek yang menjadi sampel penelitian pada saat peneliti datang.

Jangka kehadiran Apoteker saat berada di Apotek

Keberadaan Apoteker dalam kurun waktu sehari

Kuisioner Kuisioner Survey Memberikan ceklis ( √ ) pada kuisioner pada bagian frekusensi kehadiran dalam seminggu Memberikan ceklis ( √ ) pada kuisioner pada bagian waktu kehadiran a. Skor 1

Hadir di Apotek pada saat penelitian b. Skor 0

Tidak hadir pada saat penelitian

a. Skor 1

Hadir pada saat setiap hari kerja

b. Skor 0

Tidak hadir pada saat setiap hari kerja (kurang dari 3x seminggu, 1x setiap 2 minggu dan 1x setiap bulan)

a. Skor 1

Hadir pagi & sore b. Skor 0

Tidak hadir pagi & sore (pagi saja dan sore aja)

Skala nominal

Skala nominal

Skala nominal

2 Status Apoteker Posisi Apoteker berdasarkan Apoteker Penanggungjawab atau Apoteker Pendamping pada suatu Apotek

Menanyakan langsung kepada Apoteker a. Skor 2 Apoteker Penanggungjawab Apotek b. Skor 1 Apoteker Pendamping Skala nominal

(37)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3 Umur Apoteker Usia Apoteker pada saat peneliti datang berdasarkan tanggal

lahir Apoteker Kuisioner Mengisi isian pada kuisioner pada bagian usia Apoteker a. Skor 4 < 25 tahun b. Skor 3 25 – 30 tahun c. Skor 2 31 – 35 tahun d. Skor 1 > 35 tahun Skala nominal

4 Jenis Kelamin Apoteker Keadaan fisik jenis kelamin dari Apoteker pada saat peneliti datang Kuisioner Memberikan lingkaran pada kuisioner pada bagian jenis kelamin a. Skor 2 Laki – laki b. Skor 1 Perempuan Skala nominal 5 Pendidikan Terakhir Apoteker

Pendidikan formil terakhir dari Apoteker pada saat peneliti datang Kuisioner Memberikan lingkaran pada kuisioner pada bagian pendidikan terakhir a. Skor 3 Apoteker b. Skor 2 S-2 C. Skor 1 S-3 Skala nominal 6 Status Kepemilikan Apotek

Status kepemilikan Apotek yang terdiri Apotek milik sendiri, Apotek yang berstatus kepemilikan bersama dengan pemodal dan Apotek milik pemodal.

Kuisioner Memberikan ceklis ( √ ) pada kuisioner pada bagian Status Kepemilikan Apotek a. Skor 3 Milik Sendiri b. Skor 2 Kepemilikan bersama dengan pemodal c. Skor 1 Milik pemodal Skala nominal 7 Pengalaman menjadi Apoteker pengelola Apotek

Berapa lama pengalaman Apoteker menjadi pengelola Apotek dari pertama kali hingga sampai peneliti datang ke Apotek.

Kuisioner Memberikan ceklis ( √ ) pada kuisioner a. Skor 4 < 1 tahun b. Skor 3 1 - 10 tahun Skala nominal

(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bagian Pengalaman menjadi Apoteker pengelola Apotek c. Skor 2 11 – 20 tahun d. Skor 1 > 20 tahun

PEMAHAMAN TERHADAP PELAYANAN INFORMASI OBAT

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara

Mengukur

Ukuran Skala

1 Pengalaman mengikuti pelatihan mengenai pelayanan informasi obat

Pernah atau tidaknya Apoteker mengikuti suatu pelatihan atau seminar mengenai Pelayanan Informasi Obat di Apotek.

Kuisioner Memberikan ceklis ( √ ) pada kuisioner pada bagian Status Kepemilikan Apotek a. Skor 1 Pernah mengikuti pelatihan PIO b. Skor 0

Tidak pernah mengikuti pelatihan PIO

Skala nominal

2 Pengetahuan mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Tahu atau tidaknya Apoteker mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang sudah diatur oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yang harus diterapkan di setiap Apotek. Kuisioner Memberikan ceklis ( √ ) pada kuisioner pada bagian Pengetahuan mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek a. Skor 1 Mengetahui b. Skor 0 Tidak mengetahui Skala nominal

PELAYANAN INFORMASI OBAT

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara

Mengukur

Ukuran Skala

1 Tujuan Penggunaan Obat Apoteker selalu melakukan penjelasan mengenai tujuan penggunaan obat saat pemberian obat kepada pasien.

Kuisioner Memberikan ceklis ( √ ) pada a. Skor 1 Tidak dilakukan b. Skor 2 Skala nominal

(39)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kuisioner pada bagian Kegitan Pelayanan Informasi Obat No.1 Jarang dilakukan c. Skor 3 Sering dilakukan d. Skor 4 Selalu dilakukan Pengkategorian penerapan berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek : a. Skor 1,2 dan 3 Tidak diterapkan b. Skor 4 Diterapkan 2 Waktu Penggunaan Obat

(pagi/siang/malam)

Apoteker selalu melakukan penjelasan mengenai waktu penggunaan obat (pagi/siang/malam) saat pemberian obat kepada pasien. Kuisioner Memberikan ceklis ( √ ) pada kuisioner pada bagian Kegitan Pelayanan Informasi Obat No.2 a. Skor 1 Tidak dilakukan b. Skor 2 Jarang dilakukan c. Skor 3 Sering dilakukan d. Skor 4 Selalu dilakukan Pengkategorian penerapan berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek : a. Skor 1,2 dan 3 Tidak diterapkan b. Skor 4 Diterapkan Skala nominal

3 Waktu Penggunaan Obat (sebelum/sedang/setelah makan)

Apoteker selalu melakukan penjelasan mengenai waktu penggunaan obat (sebelum/sedang/setelah makan) saat pemberian obat kepada pasien.

Kuisioner Memberikan ceklis ( √ ) pada a. Skor 1 Tidak dilakukan b. Skor 2 Skala nominal

(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kuisioner pada bagian Kegitan Pelayanan Informasi Obat No.3 Jarang dilakukan c. Skor 3 Sering dilakukan d. Skor 4 Selalu dilakukan Pengkategorian penerapan berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek : a. Skor 1,2 dan 3 Tidak diterapkan b. Skor 4 Diterapkan 4 Frekuensi Penggunaan Obat

Apoteker selalu melakukan penjelasan mengenai frekuensi penggunaan obat saat pemberian obat kepada pasien.

Kuisioner Memberikan ceklis ( √ ) pada kuisioner pada bagian Kegitan Pelayanan Informasi Obat No.4 a. Skor 1 Tidak dilakukan b. Skor 2 Jarang dilakukan c. Skor 3 Sering dilakukan d. Skor 4 Selalu dilakukan Pengkategorian penerapan berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek : a. Skor 1,2 dan 3 Tidak diterapkan b. Skor 4 Diterapkan Skala nominal

5 Jumlah obat yang diminum saat sekali minum

Apoteker selalu melakukan penjelasan mengenai jumlah obat yang diminum saat sekali minum saat pemberian obat kepada pasien. Kuisioner Memberikan ceklis ( √ ) pada a. Skor 1 Tidak dilakukan b. Skor 2 Skala nominal

(41)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kuisioner pada bagian Kegitan Pelayanan Informasi Obat No.5 Jarang dilakukan c. Skor 3 Sering dilakukan d. Skor 4 Selalu dilakukan Pengkategorian penerapan berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek : a. Skor 1,2 dan 3 Tidak diterapkan b. Skor 4 Diterapkan 6 Menyebutkan nama obat Apoteker selalu menyebutkan nama obat saat pemberian obat

kepada pasien. Kuisioner Memberikan ceklis ( √ ) pada kuisioner pada bagian Kegitan Pelayanan Informasi Obat No.6 a. Skor 1 Tidak dilakukan b. Skor 2 Jarang dilakukan c. Skor 3 Sering dilakukan d. Skor 4 Selalu dilakukan Pengkategorian penerapan berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek : a. Skor 1,2 dan 3 Tidak diterapkan b. Skor 4 Diterapkan Skala nominal

7 Indikasi Obat Apoteker selalu melakukan penjelasan mengenai indikasi obat saat pemberian obat kepada pasien.

Kuisioner Memberikan ceklis ( √ ) pada a. Skor 1 Tidak dilakukan b. Skor 2 Skala nominal

(42)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kuisioner pada bagian Kegitan Pelayanan Informasi Obat No.7 Jarang dilakukan c. Skor 3 Sering dilakukan d. Skor 4 Selalu dilakukan Pengkategorian penerapan berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek : a. Skor 1,2 dan 3 Tidak diterapkan b. Skor 4 Diterapkan 8 Interaksi Obat Apoteker selalu melakukan penjelasan mengenai interaksi

obat saat pemberian obat kepada pasien.

Kuisioner Memberikan ceklis ( √ ) pada kuisioner pada bagian Kegitan Pelayanan Informasi Obat No.8 a. Skor 1 Tidak dilakukan b. Skor 2 Jarang dilakukan c. Skor 3 Sering dilakukan d. Skor 4 Selalu dilakukan Pengkategorian penerapan berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek : a. Skor 1,2 dan 3 Tidak diterapkan b. Skor 4 Diterapkan Skala nominal 9 Pencegahan Interaksi Obat

Apoteker selalu melakukan penjelasan mengenai pencegahan interaksi obat saat pemberian obat kepada pasien.

Kuisioner Memberikan ceklis ( √ ) pada a. Skor 1 Tidak dilakukan b. Skor 2 Skala nominal

(43)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kuisioner pada bagian Kegitan Pelayanan Informasi Obat No.9 Jarang dilakukan c. Skor 3 Sering dilakukan d. Skor 4 Selalu dilakukan Pengkategorian penerapan berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek : a. Skor 1,2 dan 3 Tidak diterapkan b. Skor 4 Diterapkan 10 Efek Samping Obat Apoteker selalu melakukan penjelasan mengenai efek

samping obat saat pemberian obat kepada pasien.

Kuisioner Memberikan ceklis ( √ ) pada kuisioner pada bagian Kegitan Pelayanan Informasi Obat No.10 a. Skor 1 Tidak dilakukan b. Skor 2 Jarang dilakukan c. Skor 3 Sering dilakukan d. Skor 4 Selalu dilakukan Pengkategorian penerapan berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek : a. Skor 1,2 dan 3 Tidak diterapkan b. Skor 4 Diterapkan Skala nominal

11 Cara Penyimpanan Obat Apoteker selalu melakukan penjelasan mengenai cara penyimpanan obat saat pemberian obat kepada pasien.

Kuisioner Memberikan ceklis ( √ ) pada a. Skor 1 Tidak dilakukan b. Skor 2 Skala nominal

(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kuisioner pada bagian Kegitan Pelayanan Informasi Obat No.11 Jarang dilakukan c. Skor 3 Sering dilakukan d. Skor 4 Selalu dilakukan Pengkategorian penerapan berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek : a. Skor 1,2 dan 3 Tidak diterapkan b. Skor 4 Diterapkan 12 Penerapan Pelayanan Informasi Obat

Penerapan kegiatan pelayanan informasi obat yang harus selalu dilakukan Apoteker di Apotek

Kuisioner Hasil perhitungan skor akan dibuat rata-rata persentase dan digolongkan dalam kategori sebagai berikut (Harianti dkk, 2006) : a. 90%-100% = amat baik b. 80%-90% = baik c. 70%-80% = sedang d. 60%-70% = kurang baik e. <60% = buruk Hasilnya akan menunjukkan penggolongan penerapan pelayanan informasi obat di Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan

(45)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.1.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Kota Tangerang Selatan. Alasan pemilihan karena kota asal peneliti dan kota yang belum terdata perkembangan penelitian dengan teknik yang akan dilakukan ini.

4.1.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan April 2016 dan waktu pengumpulan dan pengolahan data serta pembahasan dilakukan pada bulan Agustus - November 2016.

4.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian jenis deskriptif yang menjelaskan peran Apoteker dalam pelayanan farmasi klinik khususnya pelayanan informasi obat di Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mendeskripsikan atau menguraikan fenomena atau situasi masalah di suatu tempat, misalnya komunitas, puskesmas, rumah sakit, dan lain-lain. (Notoatmodjo, 2005).

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Apotek yang berada di wilayah Kota Tangerang Selatan. Sedangkan populasi sasaran dari penelitian ini adalah Apoteker atau petugas Apotek (non Apoteker) di seluruh Apotek yang berada di wilayah Kota tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan sampai bulan April 2016 didapat jumlah populasi Apotek di Kota Tangerang Selatan sebanyak 362 Apotek.

(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.3.2 Sampel

Berdasarkan jumlah populasi yang sudah diketahui yaitu 362 Apotek maka jumlah unit sampel Apotek dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Lwanga dan Lemeshow, 1991 dikutip dari Jurnal umi athiyah et al., 2014) :

Keterangan :

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi Apotek

p = Estimator proporsi populasi, sebesar 0.3 q = 1-p

Zα2

= Nilai kurva normal yang tergantung dari α (α = 5% maka Zα2 = 1.96) d = Toleransi kesalahan (10%)

Berdasarkan hasil perhitungan maka didapat hasil 37 sebagai jumlah minimal yang diperlukan dalam penelitian maka dilakukan pembulatan jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu 50 Apotek dengan unit sampel (sasaran penelitian) Apoteker atau petugas Apotek. Setelah jumlah sampel ditetapkan kemudian dilanjutkan dengan pengambilan sampel yang dilakukan dengan metode Sampel Random Berstrata (Stratified Random Sampling).. Sampel yang diambil pada setiap kecamatan di Kota Tangerang Selatan adalah :

a. Apotek di Kecamatan Pamulang : b. Apotek di Kecamatan Setu :

c. Apotek di Kecamatan Serpong Utara : 𝖓 𝒅𝟐 𝑵−𝟏 +𝒁𝒂𝑵 𝒁𝒂𝟐 𝒑 𝒒𝟐 𝒑 𝒒

(47)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

d. Apotek di Kecamatan Serpong :

e. Apotek di Kecamatan Pondok Aren :

f. Apotek di Kecamatan Ciputat :

g. Apotek di Kecamatan Ciputat Timur :

Pemilihan sampel penelitian (Apotek) di setiap kecamatan yang berada di Kota Tangerang Selatan dilakukan secara random sesuai dengan jumlah sampel di setiap kecamatan.

4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 4.4.1 Kriteria Inklusi

Kriteria Inklusi adalah persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh subyek penelitian atau populasi agar dapat diikutsertakan dalam penelitian (Sudibyo, 2014)

 Apotek yang berada di wilayah Kota Tangerang Selatan.

 Apotek yang memiliki surat izin resmi dan terdata di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

 Apotek yang masih beroperasi pada saat dilakukan penelitian.

4.4.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian (Sudibyo, 2014).

 Apotek yang telah tutup saat penelitian dilakukan.

(48)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.5 Langkah Penelitian

4.5.1 Penelitian Pendahuluan

Sebelum dilakukannya penelitian ini, peneliti melakukan penelitian pendahuluan. Tujuannya adalah untuk memastikan jumlah Apotek di wilayah kota Tangerang Selatan. Penelitian pendahuluan ini dilakukan pada bulan April 2016 dengan cara meminta data Apotek resmi di Kota Tangerang Selatan dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

4.5.2 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian, juga terkait dengan bahan penelitian (Supardi, 2014). Instrumen dalam penelitian adalah kuisioner.

Kuisioner diberikaan kepada Apoteker berisi isian yang harus dijawab oleh Apoteker mengenai kegiatan pelayanan informasi obat yang selalu dilakukan di Apotek tempat Apoteker bekerja yang menjadi sampel penelitian. Kuisioner tersebut berisi standar pelayanan kefarmasian khususnya pelayanan informasi obat di Apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 35 tahun 2014.

4.5.3 Validasi Instrumen

Kuisioner yang berisi beberapa pertanyaan terlebih khusus pertanyaan kegiatan pelayanan informasi obat. Validitas isi setiap pertanyaan kegiatan pelayanan informasi obat ditentukan dari kesesuaian dengan tinjauan dari pustaka dan variabel yang ingin diteliti. Isi setiap pertanyaan kegiatan pelayanan informasi obat telah sesuai dengan acuan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.35 tahun 2014 dan mampu menginterpretasikan hal-hal yang ingin dianalisa sesuai dengan tujuan penelitian.

4.5.4 Sumber Data

Sumber data pada dasarnya terdiri dari dua sumber yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti untuk menjawab masalah atau tujuan penelitian yang

(49)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dilakukan dalam penelitian eksploratif, deskriptif, maupun kausal dengan menggunakan metode pengumpulan data berupa survei ataupun observasi. Data sekunder adalah data historis mengenai variabel-variabel yang telah dikumpulkan sebelumnya oleh pihak lain.

Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah data penelitian yang diperoleh melalui kuisioner yang diberikan Apoteker dan pasien mengenai pelayanan farmasi klinik khususnya pelayanan informasi obat di Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan. Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah data jumlah apotek di wilayah Kota Tangerang Selatan yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

4.5.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang adalah metode survei. Survei yang dilakukan adalah mendatangi Apotek yang menjadi sampel penelitian. Kemudian menanyakan kehadiran Apoteker Jika Apoteker hadir maka akan diberikan kuisioner yang berisi pertanyaan mengenai karakterisitik Apoteker, pemahaman terhadap pelayanan informasi obat dan pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi obat di Apotek tersebut kemudian data tesebut menjadi data penelitian namun jika Apoteker tidak hadir maka tidak diberikan kuisioner.

Apotek yang menjadi sampel penelitian

Apoteker yang hadir saat penelitian di Apotek yang menjadi

sampel penelitian (Diberikan Kuisioner)

Apoteker yang tidak hadir saat penelitian di

Apotek yang menjadi sampel penelitian

(Tidak diberikan kuisioner)

Menerapkan kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek sesuai

Permenkes Tidak menerapkan kegiatanPelayanan Informasi Obat di Apotek sesuai Permenkes Tidak menerapkan kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek sesuai Permenkes

(50)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.5.6 Manajemen Data

Proses manajemen data dilakukan untuk menyerdehanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan, dengan tahapan sebagai berikut (Pusdiklat Pengawasan dan Deputi Akuntan Negara, 2007) :

1. Pengeditan (Editing)

Pengeditan merupakan proses pengecekan dan penyesuaian yang diperlukan terhadap data untuk memudahkan pemberian kode dan pemrosesan data dengan teknik statistik. Data yang diperoleh dari hasil penelitian perlu diedit dari kemungkinan kekeliruan dalam proses pencatatan yang dilakukan dalam pengumpulan data.

2. Pemberian kode (Coding)

Pemberian kode merupakan proses identifikasi dan klasifikasi data ke dalam skala numerik. Proses pemberian kode ini akan memudahkan dan meningkatkan efisiensi data entry ke dalam komputer.

3. Memasukkan data atau data entry

Proses memasukkan jawaban-jawaban kuisioner yang sudah berupa angka atau bilangan ke dalam program pengolah statistic. Program yang digunakan dalam penelitian ini adalah SPSS.

4. Cleaning data

Merupakan kegiatan pengecekan kembali semua sumber data yang telah dimasukkan ke dalam program untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode maupun ketidaklengkapan.

4.6 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2010. Pengolahan data yang dilakukan adalah analisis univariat. Analisis univariat adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis setiap variabel yang ada secara deskriptif (Notoatmodjo, 2013). Analisis deskriptif bertujuan untuk melihat data secara apa adanya untuk memperoleh gambaran umum mengenai variabel-variabel yang diukur pada sampel (Pusdiklat Pengawasan dan Deputi Akuntan, 2007). Analisis yang dilakukan meliputi :

(51)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

a. Gambaran kehadiran Apoteker di Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan b. Gambaran pelaksanaan pelayanan informasi obat di Apotek wilayah Kota

Tangerang Selatan

4.7 Alur Penelitian

Penelitian Pendahuluan

Pendataan jumlah Apotek pada wilayah Kota Tangerang Selatan

Persiapan Instrumen Penelitian

Kuisioner untuk Apoteker yang hadir saat penelitian di Apotek yang menjadi sampel penelitian

Validasi Instrumen Validitas Isi

Teknik Pengumpulan Data

Mendapatkan data gambaran pemberi pelayanan informasi obat di Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan dan gambaran pelayanan informasi obat yang dilakukan oleh Apoteker di

Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan

Managemen Data

Editing, Coding, Data Processing, Cleansing Data

Analisis Data

(52)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan pelayanan farmasi klinik saat ini berpacu pada pharmaceutical

care dimana Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan

dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung kepada pasien. Di dalam Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.35 tahun 2014 terdapat beberapa pelayanan yang harus dilakukan oleh Apoteker namun yang dikaji dalam penelitian ini adalah pelayanan informasi obat (PIO). Pelaksanaan pemberian pelayanan informasi obat adalah satu bentuk interksi langsung kepada pasien yang merupakan pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Penelitian ini dilakukan dengan cara survei dengan bantuan instrumen penelitian berupa kuisioner. Hasilnya dapat mendeskripsikan gambaran pemberi pelayanan informasi obat di Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan dan gambaran pelayanan informasi obat yang dilakukan oleh Apoteker di Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan

Dalam data Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, jumlah seluruh Apotek di Kota Tangerang Selatan pada bulan April tahun 2016 adalah 362 Apotek. Data Pemerintah Kota Tangerang Selatan pada tahun 2013 menunjukkan jumlah penduduk di Kota Tangerang Selatan sebanyak 1.443.403 jiwa. Apabila dianalogikan satu Apotek memiliki satu Apoteker maka rasio Apoteker terhadap 100.000 penduduk menurut WHO dan Kementerian Kesehatan dapat dihitung.

Perhitungan dilakukan untuk meninjau apakah jumlah Apoteker sudah memadai sesuai yang dibutuhkan oleh Kementerian Kesehatan (12:100.000) dan WHO (50:100.000) (Dyani Primasari Sukandi, 2015). Rasio standar tersebut dapat diartikan yaitu setiap 1 Apotek melayani 8.333 penduduk menurut Kementerian Kesehatan dan setiap 1 Apotek melayani 2.000 penduduk menurut WHO. Sedangkan di Kota Tangerang Selatan, rasio Apotek terhadap penduduk yaitu 362 : 1.443.403 atau bisa diartikan 1 : 3.987. Data tersebut menggambarkan bahwa

(53)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

rasio Apotek terhadap jumlah penduduk di Kota Tangerang Selatan sudah sesuai dengan standar Kementerian Kesehatan namun belum sesuai dengan standar WHO.

5.1 Gambaran Kehadiran Apoteker di Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan

Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 menyatakan bahwa pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan pengobatan untuk mencapai hasil yang optimal sehingga meningkatkan mutu kehidupan pasien serta menegaskan bahwa pekerjaan kefarmasian pada pelayanan kefarmasian dilakukan oleh Apoteker (PP No.51 RI, 2009). Hal ini menunjukkan pemberi pelayanan kefarmasian khususnya pelayanan informasi obat harus dilakukan Apoteker sehingga kehadiran Apoteker di Apotek sangat menentukan berjalannya pelayanan informasi obat di Apotek. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh data mengenai frekuensi kehadiran dan karakteristik Apoteker yang hadir di Apotek selama penelitian. Data penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 5.1.1 Gambaran Tingkat Kehadiran Apoteker di Apotek Wilayah Kota Tangerang Selatan

No Variabel Jumlah

( n = 50 )

% 1 Kehadiran Apoteker

A. Apoteker yang hadir saat penelitian A.1. Frekuensi Kehadiran

 Setiap hari kerja  Tidak setiap hari kerja A.2. Waktu Kehadiran

 Pagi & Sore  Tidak pagi & sore

B. Apoteker yang tidak hadir saat penelitian

18 17 1 1 17 32 36 34 2 2 34 64 2 Apoteker yang hadir berdasarkan per

kecamatan

a. Kecamatan Pamulang (n = 8) b. Kecamatan Setu (n = 1) c. Kecamatan Serpong (n = 13) d. Kecamatan Serpong Utara (n = 6) e. Kecamatan Pondok Aren (n = 12) f. Kecamatan Ciputat (n = 6) g. Kecamatan Ciputat Timur (n=4)

5 1 2 3 3 3 1 10 2 4 6 6 6 2

Gambar

Tabel 5.1.1  Gambaran  Tingkat  Kehadiran  Apoteker  di  Apotek  Wilayah  Kota Tangerang Selatan
Tabel 5.1.2  Karakteristik Apoteker yang hadir di Apotek saat penelitian
Tabel 5.2   Gambaran  Pelaksanaan  Pelayanan  Informasi  Obat  yang  diberikan Apoteker di Apotek Wilayah Kota Tangerang Selatan

Referensi

Dokumen terkait

Aktifitas Guru dalam Meningkatan Kemampuan Kinestetik Anak Melalui Pembelajaran Tari Kreasi Binatang Laut. Nama Guru

Basis data adalah suatu kumpulan data terhubung yang disimpan secara bersama-sama pada suatu media, tanpa mengatap satu sama lain atau tidak perlu suatu kerangkapan data

a. Maksimum jumlah penghasilan dari penjualan Max Mocha yang dapat dilakukan oleh cafe tersebut dengan tetap mempertahankan penghasilan maksimum yang dapat

yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika dengan Pokok Bahasan Lingkaran dan Garis Singgung Lingkaran, (2) untuk mengetahui cara menyusun model pembelajaran matematika

Kombinasi perlakuan polybag ukuran sedang dengan media campuran tanah dan pasir dapat diaplikasikan untuk ke- giatan budidaya pandan wong karena se- lain mempunyai

4 Mengidentifikasi letak suatu benda, Siswa bisa melengkapi kalimat dengan Memahami arah preposisi yang benar untuk menyebutkan Hometown letak benda sesuai gambar

Ini disebabkan karena air laut ditempatkan pada ruang tertutup sehingga energi panas yang diserap tidak dapat keluar dan semakin lama semakin meningkat, ini juga

Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan lansia dalam mengikuti posyandu lansia di Posyandu lansia Jetis Desa Krajan Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo.Skripsi STIKES