• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, dan usaha tersebut dapat diamati.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, dan usaha tersebut dapat diamati."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

7 A. Perilaku

1. Pengertian Perilaku

Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Sedangkan pengertian lain menyebutkan perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia (Purwanto, 2002). Perilaku yang muncul dari individu dapat dikatakan merupakan usaha individu untuk memenuhi kebutuhannya dan usaha tersebut dapat diamati.

2. Jenis Respon

Skinner (1938) dikutip oleh Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon). Menurut Notoatmodjo (2003) respon dibedakan menjadi dua :

a. Respondent response atau reflexive respons, adalah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Respon yang ditimbulkan relatif tetap.

(2)

b. Operant response atau instrument reflexive, adalah respon yang timbul dan berkembang oleh perangsang tertentu. Perangsang ini bersifat memperkuat respon yang telah dilakukan.

3. Bentuk Perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap perangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Menurut Notoatmodjo (2003) respon ini berbentuk dua macam yaitu :

a. Bentuk pasif adalah respon internal yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain. Dalam hal ini perilaku masih terselubung atau covert behavior.

b. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Perilaku ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata atau overt behavior.

4. Cakupan Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Adapun perilaku kesehatan mencakup :

a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit. Perilaku ini sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yaitu :

1) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior), misalnya makan makanan yang bergizi, olah raga dan sebagainya.

(3)

2) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) adalah respon untuk melakukan pencegah penyakit. Misalnya : tidak minum kopi, tidak minum beralkohol, tidak makan berlemak, menghentikan kebiasaan merokok dan sebagainya.

3) Perilaku sehubungan dengan pencarian bantuan pengobatan (health seeking behavior), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan. Misalnya : usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas, mantri, dokter praktek dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan sebagainya).

4) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior) yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet (rendah lemak, rendah garam), mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya.

b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern ataupun tradisional.

c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yaitu respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health

behavior) adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.

(4)

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Menurut teori Lawrence Green (1980) yang dikutip Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :

a. Faktor Predisposisi

Termasuk didalamnya adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai.

1) Pengetahuan

Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pada umumnya klien yang hipertensi atau tidak hipertensi menganggap bahwa perilaku pencegahan stroke selama tidak dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

2) Sikap

Mempengaruhi perilaku karena sikap merupakan kesiapan berespon atau bertindak. Bila klien bersikap kurang baik sehubungan dengan perilaku pencegahan stroke, maka hal tersebut dapat berpengaruh terhadap perilaku yang muncul, untuk itu klien sehubungan dengan perilaku pencegahan stroke harus diperhatikan oleh petugas kesehatan.

3) Kepercayaan

Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.

(5)

Masyarakat yang mempercayai suatu keyakinan tertentu, maka dalam menghadapi suatu perilaku kesehatan akan berpengaruh terhadap status kesehatannya.

4) Keyakinan

Suatu hal yang dianggap benar dan dianut sebagai aturan yang dilakukan oleh masyarakat.

5) Nilai-nilai

Pada masyarakat dimanapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan sikap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.

b. Faktor pendukung (Enabling factors)

Faktor pendukung disini adalah ketersediaan sumber-sumber dan fasilitas yang memadai. Sumber-sumber dan fasilitas tersebut sebagian harus digali dan dikembangkan dari masyarakat itu sendiri. Faktor pendukung ada dua macam, yaitu : fasilitas fisik dan fasilitas umum. Fasilitas fisik yaitu fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya. Sedangkan fasilitas umum yaitu media informasi, misalnya TV, koran, majalah.

c. Faktor penguat

Meliputi sikap dan perilaku petugas. Semua petugas kesehatan, baik dilihat dari jenis dan tingkatnya pada dasarnya adalah pendidikan kesehatan. Petugas kesehatan harus memiliki sikap dan perilaku petugas kesehatan, tokoh masyarakat, teman sebaya dan orang tua.

(6)

Perilaku erat hubungannya dengan kesehatan. Tingkat kesehatan, keselamatan, serta kehidupan seseorang banyak ditentukan oleh faktor perilaku. Perilaku mempunyai andil nomer dua setelah lingkungan terhadap status kesehatan. Perilaku pencegahan stroke adalah salah satu bagian penting yang harus klien perhatikan, sebagai persiapan untuk pencegahan nantinya dilakukan dengan menjauhi semua hal yang kurang baik dan menjauhi kebiasaan yang kurang baik seperti : minum kopi, merokok, olahraga tidak teratur, minum alcohol dan makan makanan yang mengandung lemak.

Selain itu perilaku pencegahan dapat pula dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan individu. Semakin baik tingkat pengetahuan seseorang maka semakin baik pula perilaku pencegahan individu terhadap penyakit stroke.

B. Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastoliknya di atas 90 mmHg. Sementara itu diastolik lebih kecil dari 85 mmHg dianggap tekanan darah normal, 85-89 mmHg normal tinggi, 90-104 mmHg hipertensi ringan 105-114 mmHg hipertensi sedang, dan lebih dari 115 dianggap tekanan darah tinggi (Wiryowidagdo, 2003).

2. Penyebab hipertensi

Penyebab hipertensi diantaranya karena faktor keturunan, ciri dari perseorangan serta kebiasaan hidup seseorang. Seseorang memiliki

(7)

kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi. Sedangkan ciri perseorangan yang berupa umur, jenis kelamin dan ras juga mempengaruhi timbulnya hipertensi. Umur yang bertambah menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah, tekanan darah pada pria umumnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan wanita. Ras kulit hitam hampir dua kali lebih banyak dibanding dengan orang kulit putih, kebiasaan hidup seseorang dengan konsumsi garam tinggi, kegemukan atau makan berlebihan, stres atau ketegangan jiwa, kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obatan atau terjadinya hipertensi (Gunawan, 2001).

3. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi tekanan darah tinggi banyak ragamnya, tetapi perlu diketahui klasifikasi menurut etologinya. Dan tekanan darah tinggi dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Hipertensi Esensial

Adalah suatu bentuk tekanan darah tinggi yang tidak diketahui penyebabnya atau tanpa tanda-tanda kelainan alat didalam tubuh. b. Hipertensi Sekunder

Adalah tekanan darah tinggi yang penyebabnya dapat diidentifikasi (Marsud, 1996).

4. Komplikasi Hipertensi

Dalam perjalannya penyakit ini dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain yaitu (Marsud, 1996) :

(8)

a. Stroke

Hubungan stroke dengan hipertensi dapat dijelaskan dengan singkat, bahwa tahanan dari pembuluh darah memiliki batasan dalam menahan tekanan darah yang datang. Apalagi dalam otak pembuluh darah yang ada termasuk pembuluh darah kecil yang otomatis memiliki tahanan yang juga kecil. Kemudian bila tekanan darah melebihi kemampuan pembuluh darah, maka pembuluh darah ini akan pecah dan selanjutnya akan terjadi stroke hemoragik yang memiliki prognosis yang tidak baik.

b. Gagal jantung

Kompensasi jantung terhadap kerja yang keras akibat hipertensi berupa penebalan pada otot jantung kiri. Kondisi ini akan memperkecil rongga jantung untuk memompa, sehingga jantung akan semakin membutuhkan energi yang besar. Kondisi ini disertai dengan adanya gangguan pembuluh darah jantung sendiri (koroner) akan menimbulkan kekurangan oksigen dari otot jantung dan berakibat rasa nyeri. Apabila kondisi dibiarkan terus menerus akan menyebabkan kegagalan jantung untuk memompa dan menimbulkan kematian.

c. Ginjal

Hipertensi yang berkepanjangan akan menyebabkan kerusakan dari pembuluh darah pada organ ginjal, sehingga fungsi ginjal sebagai pembuang zat-zat racun bagi tubuh tidak berfungsi dengan baik. Akibat akan terjadi penumpukan zat yang berbahaya bagi tubuh yang dapat merusak organ tubuh lain terutama otak.

(9)

d. Mata

Mata menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan.

5. Pencegahan Stroke pada Pasien Hipertensi (Murni, 2000)

Pencegahan stroke pada pasien hipertensi dapat dilakukan dengan dua cari yaitu pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer meliputi usaha pencegahan serangan stroke yang pertama kalii yaitu pengobatan tekanan darah, dimana pada pasien yang memiliki tekanan darah tinggi (tekanan sistolik lebih dari 150 mmHg) dengan hati-hati memakai preparat antagonis kalsium (seperti nifedipin) serta selanjutnya salah satu anggota kelompok obat yang disebut penghambat beta (misal etanol). Pemeriksaan kadar lemak darah pada penderita hipertensi usia pertengahan dan usia lanjut mempunyai permasalahan yang berhubungan dengan lemak. Penderita yang usianya lebih muda harus memperoleh nasehat diet rendah lemak jenuh, hidrat arang (kalori seimbang), ditambah dengan obat kadar lemak yang berbahaya (seperti klofibrat). Permasalahan atau problem pembuluh darah pada penderita yang pernah mengalami serangan iskemik sepintas atau penyempitan pembuluh arteri karotis harus menjalani pemeriksaan antara lain pemeriksaan gelombang suara ultra untuk mengetahui keadaan arteri karotis juga dijumpai kelainan dilakukan pemeriksaan (Murni, 2000).

Pada pencegahan sekunder merupakan usaha pencegahan pada penderita yang pernah mengalami serangan stroke dan ingin menghindari serangan berikutnya berupa tekanan darah pada pasien yang mempunyai tekanan darah tinggi harus diobati dengan tekanan darah tinggi harus

(10)

diobati dengan hati-hati. Obat yang diberikan harus dalam tekanan kecil dahulu dan selanjutnya dinaikkan secara bertahap. Pemberian sebutir aspirin sehari pada penderita yang serangan strokenya disebabkan oleh trombosis harus mendapatkan aspirin sebagai tindakan pencegahan. Pemberian Warfarin pada penderita kelainan jantung yang dapat menimbulkan trombosis bisa dilindungi dengan pemberian antikoagulan warfarin. Penderita yang terus mendapatkan serangan iskemik sepintas sekalipun sudah minum aspirin dapat menggunakan warfarin.

5. Komplikasi Hipertensi

. Dalam perjalannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain stroke, gagal jantung, ginjal, mata. Hubungan stroke dengan hipertensi dapat dijelaskan dengan singkat, bahwa tahanan dari pembuluh darah memiliki batasan dalam menahan tekanan darah yang datang. Apalagi dalam otak pembuluh darah yang ada termasuk pembuluh darah kecil yang otomatis memiliki tahanan yang juga kecil. Kemudian bila tekanan darah melebihi kemampuan pembuluh darah, maka pembuluh darah ini akan pecah dan selanjutnya akan terjadi stroke hemoragik yang memiliki prognosis yang tidak baik. Dengan demikian kontrol dalam penyakit hipertensi ini dapat dikatakan sebagai pengobatan seumur hidup bilamana ingin dihindari terjadinya komplikasi yang tidak baik (Edwintohaga 2009).

C. Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo,

(11)

2003). Pengindraan terjadi setelah orang melalui panca indera manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku bagi dirinya atau keluarganya, misalnya penderita akan melakukan perilaku pencegahan stroke, apabila ia tahu apa tujuan dan apa akibatnya bila tidak melakukan perilaku pencegahan stroke.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng.

2. Proses Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan dalam diri seseorang dapat terjadi melalui suatu proses yang meliputi :

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

(12)

3. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif mencakup 6 tingkatan, yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan misalnya dapat mendefinisikan arti penyakit stroke, mampu menyebutkan tanda dan gejala penyakit stroke, mampu menyebutkan etiologi penyakit stroke.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami artinya kemampuan untuk menjelaskan dan menginterprestasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh dan menyimpulkan, misalnya dapat menjelaskan manfaat perilaku pencegahan stroke dengan benar, berikan contoh-contoh perilaku pencegahan stroke, klien dapat menyimpulkan hasil pendidikan kesehatan tentang perilaku pencegahan stroke.

c. Penerapan (Application)

Penerapan yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata dan dapat menggunakan hukum-hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.

(13)

Contoh : klien dapat melakukan perilaku pencegahan stroke dengan baik dan benar.

d. Analisis (Analysis)

Analisis artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek kedalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih didalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses adopsi perilaku dan dapat membedakan pengertian psikologi dengan fisiologi.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan dan menyesuaikan suatu teori yang telah ada. Misalnya penderita dapat merencanakan perilaku pencegahan stroke.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri misalnya penderita dapat membedakan perilaku pencegahan stroke yang baik dan benar.

(14)

D. Stroke

1. Pengertian Stroke

Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik lokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukan penyebab selain daripada gangguan vascular. Gangguan peredaran darah otak dapat mengakibatkan fungsi otak terganggu dan bila gangguan yang terjadi cukup besar akan mengakibatkan kematian sebagian otak (infark). Gejala-gejala yang terjadi tergantung pada daerah otak yang dipengaruhinya (Sustrani, 2004).

2. Patofisiologi

Tekanan darah yang terlalu tinggi pada hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah bila hal ini terjadi pada pembuluh darah di otak maka terjadi perdarahan otak yang dapat menyebabkan kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah yang macet dan pembuluh darah yang menyempit (Sustrani, 2004).

3. Tanda dan Gejala

Menurut Soeharto (2002) menyebutkan bahwa tanda dan gejala dari stroke adalah sebagai berikut :

a. Hilangnya kekuatan (atau timbulnya gerakan canggung) di salah satu bagian tubuh, terutama di satu sisi, termasuk wajah, lengan atau tungkai.

(15)

b. Rasa baal (hilangnya sensasi) atau sensasi tak lazim di suatu bagian tubuh, terutama jika hanya salah satu sisi.

c. Hilangnya penglihatan total atau parsial di salah satu sisi. d. Tidak mampu berbicara dengan benar atau memahami bahasa. e. Hilangnya keseimbangan, berdiri tak mantap atau jatuh tanpa sebab. f. Serangan sementara jenis lain, seperti vertigo, pusing bergoyang,

kesulitan menelan, kebingungan akut atau gangguan daya ingat.

g. Nyeri kepala yang terlalu parah, muncul mendadak atau memiliki karakter tidak lazim, termasuk perubahan pola nyeri kepala yang tidak dapat diterangkan.

h. Perubahan kesadaran yang tidak dapat dijelaskan atau kejang. 4. Faktor Resiko Stroke

Stroke dapat dicegah dengan memanipulasi faktor resiko baik individu maupun komunitas seperti yang diungkapkan oleh Murni Indrasti (2004), faktor resiko stroke antara lain :

a. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor resiko mayor, baik stroke iskemik, perdarahan subarachnoid. Hipertensi akan mempercepat aterosklerosis sehingga mudah terjadi kolusi emboli pada pembuluh darah besar. b. Penyakit Jantung

Penyakit jantung koroner, penyakit jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, aritmia jantung dan terutama atrium fibrilasi merupakan faktor resiko dari stroke, karena terdapat gangguan pemompaan atau irama jantung, sehingga emboli yang berasal dari bilik jantung atau

(16)

vena pulmoner dapat menyebabkan terjadinya infark serebri yang mendadak.

c. Diabetes Mellitus

Merupakan faktor resiko terhadap stroke iskemik dan bila disertai dengan hipertensi resikonya akan menjadi lebih besar. Diabetes mempunyai keseimbangan internal ke arah trombogenik. Suatu abnormalis sistem hemostatik pada diabetes mellitus adalah hiperaktivitas trombosit.

d. Aterosklerosis

Adanya manifestasi klinis dari aterosklerosis baik berupa angina pectoris, bising arterikarotis, klaudikasio, intermitten merupakan faktor resiko dari stroke.

e. Viskositas Darah

Meningkatnya viskositas atau kekentalan darah baik disebabkan oleh karena meningkatnya hematokrit dan fibrinogen akan meningkatkan resiko stroke.

f. Pernah stroke sebelumnya atau TIA (Transient Iscemia Attack)

Dari semua penderita stroke 50% diantaranya pernah TIA. Beberapa laporan menyatakan bahwa penderita dengan TIA kemungkinan 1/3 nya akan mengalami TIA 1/3 tanpa gejala dan 1/3 akan mengalami stroke.

g. Peningkatan Kadar Darah Lemak

Ada hubungan positif antara aterosklerosis serebrovaskular. Ada hubungan positif antara kadar kolesterol total dan kadar trigliserida

(17)

dengan resiko stroke dan ada hubungan negatif antara meningkatnya HDL dengan resiko stroke.

h. Merokok

Merupakan faktor resiko stroke, resiko meningkat dengan banyaknya jumlah rokok yang dihisap sehari. Dengan berhenti merokok resiko stroke akan menurun setelah 2 tahun dan kemudian akan terus menurun setelah 2 tahun dan kemudian akan terus menurun, setelah 5 tahun resiko akan sama dengan bukan perokok. i. Obesitas

Obesitas sering dihubungkan dengan hipertensi dan gangguan toleransi glukosa dan akan meningkatkan resiko stroke. Obesitas tanpa disertai hipertensi dan DM (Diabetes Mellitus) bukan merupakan faktor resiko stroke yang bermakna.

j. Alkohol

Minum alkohol yang berlebihan merupakan faktor resiko untuk stroke iskemik dan mungkin stroke hemoragik. Peminum alkohol yang berlebihan akan meninggikan tekanan darah, kadar trigliserida, fibrilasi atrium, paroksimal dan kardiomiopati.

k. Faktor resiko lainnya

Masih banyak lagi faktor resiko yang telah diteliti usia lanjut dan jenis kelamin pria juga merupakan faktor resiko yang independent dan kemungkinan termasuk sebagai faktor resiko ialah : migren, status ekonomi, kenaikan hematokrit, fibrinogen, diet tinggi natrium, diet rendah kalium dan inaktifitas (kurang olahraga).

(18)

5. Klasifikasi Stroke

Stroke dapat terjadi akibat iskemia karena aliran darah berkurang atau berhenti pada sebagian pembuluh darah otak. Bila darah pasien kental dan alirannya lambat, maka akan terbentuk bekuan. Trombosis atau bekuan darah ini dapat membendung atau menghalangi aliran darah otak. Jika ada bercak kerusakan pada dinding pembuluh darah atau atelosklerosis, maka bekuan akan terbentuk pada bercak tersebut (Smeltzer, 2001). Stroke dapat terjadi akibat pecahnya suatu dinding pembuluh darah akibat tekanan. Darah akan menyembur ke dalam otak dan menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam tengkorak yang dapat merusak otak.

6. Upaya untuk Pencegahan Serangan Stroke

Upaya-upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi serangan stroke pada penderita hipertensi dengan cara sebagai berikut yaitu (Norjanto, 2000) :

a. Olah raga yang teratur

Dengan melakukan olah raga yang teratur dan dinamis dapat memperbaiki aliran darah ke otot-otot dan memperbaiki metabolisme otot itu sendiri. Olah raga yang tidak mengeluarkan banyak tenaga misalnya jalan kaki dengan cepat, jogging dan bersepeda, yang memabantu terjadinya pelebaran pembuluh darah sehingga tensi menjadi turun, sealin itu menambah kesegaran dan kebugaran jasmani yang nanti akan meningkatkan daya tahan tubuh penderita menghadapi serangan komplikasi penyakit hipertensi antara lain stroke.

(19)

b. Diet yang rendah garam

Kemungkinan terjadi stroke pada penderita hipertensi sangat tinggi bila penderita mengkonsumsi garam dapur terlalu banyak. Orang yang normal biasanya mengkonsumsi garam dapur antara lain 5-15 gram perhari. Pada penderita hipertensi dianjurkan makan garam seminimal mungkin sekitar 2-3 gram perhari mengurangi penggunaan garam baik dari garam dapur maupun bahan adiptif seperti monosodium glutamat, natrium benzoat dan natrium bikarbonat dapat mengurangi terjadinya serangan stroke karena bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan terganggunya aliran darah dalam otak dan dapat mengakibatkan stroke.

c. Perubahan pola hidup 1) Mengurangi kegemukan

Orang yang gemuk yang banyak mengkonsumsi kalori tinggi mempunyai resiko besar terjadi hipertensi dan akhirnya biasanya terjadi stroke. Dengan mengurangi berat badan dapat menurunkan tekanan darah dengan jalan mengurangi asupan kalori dengan makanan yang kandungan lemaknya rendah, gunakan susu krim untuk menambah kandungan protein dalam sereal dan sup dan tidak mengunakan santan.

2) Authoterapi hipertensi

Menanggulangi stroke pada pasien hipertensi bisa dilakukan dengan cara meditasi syaratnya harus dilakukan secara rutin, tanpa mengenal rasa bosan dan dalam waktu kurang lebih

(20)

3-4 bulan, meditasi ini dilakukan setiap hari kurang lebih 20 menit, boleh dilakukan pada pagi hari atau waktu luang.

3) Hentikan kebiasaan merokok

Pengapuran atau pengerasan pembuluh darah yang disebut aterosklerosis merupakan akibat pertama kali dari merokok, dan juga terjadi kurangnya volume pasca darah, rokok dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah 2-10 menit setelah dihisap. Karena merangsang saraf mengeluarkan hormon yang bisa menyebabkan pengerutan pembuluh darah sehingga tensi menjadi naik dan menyebabkan faktor resiko terjadi stroke.

4) Memanajemen stress

Perubahan pola hidup yang serba otomatis menyebabkan tubuh kurang gerak dan perubahan yang meliputi lingkungan, fisik dan sosial mempengaruhi manusia menimbulkan stress dengan berbagai manifestasi diantaranya hipertensi dan dapat menyebabkan stroke. Hal ini dapat dicegah dengan cara berusaha relaksasi dalam menghadapi masalah, melakukan refresing dan dapat juga dengan mendalami agama dan berusaha menciptakan keluarga yang bahagia.

(21)

E. Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka Teori : Sumber : Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003)

F. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Variabel bebas (Independent) Variabel terikat (Dependent)

Tingkat pengetahuan tentang komplikasi hipertensi

Perilaku pencegahan stroke Faktor Predisposisi 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Kepercayaan 4. Keyakinan 5. Nilai-nilai Faktor Pendukung Ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan Faktor Pendorong Sikap dan perilaku petugas kesehatan

Perilaku Pencegahan Stroke

(22)

G. Variabel Penelitian

Variabel penelitian dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Variabel independent (bebas) : tingkat pengetahuan tentang komplikasi hipertensi

2. Variabel dependent (terikat) : perilaku pencegahan stroke H. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang komplikasi hipertensi dengan perilaku pencegahan stroke di Kelurahan Tambak Aji Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Teori : Sumber : Lawrence Green (1980) dalam  Notoatmodjo (2003)

Referensi

Dokumen terkait

dengan penderita lebih tinggi dari pada penderita hipertensi dengan. berat

Lebih dari 90% penderita hipertensi menderita hipertensi primer

Seseorang dengan kadar LDL kolesterol normal / tinggi sedikit tetapi mempunyai kemungkinan untuk mengalami atherosclerosis dan serangan jantung walaupun faktor risiko yang

Pada kejadian obesitas kemungkinan terjadi sumbatan pembuluh darah lebih besar yang diakibatkan oleh penumpukkan lemak dalam tubuh., selain itu pada orang dengan

Bila faktor resiko ini ditanggulangi dengan baik, maka kemungkinan mendapatkan stroke dikurangi atau ditangguhkan, makin banyak faktor resiko yang dipunyai makin tinggi

Diet rendah garam II di berikan kepada pasien dengan edema, asites atau hipertensi tidak terlalu berat. Pemberian makanan sehari sama dengan diet rendah garam I. Pada

Peran perawat dalam pelaksanaan oral hygiene sangat penting bagi penderita stroke, karena ketidakmampuan penderita untuk merawat dirinya dan ketidakmampuan penderita untuk

Menurut penyebabnya ada dua jenis yang pertama hipertensi esensial atau primer yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya,90% penderita hipertensi termasuk jenis ini,