BAB I BAB I
PENDAHULUAN PENDAHULUAN
A.
A. Latar BelakangLatar Belakang
Rumah sakit merupakan
Rumah sakit merupakan health care systemhealth care system yang di dalamnya terdapat sistemyang di dalamnya terdapat sistem surveilans sebagai upaya pengendalian dan pencegahan yang mempunyai peran surveilans sebagai upaya pengendalian dan pencegahan yang mempunyai peran strategis dalam upaya mempercepat peningkatan kesehatan masyarakat di indonesia, strategis dalam upaya mempercepat peningkatan kesehatan masyarakat di indonesia, karena rumah sakit merupakan fasilitas yang padat karya dan padat teknologi. Peran karena rumah sakit merupakan fasilitas yang padat karya dan padat teknologi. Peran strategis rumah sakit sangat diperlukan untuk menghadapi transisi epidemiologi yang strategis rumah sakit sangat diperlukan untuk menghadapi transisi epidemiologi yang terjadi saat ini.
terjadi saat ini. HAIs (
HAIs ( Health-Care Health-Care Associated Associated InfectionInfection ) merupakan kejadian infeksi yang) merupakan kejadian infeksi yang didapatkan penderita setelah mendapatkan perawatan > 48 jam dan pasien tidak dalam didapatkan penderita setelah mendapatkan perawatan > 48 jam dan pasien tidak dalam masa inkubasi. Macam kejadian HAIs banyak dihubungkan karena pemasangan alat, masa inkubasi. Macam kejadian HAIs banyak dihubungkan karena pemasangan alat, seperti CAUTI (
seperti CAUTI ( Catheter Associated Urinary Tract InfectionCatheter Associated Urinary Tract Infection ), VAP ( ), VAP ( VentilatorVentilator Associated
Associated PneumoniaPneumonia ), CRBSI (), CRBSI ( Catheter ( IV, central ) Related Blood StreamCatheter ( IV, central ) Related Blood Stream Infection
Infection ) dan IDO ( Infeksi Daerah Operasi ) karena tindakan operasi. Karena HAIs) dan IDO ( Infeksi Daerah Operasi ) karena tindakan operasi. Karena HAIs diidentifikasikan melalui kegiatan surveilans.
diidentifikasikan melalui kegiatan surveilans.
Media penularan utama atau penyebab infeksi nosokomial dari sebagian besar Media penularan utama atau penyebab infeksi nosokomial dari sebagian besar bakteri
bakteri atau atau virus virus adalah adalah tangantangan
–
–
tangan personil medik yang terkontaminasi. tangan personil medik yang terkontaminasi. Hand Hand hygienehygiene adalah istilah yang digunakan untuk mencuci tangan menggunakan antiseptikadalah istilah yang digunakan untuk mencuci tangan menggunakan antiseptik pencuci
pencuci tangan. tangan. Pada Pada tahun tahun 2009, 2009, WHO WHO mencetuskan mencetuskan globalglobal patient patient safety safety challengechallenge dengan
dengan clean care is safe care,clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapanyaitu merumuskan inovasi strategi penerapan handhand hygiene
hygiene untuk petugas kesehatan denganuntuk petugas kesehatan dengan my five moments for hand hygienemy five moments for hand hygiene yaituyaitu melakukan cuci tangan sebelum bersentuhan dengan pasien, sebelum melakukan melakukan cuci tangan sebelum bersentuhan dengan pasien, sebelum melakukan prosedur
prosedur bersih bersih dan dan steril, steril, setelah setelah bersentuhan bersentuhan dengan dengan pasien, pasien, setelah setelah bersentuhanbersentuhan dengan cairan tubuh pasien, setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien. dengan cairan tubuh pasien, setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien.
Pengetahuan tentang infeksi nosokomial dan pencegahannya merupakan Pengetahuan tentang infeksi nosokomial dan pencegahannya merupakan stimulus sosial yang dapat menimbulkan respon emosional terhadap upaya
stimulus sosial yang dapat menimbulkan respon emosional terhadap upaya universaluniversal precaution
precaution sehingga akan meningkatkan peran sertanya dalam upaya pencegahansehingga akan meningkatkan peran sertanya dalam upaya pencegahan infeksi HAIs.
Kegagalan melakukan kebersihan tangan yang baik dan benar dianggap sebagai penyebab utama infeksi nosokomial atau HAIs dan penyebaran mikroorganisme multi resisten difasilitas pelayanan kesehatan dan telah diakui sebagai contributor yang penting terhadap timbulnya wabah ( Boyce dan Pitter, 2002 ). Sehingga perlu adanya audit kepatuhan pelaksanaan hand hygiene. Untuk evaluasi kegiatan hand hygiene telah dilakukan oleh tim PPI RS. Juliana Bogor
B. Maksud dan Tujuan 1. Maksud
Meningkatkan pemahaman tentang kebersihan tangan ( hand hygiene ) 2. Tujuan
a. Meningkatkan pengetahuan dalam melakukan cuci tangan (hand hygiene) dengan handrub atau handwash
b. meningkatkan kepatuhan petugas kesehatan dalam kebersihan tangan ( hand hygiene).
c. meningkatkan perilaku sehat dengan selalu melakukan cuci tangan (hand hygiene) dengan 6 langkah dalam 5 moment .
BAB II
HASIL KEGIATAN
C. Kepatuhan
H and H ygiene
RS. Juliana BogorAudit hand hygiene merupakan cara yang dilakukan untuk mengobservasi dan mengukur kepatuhan para petugas kesehatan dalam melakukan hand hygiene yang merupakan perilaku mendasar dalam upaya mencegah timbulnya infeksi silang. Dari pelaksanaan audit hand hygiene yang dilaksanakan rutin setiap bulan di RS. Juliana Bogor. Berikut ini laporan kepatuhan hand hygiene pada setiap unit pelayanan kesehatan RS. Juliana Bogor bulan Oktober
–
Desember 2018.Gambar 2.1 Angka Kepatuhan Hand Hygiene di RS. Juliana Bogor Bulan Oktober
–
Desember 2018Keterangan : 1. Dokter
2. Perawat/Bidan 3. Petugas Penunjang
4. Petugas Kebersihan, IPSRS
Berdasarkan data pada gambar 2.1 menunjukkan bahwa angka kepatuhan hand hygiene di RS. Juliana Bogor pada bulan Oktober
–
Desember 2018 menunjukkan tingkat kepatuan petugas dalam melakukan Hand hygiene adalah.1. Untuk nilai tertinggi tingkat kepatuhan Hand Hygiene adalah petugas Perawat/Bidan RS Juliana, yaitu sebesar 95%. Hal ini dikuatkan dengan hasil audit dan pematauan PPI, setelah meraka mendapatkan sosialisasi tentang pentingnya Hand Hygiene,
0% 20% 40% 60% 80% 100% 1 2 3 4 80% 95% 72% 65% A x i s T i t l e
Kepatuhan Petugas
H and H ygi ene
Perawat/Bidan paham dan patuh untuk melakukan Hand Hygiene dengan alesan takut tertular infeksi yang disebakan oleh pasienn maupun petugas itu sendiri. Oleh sebab itu, mereka sebelum kontak, sebelum melakukan tindakan aseptik atau sesudah melakukan tindakan aseptik terlebih dahulu melakukan Hand hygiene.
2. Untuk nilai tertinggi ke dua kepatuhan Hand Hygiene adalah dokter RS Juliana, dengan nilai 80%. Dari hasil audit dokter saat mau visit, konsul maupun melakukan tindakan aseptik selalu melakukan tindakan Hand Hygiene. Dokter paham akan manfaat melakukan Hand Hygiene, tetapi angka ini belum akan terus dinaikan menjadi 100%.
3. Untuk nilai tertinggi ke tiga yaitu petugas penunjang lainnya seperti lab, dengan nilai presentasi 72%.
4. Untuk nilai terendah kepatuhan Hand Hygiene yaitu para petugas kebersihan, IPSRS Rs juliana dengan Presentasi 65%.
Gambar 2.2 Angka kepatuhan Hand Hygiene di RS. Juliana Bogor Bulan Oktober
–
Desember 2018 Berdasarkan 5 MomentKeterangan :
A. Sebelum Kontak Dengan Pasien B. Sebelum melakukan tindakan aseptik
C. Sesudah Kontak Dengan Cairan Tubuh Pasien D. Setelah Kontak Dengan Pasien
E. Setelah Kontak Dengan Lingkungan Pasien
A B C D E
56.00% 60%
73.00%
63.00%
53.00%
Kepatuhan Petugas
H and haygiene
berdasarkan 5 MomenBerdasarkan data pada gambar 2.3 menunjukkan bahwa angka kepatuhan hand hygiene berdasarkan moments yang tertinggi pada moments ke 3 sebesar 73% yaitu setelah kontak dengan cairan tubuh pasien dan yang terendah pada moments ke 5 sebesar 53% setelah kontak dengan lingkungan pasien.
D. Analisa dan Evaluasi
1. Berdasarkan hasil laporan diatas terhadap kepatuhan kebersihan tangan (hand hygiene) petugas bulan Oktober
–
Desember 2018 di RS. Juliana Bogor untuk petugas medis (Perawat/Bidan, Dokter) sudah diatas standar, karena standar yang di target 75%, namun untuk petugas penunjang dan petugas kebersihan masih di bawah, hal ini disebabkan kerana petugas ini merasa tidak intens dengan pasienlangsung dalam melakukan pekerjaannya, sehingga petugas mengabaikan untuk kepatuhan Hand Hygiene. Dan mereka melakukan Hand hygiene saat sesudah terkena cairan tubuh pasien dan saat membuang sampah infeksius.
2. Angka kepatuhan cuci tangan paling rendah berdasarkan moment adalah moment 5 yaitu setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien.
3. Ada beberapa hal yang menjadi faktor penyebab kurangnya kepatuhan petugas dalam cuci tangan, antara lain:
a. Kurangnya gambaran yang positif tentang cuci tangan. b. Kurangnya pemahaman tentang pentingnya Hand hygiene
c. Beban kerja yang berlebihan karena jumlah pasien terlalu banyak dibandingkan dengan petugas kesehatan
F. Upaya Tindak Lanjut
1. Maka Komite PPI merencanakan peningkatan kepatuhan kebersihan tangan (hand hygiene) dengan cara:
a. Melakukan Sosialisasi ulang Hand hygiene
b. Membuat stiker cuci tangan, yang nantinya akan diberikan kepada setiap petugas yang sudah bisa melakukan cuci tangan dengan baik dan benar, serta dapat menyebutkan 5 momen cuci tangan
2. Melakukan monitoring sarana dan prasarana untuk cuci tangan. 3. Menempel poster hand hygiene jika poster sebelumnya sudah rusak 4. Membagikan brosur/leaflet hand hygiene
5. Untuk pelaksaaan hand hygiene agar maksimal maka rumah sakit perlu menyediakan fasilitas cuci tangan yang memadai.
G. Penutup
Pemahaman petugas IPCN tentang PPI sudah memadai, dan informasi tentang PPIRS juga sudah disampaikan ke petugas ruangan, namun untuk merubah perilaku petugas kesehatan juga harus didukung oleh ketersediaan fasilitas cuci tangan untuk kepentingan pasien dan rumah sakit tentunya.
Bogor, 07 Januari 2018 Komite PPI RS Juliana