• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. lebih parah terjadi ketika lonjakan yang cukup tajam dari inflasi tidak diikuti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. lebih parah terjadi ketika lonjakan yang cukup tajam dari inflasi tidak diikuti"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tujuan Negara Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum. Kesejahteraan masyarakat dapat diukur melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan serta pemerataan kesejahteraan. Inflasi merupakan indikator ekonomi yang erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidaklah berarti apabila diikuti oleh tingkat inflasi yang tinggi pula. Kondisi yang lebih parah terjadi ketika lonjakan yang cukup tajam dari inflasi tidak diikuti dengan peningkatan pendapatan nominal masyarakat, sehingga pendapatan riil masyarakat semakin merosot (Atmadja, 1999). Akibatnya, masyarakat golongan ekonomi lemah akan semakin mengalami penurunan tingkat kesejahteraan. Dalam penelitian Gosh dan Phillips (1998), menyimpulkan adanya hubungan negatif antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi, meskipun pada tingkat rendah hubungan negatif tersebut tidak ditemukan. Khan dan Shenhaji (2001), menemukan adaya hubungan negatif antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi, pada tingkat inflasi di luar batas tertentu.

Namun demikian, inflasi merupakan gejala alami dalam ekonomi makro. Untuk itu, pemerintah baik pusat maupun daerah bersinergi untuk menjaga kestabilan inflasi pada tingkat yang diinginkan. Inflasi yang rendah dan stabil memberikan kepastian bagi pelaku ekonomi, baik dalam hal pengambilan

(2)

kebijakan serta peningkatan investasi, yang berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam hal pengendalian inflasi, pemerintah dan Bank Indonesia telah membentuk Tim Pemantauan dan Pengendali Inflasi (TPI) di tingkat pusat pada tahun 2005. Untuk memperkuat kerja sama dengan daerah, pada tahun 2008 dibentuk Tim Pemantauan dan Pengendali Inflasi Daerah (TPID) pada tingkat provinsi. Mengingat adanya dampak buruk dari tingginya inflasi, dibentuklah TPID di tingkat Kabupaten Bantul sesuai dengan SK Bupati Bantul Nomor 345 Tahun 2013 Tanggal 23 Desember 2013 tentang Pembentukan Tim Pengendalian Inflasi Daerah. Pembentukan TPID merupakan implementasi dari Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 027/1696/SJ tentang Menjangkau Keterjangkauan Barang dan Jasa di Daerah Tanggal 2 April 2013 dan Surat Menteri Dalam Negeri No. 500/6414/SJ Tanggal 19 September 2013 Perihal Rencana Aksi Tindak Lanjut Paket Kebijakan Stabilisasi dan Pertumbuhan Ekonomi.

Samuelson dan Nordhous (2001: 346--347), menjelaskan penyebab timbulnya inflasi dikarenakan adanya goncangan (shock) dari sisi permintaan (demand pull inflation), sisi penawaran (cosh push inflation), serta dari ekspektasi inflasi. Dari sisi permintaan, inflasi timbul karena peningkatan permintaan agregat yang lebih cepat dari potensi produktif perekonomian. Dari sisi penawaran, inflasi dapat disebabkan oleh peningkatan biaya dan penggunaan sumber daya yang kurang aktif. Ekspektasi inflasi erat kaitannya dengan perilaku masyarakat dalam menyikapi keadaan ekonomi di waktu lampau maupun yang akan datang.

Adanya fluktuasi yang tinggi dari inflasi menimbulkan pertanyaan seberapa cepat tingkat harga akan kembali ke titik ekuilibrium setelah terjadi

(3)

goncangan. Fenomena tersebut dapat diukur melalui derajat persistensi inflasi. Persistensi inflasi didefinisikan sebagai kecepatan tingkat inflasi untuk kembali ke rata-ratanya setelah timbulnya suatu shock (Wolters dan Tillmann, 2015). Pola persistensi inflasi penting bagi pembuat kebijakan untuk menentukan respon yang tepat tergantung sejauh mana efeknya terhadap inflasi (Altissimo, et al., 2006). Persistensi inflasi yang tinggi menyebabkan semakin sulit bagi pemangku kebijakan dalam usaha pengendalian inflasi (Zhang, 2009).

Studi tentang persistensi inflasi penting dilakukan untuk mengamati karakteristik inflasi di suatu daerah dalam rangka menjaga kestabilan tingkat inflasi. Dalam rangka pengendalian inflasi pada tingkat yang telah ditargetkan, waktu pelaksanaan kebijakan juga perlu dikaji. Dengan mengetahui perilaku inflasi, strategi pengendalian inflasi dapat direncanakan dan diimplemantasikan secara efektif dan efisien. Inflasi yang terkendali akan meningkatkan daya beli, serta menciptakan kondisi yang kondusif bagi investasi dan kepastian perekonomian sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Penelitian mengenai persistensi inflasi telah dilakukan di beberapa negara. Wolters dan Tillman (2015), dalam memaparkan mengenai persistensi inflasi di Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan derajat persistensi inflasi sejak awal tahun 1980an. Penurunan derajat persistensi inflasi tersebut menunjukkan kebijakan moneter yang sukses dalam stabilisasi inflasi.. Noriega, et al. (2013) meneliti tentang dinamika persistensi inflasi negara-negara di dunia. Sementara itu, Vaona dan Ascari (2012) mengamati perilaku persistensi inflasi di Italia dengan pemodelan univariate autoregressive.

(4)

Di Indonesia, kajian mengenai persistensi inflasi telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Yanuarti (2007) meneliti perilaku inflasi di Indonesia pada kurun waktu 1990 sampai 2006. Hasilnya, derajat persistensi inflasi yang tinggi terjadi pada kurun waktu pengamatan dan nilainya cenderung turun pada kurun waktu setelah krisis. Trinil Arimurti dan Budi Trisnanto (2011) dalam papernya menyimpulkan adanya persistensi yang cukup tinggi di Jakarta. Inflasi di Jakarta merupakan kombinasi dari perilaku forward looking dan backward looking. Persistensi untuk volatile food dan administered price menjadi penyebab tingginya persistensi inflasi di Jakarta.

Kajian mengenai persistensi inflasi di tingkat kabupaten masih sangat terbatas. Sejak diberlakukannya UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan lebih luas diberikan kepada pemerintah daerah untuk mengelola urusan pemerintahannya. Kondisi ini menuntut pemerintah daerah untuk lebih mengenal karakteristik indikator perekonomian daerah masing-masing.

Kabupaten Bantul sebagai salah satu bagian dari integral dari Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki potensi yang prospektif bagi para investor. Kondisi geografis yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta serta pembangunan jalur lintas selatan memberikan peluang bagi investor di bidang jasa, perdagangan, dan perhotelan. Sentra industri kecil dan menengah, seperti kerajinan gerabah di Kasongan dan Pundong, kerajinan wayang kulit di Pocung, kerajinan kain batik di Pandak dan Giriloyo, kerajinan batik kayu di Pajangan, serta tersedianya lahan kosong di Piyungan merupakan potensi bagi investasi di

(5)

bidang industri, yang akan menyerap tenaga kerja lokal. Lahan yang subur dengan komoditas utama tanaman bahan makanan dan hortikultura cocok untuk investasi di bidang agrobisnis. Demikian pula dengan keindahan alam dan warisan budaya yang masih dipertahankan tepat untuk investasi di bidang pariwisata. Dengan seluruh potensi yang tersedia, untuk dapat menarik investor, iklim investasi yang kondusif akan terwujud salah satunya jika tingkat inflasi rendah dan stabil.

Sumber: BPS, 2004—2014 ( diolah)

Gambar 1.1 Inflasi Kabupaten Bantul, Kota Yogyakarta, dan Nasional, Tahun 2005--2014

Dalam kurun waktu tahun 2005 hingga 2014, inflasi (yoy) di Kabupaten Bantul secara deskriptif mengalami fluktuasi yang sejalan dengan laju inflasi Kota Yogyakarta maupun Nasional. Sejak 10 tahun terakhir, laju inflasi tertinggi tertinggi terjadi pada tahun 2005. Tingginya tingkat inflasi pada periode ini disebabkan oleh tekanan dari sisi penawaran (cosh push inflation) yaitu kenaikan harga BBM yang terjadi pada tanggal 1 Maret 2005 dari Rp1.810/liter menjadi

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Bantul 12,3 7,61 7,1 10,26 2,99 6,56 3,73 4,13 7,87 6,11 Kota Yogyakarta 14,98 10,4 7,99 9,88 2,93 7,38 3,88 4,31 7,32 6,59 Nasional 17,11 6,6 6,59 11,06 2,78 6,96 3,79 4,30 8,38 8,36 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 In flas i ( Pe rs en )

(6)

Rp2.400/liter. Pada tahun yang sama, pemerintah kembali menaikkan harga BBM yaitu pada tanggal 1 Oktober 2005 menjadi Rp4.500/liter. Perlahan tingkat inflasi mulai turun dan kembali mengalami kenaikan pada tahun 2008. Penyebab kenaikan inflasi tahun ini juga akibat adanya shock harga BBM akibat kenaikan minyak mentah dunia. Tanggal 23 Mei 2008 pemerintah menetapkan harga BBM premium menjadi Rp6.000/liter. Tahun selanjutnya, laju inflasi cenderung dapat ditekan walaupun cenderung mengalami kenaikan tiga tahun terakhir.

Tahun 2014, TPID Kabupaten Bantul menetapkan target inflasi sebesar 4,38 persen. Akan tetapi, target ini belum dapat terealisasi, bahkan cenderung mengalami dispersi cukup besar. Realisasi inflasi pada tahun 2014 sebesar 6,11 persen. Kondisi ini disebabkan oleh kenaikan harga BBM yang berimbas pada kenaikan harga barang dan jasa lain.

Di sisi lain, tingkat inflasi di Kabupaten Bantul relatif lebih rendah daripada Kota Yogyakarta maupun Nasional dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Apabila dibandingkan dengan kabupaten dan kota di seluruh D.I Yogyakarta, pada tahun 2007—2014, tingkat inflasi di Kabupaten Bantul menempati urutan kedua terendah setelah Kabupaten Kulon Progo, disusul oleh Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Gunung Kidul. Fenomena tersebut merupakan tantangan bagi TPID Kabupaten Bantul untuk menjaga kestabilan inflasi pada tingkat yang diinginkan.Untuk itu, diperlukan kajian mengenai perilaku tingkat inflasi di Kabupaten Bantul secara spesifik, agar pengendalian inflasi dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

(7)

1.2 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Ringkasan Penelitian Sebelumnya

No Peneliti Objek/Tujuan Metode dan Data Hasil

(1) (2) (3) (4) (5) 1 Maik H. Wolters dan PeterTillman (2015) Dinamika persistensi inflasi di Amerika Serikat. Menggunakan pendekatan regresi kuantil. Data yang digunakan yaitu Indeks Harga Konsumen, Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga, dan Deflator PDB. Hasil empiris menunjukkan adanya penurunan derajat persistensi inflasi sejak awal tahun 1980an. Penurunan derajat persistensi inflasi tersebut menunjukkan kebijakan moneter yang sukses dalam stabilisasi inflasi.

2 Chang-Jin Kim, Pym Manopimoke, dan Charles R. Nelson (2014) Meneliti tentang tren inflasi dan ada tidaknya structural break dari persistensi inflasi. Menggunakan metodeNew Keyneysian Phillips Curve (NKPC).

Dengan unit root dari inflasi, ditemukan adanya komponen model yang tidak teramati dengan komponen tren stokastik dan kesenjangan inflasi, Hasil empiris

menunjukkan bahwa dengan

meningkatnya tren inflasi selama Great Inflation, respon inflasi

untuk kegiatan ekonomi riil menurun dan masih adanya peningkatan gap inflasi. 3 Antonio E. Noriega, Carlos Capistrán, Manuel Ramos Francia (2013) Dinamika persistensi inflasi negara-negara di dunia. Metode yang digunakan yaitu time varying autoregressive dengan sampel 40 negara di dunia pada kurun waktu 1960 hingga 2008.

Hasil penelitian

menunjukkan persistensi dan rata-rata inflasi negara-negara di dunia mengalami pergerakan pada waktu yang hampir sama. Di beberapa negara perubahan tingkat inflasi tidak berhubungan dengan persistensi inflasinya.

(8)

Lanjutan Tabel 1.1

No Peneliti Objek/Tujuan Metode dan Data Hasil

(1) (2) (3) (4) (5)

4 Andew Phiri (2012)

Meneliti tentang efek ambang batas dan persistensi di Afrika Selatan. Motode yang digunakan yaitu model univariate threshold autoregressive (TAR). Hasil penelitian memperlihatkan adanya ambang batas terhadap persistensi inflasi yang diukur. Tidak ada series dari data sampel yang stasioner. Perkiraan untuk model TAR memberikan hasil lebih tinggi daripada model liniernya. 5 Andrea Vaona dan Guido Ascari (2012) Persistensi inflasi di Italia. Metode yang digunakan yaitu univariate autoregression. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah yang memiliki keterbelakangan ekonomi cenderung memiliki persistensi inflasi lebih tinggi. 6 Meredith Beechey dan Par Osterholm (2012) Persistensi Inflasi di AS. Metode yang digunakan NKPC dan ARMA. Persistensi inflasi di AS mengalami kenaikan dan penurunan 50 tahun terakhir dan

menyimpulkan adanya hubungan antara stabilisasi bank sentral dengan persistensi inflasi. 7 Rachman

Hakim, Munawar Ismail, dan Arif Hoetoro (2012) Kredibilitas Bank Sentral dan persistensi di Indonesia. Sampel yang digunakan Metode yang digunakan yaitu autoregressive, NKPC hybrid, Chow Test. Data yang digunakan yaitu inflasi Indonesia tahun 2000-2012. Persistensi inflasi cenderung mengalami penurunan pada masa

full-fledged inflation targeting

(2006-2012). Sementara itu, kredibilitas Bank Sentral berpengaruh signifikan pada periode tersebut.

(9)

Lanjutan Tabel 1.1

No Peneliti Objek/Tujuan Metode dan Data Hasil

(1) (2) (3) (4) (5) 8 Trinil Arimurti dan Budi Trisnanto (2011) Tingkat persistensi inflasi di Jakarta Metode yang digunakan yaitu univariate autoregressive. Sampel yang digunakan yaitu tingkat inflasi di Jakarta dan 10 daerah lain di Indonesia pada meliputi periode Januari 2000 sampai Mei 2008 (Jakarta) dan Januari 2000 sampai Desember 2009 (Nasional).

Inflasi cenderung relatif tinggi. Tingginya derajat persistensi inflasi

diakibatkan oleh tingginya derajat persistensi inflasi kelompok volatile food dan kelompok

administered price. Selain

itu, inflasi di Jakarta merupakan campuran dari

forward looking dan backward looking. 9 Tri Yanuarti (2007) Tingkat persistensi di Indonesia Metode yang digunakan yaitu univariate autoregressive. Sampel yang digunakan yaitu tingkat inflasi di Indonesia tahun 1990 hingga 2006. Inflasi di Indonesia cenderung persisten. Pada masa pascakrisis, derajat persistensi inflasi cenderung turun.

Penelitian mengenai persistensi inflasi di Indonesia perlu ditingkatkan, terutama sampai pada tingkat kabupaten. Hal ini merupakan bagian dari tuntutan otonomi daerah dan dibentuknya TPID di tingkat kabupaten. Penelitian ini menggunakan metode univariate autoregressive dan seasonal moving average untuk menganalisis persistensi inflasi di Kabupaten Bantul, pada tingkat inflasi umum, inflasi berdasar kelompok pengeluaran, inflasi berdasar kelompok komponen, serta sampai pada tingkat komoditas barang dan jasa.

(10)

1.3 Rumusan Masalah

Inflasi bukan hanya fenomena moneter akibat kelebihan permintaan yang dapat ditangani dengan kebijakan moneter bank sentral, tetapi inflasi juga menunjukkan adanya permasalahan dari sisi penawaran (Tirtosuhargo dan Adiwilaga, 2013). Sebagian besar permasalahan inflasi di negara berkembang disebabkan oleh volatilitas dan shock dari kelompok makanan. Tingginya ketergantungan pada makanan impor serta produksi yang belum mampu mengimbangi jumlah penduduk menjadi salah satu penyebabnya. Selain itu, masalah infrastruktur, distribusi barang, dan logistik turut menjadi permasalahan pengendalian inflasi regional. Permasalahan tersebut tidak cukup efektif apabila hanya ditanggulangi dengan kebijakan moneter. Diperlukan koordinasi dengan pemerintah daerah yang mengetahui mendalam karakteristik wilayahnya untuk meminimalisir sumber tekanan inflasi dari sisi penawaran.

Di lingkup Kabupaten Bantul, shock harga dari sisi volatile foods maupun administered prices mewarnai kenaikan laju inflasi pada 3 tahun terakhir. Tingkat inflasi aktual yang belum dapat terealisasi sesuai target yang telah ditetapkan pada tahun 2014 turut menjadi perhatian pemerintah daerah setempat. Di sisi lain, tingkat inflasi di Kabupaten Bantul yang relatif rendah dibandingkan dengan kabupaten dan kota lain di D.I. Yogyakarta serta nasional dalam kurun waktu 10 tahun terakhir merupakan tantangan bagi TPID dalam upaya pengendalian inflasi. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan yang efektif dan efisien dalam upaya pengendalian inflasi di Kabupaten Bantul.

(11)

1.4 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan masalah terkait dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu: apakah inflasi di Kabupaten Bantul bersifat persisten. Persistensi inflasi dilihat berdasarkan inflasi umum, inflasi menurut kelompok pengeluaran, inflasi menurut kelompok komponen, serta berdasar komoditas barang dan jasa.

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis persistensi inflasi di Kabupaten Bantul. Persistensi inflasi diukur berdasar inflasi umum, inflasi menurut kelompok pengeluaran, inflasi menurut kelompok komponen, serta pada tingkat komoditas barang dan jasa.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain sebagai berikut.

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan terkait dengan program pengendalian inflasi di tingkat kabupaten, terutama bagi TPID Kabupaten Bantul dalam penentuan jenis kebijakan dan timing respon kebijakan.

2. Memberikan wawasan bagi pelaku usaha dan pihak-pihak terkait, seperti kalangan produsen atau investor mengenai perilaku inflasi di Kabupaten Bantul guna pengambilan keputusan yang tepat.

(12)

3. Mengetahui jenis komoditas barang dan jasa yang memiliki kontribusi terbesar terhadap persistensi inflasi di Kabupaten Bantul sehingga dapat dirumuskan program prioritas yang tepat dalam rangka pengendalian inflasi.

1.7 Sistematika Penulisan

Penulisan tesis ini terbagi menjadi lima bab. Secara garis besar sistematika penulisan tesis adalah sebagai berikut. Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang penelitian, keaslian penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori, kajian terhadap penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini serta model penelitian dan hipotesis. Bab III Metode Penelitian, berisi tentang desain penelitian, jenis dan sumber data, definisi operasional, dan metode analisis data. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi tentang deskripsi dari data penelitian serta analisis. Bab V Kesimpulan dan Saran, berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran untuk pemerintah sebagai pengambil kebijakan serta penelitian lanjutan.

Gambar

Gambar 1.1 Inflasi Kabupaten Bantul, Kota Yogyakarta, dan Nasional, Tahun 2005--2014
Tabel 1.1 Ringkasan Penelitian Sebelumnya

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Tarigan (2004), metode LQ adalah membandingkan porsi lapangan kerja atau nilai tambah suatu sektor tertentu di wilayah yang dibandingkan dengan porsi lapangan kerja atau

Meskipun terjadi banyak pergantian kabinet, pemerintah pada masa Demokrasi Liberal berhasil menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) untuk pertama kali di Indonesia. Pemilu pertama

Pembimbing penulisan skripsi saudara Muhammad Dzul Fikar, NIM 06210065, mahasiswa Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN)

Desain struktur tahan gempa yang dipakai pada gedung 5 lantai ini adalah analisis Dinamik Spektrum Respons dengan menggunakan beban gempa menurut Peta Gempa 2002 dan Peta Gempa

Untuk dapat mengetahui pengukuran kinerja secara spesifik dan level kinerja perusahaan secara tepat, maka perlu dilakukan penempatan level atau skor setiap KPI dengan

Jadi kebanyakan negara menyimpan mata uang Dollar dari pada Euro, karena dollar menjadi satu-satunya alat pembayaran untuk komoditi minyak (minyak merupakan

Pujisyukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan berkah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan penulisan hukum

Tabel 4.2 Keteraturan makan pada anak dengan obesitas 36 Tabel 4.3 Penyediaan variasi masakan rumah pada anak dengan obesitas 37 Tabel 4.4 Kebiasaan sarapan pada anak