• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN POTENSI PENERAPAN STRATEGI PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI KAYU LAPIS : STUDI KASUS DI CV. MEKAR ABADI, WONOSOBO, JAWA TENGAH SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN POTENSI PENERAPAN STRATEGI PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI KAYU LAPIS : STUDI KASUS DI CV. MEKAR ABADI, WONOSOBO, JAWA TENGAH SKRIPSI"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN POTENSI PENERAPAN STRATEGI PRODUKSI BERSIH PADA

INDUSTRI KAYU LAPIS : STUDI KASUS DI CV. MEKAR ABADI,

WONOSOBO, JAWA TENGAH

SKRIPSI

LUTVIA ROSALIANA

F 34070090

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

STUDY OF THE POTENTIAL APPLICATION OF CLEANER PRODUCTION

STRATEGIES IN THE PLYWOOD INDUSTRY: A CASE STUDY IN

CV MEKAR ABADI, WONOSOBO, CENTRAL JAVA

Lutvia Rosaliana dan Anas Miftah Fauzi

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology,

Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor,

West Java, Indonesia.

Phone 62 564 3366160, e-mail: rosaliana.lutvia@gmail.com

ABSTRACT

Plywood industry is an industry that has a problem toward the use of raw materials and large quantities of waste disposal. Therefore, the cleaner production strategies are needed to improve the efficient use of wood logs and energy and minimizing waste is wasted. The analysis includes three aspects. Analysis of technological techniques to see unit processes and machines production which is the source of waste, and produce cleaner production options as a solution. Financial analysis determines the priority of each of these production options and calculate the payback period. Political analysis is done using two methods, the analysis of SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threath) and Analitical Hierarchy Process that will result in cleaner production strategies. Analysis of technological techniques produces six priority cleaner production options. Financial analysis resulted in a total investment cost for six priority cleaner production options amounting to Rp 206,593,027. Advantages and savings gained Rp 65,210,649, with payback period for 3 months and 5 days. Political analysis produced seven strategies for implementation of cleaner production. Its main strategy is to socialize and training in the implementation of cleaner production and improving the quality of plywood. Thus, CV Mekar Abadi has great potential in the application of cleaner production as an environmental management strategy. The use of cleaner production strategies above can create CV Mekar Abadi as the sustainable plywood industry.

(3)

LUTVIA ROSALIANA. F34070090. Kajian Potensi Penerapan Strategi Produksi Bersih pada

Industri Kayu Lapis : Studi Kasus di CV. Mekar Abadi, Wonosobo, Jawa Tengah. Di bawah

bimbingan Anas Miftah Fauzi. 2011

RINGKASAN

Industri kayu lapis merupakan salah satu industri yang memiliki masalah terhadap penggunaan bahan baku dan pembuangan limbah yang kuantitasnya besar. Hal ini terbukti dari proses produksinya yang menghasilkan limbah rata-rata 40-50%. Selain itu, penggunaan bahan baku log kayu secara terus-menerus mengakibatkan berkurangnya daya dukung hutan untuk memenuhi kapasitas produksi industri kayu lapis yang semakin meningkat. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku log kayu dan energi serta meminimalkan limbah yang terbuang. Produksi bersih merupakan strategi yang tepat diterapkan oleh industri kayu lapis. Produksi bersih merupakan strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terintegrasi serta diterapkan secara terus-menerus untuk mengurangi resiko pada manusia dan lingkungan.

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari potensi penerapan produksi bersih di industri kayu lapis, menganalisis produksi bersih berdasarkan aspek teknis, finansial, dan politis, dan merumuskan alternatif strategi produksi bersih untuk pengembangan industri kayu lapis menuju industri kayu lapis yang berkelanjutan. Penelitian dilakukan di CV Mekar Abadi, kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah pada bulan Maret sampai Mei 2011.

Analisis mencakup tiga aspek, yaitu analisis teknik-teknologi, analisis finansial, dan analisis politis. Analisis teknik teknologi dilakukan berdasarkan pengamatan proses produksi serta neraca massa. Analisis teknik-teknologi melihat unit proses maupun mesin produksi yang menjadi sumber limbah, kemudian menghasilkan opsi-opsi produksi bersih sebagai solusinya. Analisis finansial menentukan prioritas masing-masing opsi produksi tersebut dan menghitung payback period dari penerapan opsi produksi bersih. Analisis politis dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threath) dan Analitical Hierarchy Process yang akan menghasilkan strategi produksi bersih.

Analisis teknik teknologi menghasilkan 13 opsi produksi bersih pada unit-unit proses produksi. Opsi-opsi produksi bersih tersebut adalah good housekeeping pada penyortiran log, pegontrolan MC vinir, penanganan vinir dan face-back, pengontrolan input glue, pengontrolan roll di glue spreader, pengecekan mesin dan pengontrolan tekanan hot press dan cold press; penggunaan konveyor pada mesin rotary; penggantian air pada bak perendaman serta mengontrol pH dan suhu; modifikasi teknologi penampung glue; pemasangan termometer pada boiler; serta pelapisan pada pipa steam boiler. Selain itu, analisis teknik teknologi juga menghasilkan empat opsi produksi bersih dari beberapa aspek kegiatan. Opsi-opsi produksi bersih tersebut adalah tata letak pabrik yang harus diperbaiki, penyusunan standar operasional prosedur, pembuatan instalasi pengolahan air limbah, dan pemberian peralatan keselamatan dan kesehatan kerja. Berdasarkan analisis ini, opsi yang yang diprioritaskan adalah penggantian sistem rotary dengan konveyor, penanganan vinir dan face-back dengan baik, modifikasi penampung glue, pemasangan termometer dan pelapisan pipa steam pada boiler, membuat SOP, serta pembuatan IPAL.

Analisis finansial menghasilkan total biaya investasi untuk opsi produksi bersih yang diprioritaskan sebesar Rp 206,593,027. Keuntungan dan penghematan yang didapat sebesar Rp 65,210,649, dengan payback period selama 3 bulan 5 hari.

(4)

Analisis politis melalui analisis SWOT dan AHP menghasilkan strategi untuk implementasi produksi bersih. Strategi produksi bersih yang akan diterapkan adalah sosialisasi serta pelatihan penerapan produksi bersih dan peningkatan mutu kayu lapis; pengembangan teknologi seperti inovasi, modifikasi, dan pengontrolan mesin; peningkatan kepedulian perusahaan terhadap masyarakat, lingkungan, dan sistem K3 melalui program produksi bersih; dukungan pemerintah daerah melalui penetapan kebijakan, hukum serta penghargaan yang tepat terhadap industri yang melakukan pengendalian limbah; peningkatan pengendalian limbah serta perhitungan volume dan biaya pengendalian limbah; penyusunan SOP dan peningkatan manajemen operasional sehingga efisiensi bahan baku dapat tercapai; mengadakan training terhadap karyawan dan penggunaan sertifikasi sehingga dapat memperluas pasar. Dengan demikian, CV Mekar Abadi memiliki potensi besar dalam penerapan produksi bersih sebagai strategi pengelolaan lingkungan. Penggunaan strategi produksi bersih diatas dapat menciptakan CV Mekar Abadi sebagai industri kayu lapis yang berkelanjutan.

(5)

KAJIAN POTENSI PENERAPAN STRATEGI PRODUKSI BERSIH PADA

INDUSTRI KAYU LAPIS : STUDI KASUS DI CV. MEKAR ABADI,

WONOSOBO, JAWA TENGAH

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

LUTVIA ROSALIANA

F 34070090

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Kajian Potensi Penerapan Strategi Produksi Bersih pada Industri

Kayu Lapis : Studi Kasus di CV. Mekar Abadi, Wonosobo, Jawa

Tengah

Nama

: Lutvia Rosaliana

NIM

: F34070090

Menyetujui :

Pembimbing,

(Prof. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M. Eng)

NIP. 19600419 198503.1.002

Mengetahui :

Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)

NIP. 19621009 198903.2.001

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skipsi dengan judul Kajian Potensi

Penerapan Strategi Produksi Bersih pada Industri Kayu Lapis : Studi Kasus di CV. Mekar Abadi, Wonosobo, Jawa Tengah adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing

Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2011 Yang membuat pernyataan

Lutvia Rosaliana F 34070090

(8)

©

Hak cipta milik Lutvia Rosaliana, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

(9)

BIODATA PENULIS

Lutvia Rosaliana. Lahir di Wonosobo, 3 November 1989 dari bapak Soejarwo dan ibu Eri Dwi Rosana, sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2007 dari SMAN 1 Wonosobo, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi, antara lain HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa teknologi Industri Pertanian) tahun 2009-2010 dan IMTPI (Ikatan Mahasiswa Teknologi Pertanian Indonesia) tahun 2008-2009. Penulis juga mengikuti unit kegiatan mahasiswa Agriaswara tahun 2007-2008. Dalam kegiatan kepanitiaan penulis pernah menjadi ketua Atsiri Fair 2009 yang diadakan oleh HIMALOGIN. Selain itu, pada tahun 2009 penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi . Pada tahun yang sama penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik dari IPB. Penulis melaksanakan praktik lapangan pada tahun 2010 di perkebunan teh, PT Perkebunan Tambi, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

(10)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Kajian Potensi Penerapan Strategi Produksi Bersih pada Industri Kayu Lapis : Studi Kasus di CV. Mekar Abadi, Wonosobo, Jawa Tengah dilaksanakan di Wonosobo, Jawa Tengah sejak bulan Maret sampai dengan Mei 2011. Selama penelitian dan penyusunan skripsi, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, fasilitas, dan pengalaman yang sangat berharga dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M. Eng selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu dan memberikan bimbingan selama penelitian maupun penulisan skripsi.

2. Bapak H. Aryadi selaku direktur utama CV Mekar Abadi yang telah menerima dengan baik selama penulis melaksanakan kegiatan praktik lapangan.

3. Bapak Muadji Waskito selaku kepala produksi bagian kayu lapis dan block board CV Mekar Abadi yang telah memberikan arahan dan informasi selama melakukan penelitian.

4. Bapak Ilabani, SE selaku staf marketing yang telah membantu pengisian kuisioner serta seluruh staf dan karyawan CV Mekar Abadi atas bantuan informasi selama penelitian berlangsung.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. M Yusram Massijaya, MS selaku dosen Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB yang telah membantu pengisian kuisioner.

6. Bapak Paribroto Sutigno selaku mantan staf Balitbang Hasil Hutan Bogor dan mantan staf APKINDO yang telah membantu pengisian kuisioner.

7. Ibu Sri Martini selaku dosen Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, yang telah membimbing dalam pengolahan data skripsi.

8. Staf Dinas Kehutanan dan Perkebunan kabupaten Wonosobo : Bapak Warih Suryokoco (Alm), Bapak Aris Jatmiko, S.Hut, dan Bapak Mustiko yang telah membantu pengisian kuisioner serta memberikan data dan informasi untuk kepentingan penelitian.

9. Bapak Ngisa Arifudin selaku staf Badan Lingkungan Hidup kabupaten Wonosobo yang telah membantu pengisian kuisioner serta memberikan data dan informasi untuk kepentingan penelitian.

10. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc, St. dan Dr. Ono Suparno, S.TP, M.T. sebagai penguji sidang skripsi.

11. Orang tua, adik, dan keluarga tercinta yang telah memberikan bantuan moril maupun materiil selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

12. Dwika Rastrasila yang telah memberikan kesabaran, motivasi dan bantuan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

13. Teman-teman serta semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

Penulis menyadari masih banyak yang harus disempurnakan dalam skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata khususnya bagi perkembangan industri kayu lapis.

Bogor, Oktober 2011 Lutvia Rosaliana

(11)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ...

1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Industri Kayu Lapis ... 3

2.2 Limbah Industri Kayu Lapis ... 4

2.3 Produksi Bersih ... 5

2.4 Pembangunan Berkelanjutan ... 7

2.5 Penelitian Terdahulu ... 8

III. METODE PENELITIAN ...

10

3.1 Kerangka Penelitian ... 10

3.2 Waktu Dan Tempat Penelitian ... 10

3.3 Pengumpulan Data ... 10

3.4 Teknik Analisis ... 12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...

16

4.1 Kondisi Industri Kayu Lapis ... 16

4.2 Strategi Produksi Bersih ... 30

4.3 Pembangunan Berkelanjutan ... 48

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...

50

5.1 Kesimpulan ... 50

5.2 Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ...

51

(12)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jenis dan sumber limbah industri kayu lapis ... 4

Tabel 2. Baku mutu limbah cair industri kayu lapis ... 5

Tabel 3. Bahan baku dan bahan penolong ... 17

Tabel 4. Jenis-jenis log CV Mekar Abadi ... 17

Tabel 5. Jenis dan dampak pencemaran limbah padat industri kayu lapis ... 26

Tabel 6. Jenis dan dampak pencemaran limbah udara industri kayu lapis ... 27

Tabel 7. Pengelolaan lingkungan yang diterapkan CV Mekar Abadi ... 30

Tabel 8. Opsi produksi bersih pada setiap unit proses ... 32

Tabel 9. Opsi produksi bersih pada aspek kegiatan... 33

Tabel 10. Potensi opsi produksi bersih di CV Mekar Abadi ... 34

Tabel 11. Analisis finansial opsi produksi bersih pada unit-unit proses ... 35

Tabel 12. Analisis finansial opsi produksi bersih pada aspek kegiatan ... 35

Tabel 13. Biaya investasi opsi produksi bersih yang direkomendasikan ... 36

Tabel 14. Analisis faktor internal dan eksternal ... 40

Tabel 15. Penentuan strategi dengan matrik SWOT ... 43 Tabel 16. Alternatif strategi produksi bersih untuk meningkatkan produktivitas kayu lapis . 44

(13)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Volume produksi dan ekspor kayu lapis Indonesia ... 3

Gambar 2. Teknik pengendalian lingkungan secara preventif ... 5

Gambar 3. Kriteria dalam pembangunan yang berkelanjutan ... 7

Gambar 4. Diagram alir penelitian ... 11

Gambar 5. Posisi perusahaan pada berbagai kondisi dalam matriks SWOT ... 14

Gambar 6. Matriks strategi SWOT... 14

Gambar 7. Diagram alir proses produksi kayu lapis di CV Mekar Abadi ... 18

Gambar 8. Penyortiran log di logyard ... 19

Gambar 9. Pengupasan kulit luar log ... 19

Gambar 10. Perendaman log di unit proses rotary ... 20

Gambar 11. Log dikupas dengan mesin rotary menjadi vinir ... 20

Gambar 12. Vinir di-stik sebelum dimasukkan ke kiln dry ... 21

Gambar 13. Vinir kering setelah keluar dari kiln dry ... 21

Gambar 14. Proses join vinir ... 22

Gambar 15. Proses peleburan lem pada vinir ... 22

Gambar 16. Platform melalui proses pengempaan panas ... 23

Gambar 17. Proses repair platform ... 23

Gambar 18. Platform melalui pengempaan panas ... 23

Gambar 19. Proses pendempulan ... 24

Gambar 20. Pengampelasan platform dan mesin sander ... 24

Gambar 21. Proses double sizer pada kayu lapis ... 25

Gambar 22. Neraca massa proses produksi kayu lapis di CV Mekar Abadi ... 31

Gambar 23. Posisi CV Mekar Abadi dalam matriks SWOT ... 42

Gambar 24. Struktur hierarki dan hasil bobot agregat ... 45

Gambar 25. Hasil perhitungan bobot faktor dan aktor dengan AHP ... 46

(14)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Lay out pabrik CV Mekar Abadi ... 54

Lampiran 2. Keterangan lay out pabrik CV Mekar Abadi ... 55

Lampiran 3. Lay out ruang produksi kayu lapis ... 56

Lampiran 4. Rincian harga komponen konveyor dan penampung glue ... 57

Lampiran 5. Rincian harga komponen IPAL ... 58

Lampiran 6. Rincian harga peralatan K3 ... 59

Lampiran 7. Data responden pada analisis IFE-EFE ... 60

Lampiran 8. Data responden pada AHP ... 61

Lampiran 9. Contoh kuisioner IFE-EFE ... 62

Lampiran 10. Contoh kuisioner AHP ... 72

(15)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era globalisasi saat ini mendorong industri untuk bersaing, keunggulan komparatif yang menjadi andalan masa lalu sudah tidak mampu menghadapi tantangan pasar bebas. Peningkatan efisiensi merupakan jawaban dalam mengatasi persaingan produk sejenis dari industri pesaing di dalam negeri maupun di luar negeri. Keunggulan kompetitif dan produk yang bermutu juga menjadi kunci untuk memenangkan pasar bebas.

Perkembangan industri dan meningkatnya pola konsumsi masyarakat modern berkaitan dengan peningkatan kebutuhan barang dan jasa, energi, dan sumber daya alam. Penggunaan sumber daya secara besar-besaran akan berdampak negatif dalam waktu singkat maupun jangka panjang. Pembangunan berkelanjutan ialah pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan hari ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk rnemenuhi kebutuhan rnereka (Purwanto, 2005).

Industri juga dihadapkan pada masalah limbah dan emisi, salah satunya industri kayu lapis. Industri kayu lapis menghasilkan limbah jenis padat, cair, gas, dan B3 (bahan berbahaya dan beracun). Menurut Indrasti et al. (2007), limbah padat merupakan limbah yang memiliki presentase sangat besar dari industri kayu lapis yaitu sekitar 40% dari volume log yang masuk. Besarnya persentase limbah padat dalam proses produksi kayu lapis mengharuskan setiap perusahaan memanfaatkan limbah padat tersebut secara optimal. Limbah cair yang dihasilkan industri kayu lapis saat ini belum dikelola secara maksimum. Limbah cair industri kayu lapis umumnya masih menghasilkan efluen yang nilainya hanya sesuai dengan persyaratan minimum yang diatur dalam undang-undang.

Limbah dan emisi merupakan hasil yang tidak diinginkan oleh perusahaan. Sebagian besar industri masih menggunakan pendekatan end-of pipe treatment, yang terkonsentrasi pada upaya pengolahan dan pembuangan limbah untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan. Strategi ini dinilai kurang efektif karena kegiatan yang dilakukan sifatnya reaktif, yaitu bereaksi setelah terbentuknya limbah (at the end of pipe), bukan berupa pencegahan atau preventif, tetapi perbaikan setelah terjadi kerusakan atau pencemaran.

Produksi bersih merupakan strategi pengelolaan lingkungan yang mengedepankan pemikiran di pihak manajemen agar dalam setiap kegiatan memiliki efisiensi tinggi sehingga limbah yang dihasilkan dari sumbernya dapat dicegah atau dikurangi. Penerapan produksi bersih akan menguntungkan industri karena dapat menekan biaya produksi, adanya penghematan, dan kinerja lingkungan lebih baik. Produksi bersih memiliki tujuan untuk menerapkan pengukuran pada pengoptimalan produksi dan meningkatkan eko-efisiensi industri yang memberikan peningkatan efisiensi secara ekonomi dan lingkungan.

Produksi bersih merupakan alternatif strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi dan daur hidup produk yang bertujuan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan (UNEP, 2003 dalam Indrasti dan Fauzi, 2009).

(16)

2

1.2 Tujuan Penelitian

1. Mempelajari potensi penerapan produksi bersih di industri kayu lapis. 2. Menganalisis produksi bersih berdasarkan aspek teknis, finansial, dan politis.

3. Merumuskan alternatif strategi produksi bersih untuk pengembangan industri kayu lapis menuju industri kayu lapis yang berkelanjutan.

(17)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Kayu Lapis

Menurut Tsoumis (1991), kayu lapis adalah produk panel yang terbuat dengan merekatkan sejumlah lembaran vinir. Arah serat pada lembaran vinir untuk face dan core adalah saling tegak lurus, sedangkan antar lembaran vinir untuk face saling sejajar.

Massijaya (2006) mengemukakan bahwa urutan proses dalam pembuatan kayu lapis terdiri dari : (1) seleksi log mulai dari ukuran, bentuk, dan kondisi log, (2) perlakuan awal log dengan pemanasan sehingga memudahkan pengupasan log dan meningkatkan rendemen 3-5%, (3) pengupasan log, (4) penyortiran vinir untuk memisahkan vinir rusak, (5) pengeringan vinir untuk mengurangi kadar air vinir, (6) perekatan, (7) pengempaan, (8) pengkondisian untuk mengurangi sisa tegangan akibat pengempaan selama 1-2 minggu.

Kayu lapis telah menjadi primadona produk industri kayu olahan Indonesia selama beberapa tahun. Angka ekspor tertinggi yang pernah dicapai adalah pada tahun 1992 sebesar 9.7 juta m3 (FAO, 2009a dalam Dwiprabowo, 2009a). Indonesia dapat digolongkan memiliki peranan dominan dalam pasar kayu lapis tropis dunia dengan tingkat volume ekspor tersebut. Kurang lebih 80% produksi kayu lapis Indonesia selama ini dijual untuk tujuan ekspor (Dwiprabowo, 2009a).

Gambar 1. Volume produksi dan ekspor kayu lapis Indonesia (FAO, 2009b dalam Dwiprabowo, 2009b)

Pada Gambar 1 menggambarkan grafik penurunan produksi, ekspor, dan penjualan domestik kayu lapis dari tahun 1999 sampai 2007. Penurunan volume produksi kayu lapis dan vinir Indonesia secara cukup tajam dan konsisten selama periode tahun 2000-2007. Pada grafik dapat dilihat bahwa selama periode 1999-2007, volume penjualan untuk pasar dalam negeri tidak pernah konstan (sangat fluktuatif), hal ini memberikan indikasi bahwa industri memprioritaskan untuk memenuhi permintaan pasar internasional. Berdasarkan proyeksi FAO konsumsi kayu lapis Indonesia tahun 2010 adalah sebesar 2.278 juta m3. Pada tahun 2008 dan 2009 tingkat penggunaan kapasitas industri kayu lapis di Indonesia berturut-turut 30% dan 20% akibat kelangkaan bahan baku. Hal ini berarti produksi kayu lapis Indonesia hanya mencapai 3 juta m3 (2008) dan 2 juta m3 (2009) mengingat kapasitas produksi kayu lapis Indonesia adalah sebesar 10 juta m3/tahun (Dwiprabowo, 2009b).

(18)

4

Berdasarkan penggunaannya, kayu lapis dikelompokkan menjadi dua yaitu interior dan eksterior plywood. Youngquis (1999) dalam Iswanto (2008) mengelompokkan kayu lapis menjadi dua bagian, yaitu :

1. Kayu lapis konstruksi dan industrial. 2. Kayu lapis hardwood dan dekoratif.

Berdasarkan jenis perekat yang dipergunakan, pengelompokan kayu lapis dibedakan menjadi dua:

1. Kayu lapis interior yaitu kayu lapis yang penggunaannya didalam ruangan. 2. Kayu lapis eksterior yaitu kayu lapis yang penggunaannya diluar ruangan.

Berdasarkan vinir mukanya, kayu lapis dikelompokkan menjadi :

1. Ordinary plywood yaitu kayu lapis dimana vinir mukanya dihasilkan dari proses rotary cutting. 2. Fancy plywood yaitu kayu lapis dimana vinir mukanya terbuat dari kayu-kayu indah dan

dihasilkan dari proses slice cutting atau half rotary cutting (Iswanto, 2008).

2.2 Limbah Industri Kayu Lapis

Hampir seluruh bagian dari proses produksi kayu lapis berkontribusi terhadap produksi limbah dengan jumlah dan karakteristik yang berbeda. Jenis dan sumber limbah di industri kayu lapis dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis dan sumber limbah industri kayu lapis

No Jenis limbah Sumber limbah

1 Limbah cair Air pencucian glue spreader, air pencucian mesin, dan peralatan produksi

2 Limbah padat Log afkir, sisa potongan (log end), serbuk gergaji, kulit kayu, inti kayu, potongan tepi log (edging), sisa potongan log, sisa kupasan, sisa potongan vinir, vinir yang tidak standar, sisa potongan core, core reject, padatan glue, ceceran glue, sisa potongan sisi panel, sebetan, serbuk hasil pengemplasan, kemasan kertas, film face, polyester coating

3 Limbah gas Dust, kebisingan, gas buang

4 Limbah B3 Oli bekas, ceceran minyak atau oli, aki bekas

Sumber : Indrasti et al. (2007)

Limbah cair yang dihasilkan dalam proses produksi kayu lapis secara umum hanya dihasilkan dari proses pencucian mesin glue spreader dan proses pencucian mesin produksi lainnya. Hal ini menyebabkan komposisi yang terkandung dalam limbah cair yang dihasilkan adalah air dan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan perekat. Namun pada umumnya dari tiap tipe perekat yang dibuat, kandungan atau komposisi terbesar adalah resin yang digunakan, mencapai 70-80% dari campuran perekat, sedangkan sisanya adalah bahan-bahan tambahan yang komposisinya berbeda-beda untuk tiap perekat. Baku mutu limbah cair industri kayu lapis dapat dilihat pada Tabel 2. Besarnya presentase limbah padat dalam proses produksi kayu lapis mengharuskan setiap perusahaan kayu lapis dalam memanfaatkan limbah padat tersebut secara optimal. Parameter limbah gas industri kayu lapis adalah NOx, SO2, opasitas, debu, kebisingan (Indrasti et al., 2007).

(19)

5

Tabel 2. Baku mutu limbah cair industri kayu lapis

No Parameter Kadar Maksimum (mg/l) Beban Pencemaran

Maksimum (g/m3)

1 BOD5 75 22.5

2 COD 125 37.5

3 TSS 50 15

4 Amoniatotal (sebagian N) 4 1.2

5 Fenol 0.25 0.08

6 pH 6.0-9.0

7 Debit Maksimum - 0.3 (m3/M3 produk)

Sumber : Perda Jateng No.10/2004

2.3 Produksi Bersih

Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat pencegahan dan terpadu yang diterapkan pada seluruh siklus produksi untuk meningkatkan produktivitas dengan memberikan tingkat efisiensi yang lebih baik pada penggunaan bahan mentah, energi, dan air, mendorong performansi lingkungan yang lebih baik melalui pengurangan sumber-sumber pembangkit limbah dan emisi serta mereduksi dampak produk terhadap lingkungan dari siklus hidup produk dengan rancangan yang ramah lingkungan, namun efektif dari segi biaya (Osuna, 2007 dalam Akhida, 2007).

Manfaat yang dapat diambil dari penerapan produksi bersih ini adalah (1) Pengurangan biaya operasi, (2) Peningkatan mutu produk, (3) Penghematan bahan baku, (4) Peningkatan keselamatan kerja, (5) Perbaikan kesehatan umum dan lingkungan hidup, (6) Penilaian konsumen menjadi positif, dan (7) Pengurangan biaya penanganan limbah (USAID, 1997 dalam Purnama, 2006).

Gambar 2. Teknik pengendalian lingkungan secara preventif (El-Haggar, 2002)

Gambar 2 diatas menjelaskan bahwa produksi bersih dapat dilakukan dengan mengurangi sumber pencemar, modifikasi produk, dan daur ulang. Daur ulang dapat dilakukan dengan cara on site recycle dan pemanfaatan produk samping. Pengurangan sumber pencemar dengan tata cara

Perubahan teknologi Perubahan material input Produksi bersih Pengurangan sumber pencemar Modifikasi produk Daur ulang Tata cara operasi Perubahan proses

On-site recycle Memanfaatkan produk samping

Kontrol proses yang baik

Modifikasi peralatan

(20)

6

operasi yang baik dan perubahan proses seperti pengontrolan proses, modifikasi peralatan, perubahan teknologi, dan perubahan material input (El-Haggar, 2002).

Pemilihan penerapan produksi bersih dapat dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu : 1. Good house-keeping

Mencakup tindakan prosedural, administratif maupun institutional yang dapat digunakan perusahaan untuk mengurangi terbentuknya limbah dan emisi. Konsep ini telah banyak diterapkan oleh kalangan industri agar dapat meningkatkan efisiensi dengan cara good operating practice yang mencakup: pengembangan program cleaner production (CP), pengembangan sumberdaya manusia, tatacara penanganan dan investasi bahan, pencegahan kehilangan bahan atau material, pemisahan limbah menurut jenisnya, tatacara perhitungan biaya, penjadwalan produksi.

2. Perubahan material input

Bertujuan mengurangi atau menghilangkan bahan berbahaya dan beracun yang masuk atau yang digunakan dalam proses produksi, sehingga dapat juga menghindari terbentuknya limbah B3 dalam proses produksi. Perubahan material input termasuk pemurnian bahan dan substitusi bahan.

3. Perubahan teknologis

Mencakup modifikasi proses dan peralatan yang dilakukan untuk mengurangi limbah dan emisi, perubahan teknologi dapat dimulai dari yang sederhana dalam waktu yang singkat dan biaya murah sampai dengan perubahan yang memerlukan investasi tinggi, seperti perubahan peralatan, tata letak pabrik, penggunaan peralatan otomatis dan perubahan kondisi proses.

4. Perubahan produk

Meliputi substitusi produk, konservasi produk, dan perubahan komposisi produk. 5. On-site reuse

Merupakan upaya penggunaan kembali bahan-bahan yang terkandung dalam limbah, baik untuk digunakan kembali pada proses awal atau sebagai material input dalam proses yang lain (Indrasti dan Fauzi, 2009).

Menurut Purwanto (2005), penerapan produksi bersih di industri dilakukan dalam beberapa langkah sebagai berikut.

1. Perencanaan dan organisasi

Pada langkah ini industri menyiapkan perencanaan, visi, misi, dan strategi produksi bersih. Sasaran peluang produksi bersih yang dikaitkan dengan bisnis dan adanya komitmen dari manajemen puncak.

2. Kajian dan identifikasi peluang

Melakukan pemetaan proses atau membuat diagram alir proses sebagai alat untuk memahami aliran bahan, energi dan sumber timbulan limbah. Identifikasi peluang-peluang produksi bersih didasarkan pada temuan hasil kajian dan tinjauan lapangan berupa kemungkinan peningkatan efisiensi dan produktivitas, pencegahan dan pengurangan timbulan limbah langsung dari sumbernya.

3. Analisis kelayakan dan penentuan prioritas

Menentukan pilihan produksi bersih, berdasarkan keuntungan (biaya yang dikeluarkan dan pendapatan atau penghematan yang diperoleh), resiko yang dihadapi, tingkat komitmen. Melakukan analisis kelayakan lingkungan, teknologi, dan ekonomi.

(21)

7

4. Implementasi

Membuat perencanaan waktu pelaksanaan secara konket, rencana tindakan yang dilakukan. Menentukan penanggung jawab program pelaksanaan, dan mengalokasikan sumberdaya yang diperlukan.

5. Pemantauan, umpan balik, modifikasi

Mengumpulkan dan membandingkan data sebelum dan sesudah tindakan produksi bersih digunakan untuk mengukur kinerja yang telah dicapai. Pada saat pemantauan dilakukan pendokumentasian program dan melakukan tinjauan ulang secara periodik pelaksanaan produksi bersih, dan kaitkan dengan sasaran bisnis.

6. Perbaikan berkelanjutan

Produksi bersih pada dasarnya adalah bagian dari pekerjaan dan bukan suatu program sehingga industri akan melakukan perbaikan berkelanjutan.

2.4 Pembangunan Berkelanjutan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan implikasi adanya batas yang ditentukan oleh tingkat masyarakat dan organisasi sosial mengenai sumber daya alam, serta kemampuan biosfer dalam menyerap berbagai pengaruh aktivitas manusia. Proses pembangunan berlangsung secara berlanjut dan didukung sumber daya alam yang ada dengan kualitas lingkungan dan manusia yang semakin berkembang dalam batas daya dukung lingkupannya. Pembangunan akan memungkinkan generasi sekarang meningkatkan kesejahteraannya, tanpa mengurangi kemungkinan bagi generasi masa depan untuk meningkatkan kesejahteraannya (Sugandhy dan Hakim, 2007).

Selama 25 tahun yang akan datang, permintaan kayu naik 25%, sedangkan persediaan kayu hanya 15%. Industri pengolahan kayu harus membuktikan daya cipta yang bagus untuk mendapatkan lebih banyak produk dari pepohonan yang sedikit sampai daur ulang produk, menggunakan sedikit spesies dan hasil samping yang sudah dibuang untuk menghasilkan “uang dari tempat sampah” dan menyatukan keturunan terdahulu dengan rencana penanaman yang menciptakan hutan baru dengan produktivitas tinggi. Peningkatan kapasitas produksi hutan merupakan terbukanya kebutuhan minimum industri dalam rangka memperoleh keuntungan keberlanjutan untuk masa depan (Polak, 1997).

(22)

8

Gambar 3 diatas menjelaskan kriteria yang digunakan dalam pembangunan berkelanjutan yaitu 3-P. Arti dari 3-P adalah planet, profits, dan person. Hal ini berarti keberlanjutan tersebut harus mempertimbangkan keberlanjutan dari sisi lingkungan, ekonomi, dan sosial. Pada Gambar 3 menunjukkan bagaimana integrasi dari nilai lingkungan, nilai ekonomi, dan nilai sosial menghasilkan kehidupan yang sejahtera bagi manusia. Nilai lingkungan diaplikasikan dengan menjaga keutuhan ekosistem, daya dukung alam, dan keanekaragaman hayati. Nilai ekonomi diaplikasikan melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi, produktivitas, dan pemerataan ekonomi. Nilai sosial diaplikasikan dengan menjaga identitas budaya, pemberdayaan, kemudahan akses, keseimbangan, dan keadilan. Tiga elemen tersebut harus berjalan simultan. Ketimpangan pembangunan akan terjadi apabila perkembangan aspek yang satu lebih tinggi dari aspek yang lain. Selain itu, peranan teknologi dalam pembangunan berkelanjutan tidaklah dapat diabaikan dan dikesampingkan (Setiadi, 2005).

Berikut ini disampaikan tiga buah contoh inovasi sistem yang lebih rinci dalam rangka teknologi untuk pembangunan yang berkelanjutan (Mulder, 2006).

1. Mengubah penggunaan sumber energi primer dan peningkatan efisiensi energi dalam sistem produksi.

2. Mengubah sumber bahan baku dan penggunaan kembali produk yang tidak termanfaatkan. 3. Menghindari terjadinya produk samping (by-product) dan emisi.

Produksi bersih merupakan strategi baru yang inovatif dengan memanfaatkan teknologi ramah lingkungan dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan (Susanto, 2007).

2.5 Penelitian Terdahulu

ICIP (1998) telah melakukan penelitian tentang penggunaan teknologi produksi bersih di industri kayu lapis. Beberapa peluang telah teridentifikasi dan dapat direkomendasikan menggunakan pangkalan data ICIP tersebut. Peluang-peluang yang direkomendasikan kepada perusahaan memberikan manfaat bagi peningkatan nilai tambah kayu dan biaya implementasinya. Rekomendasi yang pernah diberikan ICIP, termasuk daur ulang limbah cair dan penghematan energi.

ICIP (2001) melakukan kajian produksi bersih pada industri kayu lapis. Kajian ini adalah hasil evaluasi di beberapa industri kayu lapis di Indonesia. Tujuan kajian untuk mengusulkan suatu program produksi bersih yang akan : (1) mengurangi jumlah bahan beracun, bahan baku, dan energi yang dipakai dalam proses pengolahan, (2) mendemonstrasikan nilai ekonomi dan manfaat bagi lingkungan dari metode produksi bersih pada industri kayu lapis, dan (3) meningkatkan efisiensi operasi dan kualitas produk. Tim pengkaji terdiri dari seorang tenaga ahli pada industri kayu lapis dan seorang tenaga ahli produksi bersih serta empat orang konsultan lokal.

Secara keseluruhan, kajian mengidentifikasi dua puluh satu peluang produksi bersih. Tergantung pada pilihannya, biaya implementasi berkisar antara Rp 679,500,000 sampai Rp 2,929,000,000 dengan penghematan tahunan berkisar antara Rp 2,849,000,000 sampai dengan Rp 5,956,000,000 per tahun. Bilamana diimplementasikan, perubahan-perubahan ini dapat mengurangi pemakaian kayu gelondongan, mengurangi pemakaian lem sekitar 130 ton sampai 1600 ton per tahun, mengurangi biaya pengolahan air limbah karena berkurangnya lem yang menjadi limbah sekitar 5 ton sampai 36 ton pertahun, mengurangi pemakaian energi, serta meningkatkan kualitas produk.

Nurendah (2006) melakukan penelitian tentang strategi peningkatan kinerja industri kayu lapis melalui pendekatan ekoefisiensi. Hasil analisis dari matrik IFE-EFE memberikan gambaran bahwa perusahaan kayu lapis menempati posisi kuadran II, yaitu pada posisi tumbuh dan membangun. Analisis juga dilakukan menggunakan LCA (life cycle analysis) yang memberikan gambaran bahwa perusahaan kayu lapis memberikan kontribusi dampak potensi pengasaman lingkungan, potensi penipisan sumber energi, dan potensi nutrifikasi. Hasil analisis produksi bersih menunjukkan bahwa

(23)

9

perusahaan kayu lapis hanya menerapkan satu dari 32 rekomendasi ICIP (Indonesian Cleaner Industrial Production Program).

Indrasti et al. (2007) telah melakukan penelitian dengan studi kasus 3 industri kayu lapis, yaitu PT. Wijaya Tri Utama Plywood Indonesia, PT. Sumalindo Lestari Jaya, dan PT. Kayu Lapis Indonesia. Penelitian ini difokuskan pada proses produksi kayu lapis, penggunaan bahan baku dan energi, serta jenis limbah yang dihasilkan dari proses produksi kayu lapis. Dari data yang didapat bahwa terdapat empat jenis limbah, yaitu limbah cair, padat, gas, dan B3. Seluruh jenis limbah yang dihasilkan akan sangat membahayakan bagi lingkungan jika pembuangannya tanpa melalui pengolahan. Dalam penelitian ini dijelaskan berbagai sistem pengelolaan lingkungan industri kayu lapis, yaitu dengan pendekatan proaktif (preventive approache) dan pendekatan kuratif (end of pipe approache). Sistem pendekatan proaktif menggunakan strategi produksi bersih. Penelitian ini menjelaskan banyak informasi tentang produksi bersih seperti keuntungan, opsi, dan peningkatan efisiensi melalui produksi bersih.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2008) melakukan penelitian tentang panduan penerapan ekoefisiensi industri kayu lapis. Panduan ini memuat tentang proses produksi kayu lapis dan tahapan yang harus dilalui jika industri kayu lapis akan menerapkan prinsip ekoefisiensi. Keberhasilan penerapan ekoefisiensi pada industri kayu lapis ditentukan oleh banyak pihak khususnya departemen yang terkait langsung dengan produksi dan pihak manajemen pengambil keputusan karena industri kayu lapis umumnya adalah industri besar yang membutuhkan investasi cukup besar. Panduan ini juga memberikan informasi penerapan ekoefisiensi melalui perangkat good housekeeping. Melalui penerapan perangkat, industri kayu lapis dapat melakukan orientasi, perencanaan, pelaksanaan ekoefisiensi secara bertahap, konsisten, dan berkelanjutan.

(24)

10

III. METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Penelitian

Industri kayu lapis menghasilkan limbah berupa limbah cair, padat, gas, dan B3, jika limbah tersebut dibuang secara terus-menerus akan terjadi akumulasi limbah dan membahayakan lingkungan terutama untuk kelangsungan hidup manusia. Lingkungan telah menjadi suatu bahasan penting yang wajib diperhatikan oleh industri terutama tentang pengurangan limbah yang dibuang ke lingkungan. Salah satu cara yang efektif adalah mengurangi limbah pada sumbernya dengan pendekatan produksi bersih.

Produksi bersih merupakan strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang berlangsung terus-menerus pada proses produksi dan siklus hidup produk serta bertujuan untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Selain itu, produksi bersih memiliki tujuan untuk menerapkan pengukuran pada pengoptimalan produksi dan meningkatkan eko-efisiensi industri yang memberikan peningkatan efisiensi secara ekonomi dan lingkungan.

Produksi bersih dipengaruhi oleh tiga aspek penting, yaitu aspek teknis-teknologis, aspek finansial, dan aspek politis. Aspek teknis-teknologis bertujuan untuk pemilihan teknologi yang tepat guna serta ramah lingkungan. Analisis finansial untuk mengetahui kelayakan finansial penerapan produksi bersih. Analisis politis untuk mengkaji peran pemerintah, industri, lembaga terkait, dan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan industri kayu lapis. Dalam analisis politis ditentukan faktor-faktor yang terkait dengan industri kayu lapis untuk menentukan alternatif strategi produksi bersih. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Maret dan berakhir pada bulan Mei 2011. Penelitian dilakukan di industri kayu lapis, pabrik utama CV Mekar Abadi khususnya pada unit proses plywood dan unit proses vinir, yang berada di Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

3.3 Pengumpulan Data

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan dilakukan dengan mencari referensi dan literatur yang berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan. Pencarian dan pembelajaran jurnal, buku, atau laporan yang berkaitan dengan tema dan aspek-aspek penelitian.

2. Data Primer

Data primer diperoleh dari sumber data dengan menggunakan metode survei (survey method), dengan melakukan wawancara (interview) secara langsung dan tidak langsung. Metode kedua adalah metode observasi (observation method), pengambilan data dengan melakukan pengukuran, pengamatan proses produksi dan penggunaan bahan, air, energi secara langsung di lapangan. Metode ketiga adalah metode penyebaran kuisioner kepada pihak-pihak yang bersangkutan seperti manager dan pekerja.

3. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data pendukung yang diperoleh dari penelitian sebelumnya, dan data di industri kayu lapis. Data juga dapat diperoleh lembaga-lembaga yang berhubungan

(25)

11

dengan industri kayu lapis seperti Badan Pusat Statistika Wonosobo, Dinas Perhutani Wonosobo, Badan Lingkungan Hidup Wonosobo, serta Kementerian Lingkungan Hidup.

v

Gambar 4. Diagram alir penelitian

AHP

Selesai Mengidentifikasi

peran pemerintah daerah, masyarakat,

serta lembaga yang terkait

Analisis teknis-teknologis

Tinjauan umum tentang bahan baku produksi

Identifikasi seluruh tahapan proses produksi Analisa kualitas dan kuantitas material input Analisa kualitas dan kuantitas produk Analisa kualitas dan kuantitas material output Mulai Neraca massa Alernatif teknis-teknologis Analisis finansial Faktor internal (kelemahan dan kekuatan) dan faktor

eksternal (peluang dan ancaman) Program produksi bersih Analisis SWOT Alernatif strategi produksi bersih

(26)

12

3.4 Teknik Analisis

Teknik analisis produksi bersih meliputi analisis tiga aspek, yaitu analisis teknik-teknologi, analisis finansial, dan analisis politis. Analisis teknik-teknologi melihat peluang opsi produksi bersih dari unit proses dan mesin yang menjadi sumber limbah berdasarkan neraca massa proses produksi. Selanjutnya, opsi-opsi produksi bersih tersebut ditentukan prioritasnya melalui analisis finansial. Selain itu, analisis finansial menghitung biaya untuk penerapan opsi produksi bersih serta menghitung keuntungan dan penghematan dari penggunaan opsi tersebut. Analisis politis merupakan tahap analisis terakhir yang akan menghasilkan strategi produksi bersih melalui analisis SWOT dan AHP.

1. Analisis teknik-teknologi

Analisis teknik-teknologi mempelajari dan mengevaluasi kelayakan teknologi yang digunakan perusahaan berdasarkan kriteria yang ditetapkan. Kriteria evaluasi teknis antara lain: a. Evaluasi proses berdasarkan kesesuaian prosedur operasi dengan kondisi yang ada,

peningkatan efisiensi proses, serta kesesuaian produksi dengan kondisi yang ada.

b. Evaluasi bahan berdasarkan kualitas produk yang dapat dipertahankan, kapasitas utilitas tersedia, serta efisiensi dalam penggunaan bahan.

c. Evaluasi peralatan berdasarkan ketersediaan tempat dan perawatan mesin.

d. Evaluasi tenaga kerja berdasarkan kemanan pekerja dan tersedianya sumber daya manusia (Indrasti dan Fauzi, 2009).

Analisis teknik-teknologi berfungsi untuk mengkaji kesesuaian teknologi dan teknis yang telah diterapkan di industri dengan kapasitas penggunaannya, efisiensi terhadap air dan energi, meminimalkan limbah dan dampak terhadap lingkungan. Hasil dari analisis teknik-teknologi yaitu membuat alternatif teknis dan teknik-teknologi yang dapat diterapkan industri dengan mudah, efisiensi tinggi, less waste, sehingga dapat meningkatkan produktivitas industri. 2. Analisis finansial

Analisis finansial digunakan untuk menentukan biaya yang diperlukan dalam penerapan produksi bersih serta menghitung keuntungan dan penghematan dari penerapan produksi bersih. Analisis finansial juga menentukan keberlangsungan dari penerapan produksi bersih. Metode standar dalam analisis finansial yaitu perhitungan pay back period (PBP).

Payback period adalah suatu periode yang menunjukkan berapa lama modal atau investasi yang ditanam dalam suatu proyek dapat kembali, sedangkan kas bersih adalah manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya. Semakin pendek waktu yang diperlukan untuk pengembalian biaya investasi, rencana investasi tersebut semakin menguntungkan. Hal ini berarti semakin kecil payback period, proyek tersebut semakin baik. Payback period dapat dihitung dengan rumus (1)

(1) 3. Analisis politis

Analisis politis meninjau tentang peran pemerintah, perusahaan, lembaga yang terkait, serta masyarakat berupa kebijakan, komitmen, dan kesadaran dalam mendukung pengelolaan lingkungan di industri. Kebijakan pemerintah diharapkan secara internal akan dapat mendorong kegiatan industri menjadi lebih produktif, dan secara eksternal akan dapat membantu mengendalikan dampak negatif melalui aplikasi konsep dan rangkaian kegiatan produksi bersih yang efektif.

(27)

13

4. Analisis SWOT

Analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dan mengetahui posisi industri kayu lapis pada matriks SWOT dalam rangka merumuskan alternatif strategi perusahaan. Menurut Marimin (2008), analisis SWOT mempertimbangkan faktor lingkungan internal kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) serta lingkungan eksternal peluang (opportunity) dan ancaman (threats) yang dihadapi dunia bisnis, sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi suatu perusahaan. Ada dua macam pendekatan dalam analisis SWOT, yaitu :

a. Pendekatan kuantitatif matriks SWOT

Data SWOT dapat dikembangkan secara kuantitatif melalui perhitungan aanalisis SWOT agar diketahui secara pasti posisi organisasi yang sesungguhnya. Perhitungan yang dilakukan melalui tiga tahap, yaitu :

1) Analisis EFE (External Factors Evaluation) dan IFE (Internal Factors Evaluation)

EFE digunakan untuk mengetahui dan mengevaluasi peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal industri kayu lapis. IFE digunakan untuk mengetahui dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan dari lingkungan internal industri kayu lapis. Langkah penilaiannya adalah : a) Membuat daftar faktor-faktor penting internal dan eksternal (5 sampai dengan 10 faktor)

dalam kolom 1.

b) Pemberian bobot pada kolom 2, mulai dari 1.0 (sangat penting) sampai dengan 0.0 (tidak penting). Total dari seluruh bobot harus sama dengan 1.0. Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis.

c) Pada kolom 3, masing-masing faktor diberi peringkat (rating) mulai dari 4 (sangat setuju) sampai 1 (tidak setuju) berdasarkan pada pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan. Kriteria penilaian mengenai rating adalah sebagai berikut :

Nilai rating 4 : sangat setuju Nilai rating 3 : setuju Nilai rating 2 : kurang setuju Nilai rating 1 : tidak setuju

d) Mengalikan bobot dengan rating yang telah ditentukan untuk mendapatkan skor. 2) Melakukan pengurangan antara jumlah total faktor kekuatan dengan kelemahan (d) dan

faktor peluang dengan ancaman (e). Perolehan angka (d) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu X, sementara perolehan angka (e) selanjutnya menjadi nilai atau titik pada sumbu Y.

3) Mencari posisi organisasi yang ditunjukkan oleh titik (x,y) pada kuadran SWOT (Andrianto, 2010).

Pada matriks SWOT, posisi perusahaan dapat dikelompokkan dalam empat kuadran, yaitu kuadran I, II, III, IV. Pada kuadran I strategi yang sesuai adalah strategi agresif, kuadran II strategi diversifikasi, kuadran III strategi turn around dan kuadran IV strategi defensif. Posisi perusahaan pada berbagai kuadran dapat dilihat pada Gambar 5.

(28)

14

Gambar 5. Posisi perusahaan pada berbagai kondisi dalam matriks SWOT

b. Pendekatan kualitatif matriks SWOT

Pendekatan kualitatif matriks SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematika untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian, perencana strategi harus menganalisis faktor-faktor strategi perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini.

Pendekatan kualitatif matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Pendekatan ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategi seperti ditunjukkan pada Gambar 6berikut.

Gambar 6. Matriks strategi SWOT (Iskandarini, 2004) Peluang eksternal

Kelemahan internal Kekuatan internal

Ancaman eksternal Kuadran III

(strategi turn around)

Kuadran I (strategi agresif) Kuadran IV (strategi defensif) Kuadran II (strategi diversifikasi)

(29)

15

5. Analitical Hierarchy Process (AHP)

Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel lainnya. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.

Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan goal atau sasaran, lalu kriteria level pertama, subkriteria, dan akhirnya alternatif. AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (Marimin, 2008). Software yang digunakan untuk mengolah data nilai tingkat kepentingan dengan metodeAHP yaitu Expert Choice 2000.

(30)

16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Industri Kayu Lapis

4.1.1 Gambaran Umum Industri Kayu Lapis

CV Mekar Abadi merupakan industri yang bergerak dibidang kayu olahan yang masih berupa produk setengah jadi. CV Mekar Abadi didirikan pada tahun 1994, awal mula hanya berupa penggergajian dan memproduksi sawntimber albasia. Pada perkembangannya, awal tahun 2009 CV Mekar Abadi sudah memproduksi, vinir, bare-core, kayu lapis, serta block board sampai sekarang.

CV Mekar Abadi memiliki satu anak cabang dengan produk yang sama, yaitu kayu lapis dan block board. Jumlah pekerjanya mencapai 2896 orang di pabrik utama CV Mekar Abadi. Hari kerja dalam satu minggu yaitu 6 hari kerja (senin-sabtu), sedangkan jam kerja dibagi menjadi tiga shift. Shift A dari pukul 23.00 sampai pukul 07.00, shift B dari pukul 07.00 sampai pukul 15.00, shift C dari pukul 15.00 sampai pukul 23.00.

Kantor pusat dan pabrik utama CV Mekar Abadi terletak di jalan Purworejo km.17, Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo. Jarak dari CV Mekar Abadi ke pusat kota Wonosobo sejauh 18 km. Cabang pabriknya terletak di desa Kedalon, Kecamatan Kalikajar, Kabupaten Wonosobo. Penelitian dilakukan di pabrik utama CV Mekar Abadi karena memiliki kapasitas produksi kayu lapis lebih besar daripada pabrik cabang.

Pabrik utama CV Mekar Abadi terdiri dari beberapa unit bangunan sesuai dengan unit proses masing-masing. Kondisi tanah yang berbukit menjadikan beberapa unit bangunan terpisah satu sama lainnya. Unit proses bare-core I berada pada tingkat 1 dengan ketinggian paling rendah, unit proses vinir berada pada tingkat 2, unit proses kayu lapis dan block-board berada pada tingkat 3, unit proses pengeringan dan penggergajian berada pada tingkat 4, serta unit proses bare-core II dan kantor berada pada tingkat 5 dengan ketinggian paling tinggi. Lay out pabrik dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 3.

Topografi tanah di CV Mekar Abadi berombak dengan ketinggian tempat 760 m dpl dengan luas areal 27,393 m2. Jenis tanah di CV Mekar Abadi adalah regosol. Berdasarkan dari data BPS Kabupaten Wonosobo tahun 2009 daerah di sekitar CV Mekar Abadi memiliki curah hujan rata-rata 94 mm/bulan dan jumlah hari hujan dalam tahun 2009 mencapai 125 hari. Suhu udara di CV Mekar Abadi berkisar antara 14.3 – 26.5 0C.

4.1.2 Jenis Produk, Kapasitas Produksi, dan Sertifikasi

Produk yang dihasilkan CV Mekar Abadi yaitu vinir, bare-core, block-board, dan kayu lapis dengan berbagai ketebalan. Penelitian hanya difokuskan pada proses produksi kayu lapis. Kayu lapis yang dihasilkan yaitu kayu lapis dengan jenis ordinary plywood. Ordinary plywood merupakan kayu lapis murni yang tidak mendapatkan perlakuan tambahan. Produk kayu lapis yang dihasilkan di CV Mekar Abadi tergolong dalam grade B, karena bahan baku yang digunakan juga tergolong grade B. Kapasitas produksi rata-rata mencapai 84,976 m3/tahun untuk semua produk. Kapasitas produksi plywood mencapai 788 m3/tahun.

Ditinjau dari aspek sertifikasi, CV Mekar Abadi belum memiliki sertifikasi apapun. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan RI No: P.38/Menhut-II/2009, Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No: P.6/VI-Set/2009, dan Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No: P.02/VI-BPPHH/2010 mewajibkan setiap industri kayu bersertifikasi Sistem

(31)

17

Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Lembaga yang terkait seperti Indonesian Sawmill and Woodworking Association (ISWA) dan Asosiasi Panel Kayu Indonesia (APKINDO) juga menyarankan sertifikat SVLK. Sertifikat SVLK juga digunakan sebagai standar perdagangan kayu ke negara-negara Timur Tengah dan beberapa negara lainnya di Asia. Sertifikat SVLK merupakan persyaratan untuk memenuhi legalitas kayu atau produk yang dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak (stakeholder) kehutanan yang memuat standar legalitas kayu (legal compliance) dalam memperoleh hasil hutan.

Pada dasarnya, CV Mekar Abadi sedang berusaha untuk mendapatkan sertifikasi SVLK, karena dengan sertifikasi tersebut dapat memberikan peluang untuk memperluas perdagangannya ke pasar internasional. Disamping itu, produk yang ditandai dengan sertifikasi tersebut dapat meningkatkan citra perusahaan karena produk yang dihasilkan ramah lingkungan. Sebaiknya, dengan adanya komitmen perusahaan dalam meningkatkan mutu produk kayu lapis diperlukan sertifikasi ISO seri 9000 dan ISO seri 14000 untuk manajemen lingkungan tetapi dengan keterbatasan modal perusahaan belum mampu untuk mendapatkan sertifikasi tersebut.

4.1.3 Sistem Pengadaan Bahan Baku

Tabel3. Bahan baku dan bahan penolong

Bahan baku dan

bahan penolong Bentuk fisik Sifat bahan Asal bahan

Cara penyimpanan Bahan baku

Log albasia Padat Mudah terbakar Lokal Dikeringkan

Balok albasia Padat Mudah terbakar Lokal Dikeringkan

Face-Back Meranti Padat Mudah terbakar Jawa timur Gudang

Bahan penolong

Lem Cair Mudah terbakar Jawa timur Gudang

Tabel 3 diatas menjelaskan jenis bahan baku dan bahan penolong yang digunakan CV Mekar Abadi. Bahan baku log albasia dan balok albasia berasal dari hutan rakyat daerah Kabupaten Wonosobo dan sebagian kecil dari daerah Kabupaten Banjarnegara. Penggunaan albasia sebagai bahan baku utama kayu lapis didasarkan karena produktivitas kayu albasia di daerah lokal sangat besar dan dominan dari kayu lainnya. Selain itu, keberadaan industri yang dekat dengan bahan baku menjadikan biaya untuk bahan baku dan transportasinya lebih hemat. Pada umumnya petani lokal menjual pada pengumpul kayu, pengumpul kayu selanjutnya menjual pada depo (tempat penggergajian kayu), setelah itu dari depo menjual pada supplier untuk dijual ke industri. Kayu diangkut menggunakan truk dan proses jual-beli dilakukan di pabrik. Jenis dan ukuran log yang digunakan oleh CV Mekar Abadi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jenis-jenis log CV Mekar Abadi

No Jenis log Diameter log (cm)

1 Log reject < 10, 10-14

2 Log medium < 15

(32)

18

Log jenis super akan dibuat menjadi vinir, sedangkan log jenis medium dan reject digunakan untuk membuat balken (balok kecil yang sudah dikeringkan) sebagai bahan baku utama pembuatan block board. Kriteria bahan baku yang dapat diterima CV Mekar Abadi adalah log harus lurus, bulat, tanpa mata kayu, bukan kayu yang masih muda, dan kayu berumur lima tahun keatas. Bahan baku kayu albasia di CV Mekar Abadi juga belum bersertifikat dan hanya berupa perijinan. Dokumen yang disertai dalam proses jual beli log albasia dan balok albasia antara lain Surat Keterangan Asal Usul Kayu (SKAU), Faktur Angkutan Kayu Olahan (FAKO), dan Daftar Kayu Olahan (DKO) atas ijin Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonosobo.

Face-back yang digunakan berasal dari kayu meranti dan dibeli dari Surabaya. Face-back berukuran 1.33 x 2.54 m2. Meskipun sudah mempunyai mesin rotary 9 feet yang mampu mengupas kayu dengan ketebalan sangat tipis, tetapi industri belum berani memproduksi face-back karena bahan baku kayu meranti sulit untuk didapat di daerah lokal maupun di pulau Jawa. Hal ini tentu akan meningkatkan biaya produksi.

4.1.4 Teknologi Produksi Kayu Lapis CV Mekar Abadi

Terlepas dari penebangan dan pemilihan kayu yang ditebang dari hutan, digram alir proses produksi kayu lapis dipaparkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Diagram alir proses produksi kayu lapis di CV Mekar Abadi Log albasia Rotary Vinir Pengeringan 6 hari 1200C Perekatan lem Cold press 35 menit 95 kgf/cm2 Hot press 1060C 12 menit 95 kgf/cm2 Sander kalibrasi Platform plywood Face and back Perekatan lem Cold press 35 menit 95 kgf/cm2 Hot press 1060C 4 menit 95 kgf/cm2 Double sizer Sander finishing Plywood

(33)

19

Berdasarkan diagram alir diatas, maka dapat dijelaskan teknik dan teknologi yang digunakan pada proses produksi kayu lapis di CV Mekar Abadi sebagai berikut.

1. Bahan baku kayu gelondongan yang sudah dipotong dengan panjang 1.30 m dan diameter 10-45 cm disortir dibagian logyard seperti yang tampak pada Gambar 8. Penyortiran untuk menentukan jenis dan kualitas bahan baku kayu.

Gambar 8. Penyortiran log di logyard

2. Kayu gelondongan selanjutnya dibersihkan dan dikupas kulit luarnya secara manual menggunakan pisau kupas untuk menghilangkan dan membersihkan dari kotoran, batu, dan logam seperti yang tampak pada Gambar 9.

Gambar 9. Pengupasan kulit luar log

3. Kayu gelondongan direndam dalam bak perendaman untuk meningkatkan kadar air sehingga tidak mudah retak jika dikupas menggunakan rotary. Namun belum ditentukan berapa lama waktu perendaman, sedangkan selama ini waktu perendaman disesuaikan dengan rencana produksi dan masuknya bahan baku. Proses perendaman dapat dilihat pada Gambar 10.

(34)

20

Gambar 10. Perendaman log di unit proses rotary

4. Selanjutnya log albasia dikupas menggunakan rotary 3 feet yang menghasilkan lembaran vinir dengan ketebalan sesuai rencana produksi. Ukuran vinir diharuskan memiliki panjang 2.5 m dan lebar 1.27 m. Kupasan pertama dibuang sebagai limbah karena ukurannya tidak mencukupi. Kupasan kedua berupa vinir poly (vinir yang terpotong dengan lebar standar yaitu 1.27 m dan panjang yang tidak mencukupi yaitu 16-20 cm). Kupasan kedua biasanya digunakan untuk membuat short core dan sering disebut sampah yang merupakan bahan baku untuk menambal (patching) kayu lapis yang berlubang atau sobek. Kupasan ketiga digunakan sebagai bahan baku long core. Ukurannya memenuhi standar dan tidak rusak atau retak seperti kupasan sebelumnya. Proses tersebut menyisakan log core dengan diameter 10–11 cm. Kemudian log core dikupas dengan mesin rotary spindeless 3 feet, ketebalannya sesuai dengan rencana produksi. Proses ini menghasilkan limbah yang besar sehingga menurunkan rendeman produksi kayu lapis. Proses pengupasan log dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Log dikupas dengan mesin rotary menjadi vinir

5. Sebelum proses pengeringan, vinir disusun sebanyak lima pieces, kemudian di-stik, yaitu disisipkan balok kecil, dan vinir disusun kembali. Stik berguna untuk laju sirkulasi uap panas agar pengeringan merata sehingga meminimalkan waktu pengeringan. Satu palet terdapat 177 vinir. Proses stik dapat dilihat pada Gambar 12.

(35)

21

Gambar 12. Vinir di-stik sebelum dimasukkan ke kiln dry

6. Pengeringan menggunakan uap panas, sumber panas berasal dari heating elemen yang dialiri oleh media pemanas (hot water) dari boiler. Selanjutnya, uap panas dialirkan ke kiln dry. Kiln dry merupakan ruang pengeringan yang menyirkulasi uap panas dan mempertahankan panas sehingga dapat mengeringkan vinir pada MC (moisture content) yang dikehendaki. Lembaran vinir yang terdiri dari long core (vinir yang seratnya memanjang atau horizontal) dan short core (vinir yang seratnya pendek dan mengarah vertikal) selanjutnya dikeringkan dalam kiln dry selama 6-16 hari dengan temperatur 1200C. Proses ini menghasilkan produk vinir kering dengan MC maksimal sebesar 14% yang dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Vinir kering setelah keluar dari kiln dry

7. Selanjutnya dilakukan perbaikan mutu vinir dan face-back serta menggabung vinir yang terpisah (join veneer) secara manual. Proses repair dan join vinir dapat dilihat pada Gambar 14.

(36)

22

Gambar 14. Proses join vinir

8. Vinir yang telah diperbaiki selanjutnya diangkut ke glue spreader menggunakan forklift. Vinir yang terdiri dari long core dan short core disusun secara bersilangan sehingga seratnya tegak lurus. Vinir disusun dengan ketebalan dan lapisan yang sesuai dengan rencana produksi. Vinir ini disebut platform karena belum dilapisi oleh face-back, inilah tahap I proses produksi kayu lapis yaitu tahap pembuatan platform. Selanjutnya vinir diberi perekat urea formaldehida. Perekat adalah suatu bahan yang dapat menahan dua benda berdasarkan ikatan permukaan. Perekatan bertujuan agar produk kayu lapis kuat dan tahan lama. Proses peleburan lem dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Proses peleburan lem pada vinir

9. Platform kemudian dimasukkan dalam mesin cold press selama 25-35 menit dengan tekanan 95 kgf/cm2 untuk pengempaan dingin. Pengempaan dingin berfungsi untuk meratakan dan merekatkan lem sehingga memudahkan dalam proses hot press. Proses pengempaan dingin dapat dilihat pada Gambar 16.

(37)

23

Gambar 16. Platform melalui proses pengempaan dingin

10.Setelah keluar dari cold press, vinir di-repair ulang dengan cara ditambal (patching) agar permukaan tetap rata dan tidak berlubang. Proses repair dan patching vinir dapat dilihat pada Gambar 17. Kemudian platform dimasukkan ke dalam mesin hot press selama 12 menit pada temperatur 1060C dengan tekanan 95 kgf/cm2 untuk pengempaan panas. Pengempaan panas berfungsi untuk pelengketan dan pengeringan lem dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 17. Proses repair platform

(38)

24

11.Platform yang sudah selesai di-press harus melalui proses repair dan pendempulan (putty) pada

bagian permukaaan yang tidak rata, berlubang atau sobek, kemudian dilakukan pengampelasan (sander). Proses pendempulan dan pengampelasan dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20.

Gambar 19. Proses pendempulan

Gambar 20. Pengampelasan platform dengan mesin sander

12.Tahap II yaitu proses produksi kayu lapis dimulai dari penyusunan platform dan face-back sesuai rencana produksi. Kemudian direkatkan dengan lem pada glue spreader.

13.Proses selanjutnya sama dengan proses diatas yaitu dimasukkan ke cold press selama 25–35 menit dengan tekanan 95 kgf/cm2, lalu diperbaiki bagian yang berlubang dan sobek pada kayu lapis. Kayu lapis hasil repair dimasukkan ke dalam hot press selama 4 menit pada temperatur 1060C dengan tekanan 95 kgf/cm2.

14.Kayu lapis yang selesai di-press kemudian dipotong sisi panjangnya dan sisi lebarnya sesuai dengan ukuran panjang 2.44 m dan lebar 1.22 m dengan mesin double sizer. Proses double sizer dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar

Tabel 1. Jenis dan sumber limbah industri kayu lapis
Gambar 2. Teknik pengendalian lingkungan secara preventif (El-Haggar, 2002)
Gambar 3. Kriteria dalam pembangunan yang berkelanjutan (Setiadi, 2005)
Gambar 4. Diagram alir penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

penggunaan kembali (reycling) limbah cair tersebut perusahaan dapat menghemat.. Penggunaan pupuk organik Vine compost) pada sawah yang milik CV. Penerapan produksi bersih

Strategi produksi bersih yang diterapkan pada industri sack kraft dapat membantu industri dalam mengurangi limbah dengan melakukan daur ulang, meningkatkan

Produksi bersih adalah penerapan strategi lingkungan yang terintegrasi untuk proses dan produk dalam meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, air dan energi

Oleh karena itu, penelitian tentang penerapan konsep Produksi Bersih di industri keramik Kota Probolinggo ini dilaksanakan dengan tujuan untukmengidentifikasikan jenis keluaran

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perencanaan produksi agregat Industri Kayu adalah tingkat permintaan, kebijaksanaan manajemen terhadap persediaan, penetapan jam

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perencanaan produksi agregat Industri Kayu adalah tingkat permintaan, kebijaksanaan manajemen terhadap persediaan, penetapan jam

Oleh karena itu, penelitian tentang penerapan konsep Produksi Bersih di industri keramik Kota Probolinggo ini dilaksanakan dengan tujuan untukmengidentifikasikan jenis keluaran

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Bapa di Sorga, karena berkat dan rahmat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Kajian Potensi Penerapan Produksi Bersih