• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1. Prestasi Belajar

2.1.1. Pengertian Belajar

Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari perbuatannya yaitu belajar. Hal ini dikarenakan belajar merupakan suatu proses, sedangkan prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh dari proses pembelajaran tersebut. Jadi, berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam pendidikan tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa tersebut.

Logan, dkk (dalam Tjundjing, 2001) belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan latihan. Senada dengan hal tersebut, Winkel (1997) berpendapat bahwa belajar pada manusia dapat dirumuskan sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas.

Belajar tidak hanya terpaku dilakukan di sekolah saja, namun dapat dilakukan di mana-mana, seperti di rumah ataupun di lingkungan masyarakat. Irwanto (1997) berpendapat bahwa belajar merupakan

(2)

11 proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan menurut Ahmad (1997), belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.

Di dalam belajar, siswa mengalami sendiri proses dari tidak tahu menjadi tahu, karena itu menurut Cronbach (dalam Suryabrata, 2005) :

“Belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu pelajar mempergunakan pancainderanya. Pancaindera tidak terbatas hanya indera penglihatan saja, tetapi juga berlaku bagi indera yang lain.”

Belajar dapat dikatakan berhasil jika terjadi perubahan dalam diri siswa. Akan tetapi, tidak semua perubahan perilaku dapat dikatakan belajar karena perubahan tingkah laku akibat belajar memiliki ciri-ciri perwujudan yang khas (Syah, 2005) antara lain :

a. Perubahan Intensional

Perubahan terjadi dalam proses belajar karena pengalaman atau praktik yang dilakukan secara sengaja dan disadari. Pada ciri ini siswa menyadari bahwa ada perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan, kebiasaan dan keterampilan.

b. Perubahan Positif dan aktif

Positif berarti perubahan tersebut baik dan bermanfaat bagi kehidupan serta sesuai dengan harapan karena memperoleh sesuatu yang baru, dan lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan aktif artinya

(3)

12 perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha dari siswa yang bersangkutan.

c. Perubahan efektif dan fungsional

Perubahan dikatakan efektif apabila membawa pengaruh dan manfaat tertentu bagi siswa. Sedangkan perubahan yang fungsional artinya perubahan dalam diri siswa tersebut relatif menetap dan apabila dibutuhkan perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan lagi.

Berdasarkan dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan siswa untuk memperoleh perubahan tingkah laku baru secara keseluruhan, sengaja, disadari, relatif menetap, dan membawa manfaat positif bagi siswa dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

2.1.2. Pengertian Prestasi Belajar

Mencapai suatu prestasi tidaklah semudah yang dibayangkan, karena diperlukan perjuangan dan pengorbanan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi. Penilaian terhadap hasil belajar siswa untuk mengetahui sejauhmana ia telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar. Seperti yang dikatakan oleh Winkel (1997) bahwa proses belajar yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan, pemahaman, nilai, sikap dan keterampilan. Adanya perubahan tersebut tampak dalam prestasi belajar yang dihasilkan oleh siswa terhadap

(4)

13 pertanyaan, persoalan atau tugas yang diberikan oleh guru. Melalui prestasi belajar siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar.

Sedangkan Marsun dan Martaniah (dalam Tjundjing, 2001) berpendapat bahwa prestasi belajar merupakan hasil kegiatan belajar, yaitu sejauh mana peserta didik menguasai bahan pelajaran yang diajarkan, yang diikuti oleh munculnya perasaan puas bahwa ia telah melakukan sesuatu dengan baik. Hal ini berarti prestasi belajar hanya dapat diketahui jika telah dilakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa.

Menurut Poerwodarminto (dalam Ratnawati, 1996) yang dimaksud dengan prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang. Sedangkan prestasi belajar itu sendiri diartikan sebagai prestasi yang dicapai oleh seorang siswa pada jangka waktu tertentu dan dicatat dalam buku rapor sekolah.

Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar merupakan hasil usaha belajar yang dicapai seorang siswa berupa suatu kecakapan dari kegiatan belajar bidang akademik di sekolah pada jangka waktu tertentu.

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar.

Ada banyak faktor yang perlu diperhatikan untuk meraih prestasi belajar yang baik, karena di dalam dunia pendidikan tidak sedikit siswa yang mengalami kegagalan. Ada siswa yang memiliki dorongan kuat

(5)

14 untuk berprestasi dan kesempatan untuk meningkatkan prestasi, tetapi dalam kenyataannya prestasi yang dihasilkan di bawah kemampuannya.

Menurut Suryabrata (2005) dan Shertzer & Stone (dalam Winkel, 1997), secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu fakor fisiologis dan faktor psikologis.

Faktor biologis yang dimaksud adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan pancaindera. Untuk dapat menempuh studi yang baik siswa perlu memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya. Keadaan fisik yang lemah dapat menjadi penghalang bagi siswa dalam menyelesaikan program studinya. Dalam upaya memelihara kesehatan fisiknya, siswa perlu memperhatikan pola makan dan pola tidur, untuk memperlancar metabolisme dalam tubuhnya. Selain itu, juga untuk memelihara kesehatan bahkan juga dapat meningkatkan ketangkasan fisik dibutuhkan olahraga yang teratur.

Begitu pula dengan pancaindra. Berfungsinya pancaindera merupakan syarat supaya belajar berlangsung dengan baik. Dalam sistem pendidikan dewasa ini di antara pancaindera itu yang paling memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga. Hal ini

(6)

15 penting, karena sebagian besar hal-hal yang dipelajari oleh manusia dipelajari melalui penglihatan dan pendengaran. Dengan demikian, seorang anak yang memiliki cacat fisik atau bahkan cacat mental akan menghambat dirinya didalam menangkap pelajaran, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah.

Faktor internal lainnya adalah faktor psikologis. Ada beberapa faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Faktor yang pertama adalah inteligensi. Pada umumnya, prestasi belajar yang ditampilkan siswa mempunyai kaitan erat dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa. Menurut Binet (Winkel, 1997) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan suatu penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif. Taraf inteligensi ini sangat mempengaruhi prestasi belajar seorang siswa, di mana siswa yang memiliki taraf inteligensi tinggi mempunyai peluang lebih besar untuk mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi. Sebaliknya, siswa yang memiliki taraf inteligensi rendah diperkirakan juga akan memiliki prestasi belajar yang rendah. Namun bukanlah suatu yang tidak mungkin jika siswa dengan taraf inteligensi rendah memiliki prestasi belajar yang tinggi, juga sebaliknya.

Faktor kedua adalah sikap. Sikap yang pasif, rendah diri dan kurang percaya diri dapat merupakan faktor yang menghambat siswa dalam menampilkan prestasi belajarnya. Motivasi menjadi faktor

(7)

16 ketiga. Menurut Irwanto (1997) motivasi adalah penggerak perilaku. Motivasi belajar adalah pendorong seseorang untuk belajar. Motivasi timbul karena adanya keinginan atau kebutuhan-kebutuhan dalam diri seseorang. Seseorang berhasil dalam belajar karena ia ingin belajar. Sedangkan menurut Winkel (1997) motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar itu; maka tujuan yang dikehendaki oleh siswa tercapai. Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas ialah dalam hal gairah atau semangat belajar, siswa yang termotivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.

Selain faktor-faktor yang ada dalam diri siswa, ada hal-hal lain diluar diri yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang akan diraih. Faktor dari luar diri ini disebut dengan faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berasal dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.

Dari lingkungan keluarga, sosial ekonomi keluarga dapat berperan dalam menentukan prestasi belajar. Dengan sosial ekonomi yang memadai, seseorang lebih berkesempatan mendapatkan fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari buku, alat tulis hingga pemilihan sekolah. Pendidikan orang tua juga dapat berpengaruh. Orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi cenderung lebih

(8)

17 memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya, dibandingkan dengan yang mempunyai jenjang pendidikan yang lebih rendah. Dukungan dari keluarga juga merupakan suatu pemacu semangat berprestasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa secara langsung, berupa pujian atau nasihat, maupun secara tidak langsung, seperti hubugan keluarga yang harmonis.

Dari lingkungan sekolah, kelengkapan fasilitas sekolah, seperti papan tulis akan membantu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah, selain itu bentuk ruangan, sirkulasi udara dan lingkungan sekitar sekolah juga dapat mempengaruhi proses belajar mengajar. Kualitas guru dan siswa sangat penting dalam meraih prestasi, kelengkapan sarana dan prasarana tanpa disertai kinerja yang baik dari para penggunanya akan sia-sia belaka. Bila seorang siswa merasa kebutuhannya untuk berprestasi dengan baik di sekolah terpenuhi, misalnya dengan tersedianya fasilitas dan tenaga pendidik yang berkualitas, yang dapat memenuhi rasa keingintahuannya, hubungan dengan guru dan teman-temannya berlangsung harmonis, maka siswa akan memperoleh iklim belajar yang menyenangkan. Dengan demikian, ia akan terdorong untuk terus-menerus meningkatkan prestasi belajarnya. Kurikulum dan metode mengajar juga merupakan faktor yang penting dalam meraih prestasi belajar. Hal ini meliputi materi dan bagaimana cara memberikan materi tersebut kepada siswa. Metode pembelajaran yang lebih interaktif sangat diperlukan untuk

(9)

18 menumbuhkan minat dan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran. Metode yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan reinforcement (penguatan) bagi siswa. Pemberian

reinforcement dilakukan dengan harapan siswa termotivasi secara

ekstrinsik. Misalnya, dengan memberikan pujian jika siswa mendapat nilai memuaskan atau memberi reward yang konkrit seperti misalnya token economy.

Dari lingkungan masyarakat, pandangan tentang pentingnya pendidikan akan mempengaruhi kesungguhan pendidik dan peserta didik. Masyarakat yang masih memandang rendah pendidikan akan enggan mengirimkan anaknya ke sekolah dan cenderung memandang rendah pekerjaan guru/pengajar. Partisipasi masyarakat terhadap pendidikan juga dapat menentukan prestasi belajar. Bila semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung kegiatan pendidikan, mulai dari pemerintah (berupa kebijakan dan anggaran) sampai pada masyarakat bawah, setiap orang akan lebih menghargai dan berusaha memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

2.1.4. Pengukuran Prestasi Belajar

Azwar (2007) menyebutkan bahwa ada beberapa fungsi penilaian dalam pendidikan, yaitu :

(1) Penilaian berfungsi selektif (fungsi sumatif)

Fungsi penilaian ini merupakan pengukuran akhir dalam suatu program dan hasilnya dipakai untuk menentukan apakah siswa

(10)

19 dapat dinyatakan lulus atau tidak dalam program pendidikan tersebut. Dengan kata lain penilaian berfungsi untuk membantu guru mengadakan seleksi terhadap beberapa siswa, misalnya

a. Memilih siswa yang akan diterima di sekolah b. Memilih siswa untuk dapat naik kelas

c. Memilih siswa yang seharusnya dapat beasiswa

(2) Penilaian berfungsi diagnostik

Fungsi penilaian ini selain untuk mengetahui hasil yang dicapai siswa juga mengetahui kelemahan siswa sehingga dengan adanya penilaian, maka guru dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan masing-masing siswa. Jika guru dapat mendeteksi kelemahan siswa, maka kelemahan tersebut dapat segera diperbaiki.

(3) Penilaian berfungsi sebagai penempatan (placement)

Setiap siswa memiliki kemampuan berbeda satu sama lain. Penilaian dilakukan untuk mengetahui di mana seharusnya siswa tersebut ditempatkan sesuai dengan kemampuannya yang telah diperlihatkannya pada prestasi belajar yang telah dicapainya. Sebagai contoh penggunaan nilai rapor SMA kelas X menentukan jurusan studi di kelas XI.

(11)

20 (4) Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan (fungsi

formatif)

Penilaian berfungsi untuk mengetahui sejauh mana suatu program dapat diterapkan. Sebagai contoh adalah rapor di setiap semester di sekolah-sekolah tingkat dasar dan menengah dapat dipakai untuk mengetahui apakah program pendidikan yang telah diterapkan berhasil diterapkan atau tidak pada siswa tersebut.

Dalam penelitian ini, pengukuran prestasi belajar menggunakan penilaian sebagai pengukur keberhasilan (fungsi formatif), yaitu untuk mengukur sejauh mana siswa mampu mengimplementasikan proses belajar yang telah dilalui dengan memberikan tes yang berhubungan dengan materi yang diajarkan selama penelitian.

2.2.Token economy

Token economy merupakan salah satu bentuk reinforcement positif. Token economy adalah suatu sistem dalam modifikasi perilaku melalui penguatan positif yang berasal dari dasar operant conditioning.

Operant Conditioning dikembangkan oleh B.F. Skinner yang berpusat pada hubungan antara perilaku dan konsekuensinya. Misal, apabila perilaku seseorang langsung diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan, orang itu akan lebih sering terlibat dalam perilaku tersebut. Penggunaan konsekuensi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan untuk mengubah perilaku disebut dengan pengkondisian operan (operant conditioning), (Slavin, 2008).

(12)

21 Konsekuensi yang menyenangkan tersebut akan memperkuat perilaku, sebaliknya konsekuensi yang tidak menyenangkan akan memperlemahnya. Konsekuensi yang menyenangkan ini disebut sebagai tindakan penguat (reinforcer). Contohnya, guru memuji murid dengan mengatakan “Selamat”, “Saya merasa senang dengan karya tulis kamu.” Komentar positif guru ini merupakan penguat atau guru dapat memberi imbalan pada perilaku positif murid. Sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut sebagai tindakan penghukuman (punisher).

Tindakan penguat (reinforcer) terbagi menjadi dua, yaitu tindakan penguat positif dan tindakan penguat negatif. Tindakan penguat positif merupakan konsekuensi menyenangkan yang diberikan untuk memperkuat perilaku. Misalnya dengan memberikan imbalan atau pujian jika anak mendapatkan nilai ujian yang bagus, dengan adanya pemberian pujian ini diharapkan perilaku anak untuk mendapat nilai ujian yang bagus diperkuat. Sedangkan tindakan penguat negatif merupakan pembebasan dari situasi yang tidak menyenangkan, yang diberikan untuk memperkuat perilaku. Misalnya dengan membebaskan tugas anak untuk tidak perlu mencuci piring jika mendapat nilai ujian yang bagus. Dengan membebaskan tugas yang tidak menyenangkan bagi anak diharapkan anak akan memperkuat perilaku untuk tetap mendapat nilai ujian yang bagus.

2.2.1. Pengertian Token economy

Token ekonomy adalah sistem perlakuan kepada tiap individu untuk mendapatkan bukti target perilaku setelah mengumpulkan

(13)

22 sejumlah perilaku tertentu sehingga mencapai kondisi yang diharapkan. Caranya adalah dengan memberikan penghargaan kepada siswa setelah menunjukkan perilaku yang diharapkan. Penghargaan yang dikumpulkan selanjutnya akan ditukarkan dengan penghargaan lain yang lebih bermakna. Contoh seperti pada lembar bukti prestasi. Siswa mendapatkan bukti dalam bentuk reward atau hadiah dari pekerjaan yang dapat ditunjukannya. (Jason, 2009). Token economy merupakan sistem perlakuan pemberian penghargaan kepada siswa yang diwujudkan secara visual.

2.2.2. Tujuan Token economy

Jenson, Sloane & Young (1988) mengungkapkan bahwa penggunaan sistem token economy dapat mengurangi tingkat kebosanan belajar pada siswa. Siswa menjadi dapat berpartisipasi dalam jangka waktu yang yang lama karena adanya suasana belajar yang kolaboratif, rivalitas, kompetitif yang diberi penguatan oleh pendidik. Dengan pemberian token economy, efektivitas waktu dalam pelaksanaan pembelajaran dapat meningkat. Belajar yang efektif adalah yang menggunakan waktu yang pendek dengan hasil yang terbaik. Siswa harus menyadari berapa lama mereka telah belajar dan berapa banyak waktu yang telah mereka gunakan secara efektif untuk melaksanakan aktivitas belajar.

Tujuan lain dari pemberian token economy adalah dapat meningkatnya kepuasan dalam mendorong peningkatan kompetensi

(14)

23 siswa melalui penghargaan yang konkrit atau visual sehingga tingkat kesenangan siswa melakukan sesuatu prestasi benar-benar tampak. Daya respon siswa juga dapat meningkat. Suasana belajar yang kompetitif akan meningkatkan kecepatan siswa memberikan respon. Setiap respon yang sesuai dengan tujuan akan segera mendapat penguatan sehingga suasana belajar menjadi cair, komunikatif dan lebih menyenangkan.

Meningkatnya penguatan sehingga motivasi belajar berkembang. Setiap siswa atau setiap kelompok siswa dalam kelas selalu dalam keadaan terpacu untuk mewujudkan dan daya pacu ini akan semakin berkembang jika siswa juga mendapat layanan untuk mengabadikan daya kompetisinya seperti dengan dukungan rekaman video.

2.2.3. Komponen dalam Metode Token economy

Sebelum kegiatan belajar dilaksanakan pendidik menyiapkan beberapa komponen yang dibutuhkan. Menurut Jenson, Sloane & Young (1988) di antaranya:

1. Token atau simbol praktis dan atraktif untuk memicu tumbuhnya

motivasi belajar. Yang dapat digunakan sebagai simbol penghargaan seperti stiker, guntingan kertas, simbol bintang, kelereng, kancing, atau uang mainan. Benda lainnya juga dapat digunakan selama mudah dihitung, tidak mudak ditiru dan aman digunakan terutama untuk anak kecil. Token sendiri tidak selalu dalam bentuk yang berharga, namun setelah siswa mengoleksinya

(15)

24 setelah menunjukan perilaku yang diharapkan mereka dapat menukarkan token itu dengan sesuatu yang berharga. Dengan demikian setelah satu rentang waktu tertentu guru harus menyediakan barang penukar token yang berharga untuk siswa. Yang paling mudah seperti permen, alat tulis atau benda berharga lain yang dapat sekolah biayai.

2. Definisi target perilaku jelas. Hal itu berarti guru maupun siswa perlu memahami dengan baik perilaku yang diharapkan. Siswa memahami benar perilaku seperti apa yang harus ditunjukkannya sebagai hasil belajar. Penjelasan harus singkat namun cukup sebagai dasar pemahaman siswa mengenai hadiah yang dapat diperolehnya setelah menunjukkan prestasi.

3. Dukungan penguatan (reinforcers) dengan barang yang berharga. Dukungan itu dapat dalam bentuk barang berharga, hak istimewa, atau aktivitas individu yang dapat ditukar dengan makanan, perangkat permainan, waktu ekstra.

4. Sistem penukaran token atau simbol. Sukses penyelenggaraan token economy sangat bergantung pada sukses dalam memberikan penguatan yang dapat ditukarkan dengan nilai yang sebanding dengan prestasi yang dicapai.

5. Sistem dokumentasi atau perekaman data. Pemberian penghargaan yang tepat sangat bergantung pada ketepatan menghimpun data. Oleh karena itu alat perekam dapat membantu meningkatkan proses

(16)

25 ini sehingga informasi dari proses pembelajaran dapat dikelola dengan tingkat akurasi yang tinggi.

6. Konsistensi dalam implementasi, untuk menjunjung konsistensi itu sebaiknya terdapat panduan teknis yang tertulis sebagai pegangan pelaksanaan tugas sehingga apa yang direncanakan itulah yang dilaksanakan.

2.2.4. Langkah-langkah pelaksanaan Token economy

Mengacu pada pemikiran Robinson T.J. Newby dan S.L. Ganzell, (1981) merumuskan bahwa langkah utama dalam pelaksanaan sistem token ekonomi dapat dikembangkan sebagai berikut :

1. Menentukan target perilaku atau kompetensi yang dapat siswa tunjukkan. Guru memilih masalah penting sebagai target. Definisikan dengan jelas, harus dalam bentuk penyataan positif, dan harus dalam perilaku hasil belajar yang dikembangkan dalam bimbingan pembelajaran dalam kelas.

2. Menentukan motode bagaimana langkah-langkah untuk memperoleh penghargaan dan nilai dari setiap penghargaan. Barkley (1990) memberi contoh untuk anak-anak umur 4-7 tahun menggunakan guntingan kartu berbentuk bintang, model perangko atau stiker. Setiap perangkat penghargaan diletakkan siswa di atas meja belajarnya dalam kelas.

3. Identifikasi nilai atraktif penghargaan. Mengembangkan penghargaan sebagai sesuatu yang berarti, praktis dan atraktif

(17)

26 sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal penting yang dapat meningkatkan makna adalah keterlibatan siswa dalam proses memilih dan menyusun jenis dan nilai penghargaan. Dalam hal ini siswa dapat memperoleh kebebasan menentukan waktu 4. Menentukan tujuan, jumlah token yang dapat diperoleh serta nilai

yang diperoleh untuk setiap penghargaan yang diperoleh. Implementasi kegiatan ini memerlukan langkah lanjut: 1. Penjelasan program kepada siswa.

Penjelasan mengenai program harus jelas. Siswa harus memahami aturan main sebelum belajar dimulai agar mereka dapat memanfaatkan waktu belajar secara optimal. Sejumlah penghargaan kepada siswa diberikan diantaranya karena ketepatan dan kecepatan menunjukkan perilaku positif yang diharapkan. 2. Guru memberikan masukan.

Guru harus menentukan kapan hadiah akan didistribusikan, dengan ketentuan seperti apa, dan bagaimana siswa dapat memperoleh penghargaan, tata tertib apa yang harus dilalui. Pemberian penghargaan dapat guru lakukan tidak hanya sebatas dalam kurun waktu satu dua jam pelajaran, namun dapat pula menggunakan waktu berhari-hari, berminggu-minggu atau dalam satu semester sepanjang guru dapat memelihara kondisi tingkat rivalitas, persaingan dan daya kolaborasi dapat terus dikobarkan sehingga berdampak positif terhadap hasil belajar siswa.

(18)

27 3. Guru pengatur penghargaan.

Guru memberikan penghargaan dengan memperhatikan tercapainya tujuan pembelajaran. Kejuaraan diperoleh dari pengumpul hadiah terbanyak. Hal itu berarti menjadi siswa yang belajar paling efektif sehingga mencapai perilaku yang diharapkan. Jika siswa berhasil dalam satu hari dan ia tidak mendapatkan di waktu lain adalah sesuatu yang biasa.

2.3.Hipotesis Penelitian

Ha : Token economy efektif digunakan sebagai reinforcement untuk meningkatkan prestasi belajar Matematika.

Ho : Token economy tidak efektif digunakan sebagai reinforcement

Referensi

Dokumen terkait

BAB. Dalam bab 2 ini berisi tentang landasan teori mengenai variabel-variabel yang dipakai yaitu Teori Permintaan, Permintaan Pasar, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Dapat disimpulkan bahwa aplikasi praktek higienitas yang diasosiasikan dengan rutinitas pemerahan seperti : pencucian tangan pemerah dengan sabun sebelum proses pemerahan,

Komunikasi virtual sendiri adalah proses penyampaian pesan dari komunikan kepada komunikator melalui media (internet) yang bersifat interaktif. Komunikasi virtual

1) Analisis butir dengan menggunakan Model Rasch. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui butir-butir mana saja yang cocok dengan Model Rasch, yang diperlukan dalam

Berdasarkan hasil penelitian diatas maka dapat di analisis bahwa Undang–Undang Perlindungan Anak mewajibkan Pemerintah, Penegak Hukum, Masyarakat termasuk dunia usaha

Nama Penjual : PT. Pelita Bumi Indonesia Damai Setia Abadi, pada Lampiran SPT Masa PPN dapat ditulis PT Pelita Bumi IDSA agar tertampung di dalam kolom/baris Nama Penjual

Kelima ayat tersebut berisi ketentuan yang sangat teknis, tetapi tidak berhasil menjawab dengan jelas dan pasti mengenai (i) siapa kah yang dapat mengajukan usul dan apa saja syarat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat di bawah tegakan hutan jati pada umur tegakan 7, 27, dan 34 tahun dan mengetahui